Anda di halaman 1dari 19

Laporan Praktikum Dosen Pembimbing

Pengolahan Limbah Dr. Fajril Akbar, M.Si

PENGOLAHAN PUPUK PADAT DARI LIMBAH AMPAS


TEBU

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK III
KELAS DIII A

FEBRY SARDI (1607036664)


MARDELINA BR GINTING (1607036516)
SEPTI TENERA TAMI (1607036725)
SHINTIA ALFIAN RAMA (1607036698)

Tanggal Praktikum : 6 November 2018

LABORATORIUM DASAR-DASAR PROSES KIMIA


PROGRAM STUDI D-III TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS RIAU
2018
ABSTRAK
Arang ampas tebu, sekam padi dan kotoran sapi merupakan bahan yang tersedia dalam
jumlah melimpah di lingkungan sekitar yang belum banyak dimanfaatkan. Melalui
pengembangan pengolahan limbah secara tepat guna dan sederhana limbah-limbah
tersebut dapat diolah menjadi pupuk organik yang dapat meningkatkan nilai ekonomis
limbah. Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh konsentrasi bioaktivator
atau EM4 pada proses pengomposan, mengukur pH dan mengukur kadar air. Metode
percobaan yang digunakan adalah dengan mencampurkan arang ampas tebu: sekam padi;
dan kotoran sapi dengan perbandingan 3:1:1 dan menambahkan penggunaan EM4 dengan
konsentrasi sebesar 2% dan 4% yang berfungsi untuk mempercepat pertumbuhan
mikroorganisme yang bekerja. Waktu pengomposan yaitu selama 7 hari dengan melakukan
pengukuran pH dan kadar air kompos. Berdasarkan percobaan diperoleh pH kompos
dengan konsentrasi EM4 2% adalah 7 dengan kadar air 35%. Berdasarkan percobaan
pupuk padat yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan SNI-13-7030-2004.

Kata Kunci : Bioaktivator, EM4, Kompos dan Konsentrasi


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan Percobaan
1. Pembuatan pupuk padat dari ampas tebu.
2. Mempelajari pengaruh konsentrasi bioaktivator pada proses pengomposan.
3. Mengukur pH dan mengukur kadar air.

1.2 Dasar Teori


1.2.1 Pupuk Organik Padat
Pupuk organik adalah salah satu pendukung terwujudnya pertanian
organik. Secara umum pertanian organik dapat diarti jadi dua yaitu pertanian
organik dalam arti sempit dan pertanian organik dalam arti luas. Dalam pengertian
sempit, pertanian organik merupakan pola pertanian yang bebas dari bahan-bahan
kimia, mulai dari perlakuan benih, penggunaan pupuk dan pestisida, sampai
perlakuan hasil panen. Sedangkan pengertian pertanian organik dalam arti luas
adalah kombinasi penggunaan produk organik (seperti pupuk organik dengan
pestisida nabati) dengan bahan kimia pada batas-batas tertentu. Dengan demikian
pertanian organik dalam arti luas merupakan pendekatan pertanian berkelanjutan
yang berwawasan lingkungan melalui pemupukan yang seimbang (Ismawati,
2003).
Pupuk organik padat adalah pupuk yang terbuat dari bahan organik dengan
hasil akhir berbentuk padat. Pemakaian pupuk organik pada umumnya dengan cara
ditaburkan atau dibenamkan dalam tanah tanpa perlu dilarutkan dalam air.
Pupuk organik padat dimasukkan dalam 2 kategori yaitu :
1. Berdasarkan bahan penyusunnya maka pupuk organik merupakan pupuk
alam.
2. Berdasarkan cara pemberiannya termasuk dalam pupuk akar karena
pemberian haranya melalui akar.
Berdasarkan kandungan pupuk organik termasuk pupuk majemuk dan
pupuk lengkap karena kandungan haranya lebih dari satu unsur makro (N, P, K)
dan unsur mikro seperti Ca, Fe, dan Mg. Pupuk organik selain berfungsi sebagai
pemberi unsur hara, juga sebagai penambah bahan organik di dalam
tanah. Banyaknya bahan organik yang diberikan tergantung dari bahan dasar dan
proses penguraiannya. Pupuk organik jadi (komersial) biasanya kandungan bahan
organiknya dicantumkan dalam kemasannya. Pupuk organik padat merupakan
pupuk tertua karena sebelum abad ke-19 sudah dikenal oleh petani. Jika ingin
menaikkan produksi tanaman, petani menambahkan sisa tanaman atau kotoran
hewan ke dalam tanah.
Penanganan, pencegahan dan pemanfaatan limbah pabrik gula dan limbah
ternak perlu digalakkan, agar limbah yang mengganggu, menyebabkan polusi
udara, tidak ramah lingkungan serta, membuat pandangan dan bau yang kurang
sedap, dapat diatasi yang terpenting dalam penanganan, pencegahan dan
pemanfaatan limbah tersebut mempunyai prinsip menangani masalah limbah tanpa
menimbulkan masalah limbah baru yang berdampak lebih negatif pada lingkungan.
Berdasarkan hal tersebut diatas, perlu dikenalkan atau diterapkan suatu teknologi
untuk mengatasi limbah-limbah tersebut, antara lain dengan menggunakan
teknologi daur ulang limbah padat menjadi produk pupuk organik (kompos) yang
bernilai guna tinggi. Pengolahan bahan organik menjadi kompos (pengomposan),
dianggap sebagai teknologi berkelanjutan karena bertujuan untuk konservasi
lingkungan, dan penggunaan kompos (pupuk organik) dapat mereduksi
penggunaan pupuk kimia dan pemberi nilai tambah pada limbah. Kelebihan lain
dari pengolahan limbah menjadi pupuk organik adalah aman bagi produk dan lahan
pertanian; pupuk organik dapat dibuat sendiri oleh masyarakarat luas dengan bahan
baku yang cukup sederhana dan mudah dijumpai ; proses pembuatannya yang tidak
terlalu rumit. Dengan pupuk organik, petani dapat menekan biaya pembelian pupuk
kimia hingga 60% lebih, selain itu produksi tanaman juga meningkat. Beberapa hal
yang penting pada pembuatan pupuk organik adalah ketekunan, kesabaran, dan
daya motivasi (Ismawati, 2003).
1.2.2 Jenis-jenis Pupuk Organik
Ada berbagai jenis pupuk organik yang digunakan para petani di lapangan.
Secara umum pupuk organik dibedakan berdasarkan bentuk dan bahan
penyusunnya. Dilihat dari segi bentuk, terdapat pupuk organik cair dan padat.
Sedangkan dilihat dari bahan penyusunnya terdapat pupuk hijau, pupuk kandang
dan pupuk kompos.
a. Pupuk Hijau
Pupuk hijau merupakan pupuk yang berasal dari pelapukan tanaman, baik
tanaman sisa panen maupun tanaman yang sengaja ditanam untuk diambil
hijauannya. Tanaman yang biasa digunakan untuk pupuk hijau diantaranya dari
jenis leguminosa (kacang-kacangan) dan tanaman air (azola). Jenis tanaman ini
dipilih karena memiliki kandungan hara, khususnya nitrogen, yang tinggi serta
cepat terurai dalam tanah.
Pengaplikasian pupuk hijau bisa langsung dibenamkan kedalam tanah atau
melalui proses pengomposan. Di lahan tegalan atau lahan kering, para petani biasa
menanam leguminos, seperti ki hujan, sebagai pagar kebun. Di saat-saat tertentu
tanaman pagar tersebut dipangkas untuk diambil hijauannya. Hijauan dari tanaman
leguminosa bisa langsung diaplikasikan pada tanah sebagai pupuk. Sementara itu,
di lahan sawah para petani biasa menggunakan azola sebagai pupuk hijau. Azola
merupakan tanaman pakis air yang banyak tumbuh secara liar di sawah. Tanaman
ini hidup di lahan yang banyak mengandung air. Azola bisa langsung digunakan
sebagai pupuk dengan cara dibenamkan kedalam tanah pada saat pengolahan lahan
(Cahaya, 2008).
b. Pupuk kandang
Pupuk kandang adalah pupuk yang berasal dari kotoran hewan seperti unggas,
sapi, kerbau dan kambing. Secara umum pupuk kandang dibedakan berdasarkan
kotoran hewan yang kencing dan tidak kencing. Contoh hewan yang kencing adalah
sapi, kambing dan kerbau. Hewan yang tidak kencing kebanyakan dari jenis unggas
seperti ayam, itik dan bebek.Karateristik kotoran hewan yang kencing waktu
penguraiannya relatif lebih lama, kandungan nitrogen lebih rendah, namun kaya
akan fosfor dan kalium. Pupuk kandang jenis ini cocok digunakan pada tanaman
yang diambil buah atau bijinya seperti mentimun, kacang-kacangan, dan tanaman
buah. Sedangkan karakteristik kotoran hewan yang tidak kencing waktu
penguraiannya lebih cepat, kandungan nitrogen tinggi, namun kurang kaya fospor
dan kalium. Pupuk kandang jenis ini cocok diterapkan untuk tanaman sayur daun
seperti selada, bayam dan kangkung.
Pupuk kandang banyak dipakai sebagai pupuk dasar tanaman karena
ketersediaannya yang melimpah dan proses pembuatannya gampang. Pupuk
kandang tidak memerlukan proses pembuatan yang panjang seperti kompos.
Kotoran hewan cukup didiamkan sampai keadaannya kering dan matang sebelum
diaplikasikan ke lahan (Cahaya, 2008).
1.2.3 Kompos
Kompos adalah hasil penguraian bahan organik oleh sejumlah
mikroorganisme dalam lingkungan yang hangat, basah dan berudara dengan hasil
akhir sebagai humus. Kadar unsur hara dalam kompleks sangat rendah, sehingga
penggunaannya lebih bersifat sebagai pengubah sifat tanah. Kompos mengandung
unsur N sebanyak 2%, unsur P sebanyak 0,1-1% dan unsur K sebanyak 1-2%.
Menurut Murbandono (2006) kompos dikatakan sudah matang apabila bahan
berwarna coklat kehitam-hitaman dan tidak berbau busuk, berstruktur remah dan
gembur (bahan menjadi rapuh dan lapuk, menyusut dan tidak menggumpal),
mempunyai kandungan C/N rasio rendah. Dibawah 20, tidak berbau (kalau berbau,
baunya seperti tanah), suhu ruangan kurang lebih 30ºC, kelembapan dibawah 40%.
Pada pembuatan kompos, terjadi aneka perubahan hayati dilakukan oleh
jasad-jasad renik. Hal-hal yang perlu diperhatikan yaitu penguraian hidratarong,
selulosa menjadi CO2 dan air, terjadi pengikatan beberapa jenis unsur hara di dalam
jasad-jasad renik, terutama nitrogen, fosfor dan kalium. Unsur-unsur tersebut akan
terlepas kembali bila jasad-jasad tersebut mati. Banyaknya perubahan yang terjadi
dalam timbunan bahan kompos, oleh karena itu perlu diperhatikan hal-hal dalam
pembuatan kompos yaitu persenyawaan zat arang (C) yang mudah diubah harus
secepat mungkin diubah secara menyeluruh. Untuk itu, diperlukan banyak udara
dalam timbunan bahan kompos (Simamora, 2006).
Proses ini dapat dipercepat dengan campuran kapur dan fosfat atau campuran
zat lemas secukupnya. Zat lemas yang digunakan harus mempunyai perbandingan
C/N kecil. Persenyawaan zat lemas sebagian besar harus diubah menjadi
persenyawaan amoniak, tidak hanya terikat sebagai putih telur di tubuh bakteri.
Oleh karena itu dibutuhkan perbandingan C/N yang baik. Jika perbandingan C/N
kecil, akan banyak amoniak yang dibebaskan oleh bakteri. Nitrat di dalam tanah
segera diubah menjadi niat yang mudah diserap tanaman. Pengomposan dikatakan
bagus apabila zat lemas yang hilang tidak terlalu banyak.
Menurut Yuwono ( 2002 ) proses pengomposan dapat berjalan dengan baik
apabila perbandingan antara komposisi C dengan N berkisar antara 25:1 sampai
30:1. Kompos merupakan hasil fermentasi atau dekomposisi dari bahan-bahan
organik seperti tanaman, hewan, atau limbah organik lainnya. Kompos yang
digunakan sebagai pupuk disebut pupuk organik karena bahan penyusunnya terdiri
dari bahan-bahan organik. Sifat kompos adalah :
a. Memperbaiki struktur tanah,
b.Memperbesar daya ikat tanah berpasir,
c. Meningkatkan daya ikat air pada tanah,,
d.Memperbaiki drainase dan tata udara dalam tanah,
e. Mempertinggi daya ikat tanah terhadap zat hara,
f. Membantu pelapukan bahan mineral,
g.Memberi ketersediaan bahan makanan bagi mikroba,
h.Menurunkan aktivitas mikroorganisme yang merugikan.
Kelebihan kompos yang dibuat dengan memanfaatkan aktivator atau mikroba
adalah mengandung mikroba yang berfungsi untuk melindungi tanaman dari
serangan hama dan penyakit. Beberapa contoh kompos yang dibuat dengan
menggunakan mikroba dekomposer/pengurai antara lain yaitu Bokashi.
1.2.4 Ampas Tebu
Ampas tebu merupakan limbah padat produk stasiun gilingan pabrik gula,
diproduksi dalam jumlah 32% tebu yang digiling. Ampas tebu juga dapat dikatakan
sebagai produk pendamping, karena ampas tebu sebagian besar dipakai langsung
oleh pabrik gula sebagai bahan bakar ketel untuk memproduksi energi keperluan
proses, yaitu sekitar 10,2 juta ton pertahun (97,4% produksi ampas). Sisanya
(sekitar 0,3 juta ton per tahun) terhampar di lahan pabrik sehingga dapat
menyebabkan polusi udara, pandangan dan bau yang tidak sedap disekitar pabrik
gula. Ampas tebu mengandung air, gula, serat dan mikroba, sehingga bila ditumpuk
akan mengalami fermentasi yang menghasilkan panas. Jika suhu tumpukan
mencapai 94oC akan terjadi kebakaran spontan (Hutasoit, 1994).
1.2.5 Sekam Padi
Sekam padi merupakan lapisan keras yang meliputi kariopsis yang terdiri dari
dua belahan yang disebut lemma dan palea yang saling bertautan. Pada proses
penggilingan beras sekam akan terpisah dari butir beras dan menjadi bahan sisa atau
limbah penggilingan. Sekam dikategorikan sebagai biomassa yang dapat digunakan
untuk berbagai kebutuhan seperti bahan baku industri.
Dari proses penggilingan padi biasanya diperoleh sekam sekitar 20-30% dari
bobot gabah. Penggunaan energi sekam bertujuan untuk menekan biaya
pengeluaran untuk bahan bakar bagi rumah tangga petani. Penggunaan Bahan
Bakar Minyak yang harganya terus meningkat akan berpengaruh terhadap biaya
rumah tangga yang harus dikeluarkan setiap harinya.
Dari proses penggilingan padi biasanya diperoleh sekam sekitar 20-30%,
dedak antara 8- 12% dan beras giling antara 50-63,5% data bobot awal gabah.
Sekam dengan persentase yang tinggi tersebut dapat menimbulkan masalah
lingkungan. Ditinjau data komposisi kimiawi, sekam mengandung beberapa unsur
kimia penting seperti dapat dilihat di bawah. Komposisi kimia sekam padi menurut
Suharno (1979) :
a. Kadar air : 9,02%
b. Protein kasar : 3,03%
c. Lemak : 1,18%
d. Serat kasar : 35,68%
e. Abu : 17,17%
f. Karbohidrat dasar : 33,71
Komposisi kimia sekam padi menurut DTC – IPB :
a. Karbon (zat arang) : 1,33%
b. Hidrogen : 1,54%
c. Oksigen : 33,64%
d. Silika : 16,98%
Dengan komposisi kandungan kimia seperti di atas, sekam dapat
dimanfaatkan untuk berbagai keperluan di antaranya: sebagai bahan baku pada
industri kimia, terutama kandungan zat kimia furfural yang dapat digunakan
sebagai bahan baku dalam berbagai industri kimia, sebagai bahan baku pada
industri bahan bangunan, terutama kandungan silika (SiO2) yang dapat digunakan
untuk campuran pada pembuatan semen portland, bahan isolasi, husk-board dan
campuran pada industri bata merah, (c) sebagai sumber energi panas pada berbagai
keperluan manusia, kadar selulosa yang cukup tinggi dapat memberikan
pembakaran yang merata dan stabil. Sekam memiliki kerapatan jenis (bulk density)
1125 kg/m3, dengan nilai kalori 1 kg sekam sebesar 3300 k.kalori/kg. Sekam
memiliki bulk density 0,100 g/ml, nilai kalori antara 3300-3600 k.kalori/kg sekam
dengan konduktivitas panas 0,271 BTU.
Untuk lebih memudahkan diversifikasi penggunaan sekam, maka sekam perlu
dipadatkan menjadi bentuk yang lebih sederhana, praktis dan tidak voluminous.
Bentuk tersebut adalah arang sekam maupun briket arang sekam. Arang sekam
dapat dengan mudah untuk dimanfaatkan sebagai bahan bakar yang tidak berasap
dengan nilai kalori yang cukup tinggi. Briket arang sekam mempunyai manfaat
yang lebih luas lagi yaitu di samping sebagai bahan bakar ramah lingkungan,
sebagai media tumbuh tanaman hortikultura khususnya tanaman bunga (Suharno,
1979).
1.2.6 Kotoran Ternak
Pemanfaatan kotoran ternak sebagai sumber pupuk organik sangat
mendukung usaha pertanian tanaman sayuran. Dari sekian banyak kotoran ternak
yang terdapat di daerah sentral produksi ternak banyak yang belum dimanfaatkan
secara optimal, sebagian di antaranya terbuang begitu saja, sehingga sering merusak
lingkungan yang akibatnya akan menghasilkan bau yang tidak sedap.
Satu ekor sapi dewasa dapat menghasilkan 23,59 kg kotoran tiap harinya.
Pupuk organik yang berasal dari kotoran ternak dapat menghasilkan beberapa unsur
hara yang sangat dibutuhkan tanaman, seperti terlihat pada Tabel 1.1 Disamping
menghasilkan unsur hara makro, pupuk kandang juga menghasilkan sejumlah unsur
hara mikro, seperti Fe, Zn, Bo, Mn, Cu, dan Mo. Jadi dapat dikatakan bahwa, pupuk
kandang ini dapat dianggap sebagai pupuk alternatif untuk mempertahankan
produksi tanaman.
Tabel 1.1 Kandungan unsur hara pada pupuk kandang yang berasal dari beberapa
ternak
Unsur hara (kg/ton)
Jenis ternak
N P K
Sapi perah 22,0 2,6 13,7
Sapi potong 26,2 4,5 13,0
Domba 50,6 6,7 39,7
Unggas 65,8 13,7 12,8
Sumber : (Suriawiria, 2002)
1.2.7 EM4 (Effective Microorganisme)
Teknologi EM (Effective Microorganisme) dapat digunakan dalam bidang
pertanian, peternakan, perikanan, lingkungan, kesehatan dan industri. Meski sudah
banyak kalangan masyarakat yang menggunakan tapi tidak banyak yang tahu
tentang EM, komposisi kandungan, fungsi dan jenis-jenis EM. EM merupakan
campuran dari mikroorganisme bermanfaat yang terdiri dari lima kelompok, 10
Genius 80 Spesies dan setelah di lahan menjadi 125 Spesies. EM berupa larutan
coklat dengan pH 3,5-4,0. Terdiri dari mikroorganisme aerob dan anaerob.
Fungsi EM untuk mengaktifkan bakteri pelarut, meningkatkan kandungan
humus tanah lactobacillus sehingga mampu memfermentasikan bahan organik
menjadi asam amino. Bila disemprotkan di daun mampu meningkatkan jumlah
klorofil, fotosintesis meningkat dan percepat kematangan buah dan mengurangi
buah busuk juga berfungsi untuk mengikat nitrogen dari udara, menghasilkan
senyawa yang berfungsi sebagai antioksidan, menekan bau limbah,
menggemburkan tanah, meningkatkan daya dukung lahan, meningkatkan cita rasa
produksi pangan, perpanjang daya simpan produksi pertanian, meningkatkan
kualitas daging, meningkatkan kualitas air dan mengurangi molaritas Benur.
Jenis-jenis EM yang ada seperti EM1 yang berupa media padat berbentuk
butiran yang mengandung 90% actinomicetes berfungsi untuk mempercepat proses
pembentukan kompos dalam tanah. EM2 terdiri dari 80 spesies yang disusun
berdasarkan perbandingan tertentu. Berbentuk kultur dalam kaldu ikan dengan pH
8,5. dalam tanah mengeluarkan antibiotik untuk menekan patogen. EM3 terdiri dari
95% bakteri fotosintetik dengan pH 8,5 dalam kaldu ikan yang berfungsi membantu
tugas EM2. Sakarida dan asam amino disintesa oleh bakteri fotosintetik sehingga
secara langsung dapat diserap tanaman. EM4 terdiri dari 95% lactobacillus yang
berfungsi menguraikan bahan organik tanpa menimbulkan panas tinggi karena
mikroorganisme anaerob bekerja dengan kekuatan enzim. EM5 berupa pestisida
organik (Puatin, 2001).
BAB II
METODOLOGI PERCOBAAN
2.1 Alat
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah:
1. Gelas ukur
2. Labu ukur
3. Timbangan
4. Corong
5. Cawan
6. Indikator pH
7. Polybag
8. Drum pembakaran

2.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah:
1. Ampas tebu
2. Sekam padi
3. Kotoran Sapi
4. Effective microorganisme (EM4)
5. Minyak tanah

2.3 Prosedur percobaan


2.3.1 Pembuatan Arang Ampas Tebu
1. Ampas tebu yang diperoleh dijemur di bawah sinar matahari langsung,
perlakuan ini bertujuan untuk mempermudah proses pengarangan.
2. Ampas tebu yang telah dikeringkan lalu potong kecil-kecil dengan ukuran
2-3 cm dibakar untuk mendapatkan arang.
2.3.2 Pembuatan Kompos
1. Siapkan wadah untuk melakukan proses pengomposan
2. Arang ampas tebu dicampur dengan sekam dan kotoran sapi secara merata
dengan perbandingan 3:1:1 (ampas tebu 500 gr; sekam 50 gr; 50 gr kotoran
sapi).
3. Tambahkan EM 4 2% sebanyak 100 ml.
4. Campuran tersebut diaduk hingga semua bahan tercampur rata.
5. Kompos dimasukkan ke dalam polibek dan ditutup.
6. Setelah 4 hari kompos lalu dibalik dimana bagian atas menjadi bagian
bawah menggunakan sekop.
7. Proses pengomposan dilakukan selama 7 hari kemudian uji kadar air dan
pH dari kompos yang dihasilkan.
2.3.3 Pembuatan Larutan EM4 2%
1. Sediakan labu ukur 100 ml sebanyak 1 buah.
2. Larutan EM4 100% dipipet dan dimasukkan ke dalam gelas ukur sebanyak
2 ml.
3. Larutan EM4 100% lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml.
4. Aquades ditambahkan kedalam labu ukur yang berisi larutan EM4 100%
sampai tanda batas yang berada pada labu ukur 100 ml.
5. Labu ukur lalu dikocok hingga larutan menjadi homogen.
2.3.4 Analisa Kadar Air
1. Cawan dibersihkan lalu dikeringkan di dalam oven selama ±15 menit dan
didinginkan di dalam desikator. Kemudian ditimbang berat cawan
kosongnya dan dicatat sebagai berat W.
2. Sampel pupuk organik padat ditimbang sebanyak 5 gram di dalam cawan
yang telah dikeringkan dan dicatat sebagai berat W1.
3. Sampel pupuk dipanaskan di dalam oven pada temperatur 105oC selama 2
jam dan segera dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit lalu
ditimbang.
4. Langkah kerja ke 5 diulangi hingga mendapatkan berat yang konstan dan
dicatat sebagai berat W2.
5. Kemudian hitung kadar air pupuk organik padat menggunakan rumus
𝑊1−𝑊2
Kadar air = × 100%
𝑊1−𝑊
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Percobaan
Berdasarkan percobaan pengolahan pupuk padat dari limbah ampas tebu
selama fermentasi 7 hari diperoleh data yang didapatkan sebagai berikut:
Tabel 3.1 Data hasil pengomposan pupuk padat
No Variasi pH Kadar air (%)
1 EM4 2% 7 32,5
2 EM4 4% 7 43

3.2 Pembahasan
Pupuk organik padat adalah pupuk yang terbuat dari bahan organik dengan
hasil akhir yang didapatkan berbentuk padat. Dalam proses pembuatan pupuk
organik faktor yang berpengaruh antara lain karakteristik bahan baku, pH,
ketersediaan mikroorganisme, suhu dan kelembapan. Pembuatan pupuk padat dari
ampas tebu ini bahan utama yang digunakan seperti arang ampas tebu, sekam,
kotoran sapi dan larutan EM4. Bahan baku arang ampas tebu yang sudah bercampur
mempunyai tekstur lembut dan mudah memadat, aerasi kurang sehingga perlu
ditambahkan sekam atau bahan organik lain yang menambah porositas bahan.
Selain itu kandungan nitrogen pada tebu rendah sehingga perlu ditambah kotoran
ternak sapi untuk menambah unsur N pada pupuk yang akan dibuat.
Bahan yang telah dicampurkan kemudian ditambahkan EM4 2% dan EM4 %
dimasukkan ke dalam wadah polybag untuk proses pengomposan. Penggunaan
EM4 ditambahkan adalah untuk mempercepat dekomposisi dalam proses
pengomposan. Pengomposan merupakan suatu proses fermentasi atau
dekomposisi yang berasal dari bahan-bahan organik seperti tanaman, kotoran
hewan, atau limbah organik lainnya. Proses pengomposan dilakukan selama 7 hari
fermentasi dan dilakukan pengukuran pH dan kadar air pada pupuk padat yang
dihasilkan.
Selanjutnya adalah pengukuran pH pupuk padat setelah 7 hari waktu
fermentasi. Setelah pengomposan diperoleh pH pupuk padat sebesar 7. Faktor pH
dapat menentukan mudah tidaknya unsur-unsur hara diserap oleh tanaman. Pada
umumnya unsur hara mudah diserap akar tanaman pada pH netral, karena pada pH
tersebut kebanyakan unsur hara mudah larut dalam air. Berdasarkan SNI yang
ditetapkan pH pupuk padat memiliki rentang pH sebesar 6,8-7,49. pH merupakan
salah satu faktor kritis bagi pertumbuhan mikroorganisme yang terlibat dalam
proses pengomposan. pH yang terlalu tinggi akan menyebabkan konsumsi oksigen
akan naik dan dapat menyebabkan unsur nitrogen dalam kompos berubah menjadi
amonia (NH3). Sebaliknya, dalam keadaan asam akan menyebabkan sebagian
mikroorganisme mati.
Dalam percobaan ini dilakukan analisa uji kadar air pada pupuk padat yang
terbuat dari ampas tebu. Pada percobaan untuk konsentrasi EM4 2% dan 4%
diperoleh kadar air sebesar 32,5 % dan 43%. Berdasarkan persyaratan SNI-13-
7030-2004 kadar air pupuk padat adalah sebesar ±50%. Dari percobaan pupuk padat
yang difermentasi selama 7 hari menggunakan ampas tebu, sekam padi dan kotoran
hewan yang diberi EM4 2% dan 4% menghasilkan pH 7 dengan kadar air sebesaar
32,5% dan 43%, ini menunjukkan bahwa pupuk padat layak untuk digunakan
karena memenuhi persyaratan SNI-13-7030-2004 dimana pH 6,8-7,49 dengan
kadar air ±50%.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Bahan utama dalam pembuatan pupuk padat ialah ampas tebu.
2. Kadar air pupuk padat yang didapatkan untuk konsentrasi EM4 2% sebesar
32,5 % dan untuk konsentrasi EM4 4% sebesar 43,1%.
3. pH pupuk padat yang didapatkan 7 sesuai dengan syarat SNI-13-7030-2004
yaitu dengan rentang pH sekitar 6,8-7,49.
4. Pengolahan pupuk padat dari ampas tebu telah berhasil dilakukan dan sesuai
dengan syarat SNI-13-7030-2004.

4.2 Saran
Dalam melakukan percobaan bahan yang akan digunakan harus dipersiapkan
sesuai dengan prosedur yang akan dilakukan sehingga percobaan yang dilakukan
tidak memakan waktu lama dan hasil yang didaptkan memuaskan. Gunakan pH
meter jika menguji pH pupuk padat sehingga hasil yang didapat lebih teliti dan
akurat.
LAMPIRAN B
PERHITUNGAN

A.1 Perhitungan larutan EM4 2%


V1 x N1 = V1 x N1
Vl x 100 = 100 x 2
V1 = 2 ml

A.2 Perhitungan larutan EM4 4%


V1 x N1 = V1 x N1
Vl x 100 = 100 x 4
V1 = 4 ml

A.3 Kadar air pupuk padat


 2%
Berat cawan (W) = 96,82 gram
Berat cawan + pupuk awal (W1) = 106,82 gram
Berat cawan + pupuk akhir (W2) = 103,57 gram
𝑊1−𝑊2
%Kadar air = 𝑊1−𝑊
106,82𝑔𝑟𝑎𝑚 − 103,57𝑔𝑟𝑎𝑚
%Kadar air = x 100%
106,82𝑔𝑟𝑎𝑚 − 96,82𝑔𝑟𝑎𝑚
3,25𝑔𝑟𝑎𝑚
= x 100% = 32,5%
10𝑔𝑟𝑎𝑚
 4%
Berat cawan (W) = 81,10 gram
Berat cawan + pupuk awal (W1) = 91,10 gram
Berat cawan + pupuk akhir (W2) = 86,79 gram
𝑊1−𝑊2
%Kadar air = 𝑊1−𝑊
91,10𝑔𝑟𝑎𝑚 − 86,79𝑔𝑟𝑎𝑚
%Kadar air = 91,10𝑔𝑟𝑎𝑚 − 81,10𝑔𝑟𝑎𝑚 x 100%
4,31𝑔𝑟𝑎𝑚
= x 100% = 43,1%
10𝑔𝑟𝑎𝑚
DAFTAR PUSTAKA

AOAC. 2005. Official Methods Of Analysis. Association Of Official Analytical


Chemistry. Benjamin Pranklin Station. Washington.
Cahaya, T.S.A. dan Nugroho, D. A. 2008. Pembuatan Kompos Dengan
Menggunakan Limbah Padat Organik (Sampah Sayuran Dan Ampas
Tebu). Jurusan Teknik Kimia UNDIP.
Hutasoit, G. F. dan Toharisman, A. 1994. Pembuatan Kompos Dari Ampas Tebu.
Berita No.11. p: 85.
Ismawati, E. 2003. Pupuk Organik Padat. Jakarta: Penebar Swadaya.
Puatin, S. 2001. Pengaruh Pemberian Urea dan Penambahan Konsentrasi Gula
Dengan Bahan Aktif EM4 Terhadap Pertumbuhan Semai Balsa [Skripsi].
Bogor: Fakultas Kehutanan IPB.
Simamora, S. 2006. Meningkatkan Kualitas Kompos. Jakarta: Agro Media.
Suharno. 1979. Sekam Padi Sebagai Sumber Energi Alternatif. Jakarta: Gramedia.
Suriawiria, U. 2002. Pupuk Organik Kompos dari Sampah. Bandung: Humaniora
Utama Press.
Yuwono, D. 2006. Kompos. Jakarta: Penebar Swadaya.
LAMPIRAN A
LAPORAN SEMENTARA

Judul Praktikum : Pembuatan Pupuk Organik Padat dari Limbah Ampas Tebu
Tanggal Praktikum : Selasa/ 6 November 2018
Kelompok : III (tiga)
Prodi/Kelas : Teknik Kimia DIII/ A
Nama Anggota : 1. Febry sardi
2. Mardelina br ginting
3.Septi tenera tami
4. Shintia alfian rama

A.1 Perhitungan larutan EM4 2%


V1 x N1 = V1 x N1
Vl x 100 = 100 x 2
V1 = 2 ml

A.2 Perhitungan larutan EM4 4%


V1 x N1 = V1 x N1
Vl x 100 = 100 x 4
V1 = 4 ml

A.3 Kadar air pupuk padat


 2%
Berat cawan (W) = 96,82 gram
Berat cawan + pupuk awal (W1) = 106,82 gram
Berat cawan + pupuk akhir (W2) = 103,57 gram
𝑊1−𝑊2
%Kadar air = 𝑊1−𝑊
106,82𝑔𝑟𝑎𝑚 − 103,57𝑔𝑟𝑎𝑚
%Kadar air = x 100%
106,82𝑔𝑟𝑎𝑚 − 96,82𝑔𝑟𝑎𝑚
3,25𝑔𝑟𝑎𝑚
= x 100% = 32,5%
10𝑔𝑟𝑎𝑚
 4%
Berat cawan (W) = 81,10 gram
Berat cawan + pupuk awal (W1) = 91,10 gram
Berat cawan + pupuk akhir (W2) = 86,79 gram
𝑊1−𝑊2
%Kadar air = 𝑊1−𝑊
91,10𝑔𝑟𝑎𝑚 − 86,79𝑔𝑟𝑎𝑚
%Kadar air = 91,10𝑔𝑟𝑎𝑚 − 81,10𝑔𝑟𝑎𝑚 x 100%
4,31𝑔𝑟𝑎𝑚
= x 100% = 43,1%
10𝑔𝑟𝑎𝑚

Maka didapat persen kadar air untuk variasi EM4 2% sebesar 32,5% dan
variasi EM4 4% SEBESAR 43% pH pupuk padat dengan konsentrasi EM4 2% dan
4% adalah 7

Pekanbaru, 6 November 2018


Praktikan Asisten Laboratorium,

Mardelina br ginting Vinola clauria

Anda mungkin juga menyukai