Disusun Oleh :
Kelompok : IV (Empat)
Pupuk organik adalah pupuk yang tersusun dari materi makhluk hidup,
seperti pelapukan sisa-sisa tanaman dan hewan. Pupuk organik berasal dari bahan organik
yang mengandung segala macam unsur maka pupuk ini pun mengandung hampir semua unsur
baik makro maupun mikro. Tujuan percobaan ini adalah untuk mempelajari pembuatan pupuk
dari ampas tebu, mempelajari pengaruh konsentrasi bioaktivator pada proses pengomposan,
mengukur pH dan kadar air. Parameter yang di uji pada praktikum ini yaitu kadar air, pH,
dengan konsentrasi larutan EM-4 3% dan 5%. Bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu
ampas tebuh, sekam padi, dan kotoran sapi. Perbandingan yang digunakan pada bahan yaitu
3:1:1. Percobaan dilakukan dengan mencampur bahan sekam padi, ampas tebu, dan kotoran
sapi lalu disiram dengan menggunakan larutan EM-4 3% dan 5%. Dan diaduk rata dengan
hasil yang didapat menunjukkan bahwa setelah 7 hari pengomposan kadar air dan pH yang
diperoleh setelah 7 hari pengomposan yaitu 36,3 % , pH 6 dan 30,3%, pH 7.
1.1.2 Kompos
Kompos merupakan sisa bahan organik yang berasal dari tanaman, hewan,
dan limbah organik yang telah mengalami proses dekomposisi atau fermentasi .Jenis
tanaman yang sering digunakan untuk kompos di antaranya jerami, sekam padi,
tanaman pisang, gulma, sayuran yang busuk, sisa tanaman jagung, dan sabut
kelapa.Bahan dariternak yang sering digunakan untuk kompos di antaranya kotoran
ternak, urine, pakan ternak yang terbuang, dan cairan biogas. Tanaman air yang sering
digunakan untuk kompos di antaranya ganggang biru, gulma air, eceng gondok, dan
Azolla (Azwar, 1990).
Adapunbeberapa kegunaan darikompos yaitusebagaiberikut (Azwar, 1990):
1. Memperbaiki struktur tanah.
2. Memperkuat daya ikat agregat (zat hara) tanah berpasir.
3. Meningkatkan daya tahan dan daya serap air.
4. Memperbaiki drainase dan pori - pori dalam tanah.
5. Menambah dan mengaktifkan unsur hara.
Kompos digunakan dengan cara menyebarkannya di sekeliling tanaman.
Kompos yang layak digunakan adalah yang sudah matang, ditandai dengan
menurunnya temperatur kompos (di bawah 40oC).
Berikut ini merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengomposan
yaitu sebagai berikut (Purwendri 2006):
a. Rasio C/N
Rasio C/N (Karbon dan Nitrogen) yang efektif untuk proses pengomposan
berkisar antara 30:1 hingga 40:1. Mikroba memecah senyawa C (Karbon) sebagai
sumber energi dan menggunakan N (Nitrogen) untuk sintesis protein. Pada rasio C/N
di antara 30 s/d 40 mikroba mendapatkan cukup karbon tunkuk energi dan nitrogen
untuk sintesis protein.
b. Ukuran Partikel
Aktivitas mikroba berada di antara permukaan area dan udara. Permukaan area
yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan dan proses
dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga menentukan besarnya
ruang antar bahan (porositas). Untuk meningkatkan luas permukaan dapat dilakukan
dengan memperkecil ukuran partikel bahan tersebut.
c. Aerasi
Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondosi yang cukup oksigen
(aerob). Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang
menyebabkan udara hangat keluar dan udara uang lebih dingin masuk ke dalam
tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh porositas dan kelembaban. Apabila aerasi
terhambat, akan terjadi proses anaerob yang akan menghasilkan bau yang tidak sedap.
Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan pembalikan atau mengalirkan udara di
dalam tumpukan kompos.
d. Porositas
Porositas adalah ruang di antara partukel di dalam tumpukan kompos. Porositas
dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume total. Rongga-rongga
ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan mensuplai oksigen untuk proses
pengomposan.
e. Kelembaban
Kelembaban memegang peranan yang sangat penting dalam proses
metabolisme mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplai oksigen.
Mikroorganisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik tersebut
larut di dalam air. Kelembaban 40-60% adalah kisaran optimum untuk metabilisme
mikroba. Apabila kelembaban di bawah 40%, aktivitas mikroba akan mengalami
penurunan dan apabila di atas 60% maka volume udara akan berkurang dan akan terjadi
fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap.
f. Temperatur atau Suhu
Panas dihasilkan dari aktivitas (fermentasi) mikroba (yang menghasilkan energi
berupa kalor atau panas). Ada hubungan langsung antara peningkatan suhu dengan
konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur, semakin banyak konsumsi oksigen dan
semakin cepat pula proses dekomposisi. Temperatur yang berkisar antara 30-60oC
menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat.
g. pH
Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. Tingkat
keasaman (pH) yang optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6,5 sampai
7,5. pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati normal.
h. Kandungan Hara
Kandungan P (Phosphor) dan K (Kalium) juga penting dalam proses
pengomposan dan biasanya terdapat di dalam kompos-kompos dari peternakan. Hara
ini akan dimanfaatkan oleh mikroba selama proses pembentukan kompos.
i. Kandungan Bahan Berbahaya
Beberapa bahan organik mungkin mengandung bahan yang berbahaya bagi
kehidupan mikroba. Logam-logam seperti Mg, Cu, Zn, Ni, Cr adalah beberapa bahan
yang termasuk dalam kategori ini. Logam-logam berat akan mengalami imobilisasi
selama proses pengomposan.
j. Lama Pengomposan
Lama waktu pengomposan bergantung pada karakteristik bahan yang
dikomposkan, metode pengomposan yang dipergunakan dan dengan atau tanpa
penambahan aktivator pengomposan. Secara alami pengomposan akan berlangsung
dalam waktu beberapa minggu sampai 2 tahun.
Satu ekor sapi dewasa dapat menghasilkan 23,59 kg kotoran tiap harinya.
Pupuk organik yang berasal dari kotoran ternak dapat menghasilkan beberapa unsur
hara yang sangat dibutuhkan tanaman, seperti terlihat pada Tabel 1.1 Disamping
menghasilkan unsur hara makro, pupuk kandang juga menghasilkan sejumlah unsur
hara mikro, seperti Fe, Zn, Bo, Mn, Cu, dan Mo. Jadi dapat dikatakan bahwa, pupuk
kandang ini dapat dianggap sebagai pupuk alternatif untuk mempertahankan produksi
tanaman (Purwendri, 2006).
Purwendri, S, dan Nurhidayat. 2006. Mengolah Sampah Untuk Pupuk dan Pestisida
Organik Seri Agritekno. PenebarSwadaya. Jakarta.
Suharno. 1979. Optimasi Lahan Sanitary Landfill Suatu Konsep. Jurnal Teknik
Penyehatan Edisi Mei.
Yuniawati. 2012. Optimasi Kondisi Proses Pembuatan Kompos Dari Sampah Organik
Dengan Cara Fermentasi Menggunakan EM-4. Institut Sains & Teknologi
AKPRIND. Yogyakarta.