Anda di halaman 1dari 16

KLASIFIKASI TANAH DAN KESESUAIAN LAHAN

TANAH ALFISOL

Dosen :

Ir. I Made Mega, M.S

Oleh :

Reffrand Vlaedy S. S. 1906541063

Nabil Falah 1906541064

I Wayan Surya Aditya W 1906541065

Aditya Rahmadani 1906541068

Petrus Raki Jananuraga 1906541070

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas anugrah-
Nya penulisan paper ini dapat terselesaikan dengan baik. tidak lupa kami ucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu terlaksananya penulisan paper ini hingga
bisa tersusun dengan baik.

Paper ini kami susun berdasarkan sumber-sumber bahasan yang kami peroleh dari
internet, baik bahan ajar ataupun pedoman praktikum.

Kami menyadari bahwa paper ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi perbaikan dan kesempurnaan
laporan ini.

Denpasar, 13 Februari 2021


DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................4
2.1 Latar Belakang..................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................4
1.3 Tujuan...............................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................5
2.1 Karakteristik Alfisol.........................................................................................................5
2.1.1. Faktor-Faktor Pembentuk Tanah..............................................................................5
2.1.2 Bahan Induk...............................................................................................................5
2.1.3 Relief..........................................................................................................................5
2.1.4 Iklim...........................................................................................................................6
2.1.5 Organisme..................................................................................................................7
2.1.6 Waktu.........................................................................................................................7
2.1.6 Sifat-sifat tanah..........................................................................................................8
2.2 KLASIFIKASI.................................................................................................................8
2.2.1 Sistem Pusat Penelitian Tanah...................................................................................8
2.2.2 sistem FAO/UNESCO...............................................................................................9
2.2.3 Sistem Taksonomi Tanah/USDA...............................................................................9
2.3 Pemanfaatan Tanah Alfisol............................................................................................12
2.3.1 Potensi......................................................................................................................12
2.3.2 Masalah....................................................................................................................12
BAB 3.......................................................................................................................................14
PENUTUP................................................................................................................................14
3.1 KESIMPULAN..............................................................................................................14
3.2 SARAN...........................................................................................................................14
BAB I
PENDAHULUAN
2.1 Latar Belakang
Tanah Alfisol merupakan tanah -tanah yang menyebar di daerah-daerah semiarid
(beriklim kering sedang) sampai daerah tropis (lembap).Tanah ini terbentuk dari proses-
proses pelapukan, serta telah mengalami pencucian mineral liat dan unsur-unsur lainnya dari
bagian lapisan permukaan ke bagian subsoilnya (lapisan tanah bagian bawah), yang
merupakan bagian yang menyuplai air dan unsur hara untuk tanaman. Tanah ini cukup
produktif untuk pengembangan berbagai komoditas tanaman pertanian mulai tanaman
pangan, hortikultura, dan perkebunan. Tingkat kesuburannya (secara kimiawi) tergolong
baik. pH-nya rata-rata mendekati netral. Di seluruh dunia diperkirakan Alfisol penyebarannya
meliputi 10% daratan.

Alfisol di indonesia bersama dengan inceptisol,entisol dan vertisol secara potensial


termasuk tanah yang subur dan sebagian besar telah dimanfaatkan untuk lahan pertanian.
Penyebaran alfisol di indonesia menurut Munir(1984) terdapat di pulau Jawa, Kalimantan,
Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur luas areal 12.749.000 hektar.
Muljadi dan soepraptordjo (1975 dalam Halim 1987) mengatakan bahwa di sulawesi luar
areal tanah alfisol ini 2.930.000 hektar dan juga ditemukan di Irian Jaya seluas 106.000
hektar.

Penggunaan alfisol di indonesia menurut Sariaf (1986) diusahakan menjadi perswahan


baik tadah air hujan ataupun berpengairan, perkebunan (buah-buahan),tegalan dan padang
rumput Hakim (1986) mengatakan bahwa luas areal tanah alfisol yang di usahakan untuk
tanaman padi sawah seluas 350.000 hektar dengan hasil 3-4 ton per hektar pada daerah-
daerah yang beririgasi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana karakteristik dari tanah alfisol?
2. Bagaimana klasifikasi dari tanah alfisol?
3. Bagaimana potensi dan pemanfaatan dari tanah alfisol ?
1.3 Tujuan
1. Untuk meningkatkan pengetahuan akan Alfisol yang berhubugan dengan
karakteristik, klasifikasi serta pemanfaatannya sebagai dasar bagi upaya peningkatan
produktivitasnya.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Karakteristik Alfisol
Alfisol merupakan salah satu tanah yang banyak mendominasi tanah di Indonesia.
Munir (1996) menyatakan bahwa luas tanah Alfisol di Indonesia mencapai 12.749.000 hektar
menyebar di Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Papua, Bali, Nusa Tenggara Barat
dan Nusa Tenggara Timur. Karakteristik utama Alfisol adalah banyak mengalami
penimbunan klei (clay) dari horison-horison di atasnya sehingga memiliki kepadatan tanah
tinggi yang sulit ditembus perakaran tanaman, rendahnya kandungan bahan organik, pori
aerasi dan kapasitas memegang air (Wijanarko, 2007; Pathak et al. 2013). Tanah Alfisol
memiliki tekstur yang liat dimana liat tertimbun di horizon bawah akibat dari tercucinya
tanah di horizon atas yang terbawa bersama dengan Gerakan air. Dalam banyak pola alfisol
digambarkan dengan adanya perubahan tekstur yang sangat ekstrim(Foth,1998). Partikel liat
pada lapisan alfisol digerakkan oleh air yang meresap dari horizon A dan disimpan pada
Horizon B/ horizon Argilik. Jenis tanah Alfisol memiliki lapisan solum tanah yang cukup
tebal yaitu antara 90-200 cm, tetapi batas antara horizon tidak begitu jelas. Warna tanah
adalah coklat sampai merah. Tekstur agak bervariasi dari lempung sampai liat, dengan
struktur gumpal bersusut. Kandungan unsure hara tanaman seperti N, P, K dan Ca umumnya
rendah dan reaksi tanahnya (pH) sangat tinggi (Sarief, 1985). Karakteristik Alfisol akan
dijelaskan dari faktor-faktor pembentuk tanah, bahan induk, relief, iklim, b.o/organisme,
waktu, dan sifat-sifat Tanah
2.1.1. Faktor-Faktor Pembentuk Tanah
Dalam proses pembentukan tanah terdapat beberapa faktor yang dapat

mempengaruhinya yaitu, bahan induk, iklim, topografi, organisme dan waktu. Iklim dan

organisme digolongkan ke dalam faktor pembentuk tanah aktif, sedangkan faktor pembentuk

tanah lainnya disebut faktor pembentuk tanah pasif (Jenny, 1941)


2.1.2 Bahan Induk
Alfisol atau tanah Mediteran merupakan kelompok tanah merah yang menduduki

persentase tertinggi sebagai areal kacang tanah. Bahan induk Alfisol umum- nya adalah batu

kapur sehingga mempunyai pewaris sifat basis yang kuat. Alfisol terbentuk dari bahan induk

yang mengandung karbonat dan tidak lebih tua dari pleistosin. Di daerah dingin hampir

semuanya berasal dari bahan induk berkapur yang masih muda. Di daerah basah bahan induk

biasanya lebih tua daripada di daerah dingin.

2.1.3 Relief
Hubungan antara permukaan geomorfologik dengan jenis tanah di tunjukan oleh

asosiasi tanah sesuaidengan keadaan iklim,bahan induk dan sebagainya.

Di daerah beriklim humid (udic) di daerah dengan dengan bahan induk yang terlalu

muda untuk pembentukan oxisol ditemukan asosiasi ultisol,alfisol dan entisol atau inceptiso

(Tyler,1975 dalam hardjowegeno,1985). Ditempat yang tinggi dengan drainase baik di

temukan tanah udult. Didaerah lereng atas di temukan aquult karna peresapan air yang

rupanya tidak lancar sehingga pengaruh air terhadap sifat-sifat tanah cukup nyata. Dilereng

bawah atau di kaki lereng dimana pengaruh air lebih besar dan pencucian basa terhambat di

temukan tanah aqualf sedang di sekitar sungai di temukan tanah fluvent.

Di daerah iklim kering (ustic),proses pembentukan tanah pada bulan kering lebih

lambat di banding pada bulan basah.keadaan ini,di samping sifat bahan induk, dapat

menimbulkan beberapa asosiasi tanah. Di daerah afrika,Nye (1954 dalam Hardjowigeno

1985) mengemukaan asosiasi alfisol yang mengandung plintthite dengan jumlah yang makin

meningkat dan semakin dangkal karna drainase yang semakin buruk. Tanah yang makin

berkembang dari granit gneis tersebut di horizon B berupa horizon argilik bertekstur liat

dengan nodule (konkresi) besi yang meningkat jumlahnya dengan semakin buruknya dranase.

Di tempat-tempat dengan drainase paling buruk, konkresi tersebut sebagian memadas. Di

daerah tropika kering (ustic) banyak di temukan toposekuen (katena) yang terdiri tanah merah
(alfisol) dan tanah hitam (vertisol). Tanah-tanah merah (ustalf) ditemukan di tempat dengan

drainase baik, sedang tanah hitam ustert ditemukan di tempat dengan drainase yang lebih

buruk. Tanah-tanah merah biasanya banyak mengandung kaolinit, sedang tanah-tanah hitam

mengandung montmorilonit.

Karna bahan induk diperkirakan sama,maka pencucian silika dan basa-basa dari

lereng atas ke lembah-lembah yang diikuti dengan pembentukan montmorilonit di tempat

berdrainase buruk tersebut, merupakan proses pembentukan tanah utama.

2.1.4 Iklim
Alfisol terbentuk pada iklim koppen Aw,Am dengan tipe curah hujan C,D dan E

(Schmidt dan Ferguson 1951) dengan bulan kering lebih dari tiga bulan.sebagian ditemukan

di daerah beriklim kering dan sebagian kecil di daerah beriklim basah.alfisol ini dapat pula

ditemukan pada wilayah dengan temperatur sedang atau subtropika dengan adanya pergantian

musim hujan dan musim kering.

2.1.5 Organisme
Didaerah beriklim sedang seperti di amerika dan eropa, hubungan antara vegetasi

dengan jenis tanah, ditunjukan oleh daerah yang di tumbuhi oleh vegetasi prairi ( padang

rumput), hutan dan peralihan prairi hutan. Tanah yang terbentuk pada padang rumput adalah

mollisols sedang di daerah hutan adalah alfisol. Di antara kedua jenis tanah tersebut di temui

jenis tanah peralihan mollisols-alfisol misalnya tanah argiudolls. Alfisol ditemukan juga di

bawah hutan boreal atau deciduous broad leaf forest misalnya hutan jati.

Peranan organisme lainnya dalam pembentukan tanah alfisol ditunjukan pada tanah

yang tertutup hutan. Cacing tanah (Nielsen dan Hole, 1964 dalam buol et al 1973) dan

hewan-hewan lainnya berperanan dalam proses pencampuran bahan organik ( serasah dan

humus) dengan bahan mineral pada kedalaman 2-10 cm. Siklus unsur hara secara biologis

dari subsoil ke horizon O ka A1 merupakan proses penting pada tanah udalf. Hal tersebut
menyebabkan keadaan netral ( pH6,5-7,0) pada permukaan tanah (A1) dan lebih asam ( pH

4,8-5,8) pada subsoil.konsentrasi residu kalkoreosus dari jaringan cacing tanah dapat dilihat

pada alfisol yang tertutup hutan.

2.1.6 Waktu
Lamanya waktu pembentukan tanah berbedah-bedah dan dipengaruhi oleh bahan

induk dan faktor lingkungan yang mempengaruhinya.

Boul et al.(1973) mengemukakan bahwa pembentukan tanah alfisol di Iowa timur

memerlukan waktu sekitar 5.000 tahun karna lambatnya proses akumulasi liat untuk

membentuk horizon argilik.sedangkan diindonesia berkisar antara 2000 hingga 7500 tahun

berdasarkan tingkat perkembangan horizonnya.

2.1.6 Sifat-sifat tanah.


Alfisol pada umumnya berkembang dari batu kapur,olivin,tufa dan lahar. Lahan

dengan tanah alfisol diteliti tingkat kesuburan kimianya, kondisinya menunjukan tingkat

kesuburan kimianya rendah dan pada umumnya memerlukan pemupukan P dan K. pH tanah

Alfisol menunjukan reaksi dari masam hingga netral, dengan kandungan C-organik rendah,

P-tersedia sangat rendah hingga sedang, K-dd rendah hingga tinggi, Ca-dd sedang hingga

tinggi, Mg-dd sedang hingga tinggi, KTK sedang hingga tinggi, dan unsur mikro (Fe dan Zn)

yang tinggi.

Warna tanah alfisol yang terlihat dan diteliti menunjukan warna coklat kemerahan

hinggal merah gelap, kekuatan tanah yang relative rendah yaitu kurang dari 3,75kg F/cm2,

struktur tanah dari butir hingga tiang dan tekstur tanah lempung liat berpasir hingga liat.

2.2 KLASIFIKASI
Pada saat ini di indonesia,untuk survai tanah di beberap tempat banyak digunakan
sistem klsifikasi pusat penelitian tanah,FAO/Unesco (1974) dan Soil taxonomy,(1975)
Berikut ini akan dikemukakan klasifikasi tanah alfisol menurut pusat penelitian
tanah,FAO/Unesco (1974) dan Soil taxonomy (USDA,1975)
2.2.1 Sistem Pusat Penelitian Tanah
Sistem pusat penelitian tanah menggunakan enam katagori yaitu golongan
(order),kumpulan (sub order),jenis (great group),rupa (family),dan seri. Pada katagori
golongan dan kumpulan, tanah di bedakan berdasarkan atas tingkat perkembangan dan
susunan horizon tanah.tanah-tanah di beri nama baru mulai pada katagori jenis tanah (great
group),sehingga nama-nama tanah dalam tingkat golongan (order)dan kumpulan (sub order)
tidak di kenal.pada katagori rendah (rupa dan seri) penciri utamanya adalah tekstur dan
drainase tanah.
Pada mulanya dalam katagori macam,tanah di bedakan berdasarkan atas warna
tanah,tetapi cara ini kemudian di perbaiki karna ternyata warna tanah tidak selalu
menunjukan perbedaan sifat-sifat tanah yang nyata.
Alfisol dalam sistem klasifikasi tanah pusat penelitian tanah (1982) termasuk kepada
nama tanah mediteran yaitu:tanah dengan horizon penimbunan liat (horizon argilik),dan
kejenuhan basa lebih dari 50%.
2.2.2 Sistem FAO/UNESCO
Sistem ini dibuat dalam rangka pembuatan peta tanah dunia skala 1:5.000.000 oleh
FAO/UNESCO.Untuk ini telah di kembangkan suatu sistem klasifikasi dengan dua katagori
katagori yang pertama kurang lebih setara dengan katagori greatgroup ,sedangkan yang kedua
mirip dengan sub grup dalam sistem klasifikasi tanah USDA.katagori yang lebih rendah dan
lebih tinggi tidak dikembangkan.
Untuk pengklasifikasian,digunakan horizon-horizon penciri pada taxonomy tanah USDA dan
sebagian dari klasifikasi tanah ini.nama-nama tanah sebagian di ambil dari nama-nama klasik
terutama nama-nama tanah rusia yang sudah terkena,serta nama-nama tanah yang digunakan
di eropa barat,kanada,Amerika Serikat dan beberapa nama baru yang kusus dikembangkan
untuk tujuan ini misalnya luvisol dan Acrisol.
Dalam sistem klasifikasi FAO/ UNESCO Alfisol termasuk/digolongkan dalam
luvisol. Tanah ini adalah tanah dengan horizon argilik dan mempunyai kejenuhan basa 50%
atau lebih.tidak mempunyai epipedon molik.
Tanah ini umumnya terdapat di daerah sub-humid. Berbagai jenis luvisol,ada delapan
kelompok yang diketahui yang normak adalah orthik luvisol,di daerah tropis terdapat luvisol
dengan plintit pada lapisan 0-125 cm yang disebut dengan plinthik luvisol, yang mengandung
ferri luvisol.terutama di sub-tropika,luvisol memiliki horizon B merah atau coklat yang kuat
yang disebut kalsik luvisol,dan yang mengandung sifat hidromorfil pada lapisan 50 cm atas
disebut gleik luvisol.
2.2.3 Sistem Taksonomi Tanah/USDA
Alfisol adalah tanah-tanah dengan horizon Argilik atau Natrik dengan kejenuhan basa
lebih dari 35 persen.Bila kejenuhan basa sangat tinggi maka makin ke bawa jumlahnya
konstan, sedang bila pada horizon argilik kadarnya tidak tinggi maka jumlahnya harus
bertambah makin ke horizon bawah. Tanah ini memiliki epipedon molik, oxik ataupun
horizon spondik. Juga termasuk pada Alfisol adalah tanah-tanah yang kejenuhan basanya
kurang 35 persen tetapi pada horizon argilik didapatan lidah-lidah horizon albik dan
kejenuhan basa bertambah makin ke horizon bawah.
Klasifikasi Alfisol untuk tingkat katagori tinggi sebagai berikut:
1. Order: Alfisol
Alfisol adalah tanah-tanah dengan sifat:
a) Mempunyai horizon Argilik atau natrik,tetapi tidak terdapat fragipan.
b) mempunyai fragipan yang :
 didalam atau di bawah horizon argilik.
 memenuhi semua persiaratan sebagai horizon argilik.
 mempunyai selaput liat setebal lebih mm pada beberapa bagian.
 mempunyai kejenuhan basa 35persen atau lebih (berdasar jumlah kation) pada
kedalaman:
o bila horizon di beberapa bagian mempunyai hue 5 YR atau lebih
kuning,atau value warna, lembab 4 atau lebih,atau value warna kering 1
unit lebih tinggi atau lebih dari value warna lembab, kedalamannya adalah
yang paling dangkal dari kriteria berikut:
 1,25 m dibawah batas atas horison argilik.
 1,80 m di bawah permukaan tanah; atau.
 langsung diatas kontak litik atau paralitik.
o kalau horison argilik mempunyai warna lain atau epipedon mempunyai
susunan besar butir berpasir atau berpasir skeletal,atau kedalamannya
adalah yang paling dalam dari kriteria berikut:
 1,25 m dibawah batas atas horison argilik
 1,80 m dibawah permukaan tanah; atau
 langsung diatas kontak litik atau paralitik.
2. Sub-order aqualf
Sering jenuh air.bila perbaikan drainase dilakukan,masih terdapat tanda-tanda
karatan,kroma rendah,konkresi Fe-Mn.
o Great-group:
 Plithaqualf -lebih 50% plinthite pada kedalaman kurang dari 1,25 m
 Natraqualf –terdapat horizon natric
 Duraqualf - terdapat duripan
 Tropaqualf – regim tanah iso
 Fragiaqualf- terdapat fragipan
 Glossaqualf- Horison albik menyusup (tonguing) ke dalam horison
argilik,dan tidak terdapat duripan
 Albaqualf- Tekstur berubah sangat nyata dari horison albik ke argillik
 Umbraqual- terdapat epipedon umbrik
 Ocraqualf- terdapat epipedon ochric

3. Sub Order Boralf


Tidak terlalu basah seperti aqualf,regin temperatur non-iso,frigid atau lebih dingin,
biasanya mempunyai horizon albik yang menyusap kehorizon argilik atau nantrik.
o Great- Group
 Paleboralf – batas atas horizon argilik lebih dalam dari 60 cm,tekstur
lebih halus dari pasir halus berlempung pada beberapa horison di atas
horison argilik.
 Fragidoralf- terdapat fragipan
 Natriboralf- terapat horison natrik
 Cryoboralrf - regin temperatur cryic
 Entroboralf- kejenuhan basah 60 % atau lebih di seluruh horison
argilik dalam beberapa bagian horison kadang kering.
 Glossaboralf- tidak perna kering atau kejenuhan basah kurang 60%
pada beberapa bagian horison argilik.
4. Sub- order ustalf
Regin kelembaban tanah ustic. Biasanya terdapat akumulasi karbonat pada dasar
solum.
o Great- Group:
 Durustalf – terdapat duripan di bawah horison argilik atau natrik pada
kedalaman dari 1 m.
 Plinthustalf – terdapat plinthite pada kedalaman kurang dari 1,25 m
 Palaeustalf – terdapat horison petracalcic pada kedalaman kurang dari
1,5 m, atau horrison argilik yang tebal dan padat
 Rhodustalf – warna horison argilik lebih merah dari 5 YR
 Haplustalf - ustalf yang lain

5. Sub –Order xeralf


Regin kelembaban tanah Xeral
o Great- Group
 Durixeralf – terdapat duripan pada kedalaman kurang dari 1 m
 Plinthoxeral- terdapat horison natric
 Rhoboxeralf – warna horison argilic lebih merah dari 5 YR
 Palexeralf – tebal solum lebih dari 1,5 m
 Haploxeral – xeral yang lain
6. Sub- Order Udalf
Regin kelembaban tanah udic
o Great- Group
 Agriudalf – terdapat horison agric
 Natrudalf – terdapat horison natrik
 Ferrudalf – pada horison argilic terdapat horison albic terputus- putus
dan nodule besi dengan diameter 2,5 -5 mm.
 Kemungkinan terjadi erosi untuk daerah yang berlereng
 Kandungan P dan K yang rendah

2.3 Potensi dan Pemanfaatan Tanah Alfisol


Alfisol merupakan tanah yang subur, banyak digunakan untuk pertanian, rumput
ternak, atau hutan. Tanah ini mempunyai kejenuhan basa tinggi, kapasitas tukar kation tinggi,
cadangan unsur hara tinggi (Hardjowigeno, 1993). Penggunaan Alfisol di Indonesia
diusahakan menjadi pesawahan (padi) baik tadah hujan atau pun berpengairan, perkebunan
(buah-buahan),tegalan, hutan produsi (sengon) dan padang rumput (savanna).
2.3.1 Potensi
Alfisol terdapat di sebagian besar wilayah negara-negara bagian Tengah Utara dan di
wilayah pegunungan dan terdiri atas 13,5% dari total area di 50 negara. Alfisol menduduki
13,2% dari luas permukaan dunia (Peringkat luas kedua) dan terdapat di semua benua (Miller
dan Donahue, 1990). Potensi relatif Alfisol terhadap jenis tanah yang lain di Indonesia.
Penyebaran Alfisol meliputi pulaupulau Jawa, Nusatenggara, dan Sulawesi (Soepraptohardjo,
1976).
Secara teknis Alfisol memiliki potensi produktivitas yang besar untuk tanaman
palawija, khususnya kacang tanah. Potensi penggunaan tanah Alfisol terutama
pengembangan dan budidaya komoditas di bidang pertanian juga bisa dilihat dari sub ordo
tanah alfisol tergantung karakteristiknya. Tanah alfisol sendiri cocok digunakan baik sebagai
lahan basah maupun pada pertanian lahan kering sehingga pada umumnya tanah alfisol
sangat cocok untuk berbagai komoditas pertanian selama pengelolaan tanah dan air di suatu
lahan pertanaman dilakukan secara optimal dan menggunakan prinsip pertanian ramah
lingkungan dan dengan prinsip yang berkelanjutan. Penelitian yang memiliki target
pengembangan sumber daya genetik maupun potensi agronomis kacang tanah telah banyak
dilakukan terutama pada tanah alfisol dengan hasil yang cukup baik.
2.3.2 Masalah
Lahan usahatani yang sudah lama ditanami tanpa usaha pengawetan akan mengalami
pemerosotan kesuburan kimiawi dan fisik tanah, sehingga produktivitasnya rendah. Alfisol
memiliki kondisi geografis dan agroklimat yang mendorong untuk menjadi tanah marginal.
Masalah lahan marginal sangat beragam, dari terlalu basa (p H >7) hingga masam
(p H <5), solum dangkal, bahan organik rendah, kahat hara makro (N, P, K, Mg,
S) dan mikro (Fe, Zn), daya simpan air rendah, dan drainase tanah buruk. Lahan kapuran di
Indonesia cukup luas, lebih dari 500.000 ha yang terbentang di P. J awa bagian
Selatan mulai dari Kulon Progo (DIY) sampai ke Malang dan Madura ( J a w a Ti
mur) ditambah bebe ra p a d a e rah di Propinsi Bali, NTB, NTT dan Timtim (Carson,
1987; Sudaryono, 1988; Sudaryono, 1995).
Sistem pemilikan tanah di Indonesia terutama di t ingkat desa memungkinkan
untuk terjadi pembagian hak milik atas tanah (sistem waris) pada satuan luas yang
kecil. Akibat sistem ini muncul ragam karakter sosial atas pemiliknya se rta m e
n y u li tkan kon solid a s i l ahan p a d a pe ngemb angan pe rtanian t e r p a d u (
corporate farming ).

Tanah alfisols termasuk tanah yang masih muda dan perkembangan tanah belum
lama, sehingga kandungan bahan lluvia dan unsur hara dalam tanah kurang tersedia, maka
solumnya dangkal (10-15 cm) dari permukaan dan di bawahnya merupakan lapisan batuan.
Rendahnya kedalaman solum menyebabkan perkembangan akar terhambat sehingga tanaman
kurang baik pertumbuhannya. Topografi daerah ini yang ekstrim curam menyebabkan rawan
terhadap erosi karena tanah lluvial ini kemampuan untuk mengikat air cukup rendah.
Keadaan topografi yang berlereng berpotensi mengakibatkan erosi terutama menghilangkan
lapisan tanah pada daerah top soil sehingga akan memunculkan lapisan horizon B (Argilik)
ke permukaan yang berakibat kurang baik terhadap pertumbuhan tanaman karena
menyebabkan sulitnya akar tanaman berkembang sehingga berpotensi menghambat
pertumbuhan tanaman yang diusahakan. Selain itu kandungan bahan organic yang rendah
terutama pada lahan hasil bukaan hutan yang dikonversi menjadi lahan pertanian juga
menjadi kendala utama.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat kami simpulkan bahwa tanah ordo alfisol
secara umum adalah tanah muda yang relative subur untuk penggunaan di bidang
pertanian. Tanah ini mempunyai kejenuhan basa tinggi, kapasitas tukar kation tinggi,
cadangan unsur hara tinggi sehingga mendukung aspek budidaya tanaman dalam
menghasilkan biomassa. Komoditas utama yang sangat cocok untuk diupayakan pada
tanah ordo alfisol adalah golongan palawija dan kacang kacangan. Dalam upaya
pengelolaannya diperlukan upaya pengawetan/ pemanfaatan yang optimal dan tidak
eksploitatif sehingga keberlanjutan dan kemampuan tanah dalam mendukung tindakan
agronomi tetap bisa berlangsung danberkelanjutan.
3.2 Saran
Dengan mengingat potensi tanah alfisol di Indonesia yang cukup baik bagi bidang
pertanian diperlukan penelitian leih lanjut mengenai kesesuaian lahan dan kesesuaian
komoditas tanaman yang diusahakan secara sfesifik lokasi mengingat daerah persebaran
tanah alfisol di Indonesia tidak merata dan dipengaruhi oleh kondisi agroklimat dan
lingkungan yang berbeda beda antar wilayah yang mempengaruhi perbedaan perlakuan dan
pengelolaan.
DAFTAR PUSTAKA
http://semangatgeos.blogspot.com/2011/11/tanah-alfisol.html
https://khulfi.wordpress.com/2014/03/05/tanah-alfisol/
http://balitkabi.litbang.pertanian.go.id/wpcontent/uploads/2013/08/48_Andy
%20W_Anna_Dar.pdf
http://balitkabi.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2017/03/bp_no-4_2002_04.pdf

Anda mungkin juga menyukai