Anda di halaman 1dari 11

PENETAPAN C-ORGANIK TANAH

TANGGAL : 22 April 2017 – 6 Mei 2017

PRINSIP :

Karbon sebangai senyawa organic akan mereduksi Cr6+ yang berwarna jingga menjadi
Cr3+ yang berwarna hijau dalam suasana asam. Intesitas warna hijau yang terbentuk setara
dengan kadar karbon dan dapat diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 561
nm

TEORI DASAR :

Tanah sebagai media pertumbuhan tanaman berada dalam kondisi yang optimum jika
komposisinya terdiri dari : 25% udara, 25% air, 45% mineral dan 5% bahan organik. Atas dasar
perbandingan ini, nampak kebutuhan tanah terhadap bahan organik adalah paling kecil.Namun
demikian kehadiran bahan organik dalam tanah mutlak dibutuhkan karena bahan organik
merupakan bahan penting dalam menciptakan kesuburan tanah, baik secara fisika, kimia maupun
dari segi biologi tanah (Lengkong dan Kawulusan, 2008).
Bahan organik adalah kumpulan beragam senyawa-senyawa organik kompleks yang sedang
atau telah mengalami proses dekomposisi, baik berupa humus hasil humifikasi maupun senyawa-
senyawa anorganik hasil mineralisasi dan termasuk juga mikrobia heterotrofik dan ototrofik yang
terlibat dan berada didalamnya (Nabilussalam, 2011).
Bahan organik adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu sistem kompleks dan
dinamis, yang bersumber dari sisa tanaman atau binatang yang terdapat di dalam tanah yang
terus menerus mengalami perubahan bentuk, karena dipengaruhi oleh faktor biologis, fisika, dan
kimia. Bahan organik tanah adalah semua jenis senyawa organik yang terdapat di dalam tanah,
termasuk fraksi bahan organik ringan, biomassa mikroorganisme, bahan organik didalam air, dan
bahan organik yang stabil atau humus. Kadar C-organik tanah cukup bervariasi, tanah mineral
biasanya mengandung C-organik antara 1 hingga 9%, sedangkan tanah gambut dan lapisan
organik tanah hutan dapat mengandung 40 sampai 50% C-organik dan biasanya < 1% di tanah
gurun pasir (Fadhilah, 2010).
Budidaya organik nyata meningkatkan kandungan karbon tanah. Karbon merupakan
komponen paling besar dalam bahan organik sehingga pemberian bahan organik akan
meningkatkan kandungan karbon tanah. Tingginya karbon tanah ini akan mempengaruhi sifat
tanah menjadi lebih baik, baik secara fisik, kimia dan biologi. Karbon merupakan sumber
makanan mikroorganisme tanah, sehingga keberadaan unsur ini dalam tanah akanmemacu
kegiatan mikroorganisme sehingga meningkatkan proses dekomposisi tanah dan juga reaksi-
reaksi yang memerlukan bantuan mikroorganisme, misalnya pelarutan P, fiksasi N dan
sebagainya (Utami dan Handayani, 2003).
Terdapat beberapa pengertian mengenai C-organik yakni merupakan bagian dari tanah yang
merupakan suatu sistem kompleks dan dinamis, yang bersumber dari sisa tanaman dan atau
binatang yang terdapat di dalam tanah yang terus menerus mengalami perubahan bentuk, karena
dipengaruhi oleh faktor biologi, fisika, dan kimia. C-organik juga merupakan bahan organik
yang terkandung di dalam maupun pada permukaan tanah yang berasal dari senyawa karbon di
alam, dan semua jenis senyawa organik yang terdapat di dalam tanah, termasuk serasah, fraksi
bahan organik ringan, biomassa mikroorganisme, bahan organik terlarut di dalam air, dan bahan
organik yang stabil atau humus (Supryono dkk, 2009).
Adapun menurut Indranada (1994), sumber-sumber bahan organik adalah:
a. Sumber primer
Sumber primer bahan organik adalah jaringan tanaman berupa akar, batang.ranting dan buah.
Bahan organik dihasilkan oleh tumbuhan melalui proses fotosintesis sehingga unsur karbon
merupakan penyusun utama dari bahan organik tersebut. Unsur karbon ini berada dalam bentuk
senyawa-senyawa polisakarida seperti selulosa, hemi-selulosa, pati dan bahan-bahan pectin dan
lignin. Selain itu nitrogen merupakan unsur yang paling banyak terakumulasi dalam bahan
organik karena merupakan unsur yang paling penting dalam mikroba yang terlibat dalam proses
perombakan bahan organik tanah. Jaringan tanaman ini akan mengalami dekomposisi dan
terangkul ke lapisan bawah (Sutanto, 2002).Sumber primer diperoleh dari jaringan tanaman
berupa akar, batang, ranting, daun, bunga, dan buah. Jaringan ini akan mengalami dekomposisi
dan akan terangkut ke lapisan bawah serta diinkorporasi dengan tanah.

b. Sumber sekunder
Sumbernya adalah binatang. Dalam kegiatannya, binatang terlebih dahulu harus menggunakan
bahan organik tanaman, setelah itu barulah binatang menyumbang bahan organiknya.
Kedua sumber bahan organik tersebut memiliki pengaruh yang berbeda terhadap tanah. Hal
ini dikarenakan perbedaan komposisi atau susunan dari bahan organik tersebut. Jaringan
binatang berbeda dengan jaringan tumbuhan, oleh sebab itu pada jaringan binatang umumnya
lebih cepat hancur dibandingkan dengan jaringan tumbuhan (Indranada, 1994).
Beberapa senyawa organik lebih tahan lapuk seperti lignin lemak dan beberapa senyawa yang
mengandung N melalui proses biokimia menghasilkan suatu kelompok senyawa yang agak
stabil, koloid amorf, dan berwarna gelap yang dikenal dengan humus(Indranada, 1994).Humus
merupakan salah satu bentuk bahan organik.Jaringan asli berupa tubuh tumbuhan atau hewan
baru yang belum lapuk.Terus menerus mengalami serangan jasad-jasad mikro yang
menggunakannya sebagai sumber energinya dan bahan bangunan tubuhnya.Hasil pelapukan
bahan asli yang dilakukan oleh jasad mikro disebut humus (Balasubramian, 2005).
Senyawa organik yang mudah lapuk antara lain gula, pati, protein, hemiselulosa. Adapun
hasil dari perubahan bahan organik meliputi energi, air, C, N, S, P, K, Ca, Mg, dan lain-lain.
Kadar bahan organik dalam tanah dipengaruhi oleh kedalaman, iklim, drainase, dan pengolahan
dari bahan tersebut. Mengingat peranannya, bahan organik tanah perlu dipertahankan melalui
suatu pengelolaan yang baik (Indranada, 1994).
Karbon merupakan penyusun bahan organik, oleh karena itu peredarannya selama pelapukan
jaringan tanaman sangat penting.Sebagian besar energi yang diperlukan oleh flora dan fauna
tanah berasal dari oksidasi karbon, oleh sebab itu CO2 terus dibentuk.Berbagai perubahan yang
terjadi dan siklus yang menyertai reaksi karbon tersebut di dalam atau di luar sistem tanah
disebut peredaran karbon. Pembebasan CO2 antara lain melalui mekanisme pelapukan bahan
organi. Gas tersebut merupakan sumber CO2 tanah, disamping CO2yang dikeluarkan akar
tumbuhan dan yang terbawa oleh air hujan.CO2yang dihasilkan tanah akhirnya akan dibebaskan
ke udara, kemudian dipakai lagi oleh tanaman (Yani, 2003).
Unsur karbon di dalam tanah berada dalam 4 wujud, yaitu wujud mineral karbonat, unsur
padat seperti arang, grafit dan batubara, wujud humus sebagai sisa-sisa tanaman dan hewan serta
mikroorganisme yang telah mengalami perubahan, namum relatif tahan terhadap pelapukan dan
wujud yang terakhir berupa sisa-sisa tanaman dan hewan yang telah mengalami dekomposisi di
dalam tanah (Watoni dan Buchari, 2000).
Adapun sifat-sifat tanah yang menganudung organik, diantaranya : mempunyai bobot isi
(bulk density) yang rendah; mempunyai luas permukaan spesifik tinggi; mempunyai kemampuan
menyerap air yang tinggi (sampai 3 kali lipat dari bobot keringnya) ; bersifat agak plastis tetapi
tidak lekat ; mempunyai Kapasitas Tukar Kation (KTK) tinggi hingga 150-200 me/100 g karena
memiliki gugus fungsional yang banyak seperti Hidroksil (-OH), Karboksil (-COOH), Fenolik
dll ; bersifat amfotir (bertindak sebagai basa pada kondisi asam dan bertindak sebagai asam pada
kondisi alkalis) ; bersifat hesteriosis jika terjadi pembasahan dan pengeringan ; memiliki titik
muatan nol (pH) sangat rendah ; dan bermuatan variable (Madjid, 2010).
Bahan organik tanah merupakan hasil dekomposisi atau pelapukan bahan-bahan mineral
yang terkandung didalam tanah. Bahan organik tanah juga dapat berasal dari timbunan
mikroorganisme, atau sisa-sisa tanaman dan hewan yang telah mati dan terlapuk selama jangka
waktu tertentu.bahan organik dapat digunakan untuk menentukan sumber hara bagi tanaman,
selain itu dapat digunakan untuk menentukan klasifikasi tanah (Soetjipto, 1992).
Bahan organik merupakan perekat butiran lepas dan sumber utama nitrogen, fosfor dan
belerang. Bahan organik cenderung mampu meningkatkan jumlah air yang dapat ditahan didalam
tanah dan jumlah air yang tersedia pada tanaman. Akhirnya bahan organik merupakan sumber
energi bagi jasad mikro. Tanpa bahan organik semua kegiatan biokimia akan terhenti
(Doeswono,1983)
Kandungan organik tanah biasanya diukur berdasarkan kandungan C-organik kandungan
karbon (C) bahan organik bervariasi antara 45%-60% dan konversi C-organik menjadi bahan =
% C-organik x 1,724. Kandungan bahan organik dipengaruhi oleh arus akumulasi bahan asli dan
arus dekomposisi dan humifikasi yang sangat tergantung kondisi lingkungan (vegetasi, iklim,
batuan, timbunan, dan praktik pertanian). Arus dekomposisi jauh lebih penting dari pada jumlah
bahan organik yang ditambahkan. Pengukuran kandung bahan organik tanah dengan metode
walkey and black ditentukan berdasarkan kandungan C-organik (Foth,1994).
Tanah Latosol disebut juga sebagai tanah Inceptisol. Tanah ini mempunyailapisan solum
tanah yang tebal sampai sangat tebal, yaitu dari 130 cm sampai 5 meter bahkan lebih, sedangkan
batas antara horizon tidak begitu jelas. Warna dari tanah latosol adalah merah, coklat sampai
kekuning-kuningan.Kandungan bahan organiknya berkisar antara 3-9 %, tapi biasanya sekitar
5% saja (Soepardi, 2005).
Bahan organik tanah merupakan penimbunan dari sisa-sisa tanaman dan binatang yang
sebagian telah mengalami pelapukan dan pembentukan kembali.Bahan organik demikian berada
dalam pelapukan aktif dan menjadi mangsa serangan jasad mikro.Sebagai akibatnya bahan
tersebut berubah terus dan tidak mantap sehingga harus selalu diperbaharui melalui penambahan
sisa-sisa tanaman atau binatang. Menurut Suryani A. (1996), proses dekomposisi bahan organik
memiliki urutan sebagai berikut:
1. Fase perombakan bahan organik segar. Proses ini akan merubah ukuran bahan menjadi lebih
kecil.
2. Fase perombakan lanjutan, yang melibatkan kegiatan enzim mikroorganisme tanah. Fase ini
dibagi lagi menjadi beberapa tahapan. Pada tahapan awal dicirikan oleh kehilangan secara cepat
bahan-bahan yang mudah terdekomposisi sebagai akibat pemafaatan bahan organik sebagai
sumber karbon dan energi oleh mikro organisme tanah, terutama bakteri. Dihasilkan sejumlah
senyawa sampingan seperti: NH3, H2S, CO2, asam organik dll. Selanjutnya, pada tahapan
tengah, terbentuk senyawa organik tengahan/antara (intermediate products) dan biomassa baru
sel organisme.Lalu tahapan akhir dicirikan oleh terjadinya dekomposisi secara berangsur bagian
jaringan tanaman/hewan yang lebih resisten (mis: lignin). Peran fungi danActinomycetes pada
tahapan ini sangat dominan.
3. Fase perombakan dan sintesis ulang senyawa-senyawa organik (humifikasi) yang akan
membentuk humus.
Faktor-faktor yang mempengaruhi bahan organik dalam tanah adalah kedalaman tanah, iklim
(curah hujan dan suhu), drainase, tekstur tanah dan vegetasi. Kadar bahan organik terbanyak
ditemukan pada lapisan atas setebal 20 cm, sehingga lapisan tanah makin ke bawah maka bahan
organik yangdikandungnya akan semakin kurang (Hakim dkk, 1986).
Pengaruh bahan organik terhadap tanah dan kemudian terhadap tanaman tergantung pada laju
proses dekomposisinya. Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi laju dekomposisi ini
meliputi faktor bahan organik dan faktor tanah. Faktor bahan organik meliputi komposisi
kimiawi, nisbah C/N, kadar lignin dan ukuran bahan, sedangkan faktor tanah meliputi
temperatur, kelembaban, tekstur, struktur dan suplai oksigen, serta reaksi tanah, ketersediaan
hara terutama ketersediaan N P, K dan S (Hanafiah, 2010).
Bahan organik yang masih mentah dengan nisbah C/N tinggi, apabila diberikan secara
langsung ke dalam tanah akan berdampak negatip terhadap ketersediaan hara tanah. Bahan
organik langsung akan disantap oleh mikrobia untuk memperoleh energi. Populasi mikrobia yang
tinggi, akan memerlukan hara untuk tumbuh dan berkembang, yang diambil dari tanah yang
seyogyanya digunakan oleh tanaman, sehingga mikrobia dan tanaman saling bersaing
merebutkan hara yang ada. Akibatnya hara yang ada dalam tanah berubah menjadi tidak tersedia
karena berubah menjadi senyawa organik mikrobia.Kejadian ini disebut sebagai immobilisasi
hara (Atmojo, 2003).
Karbon diperlukan mikroorganisme sebagai sumber energi dan nitrogen diperlukan untuk
membentuk protein.Apabila ketersediaan karbon terbatas (nisbah C/N terlalu rendah) tidak
cukup senyawa sebagai sumber energi yang dapat dimanfaatkan mikroorganisme untuk mengikat
seluruh nitrogen bebas.Apabila ketersediaan karbon berlebihan (C/N > 40) jumlah nitrogen
sangat terbatas sehingga menjadi faktor pembatas pertumbuhan organisme (Wallace and Teny,
2000).
Pada tanah dengan drainase buruk, dimana air berlebih, oksidasi terhambat karena kondisi
aerasi yang buruk. Hal ini menyebabkan kadar bahan organik dan N tinggi daripada tanah
berdrainase baik. Di samping itu vegetasi penutup tanah dan adanya kapur dalam tanah juga
mempengaruhi kadar bahan organik tanah. Vegetasi hutan akan berbeda dengan padang rumput
dan tanah pertanian. Faktor-faktor ini saling berkaitan, sehingga sukar menilainya sendiri
(Hakim dkk, 1986).
Bahan organik yang terkandung di dalam tanah lebih tinggi yang mengakibatkan tanah pada
lapisan ini cenderung lebih gelap, terutama pada lapisan I, karena merupakan lapisan paling atas.
Faktor yang mempengaruhi bahan organik tanah adalah kedalaman lapisan dimana menentukan
kadar bahan organik dan N. Kadar bahan organik terbanyak ditemukan di lapisan atas, setebal 20
cm (15-20) %, makin ke bawah makin berkurang, contohnya pada setiap lapiasan tanah
inseptisol, makin ke bawah (Lapisan II) warnanya lebih muda daripada lapisan I, dan II. Faktor
iklim yang berpengaruh adalah suhu dan curah hujan. Makin ke daerah dingin kadar bahan
organik dan N makin tinggi. Drainase buruk dimana air berlebih, oksidasi terhambat karena
aerasi buruk menyebabkan kadar bahan organik dan N tinggi daripada tanah berdrainase baik
(Hakim dkk, 1986).
2.2.Hubungan Bahan Organik Tanah dengan Sifat Fisik dan Kesuburan Tanah
Bahan organik tanah merupakan komponen penting penentu kesuburan tanah, terutama di daerah
tropika seperti di Indonesia dengan suhu udara dan curah hujan yang tinggi.Kandungan bahan
organik yang rendah menyebabkan partikel tanah mudah pecah oleh curah hujan dan terbawa
oleh aliran permukaan sebagai erosi, yang pada kondisi ekstrim mengakibatkan terjadinya
desertifikasi. Rendahnya kandungan bahan organik tanah disebabkan oleh ketidakseimbangan
antara peran bahan dan hilangnya bahan organik dari tanah utamanya melalui proses oksidasi
biologis dalam tanah. Erosi tanah lapisan atas yang kaya akan bahan organik juga berperan
dalam berkurangnya kandungan bahan organik tanah tersebut (Victorious, 2012).
Keberadaan bahan organik dalam tanah terhadap tanaman dapat memacu pertumbuhan
tumbuhan karena mengandung auksin dan hormon pertumbuhan,meningkatkan retensi air yang
dibutuhkan bagi pertumbuhan tanaman, menyuplai energi bagi organisme tanah, dan
meningkatkan organisme saprofit dan menekan organisme parasit bagi tanaman (Madjid, 2010).
Pengaruh bahan organik tidak dapat disangkal terhadap kesuburan tanah.Bahan organik
mempunyai daya serap kation yang lebih besar daripada kaloid tanah yang liat.Berarti semakin
tinggi kandungan bahan organik suatu tanah, maka makin tinggi pula kapasitas tukar
kationnya.Bahan organik tanah merupakan penimbunan dari sisa tumbuhan dan binatang yang
sebagian telah mengalami pelapukan dan pembentukan kembali. Bahan yang demikian berada
dalam proses pelapukan aktif dan menjadi mangsa jasad mikro. Sebagai akibat, bahan itu
berubah terus dan tidak mantap, dan selalu diperbaharui melalui penambahan sisa-sisa tanaman
atau binatang (Soepardi, 2005).
Tanah yang baik merupakan tanah yang mengandung hara.Unsur yang terpenting dalam
tanah agar dapat mendukung kesuburan tanah salah satunya adalah kandungan c-organik.Dimana
kandungan c-organik merupakan unsur yang dapat menentukan tingkat kesuburan tanah.Bahan
organik tanah adalah semua jenis senyawa organik yang terdapat di dalam tanah, termasuk
serasah, fraksi bahan organik ringan, biomassa mikroorganisme, bahan organik terlarut di dalam
air, dan bahan organik yang stabil atau humus (Hardjowigeno,2003).
Komponen organik tanah berasal dari biomassa yang mencirikan suatu tanah
aktif.Komponen organik tak hidup terbentuk dari melalui pelapukan kimia dan biologi, yang
dipisahkan ke dalam bahan-bahan yang anatomi bahan aslinya masih tampak dan bahan-bahan
yang telah terlapuk sempurna (Hardjowigeno,2003).
Bahan organik tanah menjadi salah satu indikator kesehatan tanah karena memiliki beberapa
peranan kunci di tanah.Disamping itu bahan organik tanah memiliki fungsi – fungsi yang saling
berkaitan, sebagai contoh bahan organik tanah menyediakan nutrisi untuk aktivitas mikroba yang
juga dapat meningkatkan dekomposisi bahan organik, meningkatkan stabilitas agregat tanah, dan
meningkatkan daya pulih tanah (Sutanto, 2002).
Menurut Hardjowigeno (2003), pengaruh bahan organik terhadap sifat-sifat tanah dan
akibatnya juga terhadap pertumbuhan tanaman adalah:
1. Sebagai granulator, yaitu memperbaiki struktur tanah
2. Sumber unsur hara N, P, S, unsur mikro dan lain-lain
3. Menambah kemampuan tanah untuk menahan air
4. Menambah kemampuan tanah untuk menahan unsur-unsur hara
5. Sumber energi mikroorganisme
2.3.Tingkatan tanah berdasarkan kandungan bahan organik
Data primer hasil analisis tanah di dicocokan dengan standar sifat kimia tanah Hardjowigeno
(2003) yang disajikan pada Tabel 1
Tabel. 1 Tingkat nilai sifat kimia tanah
ALAT DAN BAHAN :

1. Neraca Analitik
2. Spektrofotometer
3. Labu Ukur
4. Pipet Ukur
5. Pipet Seukuran
6. Akuades
7. K2Cr2O7
8. H2SO4 pekat

CARA KERJA :

1. Timbang 0,5 g tanah halus <2 mm, kemudian masukan ke dalam labu ukur 100 mL
2. Tambahkan 5 mL K2Cr2O7 0,1 N , sambil digoyangkan perlahan-lahan agar berlangsung
pencampuran dengan tanah
3. Tambahkan 10 mL H2SO4 pekat dalam ruang asam sewaktu-waktu digoyangkan
4. Kemudian didinginkan . Encerkan dengan aquadest sampai tanda batas lalu homogenkan
5. Biarkan hingga jernih atau disaring dengan kertas saring
6. Ukur menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 561 nm
7. Sebagai pembanding gunakan deret standar dengan kepekatan 0 ppm sampai 250 ppm
8. Catat hasil pembacaan transmittance (T), konversikan kembali ke absorbansi (A) .
9. Menghitung kadar C Organik dengan persamaan :
% C Organik = ppm kurva x mL ekstrak/1000 x 100/mg sampel x FKA

PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN


Berdasarkan hasil pengamatan di laboratorium, maka diperoleh data sebagai berikut.

% C Organik = ppm kurva x mL ekstrak/1000 x 100/mg sampel x FKA


% C Organik = 68,398 x 100/1000 x 100/503,7 x FKA
% C organic = 68,398 x 0,1 x 0,1985 x 1,0041
% C Organik = 1,36

Persentase bahan organic = 1,72 x C Organik


= 1,72 x 1,36
= 2,34 %

Sampel %C % Bahan Organik Keterangan


Tanah 1,36 2,34 Sedang

KESIMPULAN :

Dari hasil pengamatan didapatkan hasil pada sampel tanah memiliki tingkat kadar C-organik
sebesar 1,36% dengan kandungan bahan organik sebesar 2,34%,. Berdasarkan data yang
didapatkan, pada sampel tanah memiliki jumlah bahan organik yang sedang. Jumlah bahan
organik yang berada pada sampel tanah sedang disebabkan oleh faktor-faktor yang
mempengaruhi bahan organik pada tanah, yaitu faktor biologi, faktor fisika, dan faktor kimia.
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme yang melakukan poses dekomposisi
akan berbanding lurus dengan jumlah bahan organik yang tebentuk karena dekomposer akan
merombak sisa-sisa makhluk hidup di atas tanah sehingga pda akhirnya menjadi humus, semakin
banyak mikroorganisme yang berperan sebagai dekomposer maka semakin cepat pula proses
perombakan bahan organik segar.

 Atmojo, S.W. 2003. Peranan Bahan Organik Terhadap Kesuburan Tanah Dan
Upaya Pengolahannya. Sebelas Maret University Press: Surakarta.
 Balasubramian, V. 2005.Bahan Organik Tanah.www.lemlit.unud.ac.id, diakses
pada tanggal 22 November 2014.
 Doeswono,1983. Ilmu-Ilmu Terjemahan. Bhtara Karya Aksara : Jakarta.
 Fadhilah. 2010. Pengertian tanah bertalian.
 http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20172/3/Chapter%20II.pdf,
diaksespada tanggal 22 November 2014
 Foth, H. D, 1994. Dasar-Dasar Ilmu Tanah Jilid ke Enam . Erlangga. Jakarta.
 Hakim. N, Yusuf Nyakpa, A. M Lubis, S. G. Nugroho, Rusdi Saul, Amin Diha, Go
 Bang Hong, H. H. Bailey, 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas
Lampung: Lampung.
 Hanafiah, Ali Kemas. 2010. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Raja Grafindo Persada:
Jakarta.
 Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Penerbit Akademika Pressindo: Jakarta.
 Indranada K. Henry. 1994. Pengelolaan Kesuburan Tanah. Bumi Aksara. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai