Anda di halaman 1dari 28

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan
rahmat dan karunia-Nya kami masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan
tugas Praktikum Pengomposan Prakarya dan Kewirausahaan ini. Tidak lupa juga
kami mengucapkan terima kasih kepada guru Prakarya dan Kewirausahaan
yang telah membimbing kami agar dapat mengerti tentang bagaimana cara
menyusun laporan ini.
Laporan ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang
pengomposan

yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai

sumber. Laporan ini di susun oleh kami dengan berbagai rintangan. Baik itu yang
datang dari diri kami maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh
kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya laporan ini dapat
terselesaikan.
Semoga laporan kami dapat bermanfaat bagi para pelajar, umum
khususnya pada kami sendiri dan semua yang membaca laporan kami ini dan
mudah-mudahan juga dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada
pembaca . Walaupun laporan ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Kami
mohon saran dan kritikannya. Terima kasih.

DAFTAR ISI
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.

Judul
Tujuan untuk membuat kompos / pengomposan
Dasar teori
Alat dan Bahan
Cara kerja
Tabel pengamatan / data pengamatan
Pembahasan
Kesimpulan

3
3
3
20
21
22
25
25

A. Judul
LAPORAN PRAKTIKUM PENGOMPOSAN
(SAMPAH ORGANIK COKLAT,SAMPAH ORGANIK HIJAU )
B.
1.
2.
3.

Tujuan untuk Membuat Kompos


Siswa memahami dasar-dasar pengomposan
Siswa mampu mempraktekkan pengomposan
Siswa mampu memproduksi kompos

C. Dasar Teori
Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahanbahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai
macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembap, dan aerobik
atau anaerobik (Modifikasi dari J.H. Crawford, 2003).
Pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian
secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan
organik sebagai sumber energi.
Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut
agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran
bahan yang seimbang, pemberian air yang cukup, pengaturan aerasi, dan
penambahan aktivator pengomposan.
Sampah terdiri dari dua bagian, yaitu bagian organik dan anorganik. Ratarata

persentase

bahan

organik

sampah

mencapai

80%,

sehingga

pengomposan merupakan alternatif penanganan yang sesuai. Kompos sangat


berpotensi untuk dikembangkan mengingat semakin tingginya jumlah sampah
organik yang dibuang ke tempat pembuangan akhir dan menyebabkan terjadinya
polusi bau dan lepasnya gas metana ke udara. DKI Jakarta menghasilkan 6000
ton sampah setiap harinya, di mana sekitar 65%-nya adalah sampah organik.
Dan dari jumlah tersebut, 1400 ton dihasilkan oleh seluruh pasar yang ada di
Jakarta, di mana 95%-nya adalah sampah organik. Melihat besarnya sampah
organik yang dihasilkan oleh masyarakat, terlihat potensi untuk mengolah
sampah organik menjadi pupuk organik demi kelestarian lingkungan dan
kesejahteraan masyarakat (Rohendi, 2005).

Secara alami bahan-bahan organik akan mengalami penguraian di alam


dengan bantuan mikroba maupun biota tanah lainnya. Namun proses
pengomposan yang terjadi secara alami berlangsung lama dan lambat. Untuk
mempercepat proses pengomposan ini telah banyak dikembangkan teknologiteknologi pengomposan. Baik pengomposan dengan teknologi sederhana,
sedang, maupun teknologi tinggi. Pada prinsipnya pengembangan teknologi
pengomposan didasarkan pada proses penguraian bahan organik yang terjadi
secara alami. Proses penguraian dioptimalkan sedemikian rupa sehingga
pengomposan dapat berjalan dengan lebih cepat dan efisien. Teknologi
pengomposan saat ini menjadi sangat penting artinya terutama untuk mengatasi
permasalahan limbah organik, seperti untuk mengatasi masalah sampah di kotakota besar, limbah organik industri, serta limbah pertanian dan perkebunan.
Teknologi pengomposan sampah sangat beragam, baik secara aerobik
maupun anaerobik, dengan atau tanpa aktivator pengomposan. Aktivator
pengomposan yang sudah banyak beredar antara lain: PROMI (Promoting
Microbes), OrgaDec, SuperDec, ActiComp, BioPos, EM4, Green Phoskko
Organic

Decomposer

dan

SUPERFARM

(Effective

Microorganism)atau

menggunakan cacing guna mendapatkan kompos (vermicompost). Setiap


aktivator memiliki keunggulan sendiri-sendiri.
Pengomposan secara aerobik paling banyak digunakan, karena mudah
dan murah untuk dilakukan, serta tidak membutuhkan kontrol proses yang terlalu
sulit. Dekomposisi bahan dilakukan oleh mikroorganisme di dalam bahan itu
sendiri dengan bantuan udara. Sedangkan pengomposan secara anaerobik
memanfaatkan

mikroorganisme

yang

tidak

membutuhkan

udara

dalam

mendegradasi bahan organik.


Hasil akhir dari pengomposan ini merupakan bahan yang sangat
dibutuhkan untuk kepentingan tanah-tanah pertanian di Indonesia, sebagai
upaya untuk memperbaiki sifat kimia, fisika dan biologi tanah, sehingga produksi
tanaman menjadi lebih tinggi. Kompos yang dihasilkan dari pengomposan
sampah

dapat

digunakan

untuk

menguatkan

struktur

lahan

kritis,

menggemburkan kembali tanah pertanian, menggemburkan kembali tanah


petamanan, sebagai bahan penutup sampah di TPA, eklamasi pantai pasca

penambangan, dan sebagai media tanaman, serta mengurangi penggunaan


pupuk kimia.
Bahan baku pengomposan adalah semua material yang mengandung
karbon dan nitrogen, seperti kotoran hewan, sampah hijauan, sampah kota,
lumpur cair dan limbah industri pertanian. Berikut disajikan bahan-bahan yang
umum dijadikan bahan baku pengomposan.

Asal

Bahan

1. Pertanian

Limbah dan
residu tanaman

Jerami dan sekam padi, gulma, batang dan tongkol


jagung, semua bagian vegetatif tanaman, batang pisang
dan sabut kelapa

Limbah & residu Kotoran padat, limbah ternak cair, limbah pakan ternak,
ternak

cairan biogas

Tanaman air

Azola, ganggang biru, enceng gondok, gulma air

2. Industri

Serbuk gergaji kayu, blotong, kertas, ampas tebu, limbah


Limbah padat

kelapa sawit, limbah pengalengan makanan dan


pemotongan hewan

Limbah cair

Alkohol, limbah pengolahan kertas, limbah pengolahan


minyak kelapa sawit

3. Rumah tangga

Sampah

Limbah padat
dan cair

Sampah (padat) rumah tangga dan sampah kota rumah


tangga

Limbah rumah tangga: Tinja, urin,

4. Pasar

Sampah

Limbah padat
dan cair

Sampah (padat) pasar tradisional dan modern

Limbah Pasar; Tinja dan urin

Jenis-jenis kompos

Kompos cacing (vermicompost), yaitu kompos yang terbuat dari bahan


organik yang dicerna oleh cacing. Yang menjadi pupuk adalah kotoran
cacing tersebut.

Kompos bagase, yaitu pupuk yang terbuat dari ampas tebu sisa
penggilingan tebu di pabrik gula.

Kompos bokashi.

Manfaat Kompos
Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan
bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk
mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat
bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba
ini membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah. Aktivitas mikroba
tanah juga d iketahui dapat membantu tanaman menghadapi serangan penyakit.

Tanaman yang dipupuk dengan kompos juga cenderung lebih baik


kualitasnya daripada tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia, seperti
menjadikan hasil panen lebih tahan disimpan, lebih berat, lebih segar, dan lebih
enak.
Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek:
Aspek Ekonomi :
1. Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah
2. Mengurangi volume/ukuran limbah
3. Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya
Aspek Lingkungan :
1. Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah dan pelepasan gas
metana dari sampah organik yang membusuk akibat bakteri metanogen
di tempat pembuangan sampah
2. Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan
Aspek bagi tanah/tanaman:
1. Meningkatkan kesuburan tanah
2. Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah
3. Meningkatkan kapasitas penyerapan air oleh tanah
4. Meningkatkan aktivitas mikroba tanah
5. Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen)
6. Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman
7. Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman
8. Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah

Peran bahan organik terhadap sifat fisik tanah di antaranya merangsang


granulasi, memperbaiki aerasi tanah, dan meningkatkan kemampuan menahan
air. Peran bahan organik terhadap sifat biologis tanah adalah meningkatkan
aktivitas mikroorganisme yang berperan pada fiksasi nitrogen dan transfer hara
tertentu seperti N, P, dan S. Peran bahan organik terhadap sifat kimia tanah
adalah meningkatkan kapasitas tukar kation sehingga memengaruhi serapan
hara oleh tanaman (Gaur, 1980).
Beberapa studi telah dilakukan terkait manfaat kompos bagi tanah dan
pertumbuhan tanaman. Penelitian Abdurohim, 2008, menunjukkan bahwa
kompos memberikan peningkatan kadar Kalium pada tanah lebih tinggi dari pada
kalium yang disediakan pupuk NPK, namun kadar fosfor tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata dengan NPK. Hal ini menyebabkan pertumbuhan
tanaman yang ditelitinya ketika itu, caisin (Brassica oleracea), menjadi lebih baik
dibandingkan dengan NPK.
Hasil penelitian Handayani, 2009, berdasarkan hasil uji Duncan, pupuk
cacing (vermicompost) memberikan hasil pertumbuhan yang terbaik pada
pertumbuhan bibit Salam (Eugenia polyantha Wight) pada media tanam subsoil.
Indikatornya terdapat pada diameter batang, dan sebagainya. Hasil penelitian
juga menunjukkan bahwa penambahan pupuk anorganik tidak memberikan efek
apapun pada pertumbuhan bibit, mengingat media tanam subsoil merupakan
media tanam dengan pH yang rendah sehingga penyerapan hara tidak optimal.
Pemberian

kompos

akan

menambah

bahan

organik

tanah

sehingga

meningkatkan kapasitas tukar kation tanah dan memengaruhi serapan hara oleh
tanah, walau tanah dalam keadaan masam.
Dalam

sebuah

artikel

yang

diterbitkan

Departemen

Agronomi

dan

Hortikultura, Institut Pertanian Bogor menyebutkan bahwa kompos bagase


(kompos yang dibuat dari ampas tebu) yang diaplikasikan pada tanaman tebu
(Saccharum officinarum L) meningkatkan penyerapan nitrogen secara signifikan
setelah tiga bulan pengaplikasian dibandingkan degan yang tanpa kompos,
namun tidak ada peningkatan yang berarti terhadap penyerapan fosfor, kalium,
dan sulfur. Penggunaan kompos bagase dengan pupuk anorganik secara
bersamaan tidak meningkatkan laju pertumbuhan, tinggi, dan diameter dari
batang, namun diperkirakan dapat meningkatkan rendemen gula dalam tebu.

Dasar-dasar Pengomposan
Bahan-bahan yang Dapat Dikomposkan
Pada dasarnya semua bahan-bahan organik padat dapat dikomposkan,
misalnya: limbah organik rumah tangga, sampah-sampah organik pasar/kota,
kertas, kotoran/limbah peternakan, limbah-limbah pertanian, limbah-limbah
agroindustri, limbah pabrik kertas, limbah pabrik gula, limbah pabrik kelapa sawit,
dll. Bahan organik yang sulit untuk dikomposkan antara lain: tulang, tanduk, dan
rambut. Bahan yang paling baik menurut ukuran waktu, untuk dibuat menjadi
kompos dinilai dari rasio karbon dan nitrogen di dalam bahan / material organik
seperti limbah pertanian: ampas tebu dan kotoran ternak serta tersebut di atas.
Bahan organik yang telah disusun oleh Sinaga dkk. (2010) dari berbagai
campuran dengan nilai rasio C/N = 35,68 dan kondisi kandungan airnya 50,37%,
waktu dekomposisi diperoleh terpendek 28 hari dibanding lainnya.
Proses Pengomposan
Proses pengomposan akan segera berlansung setelah bahan-bahan
mentah dicampur. Proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi menjadi
dua tahap, yaitu tahap aktif dan tahap pematangan. Selama tahap-tahap awal
proses, oksigen dan senyawa-senyawa yang mudah terdegradasi akan segera
dimanfaatkan oleh mikroba mesofilik. Suhu tumpukan kompos akan meningkat
dengan cepat. Demikian pula akan diikuti dengan peningkatan pH kompos. Suhu
akan meningkat hingga di atas 50o - 70o C. Suhu akan tetap tinggi selama waktu
tertentu. Mikroba yang aktif pada kondisi ini adalah mikroba Termofilik, yaitu
mikroba

yang

aktif

pada

suhu

tinggi.

Pada

saat

ini

terjadi

dekomposisi/penguraian bahan organik yang sangat aktif. Mikroba-mikroba di


dalam kompos dengan menggunakan oksigen akan menguraikan bahan organik
menjadi CO2, uap air dan panas. Setelah sebagian besar bahan telah terurai,
maka suhu akan berangsur-angsur mengalami penurunan. Pada saat ini terjadi
pematangan kompos tingkat lanjut, yaitu pembentukan komplek liat humus.
Selama proses pengomposan akan terjadi penyusutan volume maupun
biomassa bahan. Pengurangan ini dapat mencapai 30 40% dari volume/bobot
awal bahan.
9

Skema Proses Pengomposan Aerobik


Proses pengomposan dapat terjadi secara aerobik (menggunakan
oksigen) atau anaerobik (tidak ada oksigen). Proses yang dijelaskan sebelumnya
adalah proses aerobik, dimana mikroba menggunakan oksigen dalam proses
dekomposisi bahan organik. Proses dekomposisi dapat juga terjadi tanpa
menggunakan oksigen yang disebut proses anaerobik. Namun, proses ini tidak
diinginkan, karena selama proses pengomposan akan dihasilkan bau yang tidak
sedap. Proses anaerobik akan menghasilkan senyawa-senyawa yang berbau
tidak sedap, seperti: asam-asam organik (asam asetat, asam butirat, asam
valerat, puttrecine), amonia, dan H2S.

Gambar profil suhu dan populasi mikroba selama proses pengomposan


Tabel organisme yang terlibat dalam proses pengomposan.
Kelompok

Organisme

Jumlah/gr kompos

Organisme
Mikroflora

Bakteri; Aktinomicetes;

109 - 109; 105 108; 104 -

Mikrofanuna
Makroflora
Makrofauna

Kapang
Protozoa
Jamur tingkat tinggi
Cacing tanah, rayap, semut,

106
104 - 105

kutu, dll
Proses pengomposan tergantung pada :

10

1. Karakteristik bahan yang dikomposkan


2. Aktivator pengomposan yang dipergunakan
3. Metode pengomposan yang dilakukan
Faktor yang memengaruhi proses Pengomposan
Setiap organisme pendegradasi bahan organik membutuhkan kondisi
lingkungan dan bahan yang berbeda-beda. Apabila kondisinya sesuai, maka
dekomposer tersebut akan bekerja giat untuk mendekomposisi limbah padat
organik. Apabila kondisinya kurang sesuai atau tidak sesuai, maka organisme
tersebut akan dorman, pindah ke tempat lain, atau bahkan mati. Menciptakan
kondisi yang optimum untuk proses pengomposan sangat menentukan
keberhasilan proses pengomposan itu sendiri.
Faktor-faktor yang memperngaruhi proses pengomposan antara lain:
a. Rasio C/N
Rasio C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara
30: 1 hingga 40:1. Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber energi
dan menggunakan N untuk sintesis protein. Pada rasio C/N di antara 30
s/d 40 mikroba mendapatkan cukup C untuk energi dan N untuk sintesis
protein. Apabila rasio C/N terlalu tinggi, mikroba akan kekurangan N untuk
sintesis protein sehingga dekomposisi berjalan lambat.
Umumnya, masalah utama pengomposan adalah pada rasio C/N yang
tinggi, terutama jika bahan utamanya adalah bahan yang mengandung
kadar kayu tinggi (sisa gergajian kayu, ranting, ampas tebu, dsb). Untuk
menurunkan

rasio

C/N

diperlukan

perlakuan

khusus,

misalnya

menambahkan mikroorganisme selulotik (Toharisman, 1991) atau dengan


menambahkan kotoran hewan karena kotoran hewan mengandung
banyak senyawa nitrogen.
b. Ukuran Partikel
Aktivitas mikroba berada di antara permukaan area dan udara.
Permukaan area yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara
mikroba dengan bahan dan proses dekomposisi akan berjalan lebih
cepat. Ukuran partikel juga menentukan besarnya ruang antar bahan

11

(porositas). Untuk meningkatkan luas permukaan dapat dilakukan dengan


memperkecil ukuran partikel bahan tersebut.
c. Aerasi
Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup
oksigen(aerob). Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi
peningkatan suhu yang menyebabkan udara hangat keluar dan udara
yang lebih dingin masuk ke dalam tumpukan kompos. Aerasi ditentukan
oleh porositas dan kandungan air bahan(kelembapan). Apabila aerasi
terhambat, maka akan terjadi proses anaerob yang akan menghasilkan
bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan
pembalikan atau mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos.
d. Porositas
Porositas adalah ruang di antara partikel di dalam tumpukan
kompos. Porositas dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi
dengan volume total. Rongga-rongga ini akan diisi oleh air dan udara.
Udara akan mensuplay Oksigen untuk proses pengomposan. Apabila
rongga dijenuhi oleh air, maka pasokan oksigen akan berkurang dan
proses pengomposan juga akan terganggu.
e. Kelembaban (Moisture content)
Kelembapan memegang peranan yang sangat penting dalam
proses metabolisme mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh
pada suplay oksigen. Mikrooranisme dapat memanfaatkan bahan organik
apabila bahan organik tersebut larut di dalam air. Kelembapan 40 - 60 %
adalah kisaran optimum untuk metabolisme mikroba. Apabila kelembapan
di bawah 40%, aktivitas mikroba akan mengalami penurunan dan akan
lebih rendah lagi pada kelembapan 15%. Apabila kelembapan lebih besar
dari 60%, hara akan tercuci, volume udara berkurang, akibatnya aktivitas
mikroba akan menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobik yang
menimbulkan bau tidak sedap.
f.

Temperatur/suhu
Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba. Ada hubungan langsung
antara peningkatan suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi
temperatur akan semakin banyak konsumsi oksigen dan akan semakin
cepat pula proses dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi dengan
cepat pada tumpukan kompos. Temperatur yang berkisar antara 30 - 60C

12

menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi


dari 600C akan membunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba
thermofilik saja yang akan tetap bertahan hidup. Suhu yang tinggi juga
akan membunuh mikroba-mikroba patogen tanaman dan benih-benih
gulma.
g. pH
Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar.
pH yang optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6.5 sampai
7.5. pH kotoran ternak umumnya berkisar antara 6.8 hingga 7.4. Proses
pengomposan sendiri akan menyebabkan perubahan pada bahan organik
dan pH bahan itu sendiri. Sebagai contoh, proses pelepasan asam,
secara

temporer

atau lokal,

akan

menyebabkan

penurunan

pH

(pengasaman), sedangkan produksi amonia dari senyawa-senyawa yang


mengandung nitrogen akan meningkatkan pH pada fase-fase awal
pengomposan. pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati
netral.
h. Kandungan Hara
Kandungan P dan K juga penting dalam proses pengomposan dan
bisanya terdapat di dalam kompos-kompos dari peternakan. Hara ini akan
dimanfaatkan oleh mikroba selama proses pengomposan.
i.

Kandungan Bahan Berbahaya


Beberapa bahan organik mungkin mengandung bahan-bahan
yang berbahaya bagi kehidupan mikroba. Logam-logam berat seperti Mg,
Cu, Zn, Nickel, Cr adalah beberapa bahan yang termasuk kategori ini.
Logam-logam

berat

akan

mengalami

imobilisasi

selama

proses

pengomposan.
j.

Lama pengomposan
Lama waktu pengomposan tergantung pada karakteristik bahan
yang dikomposkan, metode pengomposan yang dipergunakan dan
dengan atau tanpa penambahan aktivator pengomposan. Secara alami
pengomposan akan berlangsung dalam waktu beberapa minggu sampai
2 tahun hingga kompos benar-benar matang.

13

Tabel Kondisi yang optimal untuk mempercepat proses pengomposan (Ryak,


1992)
Kondisi
Rasio C/N
Kelembapan
Konsentrasi oksigen tersedia
Ukuran partikel
Bulk Density
pH
Suhu

Konsisi yang bisa diterima


20:1 s/d 40:1
40 65 %
> 5%
1 inchi
1000 lbs/cu yd
5.5 9.0
43 66oC

Ideal
25-35:1
45 62 % berat
> 10%
bervariasi
1000 lbs/cu yd
6.5 8.0
54 -60oC

Strategi Mempercepat Proses Pengomposan


Pengomposan dapat dipercepat dengan beberapa strategi. Secara umum
strategi untuk mempercepat proses pengomposan dapat dikelompokan menjadi
tiga, yaitu:
1. Menanipulasi kondisi/faktor-faktor yang berpengaruh pada proses
pengomposan.
2. Menambahkan Organisme yang dapat mempercepat proses
pengomposan: mikroba pendegradasi bahan organik dan vermikompos
(cacing).
3. Menggabungkan strategi pertama dan kedua.
Memanipulasi Kondisi Pengomposan
Strategi ini banyak dilakukan di awal-awal berkembangnya teknologi
pengomposan. Kondisi atau faktor-faktor pengomposan dibuat seoptimum
mungkin. Sebagai contoh, rasio C/N yang optimum adalah 25-35:1. Untuk
membuat kondisi ini bahan-bahan yang mengandung rasio C/N tinggi dicampur
dengan bahan yang mengandung rasio C/N rendah, seperti kotoran ternak.
Ukuran bahan yang besar-besar dicacah sehingga ukurannya cukup kecil dan
ideal untuk proses pengomposan. Bahan yang terlalu kering diberi tambahan air
atau bahan yang terlalu basah dikeringkan terlebih dahulu sebelum proses
pengomposan. Demikian pula untuk faktor-faktor lainnya.
Menggunakan Aktivator Pengomposan

14

Strategi yang lebih maju adalah dengan memanfaatkan organisme yang


dapat mempercepat proses pengomposan. Organisme yang sudah banyak
dimanfaatkan

misalnya

cacing

tanah.

Proses

pengomposannya

disebut

vermikompos dan kompos yang dihasilkan dikenal dengan sebutan kascing.


Organisme lain yang banyak dipergunakan adalah mikroba, baik bakeri,
aktinomicetes, maupuan kapang/cendawan. Saat ini dipasaran banyak sekali
beredar aktivator-aktivator pengomposan, misalnya :MARROS Bio-Activa,Green
Phoskko(GP-1), Promi, OrgaDec, SuperDec, ActiComp, EM4, Stardec, Starbio,
BioPos, dan lain-lain.
Promi, OrgaDec, SuperDec, dan ActiComp adalah hasil penelitian Balai
Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia (BPBPI) dan saat ini telah banyak
dimanfaatkan oleh masyarakat. Sementara MARROS Bio-Activa dikembangkan
oleh para peneliti mikroba tanah yang tergabung dalam sebuah perusahaan
swasta. Aktivator pengomposan ini menggunakan mikroba-mikroba terpilih yang
memiliki kemampuan tinggi dalam mendegradasi limbah-limbah padat organik,
yaitu: Trichoderma pseudokoningii, Cytopaga sp, Trichoderma harzianum,
Pholyota sp, Agraily sp dan FPP (fungi pelapuk putih). Mikroba ini bekerja aktif
pada suhu tinggi (termofilik). Aktivator yang dikembangkan oleh BPBPi tidak
memerlukan tambahan bahan-bahan lain dan tanpa pengadukan secara berkala.
Namun, kompos perlu ditutup/sungkup untuk mempertahankan suhu dan
kelembapan
Pengomposan

agar

proses

dapat

pengomposan

dipercepat

hingga

berjalan
2

minggu

optimal
untuk

dan

cepat.

bahan-bahan

lunak/mudah dikomposakan hingga 2 bulan untuk bahan-bahan keras/sulit


dikomposkan.
Memanipulasi Kondisi dan Menambahkan Aktivator Pengomposan
Strategi proses pengomposan yang saat ini banyak dikembangkan adalah
mengabungkan dua strategi di atas. Kondisi pengomposan dibuat seoptimal
mungkin dengan menambahkan aktivator pengomposan.

Pertimbangan untuk menentukan strategi pengomposan

15

Seringkali tidak dapat menerapkan seluruh strategi pengomposan di atas


dalam waktu yang bersamaan. Ada beberapa pertimbangan yang dapat
digunakan untuk menentukan strategi pengomposan:
1. Karakteristik bahan yang akan dikomposkan.
2. Waktu yang tersedia untuk pembuatan kompos.
3. Biaya yang diperlukan dan hasil yang dapat dicapai.
4. Tingkat kesulitan pembuatan kompos
Pengomposan secara aerobik
Peralatan
Peralatan yang dibutuhkan dalam pengomposan secara aerobik terdiri dari
peralatan untuk penanganan bahan dan peralatan perlindungan keselamatan
dan kesehatan bagi pekerja. Berikut disajikan peralatan yang digunakan :
1. Terowongan udara (Saluran Udara)
o

Digunakan sebagai dasar tumpukan dan saluran udara

Terbuat dari bambu dan rangka penguat dari kayu

Dimensi : panjang 2m, lebar - m, tinggi m

Sudut : 45o

Dapat dipakai menahan bahan 2 3 ton

2. Sekop
o

Alat bantu dalam pengayakan dan tugas-tugas lainnya

3. Garpu/cangkrang

16

Digunakan untuk membantu proses pembalikan tumpukan bahan


dan pemilahan sampah

4. Saringan/ayakan
o

Digunakan untuk mengayak kompos yang sudah matang agar


diperoleh ukuran yang sesuai

Ukuran lubang saringan disesuaikan dengan ukuran kompos yang


diinginkan

Saringan bisa berbentuk papan saring yang dimiringkan atau


saringan putar

5. Termometer
o

Digunakan untuk mengukur suhu tumpukan

Pada bagian ujungnya dipasang tali untuk mengulur termometer


ke bagian dalam tumpukan dan menariknya kembali dengan cepat

Sebaiknya digunakan termometer alkohol (bukan air raksa) agar


tidak mencemari kompos jika termometer pecah

6. Timbangan
o

Digunakan untuk mengukur kompos yang akan dikemas sesuai


berat yang diinginkan

Jenis

timbangan

dapat

disesuaikan

dengan

kebutuhan

penimbangan dan pengemasan


7. Sepatu boot
o

Digunakan oleh pekerja untuk melindungi kaki selama bekerja


agar terhindar dari bahan-bahan berbahaya

8. Sarung tangan

17

Digunakan oleh pekerja

untuk melindungi tangan

selama

melakukan pemilahan bahan dan untuk kegiatan lain yang


memerlukan perlindungan tangan
9. Masker
o

Digunakan oleh pekerja untuk melindungi pernapasan dari debu


dan gas bahan terbang lainnya

Kompos Bahan Organik dan Kotoran Hewan


Pengomposan dapat juga menggunakan alat mesin yang lebih maju dan
modern. Komposter type Rotary Kiln, misalnya, berfungsi dalam memberi asupan
oksigen ( intensitas aerasi), menjaga kelembapan, suhu serta membalik bahan
secara praktis. Komposter type Rotary Klin di pasaran terdapat dengan kapasitas
1 ton setara 3 m3 hingga 2 ton atau setara 6 m3 bahan sampah, menggunakan
proses pembalikan bahan dan mengontrol aerasi dengan cara mengayuh pedal
serta memutar aerator ( exhaust fan). Penggunaan komposter Biophoskko
disertai aktivator kompos Green Phoskko (GP-1) telah mampu meningkatkan
kerja penguraian bahan organik(dekomposisi) oleh jasad renik menjadi 5 sampai
7 hari saja.
Tahapan pengomposan
1. Pemilahan Sampah
o

Pada tahap ini dilakukan pemisahan sampah organik dari sampah


anorganik (barang lapak dan barang berbahaya). Pemilahan harus
dilakukan dengan teliti karena akan menentukan kelancaran
proses dan mutu kompos yang dihasilkan

18

2. Pengecil Ukuran
o

Pengecil ukuran dilakukan untuk memperluas permukaan


sampah, sehingga sampah dapat dengan mudah dan cepat
didekomposisi menjadi kompos

3. Penyusunan Tumpukan
o

Bahan organik yang telah melewati tahap pemilahan dan pengecil


ukuran kemudian disusun menjadi tumpukan.

Desain penumpukan yang biasa digunakan adalah desain


memanjang dengan dimensi panjang x lebar x tinggi = 2m x 12m x
1,75m.

Pada tiap tumpukan dapat diberi terowongan bambu (windrow)


yang berfungsi mengalirkan udara di dalam tumpukan.

4. Pembalikan
o

Pembalikan dilakuan untuk membuang panas yang berlebihan,


memasukkan udara segar ke dalam tumpukan bahan, meratakan
proses pelapukan di setiap bagian tumpukan, meratakan
pemberian air, serta membantu penghancuran bahan menjadi
partikel kecil-kecil.

5. Penyiraman
o

Pembalikan dilakukan terhadap bahan baku dan tumpukan yang


terlalu kering (kelembapan kurang dari 50%).

Secara manual perlu tidaknya penyiraman dapat dilakukan


dengan memeras segenggam bahan dari bagian dalam tumpukan.

Apabila pada saat digenggam kemudian diperas tidak keluar air,


maka tumpukan sampah harus ditambahkan air. sedangkan jika
sebelum diperas sudah keluar air, maka tumpukan terlalu basah
oleh karena itu perlu dilakukan pembalikan.

19

6. Pematangan
o

Setelah pengomposan berjalan 30 40 hari, suhu tumpukan akan


semakin menurun hingga mendekati suhu ruangan.

Pada saat itu tumpukan telah lapuk, berwarna coklat tua atau
kehitaman. Kompos masuk pada tahap pematangan selama 14
hari.

7. Penyaringan
o

Penyaringan dilakukan untuk memperoleh ukuran partikel kompos


sesuai dengan kebutuhan serta untuk memisahkan bahan-bahan
yang tidak dapat dikomposkan yang lolos dari proses pemilahan di
awal proses.

Bahan yang belum terkomposkan dikembalikan ke dalam


tumpukan yang baru, sedangkan bahan yang tidak terkomposkan
dibuang sebagai residu.

8. Pengemasan dan Penyimpanan


o

Kompos yang telah disaring dikemas dalam kantung sesuai


dengan kebutuhan pemasaran.

Kompos yang telah dikemas disimpan dalam gudang yang aman


dan terlindung dari kemungkinan tumbuhnya jamur dan tercemari
oleh bibit jamur dan benih gulma dan benih lain yang tidak
diinginkan yang mungkin terbawa oleh angin.

Kontrol proses produksi kompos


1. Proses pengomposan membutuhkan pengendalian agar memperoleh
hasil yang baik.
2. Kondisi ideal bagi proses pengomposan berupa keadaan lingkungan atau
habitat dimana jasad renik (mikroorganisme) dapat hidup dan
berkembang biak dengan optimal.

20

3. Jasad renik membutuhkan air, udara (O2), dan makanan berupa bahan
organik dari sampah untuk menghasilkan energi dan tumbuh.
Proses pengontrolan
Proses pengontrolan yang harus dilakukan terhadap tumpukan sampah adalah:
1. Monitoring Temperatur Tumpukan
2. Monitoring Kelembapan
3. Monitoring Oksigen
4. Monitoring Kecukupan C/N Ratio
5. Monitoring Volume
Mutu kompos
1. Kompos yang bermutu adalah kompos yang telah terdekomposisi dengan
sempurna serta tidak menimbulkan efek-efek merugikan bagi
pertumbuhan tanaman.
2. Penggunaan kompos yang belum matang akan menyebabkan terjadinya
persaingan bahan nutrien antara tanaman dengan mikroorganisme tanah
yang mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan tanaman
3. Kompos yang baik memiliki beberapa ciri sebagai berikut :
o

Berwarna coklat tua hingga hitam mirip dengan warna tanah,

Tidak larut dalam air, meski sebagian kompos dapat membentuk


suspensi,

Nisbah C/N sebesar 10 20, tergantung dari bahan baku dan


derajat humifikasinya,

Berefek baik jika diaplikasikan pada tanah,

21

Suhunya kurang lebih sama dengan suhu lingkungan, dan

Tidak berbau.

Sumber : Id.wikipedia/kompos
D. Alat dan Bahan
Alat :
1. Gunting / Pisau
2. Sprayer (penyemprot) 500ml
3. Ember cat bekas yang sudah dilubangi (kapasitas 5 kg)
4. Telenan
5. Sarung tangan
6. Pengaduk
7. Baskom
8. Tisu non parfume
9. Pengayak
10. Bagor,plastik besar
11. Plastik kemasan 1 kg
Bahan :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Kompos jadi 5 kg
5-10 kg sampah sayuran (organik)
Serbuk gergaji 1 kg
2 sdm EM4
2 sdm gula merah
250g dedak
0,5 liter air (sumur)

E. Cara Kerja
Langkah-langkah :
1. Menyiapkan alat dan bahan.
2. Memotong gula jawa hingga halus.
3. Memasukkan potongan gula jawa ke dalam sprayer yang sudah diiisi air
0,5 liter.
4. Memasukkan larutan EM4 ke dalam sprayer.
5. Mengocok larutan tersebut,setelah itu didiamkan selama 1 jam.
6. Mencacah sampah sayuran organik.
7. Memasukkan potongan sayuran tersebut ke dalam baskom.
8. Memasukkan serbuk gergaji dan dedak,kemudian diaduk rata.
9. Memasukkan larutan EM4 ke dalam campuran tersebut,lalu diaduk rata.
10. Memasukkan kompos jadi ke dalam ember cat bekas yang sudah
dilubangi.
11. Memasukkan campuran tersebut ke dalam ember cat bekas hingga
penuh,sisakan sedikit ruang untuk diberikan kompos jadi.
22

12. Memberikan kompos jadi pada bagian atas hingga penuh.


13. Menutup ember tersebut.
14. Menunggu selama 1 minggu,sambil mengecek serta mengaduknya
15. Setelah 1 minggu,menuang kompos diatas bagor.
16. Kemudian meratakan kompos lalu mengukur ph dan suhu.
17. Mengangin-anginkan kompos selama 1 minggu.
18. Setelah 1 minggu,kompos memasuki fase pemanenan yaitu kompos.
diayak hingga halus.
19. Setelah itu,menimbang kompos seberat 1kg.
20. Kemudian kompos memasuki fase pengemasan.
21. Kompos dikemas dengan menggunakan plastik ukuran 1kg dan memberi
label pada kompos.
F. Tabel Pengamatan
1. Fase pengontrolan
Minggu pertama hari ke-1 sampai ke-7
No
.
1.

Hari / Tanggal
Selasa,28-0114

Jam

Kondisi

Perlakuan
-

warna : hijau kecoklatan


volume : tetap
2.

Rabu,29-0114

09.58

pelapukan : sedikit
kadar air : banyak
berbau

diaduk
di tambahkan
serbuk gergaji

belum berbelatung
Warna : mulai kecoklatan
Volume : tetap
3.

Kamis,30-0114

09.59

pelapukan : sedikit
kadar air : tinggi

diaduk

berbau
belum berbelatung
4.
5.

jumat,31-0114
sabtu,01-0214

09.58

Warna : berubah menjadi

diaduk

coklat

ditambah

volume : berkurang

serbuk gergaji

pelapukan : belum

23

sempurna
kadar air : tinggi
berbau
berbelatung
warna : hijau kehitaman
volume : tetap
Senin,03-02-

5.

14

pelapukan : belum
12.05

sempurna
kadar air : tinggi
berbau
berbelatung

diaduk
diukur suhu dan
Ph
Ph : 7
suhu lingkungan
: 280C
suhu kompos :
290C

2. Fase pemeraman
Minggu kedua hari ke-8 sampai ke-14
No
.

Hari / tanggal

Jam

Kondisi

Perlakuan

warna : hijau kehitaman


volume : tetap
1.

Selasa,0402-14

09.55

pelapukan : hampir sempurna


kadar air : sedang

diaduk

berbau
berbelatung
warna : coklat kehitaman
volume : tetap
2.

Rabu,05-0214

09.58

pelapukan : hampir sempurna


kadar air : sedang

diaduk

berbau
belatung
warna : coklat kehitaman
volume : tetap
3.

Kamis,06-0214

09.56

pelapukan : hampir sempurna


kadar air : sedang

diaduk

berbau
4.

Jumat,07-02-

09.55

berbelatung
warna : coklat kehitaman

24

diaduk

volume : tetap
pelapukan : hampir sempurna
14

kadar air : sedang


berbau
berbelatung
warna : coklat kehitaman
volume : tetap

5.

Sabtu,08-0214

09.59

pelapukan : hampir sempurna


kadar air : sedang

diaduk

berbau
berbelatung
6.

Minggu,09-

02-14

warna : coklat kehitaman


volume : tetap
7.

Senin,10-0214

12.05

pelapukan : hampir sempurna


kadar air : sedang

diaduk

berbau
berbelatung
3. Fase Pemanenan
No
1.

Hari/tanggal
Rabu,12-02-

Jam
12.00

14

Perlakuan
dituang,dike

Kondisi
warna : hitam

Keterangan
suhu

ringkan,

volume : tetap

normal

disaring

pelapukan : sempurna
kadar air : sedang
berbau
berbelatung

4. Fase Pengemasan
Hari : Senin,17 Februari 2014
Perlakuan :
Kompos di saring
Kompos di timbang
Kompos di kemas dengan berat 1 kg dan sisanya adalah 100g

25

G. Pembahasan
Berdasarkan hasil dari pengamatan praktikum pembuatan pupuk ini dapat
dikatakan bahwa setiap minggunya kompos yang buat telah mengalami
perubahan baik perubahan wujud maupun bau yang di timbulkan dari kompos
tersebut. Dalam melakukan pengomposon yang baik dan cepat diperlukan
teknologi mempercepat pengomposan seperti menambah mikroba untuk
menguraikan menjadi kompos sempurna.
Untuk mempercepat penguraian maka ditambahkan Mikroorganisme Efektif
(EM) merupakan kultur campuran berbagai jenis mikroorganisme yang
bermanfaat (bakteri fotosintetik, bakteri asam laktat, ragi, aktinomisetes dan
jamur peragian) yang dapat dimanfaatkan sebagai inokulan untuk meningkatkan
keragaman mikroba tanah.
Pembuatan kompos adalah menumpukkan bahan-bahan organik dan
membiarkannya terurai menjadi bahan-bahan yang mempunyai nisbah C/N yang
rendah (telah melapuk).
No.

Fase

1.

fase pengontrolan

2.

fase pemeraman

3.

4.

fase pemanenan

fase pengemasan

Hal yang dilakukan


Kompos di kontrol
Kompos di beri
perlakuan

Kompos di aduk

Kompos dituang
Kompos dikeringanginkan
Kompos di saring

Kompos di saring
Kompos di timbang
Kompos di kemas

Kendala

Cuaca
Berbau

Berbelatung

Cuaca
Bencana hujan
abu

Alat press
rusak
Plastik
kekecilan

H. Kesimpulan
Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahanbahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai
macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembap, dan aerobik
atau anaerobik (Modifikasi dari J.H. Crawford, 2003).
Pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian
secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan
organik sebagai sumber energi.
Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut
agar kompos dapat terbentuk lebih cepat.

26

Pada percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa dalam


praktikum pembuatan kompos selalu terjadi penurunan pada berat serta
ketinggian pada komponenkompos akibat penyusutan tekstur kompos.Hal-hal
yang harus diperhatikan dalam pembuatan kompos, yaitu :

Pemberian bahan-bahan harus sesuai ketentuan.


Proses pengadukan harus merata.
Setengah bagian dari kantung plastik tempat kompos harus terbuka.

Pembuatan kompos mudah


banyak,mengurangi sampah / limbah.

dilakukan,tidak

butuh

modal

yang

Proses pembuatan kompos melalui 4 fase yaitu fase pengontrolan,fase


pemeraman,fase pemanenan,dan fase pengemasan.
Meskipun pembuatan kompos mudah tapi pada saat pembuatannya
ditemukan banyak kendala.
Pembuatan kompos adalah menumpukkan bahan-bahan organis dan
membiarkannya terurai menjadi bahan-bahan yang mempunyai nisbah C/N yang
rendah (telah melapuk) (Hasibuan, 2006).
Mikroorganisme sellulotik digunakan tujuan utamanya adalah untuk dapat
mempercepat proses pengomposan. Usaha mempercepat proses pengomposan
dapat dilakukan dengan memberikan inokulasi mikroorganisme selulopati seperti
bakteri, fungi dan aktinomisetes yang dapat meningkatkan kandungan nitrogen
dan fosfat (Sutanto, 2002).
Pemberian pupuk organik akan menambah unsur hara yang dibutuhkan
dalam pertumbuhan tanaman. Memang persentase unsur hara yang bertambah
dari pupuk organik masih lebih kecil disbanding pupuk organik secara umum,
fungsi pupuk organik adalah sebagai berikut:
1. kebutuhan tanah bertambah. Adanya penambahan unsur hara, humus, dan
bahan organik kedalam tanah menimbulkan efek residual, yaitu berpengaruh
dalam jangka panjang
2. sifat fisik dan kimia tanah diperbaiki.Pemberian pupuk organik menyebabkan
terjadinya perbaikan struktur tanah
3. sifat biologi tanah dapat diperbaiki dan mekanisme jasad renik yang ada
menjadi hidup (Indriani, 2001).
Disamping itu, menurut Indriani (2007) kompos mempunyai beberapa sifat yang
menguntungkan antara lain:
1.
2.
3.
4.

memperbaiki struktur tanah,


memperbesar daya ikat tanah berpasir,
menambah daya ikat air pada tanah,
memperbaiki drainase dan tata udara dalam tanah,

27

5. mengandung hara yang lengkap,


6. memberi ketersediaan bahan makanan bagi mikrobia, dan
7. menurunkan aktivitas mikroorganisme yang merugikan
Kompos yang baik memiliki beberapa ciri sebagai berikut :
o

Berwarna coklat tua hingga hitam mirip dengan warna tanah,

Tidak larut dalam air, meski sebagian kompos dapat membentuk


suspensi,

Nisbah C/N sebesar 10 20, tergantung dari bahan baku dan


derajat humifikasinya,

Berefek baik jika diaplikasikan pada tanah,

Suhunya kurang lebih sama dengan suhu lingkungan, dan

Tidak berbau.

Daftar Pustaka
Id.wikipedia/kompos

28

Anda mungkin juga menyukai