Dosen Pengampu:
Oleh:
UNIVERSITAS ANDALAS
2023
BAB I. PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
Paper ini bertujuan untuk mengetahui tentang EM4 pada pemupukan atau
pembuatan pupuk. Dengan sumber “Pengaruh Jenis Limbah Pertanian dan
Konsentrasi EM4 terhadap Kandungan Unsur Hara Pupuk Organik Cair’’.
2. HADKAH
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Teknologi fermentasi EM4 pertama kali dikembangkan oleh Prof. Dr. Teruo
Higa dari University of The Ryukyus, Okinawa Jepang pada tahun 1980. EM4
yang merupakan singkatan dari Effective Microorganism 4 adalah kultur
campuran mikroorganisme pengurai yang dapat membantu dalam pembusukan
sampah organik. EM4 berisi sekitar 80 genus mikroorganisme fermentasi, di
antaranya bakteri fotosintetik, Lactobacillus sp., Streptomyces sp., Actinomycetes
sp. dan ragi. EM4 saat ini digunakan untuk pengomposan modern. EM4 berbentuk
cairan berwarna coklat dengan bau yang enak. Apabila baunya busuk atau tidak
enak, berarti mikroorganisme-mikroorganisme tersebut telah mati dan harus
dicampur dengan air untuk menghentikan tumbuhnya gulma (rumput liar).
Keunggulan dari larutan EM4 adalah selain dapat mempercepat proses
pengomposan, penambahan EM4 juga terbukti dalam menghilangkan bau yang
timbul selama proses pengomposan bila berlangsung dengan baik. Bahan organik
yang bisaa dikomposkan dengan bioaktivator EM4 antar lain jerami, pupuk
kandang, kotoran hewan, rumput, sekam atau serbuk gergaji. Bioaktivator EM4
tidak disarankan untuk mendekomposisi bahan-bahan organik yang relatif keras
karena membutuhkan waktu yang relatif lama dan kurang efektif (Suwahyono,
2014).
EM4 juga bermanfaat memperbaiki struktur dan tekstur tanah menjadi lebih
baik serta menyuplai unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Dengan demikian
penggunaan EM4 akan membuat tanaman menjadi lebih subur, sehat dan relatif
tahan terhadap serangan hama dan penyakit. Berikut ini beberapa manfaat EM4
bagi tanaman dan tanah:
1. Menghambat pertumbuhan hama dan penyakit tanaman dalam tanah
2. Membantu meningkatkan kapasitas fotosintesis tanaman
3. Meningkatkan kualitas bahan organik sebagai pupuk
4. Meningkatkan kualitas pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman
Kompos merupakan pupuk yang berasal dari sisa-sisa bahan organik yang
dapat memperbaiki sifat fisik dan struktur tanah, meningkatkan daya menahan air,
kimia tanah, dan biologi tanah. Sumber bahan pupuk kompos antara lain berasal
dari limbah organik seperti sisa-sisa tanaman (jerami, batang, dahan), sampah
rumah tangga, kotoran hewan (sapi, kambing, ayam, gajah), arang sekam, abu
dapur dan lain-lain (Rukmana, 2007).
Pupuk organik dalam bentuk yang telah dikomposkan ataupun segar
berperan penting dalam perbaikan sifat kimia, fisika, dan biologi tanah serta
sumber nutrisi tanaman. Penggunaan kompos pada tanah memberikan manfaat
diantaranya menambah kesuburan tanah, memperbaiki struktur tanah menjadi
lebih gembur, memperbaiki sifat kimiawi tanah, sehingga unsur hara yang tersedia
dalam tanah lebih mudah diserap oleh tanaman, memperbaiki tata air dan udara
dalam tanah, sehingga dapat menjaga suhu dalam tanah menjadi lebih stabil,
mempertinggi daya ikat tanah terhadap zat hara, sehingga mudah larut oleh air dan
memperbaiki kehidupan jasad renik yang hidup di dalam tanah. Untuk
memperoleh kualitas kompos yang baik perlu diperhatikan pada proses
pengomposan dan kematangan kompos, dengan kompos yang matang maka unsur
hara pada kompos akan lebih tinggi disbanding kompos yang belum matang
(Rukmana, 2007).
Pengomposan merupakan proses penguraian bahan organik atau proses
dekomposisi bahan organik dimana dalam proses tersebut terdapat berbagai
macam mikroba yang membantu proses perombakan bahan organik sehingga
bahan organik tersebut mengalami perubahan baik struktur dan teksturnya. Bahan
organik merupakan bahan yang berasal dari makhluk hidup baik itu berasal dari
tumbuhan maupun hewan. Adapun prinsip dari proses pengomposan adalah
menurunkan C/N bahan organik hingga sama atau hampir sama dengan nisbah
C/N tanah (<20), dengan demikian nitrogen dapat dilepas dan dapat dimanfaatkan
oleh tanaman (Indriani, 2009).
Tujuan proses pengomposan yaitu merubah bahan organik yang menjadi
limbah menjadi produk yang mudah dan aman untuk ditangani, disimpan,
diaplikasikan ke lahan pertanian dengan aman tanpa menimbulkan efek negatif
baik pada tanah maupun pada lingkungan. Proses pengomposan dapat terjadi
secara aerobik (menggunakan oksigen) atau anaerobik (tidak ada oksigen). Pada
proses pengomposan terdapat beberapa faktor penting yang dapat mempengaruhi
hasil dari pengomposan, diantaranya nilai C/N bahan, ukuran bahan, komposisi
bahan, mikroorganisme yang bekerja, kelembaban dan aerasi, temperature dan
keasaman (pH). Hal-hal yang perlu diperhatikan agar proses pembuatan pupuk
organik dapat berlangsung lebih cepat antara lain sebagai berikut, (Indriani,
2002):
1. Nilai C/N bahan
Bahan organik tidak dapat langsung digunakan atau dimanfaatkan oleh
tanaman karena perbandingan C/N dalam bahan tersebut relatif tinggi atau tidak
sama dengan C/N tanah. Nilai C/N merupakan hasil perbandingan antara karbon
dan nitrogen. Nilai C/N tanah sekitar 10-12. Apabila bahan organik mempunyai
kandungan C/N mendekati atau sama dengan C/N tanah maka bahan tersebut
dapat digunakan atau dapat diserap tanaman. Namun, umumnya bahan organik
yang segar mempunyai C/N yang tinggi, seperti jerami padi 50-70; daun-daunan >
50 (tergantung jenisnya); cabang tanaman 15-60 (tergantung jenisnya); kayu yang
telah tua dapat mencapai 400. Semakin rendah nilai C/N bahan, waktu yang
diperlukan untuk pembuatan pupuk organik semakin cepat. Mikroba memecah
senyawa C sebagai sumber energi dan menggunakan N untuk sintesis protein.
2. Ukuran bahan
Bahan yang berukuran lebih kecil akan lebih cepat proses pengomposannya
karena semakin luas bahan yang tersentuh dengan bakteri. Untuk itu, bahan
organik perlu dicacah sehingga berukuran kecil. Bahan yang keras sebaiknya
dicacah hingga berukuran 0,5-1 cm, sedangkan bahan yang tidak keras dicacah
dengan ukuran yang agak besar sekitar 5 cm. Pencacahan bahan yang tidak keras
sebaiknya tidak terlalu kecil karena bahan yang terlalu hancur (banyak air) kurang
baik (kelembabannya menjadi tinggi).
3. Komposisi bahan
Komposisi bahan dari beberapa macam bahan organik akan lebih baik dan
cepat. Ada juga yang menambahkan bahan makanan dan zat pertumbuhan yang
dibutuhkan mikroorganisme sehingga selain dari bahan organik, mikroorganisme
juga mendapatkan bahan tersebut dari luar.
4. Jumlah mikroorgnisme
Biasanya dalam proses ini bekerja bakteri, fungi, Actinomycetes dan
protozoa. Sering ditambahkan pula mikroorganisme ke dalam bahan organik yang
akan dijadikan pupuk. Dengan bertambahnya jumlah mikroorganisme diharapkan
proses pembuatan pupuk organik akan lebih cepat.
Limbah ternak adalah sisa buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan
seperti usaha pemeliharaan ternak, rumah potong hewan, pengolahan produk
ternak, dan kotoran ternak. (Mara, 2012). Semakin berkembangnya usaha
peternakan, limbah yang dihasilkan juga akan semakin meningkat. Berbagai
manfaat dapat dipetik dari limbah ternak, apalagi limbah tersebut dapat
diperbaharui (renewable) selama masih ada hewan ternak. Zat-zat yang
terkandung dalam limbah ternak dapat dimanfaatkan kembali dengan
menggunakan kotoran ternak sebagai pupuk kompos. Kandungan unsur hara
dalam kotoran yang penting untuk tanaman adalah unsur nitrogen (N), fosfor (P),
dan kalium (K).
Jerami padi merupakan bagian dari batang tumbuhan tanpa akar yang
tertinggal setalah dipanen butir buahnya (Shiddieqy, 2005). Jerami padi
merupakan bagian tanaman yang telah dipanen butir-butirnya bersama atau tidak
dengan tangkainya dikurangi akar dan bagian akar yang tertinggal. Jerami padi
merupakan salah satu limbah pertanian yang sangat potensial sebagai sumber
energi yang dapat dimanfaatkan oleh ternak ruminansia dan ketersediaannya
meningkat seiring dengan meningkatnya produksi padi (Diki, 2012). Sebagai
sumber pakan, jerami mempunyai beberapa kelemahan yaitu kandungan lignin
dan silika yang tinggi tetapi rendah energi, protein, mineral dan vitamin. Selain
rendah nilai nutrisi, kecernaan jerami juga rendah karena sulit didegradasi oleh
mikroba rumen (Sarnklong et al., 2010).
No
Parameter Satuan Minimum Maksimum
.
1 Kadar air % - 50
2 Temperatur ºC Suhu air tanah
3 Warna Kehitaman
4 Bau Berbau tanah
5 Ukuran partikel mm 0,55 25
6 Kemampuan ikat air % 58 -
7 pH 6,80 7,49
8 Bahan asing % * 1,5
Unsur makro
9 Bahan organik % 27 58
10 Nitrogen % 0,40 -
11 Karbon % 9,80 32
12 Phosphor (P2O5) % 0,10 -
13 C/N-rasio 10 20
14 Kalium (K2O) % 0,20 *
Unsur mikro
15 Arsen mg/kg * 13
16 Kadmium (Cd) mg/kg * 3
17 Kobal (Co) mg/kg * 34
18 Kromium (Cr) mg/kg * 210
19 Tembaga (Cu) mg/kg * 100
20 Merkuri (Hg) mg/kg * 0,8
21 Nikel (Ni) mg/kg * 62
22 Timbal (Pb) mg/kg * 150
23 Selenium (Se) mg/kg * 2
24 Seng (Zn) mg/kg * 500
Unsur lain
25 Kalsium % * 25,50
26 Magnesium (Mg) % * 0,60
27 Besi (Fe) % * 2,00
28 Aluminium (Al) % * 2,20
29 Mangan (Mn) % * 0,10
Bakteri
30 Fecal Coli MPN/gr 1000
31 Salmonella sp. MPN/4 gr 3
BAB III. METODOLOGI DAN HASIL
3.
3.1. Metodologi
3.1.1. Persiapan Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah timbangan, ember, alat pencacah, dan alat-
alat laboratorium. Adapun bahan-bahan yang digunakan yaitu limbah sayur (kubis
dan sawi putih), limbah ternak (kotoran babi), jerami, daun gamal, EM4 dan
bahan-bahan untuk analisa hara. Perlakuan terdiri dari dua faktor, didapatkan 9
perlakuan kombinasi yang diulang tiga kali, faktor pertama adalah jenis limbah
pertanian (L) yang terdiri dari:
1) LS = limbah sayur (75%) + limbah ternak (25%)
2) LJ = limbah sayur (37,5%) + jerami (37,5%) + limbah ternak (25%)
3) LG = limbah sayur (25%) + jerami (25%) + daun gamal (25%) + limbah ternak
Faktor kedua adalah konsentrasi EM4 (K) yang terdiri dari:
1) K5 = Konsentrasi EM4 5%
2) K10 = Konsentratsi EM4 10%
3) K15= Konsentratsi EM4 15%
3.2. Hasil
Tabel 1. Pengaruh Jenis Limbah (L), Konsentrasi EM4 (K), dan Interaksi (L x K)
Terhadap Unsur Hara Pupuk Organik Cair, dan Ph
No Perlakuan
Variabel
. L K LxK
1 N-total pupuk organik cair (%) ** tn tn
2 P-tersedia pupuk organik cair (ppm) ** ** **
3 K-tersedia pupuk organik cair (ppm) tn tn tn
4 C-organik pupuk organik cair (%) ** ** **
5 Rasio C/N pupuk organik cair ** ** **
6 pH pupuk organik cair ** ** **
Perlakuan variasi jenis limbah pertanian (L) dan konsentrasi EM4 (K)
menunjukkan pengaruh interaksi sangat nyata (P<0,01) pada semua variabel,
kecuali pada variabl N-total dan K-tersedia (Tabel 1).
Tabel 2. Kandungan N-total dan K-tersedia pada perlakuan jenis limbah dan
konsentrasi EM4 untuk menghasikan pupuk organik cair (%)
Tabel 3. Kandungan P-tersedia pada perlakuan jenis limbah (L) dan konsentrasi
EM4 (K) pupuk organik cair (ppm)
P-tersedia teringgi pada perlakuan jenis limbah sayur, jerami, daun gamal
dan limbah ternak babi, dengan konsentrasi 5 % (LGK5) sebesar 333,38 pp,
sedangkan paling rendah pada limbah sayur, jerami dan limbah ternak pada
konsentrasi 10% (LJK10) 240,07 ppm (Tabel 3).
Tabel 4. Kandungan C-organik pada perlakuan jenis limbah dan konsentrasi EM4
pada pupuk organik cair (%)
C-organik (%)
Perlakuan
K5 K10 K15
LS 1,17 a 1,17 a 1,17 a
LJ 1,17 a 1,36 b 1,56 c
LG 1,56 c 1,95 e 1,76 d
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan beda tidak
nyata secara horizontal dan vertikal berdasarkan uji Duncan (P < 0,05)
Tabel 5. C/N rasio pada perlakuan jenis limbah dan konsentrasi EM4 pupuk
organik cair
C/N Rasio
Perlakuan
K5 K10 K15
LS 90,50 cd 18,11 c 19,50 cd
LJ 21,45 d 35,10 f 12,54 ab
LG 12,54 ab 15,09 b 12,00 a
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan beda tidak
nyata secara horizontal dan vertikal berdasarkan uji Duncan (P < 0,05)
C/N rasio pupuk organik cair paling rendah terdapat pada jenis limbah
sayur, jerami, daun gamal dan limbah ternak pada kosentrasi EM4 15% (LGK15)
yaitu 12,00, sedangkan yang paling tinggi terdapat pada jenis limbah sayur, jerami
dan limbah ternak babi pada konsentrasi EM4 10% (LJK10) yaitu 35,15 (Tabel 5).
Tabel 6. pH pupuk organik cair pada perlakuan jenis limbah dan konsentrasi EM4
pH
Perlakuan
K5 K10 K15
LS 4,40 a 4,40 a 4,40 a
LJ 4,50 b 5,50 b 4,50 b
LG 4,60 c 4,70 d 4,75 d
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan beda tidak
nyata secara horizontal dan vertikal berdasarkan uji Duncan (P < 0,05)
KESIMPULAN