Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH DAN SISA HASIL


TERNAK

PRAKTIKUM
PENGOLAHAN PUPUK CAIR

OLEH

NAMA : SYAGITA LUGISTIA


NIM : I111 16 034
KEL /GEL : VI (ENAM)/II (DUA)
WAKTU : JUMAT, 15 MARET 2019
ASISTEN : ACHMAD FAUZY

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Industri peternakan di Indonesia sudah berkembang cukup pesat seperti

peternakan sapi potong, sapi perah, ayam broiler, ayam petelur, dan lain-lainnya.

Akibat dari banyaknya usaha dalam bidang peternakan tersebut adalah adanya

limbah peternakan berupa fesesyang jika dalam jumlah banyak dan tidak diolah

akan menimbulkan pencemaran bau dan juga bisa sebagai media

perkembangbiakan penyakit.

Limbah yang berasal dari peternakan tersebut akan bernilai ekonomi tinggi

apabila diolah dengan perlakuan yang tepat. Ada banyak cara yang dapat

dilakukan untuk mengolah limbah peternakan tersebut. Kotoran ternak diolah

dengan cara yang lebih baik akan bernlai ekonomi tinggi seperti pemanfaatan

kotoran tersebut sebagai bahan pembuatan biogas, pupuk padat,dan pupuk cair.

Pengolahan kotoran ternak menjadi biogas, pupuk padat ataupun pupuk cair akan

menambah nilai ekonomis dari kotoran ternak tersebut (Adityawarman dkk,

2015).

Pupuk organik cair adalah larutan hasil dari pembusukan bahan-bahan

organik yang berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan dan manusia yang

kandungan unsur haranya lebih dari satu unsur. Kelebihan dari pupuk cair organik

adalah dapat secara tepat mengatasi defesiensi hara dan mampu menyediakan hara

secara tepat. Pupuk cair organik umumnya tidak merusak tanah dan tanaman

maupun digunakan sesering mungkin. Pupuk cair merupakan zat penyubur

tanaman yang berasal dari bahan-bahan organik dan berwujud cair selain
berfungsi sebagai pupuk, pupuk cair juga dapat dimanfaatkan sebagai aktivator

untuk membuat kompos (Sari, 2016).

Tujuan dilakukannya praktikum Teknologi Pengolahan Limbah dan Sisa

Hasil Ternak mengenai teknologi pengolahan feses ternak menjadi pupuk cair

adalah untuk mengetahui tentang pupuk organic cair, mengetahui analisis energi

dan ekonominya, mengetahui cara menentukan volume pupuk organic cair,

mengetahui cara pembuatan pupuk organic cair, dan mengetahui setiap komponen

pupuk cair.

Kegunaan dilakukannya praktikum Teknologi Pengolahan Limbah dan Sisa

Hasil Ternak mengenai teknologi pengolahan feses ternak menjadi pupuk cair

yaitu sebagai sumber informasi kepada mahasiswa dan masyarakat mengenai

pupuk organic cair, mengetahui analisis energi dan ekonominya, mengetahui cara

menentukan volume pupuk organic cair, mengetahui cara pembuatan pupuk

organic cair, dan mengetahui setiap komponen pupuk cair.


TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Umum Limbah Peternakan

Limbah peternakan umumnya meliputi semua kotoran yang dihasilkan dari

suatu ke-giatan usaha peternakan, baik berupa limbah padat dan cairan, gas,

ataupun sisa pakan. Limbah peternakan adalah semua buangan dari usaha

peternakan yang bersifat padat, cair dan gas (Hidayatullah, 2005). Pupuk organik

(pupuk kandang) mengandung unsur hara lengkap yang dibutuhkan tanaman

untuk pertumbuhannya. Disamping mengandung unsur hara makro seperti

nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K), pupuk kandang pun mengandung unsur

mikro seperti kalsium (Ca), magnesium (Mg), dan sulfur (S). Unsur fosfor dalam

pupuk kandang sebagian besar berasal dari kotoran padat, sedangkan nitrogen dan

kalium bersal dari kotoran cair (Suryono dkk., 2014).

Limbah peternakan merupakan sumber pupuk organik yang sangat baik

apabila dikelola dengan menggunakan kaidah-kaidah pengolahan pupuk organik,

termasuk di dalamnya cara pembuatan pupuk organik. Cara pembuatan pupuk

organik bermacam macam, salah satunya menggunakan EM4 dan menggunakan

star bio (stardec) (Musnamar, 2005).

Pupuk organik cair adalah larutan hasil dari pembusukan bahan-bahan

organik yang berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan dan manusia yang

kandungan unsur haranya lebih dari satu unsur. Kelebihan dari pupuk cair organik

adalah dapat secara tepat mengatasi defesiensi hara dan mampu menyediakan hara

secara tepat. Pupuk cair organik umumnya tidak merusak tanah dan tanaman

maupun digunakan sesering mungkin. Pupuk cair merupakan zat penyubur


tanaman yang berasal dari bahan-bahan organik dan berwujud cair selain

berfungsi sebagai pupuk, pupuk cair juga dapat dimanfaatkan sebagai aktivator

untuk membuat kompos (Sari, 2016).

Tinjauan Umum Pupuk Cair

Pupuk organik cair adalah pupuk yang dapat memberikan hara yang sesuai

dengan kebutuhan tanaman pada tanah, karena bentuknya yang cair, maka jika

terjadi kelebihan kapasitas pupuk pada tanah maka dengan sendirinya tanaman

akan mudah mengatur penyerapan komposisi pupuk yang dibutuhkan. Pupuk

organik yang berbentuk cair dalam pemupukan jelas lebih merata, tidak akan

terjadi, pemupukan konsentrasi pupuk di satu tempat dan mempunyai kelebihan

secara cepat mengatasi defisiensi hara dan mampu menyediakan hara secara cepat

(Parintak, 2018).

Proses pengolahan pupuk organik cair berlangsung secara anaerob (dalam

kondisi tidak membutuhkan oksigen) atau secara fermentasi tanpa bantuan sinar

matahari. Pupuk organik merupakan pupuk yang terbuat dari bahan organik.

Sumber bahan baku organik ini dapat diperoleh dari berbagai limbah. Biasanya

untuk membuat pupuk organik ini ditambahkan larutan mikroorganisme untuk

mempercepat pendegradasian (Lepongbulan dkk, 2017).

Pupuk organik cair kebanyakan diaplikasikan melalui daun atau disebut

sebagai pupuk cair daun yang mengandung hara makro dan mikro esensial. Pupuk

organik cair mempunyai beberapa manfaat di antaranya dapat mendorong dan

meningkatkan pembentukan klorofil daun dan pembentukan bintil akar pada

tanaman leguminosae, sehingga meningkatkan kemampuan fotosintesis tanaman

dan penyerapan nitrogen dari udara, dapat meningkatkan vigor tanaman, sehingga
tanaman menjadi kokoh dan kuat, meningkatkan daya tahan tanaman terhadap

kekeringan, cekaman cuaca, dan serangan patogen penyebab penyakit,

merangsang pertumbuhan cabang produksi, serta meningkatkan pembentukan

bunga dan bakal buah, serta mengurangi gugurnya daun, bunga, dan bakal buah

(Marpaung dkk, 2014).


METODE PRAKTIKUM

Waktu dan Tempat

Praktikum Teknologi Pengolahan Limbah dan Sisa Hasil Ternak mengenai

Pembuatan Pupuk Cair dilakukan pada hari Jumat, tanggal 15 Maret 2019 pukul

14.00 WITA sampai selesai, di Laboratorium Teknologi Pengolahan Sisa Hasil

Ternak Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.

Materi Praktikum

Alat yang digunakan pada praktikum pembuatan Pupuk Cair adalah toples

plastik besar, penyaring, dan termometer

Bahan yangdigunakan pada praktikum pembuatan Pupuk Cair adalah telur

feses sapi 3 kg, mollases 200 ml, air 4 liter, daun gamal dan Em4 5 ml.

Prosedur Kerja

Menyiapkan bahan dan peralatan yang diperlukan sesuai dengan ukuran

yang telah ditentukan, yang pertama memisahkan daun dan tulang daun gamal

dan memotong daun sekecil mungin sampai terlihat halus dan mecampurkan

dengan air, lalu air campurannya diperas sehingga menghasilkan larutan air

gamal, kedua mencampur feses sapi dengan larutan air perasan daun gamal

sampai tercampur rata. Ketiga setelah tercampur merata saring larutan tersebut

hingga tidak ada feses dan daun gamal setelah itu memasukkan feses kedalam

toples plastik besar kemudian melakukan uji organoleptik sebelum penyimpanan

dan menutup rapat toples tersebut. lalu mengamati peruabahan fisik (warna, dan

bau pupuk cair) selama satu minggu penyimpaan.


HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan praktikum Teknologi Pengolahan Limbah dan Sisa Hasil

Ternak mengenai teknologi pengolahan feses ternak menjadi pupuk cair, diperoleh

hasil sebagai berikut :

Tabel 1. Hasil Uji Perubahan Fisik Pupuk Cair


Indikator Skala Keterangan
Sebelum Warna 5 Hijau Gelap
Fermentasi Bau 1 Bau Feses
Suhu 28ºC
Sumber : Data Hasil Praktikum Teknologi Pengolahan Feses Ternak Menjadi Pupuk
Cair, Laboratorium Teknologi Pengolahan Limbah dan Sisa Hasil Ternak,
Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makassar, 2019.

Tabel 2. Hasil Uji Perubahan Fisik Pupuk Cair


Indikator Skala Keterangan
Setelah Warna 3 Cokelat
Fermentasi Bau 5 Tape Fermentasi
Suhu 30ºC
Sumber : Data Hasil Praktikum Teknologi Pengolahan Feses Ternak Menjadi Pupuk
Cair, Laboratorium Teknologi Pengolahan Limbah dan Sisa Hasil Ternak,
Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makassar, 2019.

Indikator Warna

Berdasarkan hasil uji perubahan fisik pupuk cair, dapat diketahui bahwa

warna pupuk cair sebelum fermentasi bernilai 5 berarti hijau gelap kemudian

berubah warna menjadi cokelat yang bernilai 3. Hal ini disebabkan karena bahan

dasar dikomposisi oleh mikroorganisme dan larut oleh bioaktivator sehingga

terjadi perubahan warna. Hal ini sesuai dengan pendapat Endah, dkk (2015) yang

menyatakan bahwa awalnya bahan dasar berwarna hijau dengan tekstur yang

masih kasar kemudian terdekomposisi oleh mikroorganisme sehingga ukurannya


semakin kecil dan larut oleh bioaktivator sehingga warna menjadi kuning

kecoklatan.

Pembuatan Pupuk Organik Cair dengan proses fermentasi keberhasilannya

ditandai dengan adanya lapisan putih pada permukaan, bau yang khas, dan warna

berubah dari hijau menjadi coklat dan pupuk yang dihasilkan berwarna kuning

kecoklatan. Lapisan putih pada permukaan pupuk merupakan actinomycetes, yaitu

jenis jamur tumbuh setelah terbentukya pupuk.

pupuk cair adalah larutan hasil pembusukan sisa tanaman, kotoran hewan

dan manusia yang memiliki kandungan unsur hara yang terkandung dalam pupuk

cair organik lebih mudah diserap oleh tanah dan tanaman (Sado, 2016)

Indikator Bau

Berdasarkan hasil uji perubahan fisik pupuk cair, dapat diketahui bahwa bau

pupuk cair sebelum fermentasi bernilai 1 berarti berbau feses sapi kemudian

berubah bau menjadi tape fermentasi dengan nilai 5. Hal ini sesuai dengan

pendapat Endah, dkk (2015) yang menyatakan bahwa Pupuk Organik Cair yang

berbau seperti tape yang artinya pupuk yang dihasilkan berkualitas baik. Proses

fermentasi pembuatan Pupuk Organik Cair dengan bahan dasar limbah organik

menunjukkan bahwa bahan dasar kotoran ternak, sampah organik serta kombinasi

sampah organik dan kotoran ternak menunjukkan hasil kualitas Pupuk Organik

Cair yang baik, karena menghasilkan aroma seperti tape yang sangat menyengat

dan sebagian berbau tape.

Pupuk yang bagus adalah terjadinya perubahan bau pada kpupuk

menandakan telah terjadi proses dekomposisi. Bau yang dihasilkan semakin lama
akan semakin berkurang dan bau busuk pada awal pengomposan akan digantikan

oleh bau tanah yang mengindikasikan kompos telah matang (Supriyati, 2013)

Pupuk cair telah mengalami proses fermentasi selama 7 hari menggunakan

mikroba yang berasal dari EM-4 yang membantu dalam pembusukan sampah

organik. Hal ini sesuai dengan pendapat Sado (2016) yang menyatakan bahwa

Effective Microoorganism (EM-4) adalah suatu kultur campuran berbagai

mikroorganisme yang bermanfaat yang dapat digunakan sebagai inokulan untuk

meningkatkan keragaman mikroba tanah, dapat memperbaiki kesehatan serta

kualitas tanah. Mikroorganisme di dalamnya bekerja untuk menfermentasikan

bahan organik secara efektif.

Indikator Suhu

Berdasarkan hasil uji perubahan fisik pupuk cair, dapat diketahui bahwa

suhu pupuk cair sebelum fermentasi yaitu 28ºC kemudian berubah menjadi 30ºC.

Hal ini disebabkan karena dipengaruhi oleh faktor penyinaran sinar matahari dan

proses dekomposisi. Hal ini sesuai dengan pendapat Putri (2018) yang

menyatakan bahwa suhu dipengaruhi oleh faktor penyinaran sinar matahari dan

proses dekomposisi yang terjadi pada tiap wadah plastik besar/toples. Suhu yang

baik untuk proses fermentasi adalah 25ºC - 55ºC.

Temperatur selama pengomposan mengalami penurunan secara bertahap

hingga hari ke 19 yang mencapai 46 ºC. Temperatur kompos mulai naik dari hari

ke 21 hingga hari ke 35 berkisar antara 51ºC - 63ºC., temperatur tersebut masih

berada dalam kondisi stabil karena kisaran temperatur kompos yang paling baik

selama pengomposan berdasarkan standar SNI berkisar antara 50ºC - 60ºC

(Jannah, 2014).
peningkatan suhu disebabkan karena suhu ruangan yang berbeda dan

aktifitas mikroorganisme yang berperan pada pupuk cair dengan proses

fermentasi. Suhu cairan ini menggambarkan aktivitas mikroba berjalan sesuai

dengan yang diharapkan. Hal ini sesuai denga pendapat Sado (2016) yang

menyatakan bahwa pembuatan pupuk organik cair dapat dilakukan dengan

pengolahan melalui proses fermentasi yang merupakan proses pemecahan

senyawa organik menjadi senyawa sederhana yang melibatkan mikroorganisme.


KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum Teknologi Pengolahan Limbah dan Sisa Hasil

Ternak mengenai teknologi pengolahan feses ternak menjadi pupuk cair, dapat

disimpulkan bahwa warna pupuk cair yaitu warna cokelat, aroma yang dihasilkan

yaitu beraroma tape fermentasi, dan suhunya yaitu 30ºC. Faktor yang

menyebabkan terjadi perubahan pada pengolahan pupuk cair adalah karena

pembusukan bahan-bahan organik yang berasal dari daun gamal dan feses sapi

yang kandungan unsur haranya lebih dari satu unsur.

Saran

Sebaiknya dalam praktikum pembuatan pupuk cair, kita perlu

memperhatikan cara pembuatan, pencampuran bahan, dan banyaknya bahan yang

digunakan. Jika saat pencampuran bahan dan pembuatan pupuk cair ada

kesalahan, maka pupuk cair tersebut tidak berhasil dengan tanda aromanya tidak

beraroma tape fermetasi tetapi lebih menyengat dari feses ternak yang digunakan.
DAFTAR PUSTAKA

Adityawarman, A.C., Salundik, Lucia, C. 2015. Pengolahan Limbah Ternak Sapi


Secara Sederhana di Desa Pattalassang Kabupaten Sinjai Sulawesi Selatan.
Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan 3(3) : 171-177.

Endah, A.S., Suyadi, A., Budi, G.P. 2015. Pengujian Beberapa Metode
Pembuatan Bioaktivator Guna Peningkatan Kualitas Pupuk Organik Cair.
Jurnal Agritech 17(2) : 122-128.

Fitriyanto, N.A., Triatmojo, S., Pertiwiningrum, A., Erwanto, Y., Abidin, M.Z.,
Baliarti, E., Suranindyah, Y.Y. 2015. Indonesian Journal of Community
Engagement 1(1) : 79-95.

Hidayatullah, Gunawan, Mudikdjo, K., Erliza, N. 2005. Pengelolaan Limbah Cair


Usaha Peternakan Sapi Perah Melalui Penerapan Konsep Produksi Bersih.
Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian 8(1) : 124-136.

Jannah, W., Delita, Z., dan Bernadeta, L. E. 2016. Aplikasi Mikroorganisme


Lignoselulolitik Indigenus Asal Tanah Gambut Riau Dalam Pembuatan
Kompos Dari Limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis
Jacq.). Kampus Binawidya Pekanbaru.

Lepongbulan, W., Tiwow, V.M.A., Dlah, A.W.M. 2017. Analisis Unsur Hara
Pupuk Organik Cair Dari Limbah Ikan Mujair (Oreochromis mosambicus)
Danau Lindu Dengan Variasi Volume Mikroorganisme Lokal (Mol) Bonggol
Pisang. Jurnal Akademika Kimia 6(2) : 92-97.

Marpaung, A.E., Karo, B., Tarigan , R. 2014. Pemanfaatan Pupuk Organik Cair
dan Teknik Penanaman Dalam Peningkatan Pertumbuhan dan Hasil
Kentang. Jurnal Hort. 24(1) : 49-55.

Musnamar,E.I. 2005. Pupuk Organik Padat: Pembuatan dan Aplikasi, Penerbit


Swadaya, Jakarta

Parintak, R. 2018. Pengaruh Pemberian Pupuk Organik Cair dari Limbah Buah
Pepaya dan Kulit Nanas terhadap Pertumbuhan Kangkung Darat. Skripsi.
Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan Pendidikan Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Putri, N.A. Pegaruh Lama Fermentasi Pupuk Organik Cair Kombinasi Batang
Pisang, Kulit Pisang dan Buah Pare terhadap Uji Kandungan Unsur Hara
Makro Fosfor (P) dan Kalsium (Ca) Total dengan Penambahan Bioaktivator
EM4. Skripsi. Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan Pendidikan
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Sado. 2016. Studi kelayakan kompos menggunakan variasi bioaktivator (EM4 dan
ragi). Universitas Hasanuddin. Makassar.

Sari, M.S. 2016. Pengaruh Pengunaan Pupuk Organik Cair Dari Limbah Kulit
Buah Pisang Kepok Terhadap Pertumbuhan Tanaman Bayam (Amaranthus
tricolor L.). Skripsi. Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan Dan Ilmu
Pendidikan Universitas Lampung.

Setiawan, A., Benito, Tb., Yuli, A.H. 2013. Pengelolaan Limbah Ternak pada
Kawasan Budidaya Ternak Sapi Potong di Kabupaten Majalengka. Jurnal
Ilmu Ternak 13(1) : 24-30.

Supriyati A. 2013. Rasio C/N, Fosfor (P), Warna, dan Tekstur Kompos Hasil
Pengomposan Sampah Organik Pasar dengan Starter Kotoran Ayam (Gallus
domestica) dalam Berbagai Dosis. FMIPA Program Studi Pendidikan
Biologi, IKIP PGRI Semarang.

Suryono, W. S. D., dan Sumarno. 2014. Pemanfaatan Limbah Peternakan Dalam


Konsep Pertanian Terpadu Guna Mewujudkan Pertanian Yang Berkelanjutan
(Utilization Of Farm Wastes In Order To Realize The Concept Of Integrated
Farming For Sustainable Agriculture). Universitas Sebelas Maret Surakarta.
LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan Pembuatan Pupuk Cair

Sebelum Penyimpanan

(5x4) 20
Warna = = =5
4 4 (Hijau Gelap)

(1x4) 4
Bau = = =1 (Feses Sapi)
4 4

Suhu = 280C

Setelah Penyimpanan

(3x3) 9
Warna = = =3
3 3 (Cklat)
(5x3) 15
Bau = = =5 (Tape Fermentasi)
3 3

Suhu = 300C

Lampiran 2. Dokumentasi Pembuatan Pupuk Cair

Ket: Menyiapkan Alat Dan Bahan Ket: Memisahkan Tulang Daun Gamal
Ket: Mencampurkan Semua Bahan Ket: Menyaring Bahan Sebelum
Dilakukan Penyimpanan

Ket: Penyimpanan Selama 7 Hari Ket: Hasil Penyimpanan Selama 7


Hari

Anda mungkin juga menyukai