Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PUPUK DAN PEMUPUKAN


“Pupuk Kompos Sampah Organik dengan
Kotoran Sapi”

Nama : Moh. Veri Sugiyanto


NIM : 195040207111135
Kelas :N
Asisten : Endang Sri Istanti Putri

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2020
BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kotoran ternak merupakan bahan pembuat pupuk organik yang sangat bagus,
karena merupakan limbah organik yang banyak mengandung protein.Limbah ternak
mengandung nutrisi yang baik untuk pertumbuhan tanaman.Dalam pembuatan pupuk
organik, terjadi proses fermentasi atau dekomposisi yang dilakukan oleh
mikroorganisme pengurai.Pupuk organik dari kotoran ternak mempunyai kandungan
unsur hara yang masih rendah yaitu 1.26% N, 1.03% P2O5, 1.07% K2O, sehingga
dalam pembuatan pupuk kompos diperlukan penambahan berupa limbah sisa
sayuran unyuk memperkaya dan menambah kandungan unsur hara.salah satu
kotoran ternak yang dapat diolah menjadi pupuk kompos yaitu kotoran sapi, kotoran
sapi merupakan bahan organik yang secara spesifik berperan meningkatkan
ketersediaan unsur N, P, k dan unsur-unsur mikro.Ketersediaan kotoran sapi ini
cukup melimpah di daerah saya, kotoran sapi yang melimpah itu karena sedikit yang
memanfaatkannya, padahal kotoran sapi itu cukup baik bagi tanaman jika di olah
menjadi pupuk organic kompos.Sedangkan dalam pembuatan pupuk organic kompos
pada kotoran sapi perlu di perkaya lagi bahannya berupa limbah sayuran ibu rumah
tangga atau bisa sampah organic lainnya , supaya kandungan unsur hara tinggi dalam
pembuatan pupuk organic kompos.Dalam proses pengomposan itu diperlukan
decomposer untuk mengurai bahan-bahan organik, jadi yang di sebagai bahan
bioaktivatornya itu campuran mikroorganisme yang digunakan untuk mempercepat
fermentasi dikenal sebagai effective microorganism (EM). Penggunaan EM 4 tidak
hanya mempercepat proses fermentasi tetapi juga menekan bau yang biasanya
muncul pada proses penguraian bahan organik.Penggunaan bahan sebagai
penyuplai decomposer itu menggunakan larutan gula pasir.gula pasir sendiri banyak
ditemukan di toko warung. Pemanfaatan kotoran sapi agar maksimal diperlukan
proses pembuatan pupuk organic terlebih dahulu agar kandungan unsur organic
dalam kotoran sapi bisa menghasilkan secara maksimal dan dapat dimanfaatkan
lebih baik bagi tanaman.Proses pembuatan pupuk organic itu menggunakan teknik
pengomposan karena pada kotoran sapi memiliki C/N rasio tinggi, agar C/N rasio
menurun dan menyesuaikan C/N rasio pada tanah yaitu (<20).

1.2 Tujuan

Pemanfaatan kotoran sapi dan juga sampah organic seperti sampah sisa
sayuran ibu rumah tangga itu untuk dijadikan sebagai bahan pembutan pupuk kompos
organic untuk mengoptimalkan kandungan unsur haranya dan C/N rasionya agar saat
diterapkan pada tanaman dan tanah bisa sesuai dengan baik.Limbah kotoran sapi
dan sampah organik yang relative banyak disekitar kita ini bisa jumlahnya dan
berguna jika dimanfaatkan dengan diolah menjadi pupuk kompos organic.Pupuk
kompos oragnik ini juga dalam ekologi pertanian itu berdampak suistainable dan tidak
membahayakan ekosistem lingkunagan.Pengaplikasian pupuk kompos pada lahan
pertanian jangka panjang jika dilakukan secara berkala, maka dampaknya untuk
pertnian diindonesia akan meningkatkan kulitas dan kuantitas produksinya pada
tanaman, tanah akan menjadi subur dimana tanah yang diberi pupuk kompos organic
secara berkala tanah tersebut bisa dilakukan beberapa kali siklus penanaman.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bahan Baku Utama


Menurut Djaja (2010), kotoran sapi merupakan bahan kompos organik yang
mempunyai kandungan N, P dan K yang tinggi sehingga dapat mensuplai
unsur hara yang dibutuhkan tanah dan memperbaiki struktur tanah menjadi
lebih baik. Pada tanah yang baik/sehat, kelarutan unsur-unsur anorganik akan
meningkat, serta ketersediaan asam amino, zat gula, vitamin dan zat-zat
bioaktif hasil dari aktivitas mikroorganisme efektif dalam tanah akan
bertambah, sehingga pertumbuhan tanaman menjadi semakin optimal.
Menurut Damanhuri (2016), sampah organik yang ada di Indonesia berasal
dari pasar, rumah tangga, restoran dan hotel. Sampah organik merupakan
sampah padat yang mudah membusuk dan menimbulkan bau yang sangat
menyengat. Keberadaan sampah ini sangat mengganggu kebersihan dan
kesehatan lingkungan. Keberadaan sampah ini tidak terlepas dari pola
kecenderungan konsumsi masyarakat itu sendiri. Maka diperlukan
pengelolaan sampah organik yang tepat, agar tidak terjadi penumpukan yang
dapat menyebabkan kerusakkan lingkungan yaitu dari sisi kesehatan. Sebagai
salah satu cara pemanfaatan sampah ini adalah dengan mengelolanya
menjadi pupuk kompos yang bisa di manfaatkan untuk para petani, sebagai
pupuk alami yang bisa menjadi pilihan sebagai pupuk ramah lingkungan.

2.2 Bahan Pengkaya

Menurut Indriani (2017),larutan EM 4 (Effective microorganism 4) merupakan


larutan yang ditemukan oleh Prof. Teuro Higa.Larutan EM 4 mengandung
mikroorganisme 90 % bakteri Lactobacillus sp yang dapat bekerja secara
efektif dalam mempercepat proses fermentasi pada bahan organik.Dalam
larutan EM 4 mengandung banyak mikroorganisme dalam jumlah yang banyak
sekitar 80 genus.Larutan EM 4 merupakan larutan cair bewarna kuning
kecoklatan, berbau sedap dengan rasa manis dan tingkat keasaman pH
kurang dari 3,5, dalam larutan EM 4 terdapat kultur campuran berbagai
mikroorganisme yang bermanfaat sebagai inokulan untuk meningkatkan
keragaman mikroba tanah dan dapat memperbaiki kesehatan dan kualitas
tanah, selain berfungsi untuk proses fermentasi dan dekomposisi bahan
organik, EM 4 memiliki manfaat yaitu memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi
tanah, menyediakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman, menyehatkan
tanaman, meningkatkan produksi tanaman, dan menjaga kestabilan produksi,
menambahkan unsur hara tanah dengan cara disiram ke tanah, tanaman, atau
disemprot ke daun tanaman, dan mempercepat pembuatan kompos dari
sampah organik atau kotoran hewan.
Menurut Rohman (2014), dalam penggunaan starter EM 4 perlu pengaktifan
terlebih dahulu karena mikroorganisme di dalam larutan EM 4 berada dalam
keadaan tidur (dorman), pengaktifan dilakukan dengan memberikan larutan
gula dan air sebagai sumber makanan mikroorganisme.Larutan gula juga
merupakan bahan dasar dalam pembuatan pupuk kompos organik dan juga
larutan gula berfungsi untuk bahan campuran pembuatan kompos sistem
aerob.

Menurut Anitasari (2015), pemberian kapur dapat meningkatkan pH tanah,


kadar Ca dan kejenuhan basa serta mampu menurunkan kadar Al.Mutu kapur
pertanian disarankan harus mengandung kalsit (CaCO3) total besar atau
sama dengan 85% atau CaO total sama besar atau sama dengan 48%.
Menurut Kaswinarni (2016), dedak merupakn hasil samping proses
penggilingan padi, terdiri atas lapisan sebelah luar butiran padi dengan
sejumlah lembaga biji.

2.3 Proses Pengomposan


Menurut Roidah (2013), pengomposan merupakan proses perombakan
(dekomposisi) bahan organik oleh mikroorganisme dalam keadaan lingkungan
yang terkontrol dengan hasil akhir berupa humus dan kompos.Pengomposan
bertujuan untuk mengaktifkan kegiatan mikroba agar mampu mempercepat
proses dekomposisi bahan organik. Selain itu, pengomposan juga digunakan
untuk menurunkan nisbah C/N.Menurut Sumekto (2016), berdasarkan
ketersediaan oksigen bebas, mekanisme proses pengomposan dibagi menjadi
2, yaitu pengomposan secara aerobik dan anaerobik. Pengomposan secara
aerobik merupakan proses pengomposan yang memerlukan ketersediaan
oksigen.Oksigen diperlukan oleh mikroorganisme untuk merombak bahan
organik selama proses pengomposan berlangsung. Sedangkan Pembuatan
kompos secara anaerob merupakan modifikasi biologis pada struktur kimia
dan biologi bahan organik tanpa udara atau oksigen dan juga tidak terjadi
fluktuasi suhu,proses pembuatan kompos secara anaerob akan menghasilkan
CH4, H2S,H2,CO2,asam asetat,asam propinat, asam butirat, asam laktat,
etanol, metahnol dan hasil berupa lumpur.Lumpur inilah yang akan dijadikan
sebagai pupuk/kompos.
BAB III METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat


Waktu pembuatan dilakukan pada pagi hari tempat di rumah daerah
kabupaten Banyuwangi Desa Sraten, pengomposannya dilakukan di belakang
rumah dengan intensitas suhu tempat ± 270C.

3.2 Alat dan Bahan


Alat
 Pisau untuk mencacah sampah organic
 Sprayer untuk menyemprotkan air, maupun larutan gula dengan EM 4
 Termometer untuk mengukur suhu kompos
 Timbangan kiloan untuk menimbang bahan kompos
 Karung goni untuk menutupi proses pengomposan
 Cangkul/Sekrop untuk membolak balikan bahan kompos
 Handphone untuk dokumentasi kegiatan
Bahan
 Kotoran sapi sebagai bahan baku utama
 Sampah organik sebagai bahan baku utama
 Dedak sebagai bahan pengkaya
 Kapur pertanian sebagai bahan pengkaya
 EM 4 sebagai bahan starter bioaktivator
 Gula sebagai bahan untuk mensuplai makanan mikroba
 Air sebagai bahan untuk melembabkan bahan kompos

3.3 Prosedur Pengomposan


Menyiapkan bahan untuk pengomposan seperti mengumpulkan sampah
organic dari pasar tradisional atau dari tetangga, mecari kotoran sapi di
peternak sapi, meyiapkan kapur pertanian, dedak, EM 4, gula dan air.
Mencacah sampa organic agar proses dekomposisi yang dilakukan mikroba
berlangsung cepat.
Mengeringkan sampah organic dan juga kotoran sapi sampai kadar air
berkurang.
Menyiapkan tempat pengomposan berupa teras kosong.
Melakukan penimbangan dan perhitungan dosis tiap bahan dengan takaran
yang pas.
Melakuan pencampuran bahan yaitu kotoran sapi, sampah organik, dedak dan
kapur pertanian secara merata menggunakan cangkul ataupun sekrop.
Membuat larutan berupa gula ditambahkan air dan EM 4 dengan perhitungan
dosis yang sesuai.
Menyemprotkan larutan ke bahan kompos dan juga melakukan pengadukan
supaya larutan gula dengan EM 4 merata keselruh bahan kompos.
Melakukan pengukuran suhu dan Ph kompos dan mengamati juga bau,
tekstur warna kompos secara berkala hingga kompos sudah jadi atau matang.
Jangan lupa untuk melakukan dokumentasi pada setaiap kegiatan saat
pempuatan kompos.

3.4 Timeline kegiatan pengomposan

Oktober November
No Rancangan
Kegiatan 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Peyiapan
1 bahan
kompos
Pembuatan
2
Kompos
3 Penyiraman
Pembalikan
4
Kompos
Pengecekan
5
Kompos
Pengukuran
6
Suhu
DAFTAR PUSTAKA

Anitasari, F., R. Sarwitri dan A. Suprapto. 2015. Pengaruh Pupuk Organik Dan
Dolomit Pada Lahan Pantai Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil
Kedelai. The 2nd University Research Coloquium, 2 (1) : 315 – 324.

Djaja, W., N.K. Suwardi dan L.B. Salman. 2010. Pengaruh imbangan kotoran sapi
perah dan serbuk gergaji kayu albizia terhadap kandungan nitrogen,
fosfor dan kalium serta nilai C:N ratio kompos. Jurnal Ilmu Ternak 6(2)
: 87 – 90.

Damanhuri, Enri.Padmi, Tri.(2016).Pengelolaan Sampah Terpadu.Bandung:ITB.

Indriani, Y.H.,2017. Membuat Pupuk organik Secara Singkat, Penebar Swadaya,


Jakarta.

Kaswinarni, F. (2016), Pengaruh Penambahan Variasi Starter pada Pengomposan


Sampah Organik Pasar
terhadap Kadar N Total, N Tersedia dan C/N Rasio, Prosiding Seminar
Nasional Masif II , 152-155.

Roidah, I.S. (2013), Manfaat Penggunaan Pupuk Organik Untuk Kesuburan Tanah,
Jurnal Univ. Tulungangung Bonorowo, 30-42.

Rohman Abdul dan Sudjadi. 2014. Analisis Obat dan Makanan, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.

Sumekto, Riyo. 2016. Pupuk Pupuk Organik, PT Intan Sejati, Klaten.

Yuwono, D., 2015. Pupuk organik, Penebar Swadaya, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai