Anda di halaman 1dari 24

MODUL PRAKTIKUM

MANAJEMEN AGROEKOSISTEM

Adi Setiawan
Tomy Marmadion
Muhammad Raditya Sowan
Vani Risky Ramadan
Agni Dhewangga
Adwar Ardhi Pradana

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
MALANG
2013
JADWAL KEGIATAN PRAKTIKUM MANAJEMAN AGROEKOSISTEM SEMESTER
GANJIL 2012-2013
N April Sasaran Keterangan
Kegiatan
o III IV
1 UTS     Praktikan
Materi Tinjauan
Manajemen
2
Agroekosystem pada
aspek Produksi tanaman    
Tugas penyusunan system
terpadu produksi tanaman
pada suatu wilayah
3 dengan memaparan Praktikan
konsep manajemen
agroekosytem untuk
menunjang produksi.    
Materi penjelasan
kuisioner untuk
4 mengetahui mekanisme
manajemen
agroekosystem
Rekapitulasi nilai akhir
5 Asisten
praktikum    
PERATURAN PRAKTIKUM MANAJEMEN AGROEKOSISTEM

1. Praktikum Manajemen Agroekosistem me miliki bobot 1 sks.


2. Praktikum Manajemen Agroekosistem merupakan kegiatan praktikum integrasi dari
jurusan BP, Tanah, dan HPT.
3. Nilai praktikum Manajemen Agroekosistem memberikan kontribusi 25% untuk nilai akhir
MK Manajemen Agroekosistem.
4. Praktikum dimulai tepat waktu yang telah ditentukan. Keterlambatan 15 menit nilai
kehadiran dikurangi 50%.
5. Presensi kehadiran peserta praktikum minimal 80% (dilampirkan surat dokter jika
ijin/sakit).
6. Absensi dilakukan 1 kali untuk praktikum.
7. Pada waktu pelaksanaan praktikum assisten menilai kemampuan mahasiswa secara
kelompok dan individu.
8. Penilaian selama praktikum ada 2 macam, yaitu kelompok dan individu. Unsur-unsur
penilaian meliputi: kognitif, psikomotorik, dan afektif dengan rincian sbb:
- kehadiran 10 %
- penguasaan materi praktikum (pre/post test) 20 %
- assistensi 10 %
- tugas 30 %
- keaktifan 10%
- laporan 20%
Tujuan praktikum manajemen agroekosistem pada aspek Budidaya Pertanian ialah praktikan
mengetahui proses manajeman lahan basah dan kering secara terukur dengan memahami
semua aspek yang terkait

INDIKATOR CAPAIAN PELAKSANAN

Tahap 1. Mahasiswa mengetahui Proses budidaya yang ideal dan proses budidaya yang lebih
adaptif artinya sebuah proses manajemen lahan dimana praktek budidaya yang dilakukan dan
pengelolannya menyesuiakan dengan lingkunganya (dibangun secara sengaja dan sadar).
bertujuan melaksanakan praktek budidaya yang efisien dan berlanjut.
Tahap 2. Mahasiswa mampu menganalisis kondisi lingkungan yang sudah di manage
kemudian dikaji apakah sesui dan ideal berdasarkan pada aspek syarat tumbuh suatu
tanaman. Proses menganalisis kondisi lingkungan mengunakan alat-alat yang tersedia untuk
sejauh ini pada aspek kebutuhan cahaya/intensitas (lux Meter), unsur hara (BWD), air
(Humidity), ketinggian tempat (GPS), pH (pH meter).
Tahap 3. Mahasiswa mengetahui dan menterjemakan data dilapang dengan melakukan
wawancara atau dept interview berdasar kuisioner pada berbagai aspek. Ketidak sesuaian
suatu tanaman dengan syarat budidaya dan cara budidaya harus dibahas sebagi temuan yang
perlu dikaji dengan kesimpulan diarahkan untuk menjawab apa yang dilakukan oleh petani
dalam praktek budidaya merupakan proses budidaya yang adaptif atau ideal?
Materi I
TINJAUAN MANAJEMEN AGROEKOSYSTEM PADA ASPEK PRODUKSI
TANAMAN

Sistematika Mahasiswa dikenalkan bagaimana Melaksanakan Manajemen Agroekosistem


pada tataran lapang dalam luasan tertentu (kecil atau besar) meliputi;
1. Pengelolaan elemen penyusun agroekosistem, fungsi, hirarki (food & energy chain)
dan nilai ekonomi.
2. Proses manajemen pada faktor-faktor lingkungan biotis – abiotis lahan basah dan
kering (pengertian, masalah dan pengelolaan tanaman).
3. Proses budidaya atau manajemen tanaman mencakup Kriteria dan indikator dalam
skala hamparan-dalam agroekosistem yang sama meliputi aspek aspek tanaman, pola
pertumbuhan tanaman, biodiversitas tumbuhan dan pola tanam dan aspek ekonomi.
4. Output manajemen agrosistem berupa penigkatan produksi, stabulitas produksi,
Keberlanjutan lingkungan dan pemeratan produk.

Sub Materi I
PENGELOLAAN ELEMEN PENYUSUN AGROEKOSISTEM

1.1 Manajemen Agroekosystem


Manajemen Produksi Tanaman Terpadu didefiniskan sebagai kombinasi dari berbagai
input dimana komponen ekonomi dan ekologi dikombinasikan. Dalam proses produksi
tanaman hasil ialah kombinasi genetik dan Lingkungan tersebut. Secara spesifik dapat
digambarkan bahawa masukan tersebut ialah Lokasi budidaya meliputi jenis tanah, struktur
tanah, iklim dan cuaca; Perlindungan tanaman meliputi bagaiaman perlindungan secara
\mecanik, secara biologi dan kimia; Pemupukan meliputi pupuk organik, pupuk kimia
sisntetis (N, P, K) berfungsi meningkatkan kesuburan tanah; Rotasi tanaman meliputi waktu
rotasi, waktu tanam dan sistem bero; Varietas Benih meliputi spresifik lokasi, ketahanan
hama dan produktifitas; Tanaman pakan ternak meliputi cara budidaya, teknik
perkecambahan dan cara panen.
Dasar dan fungsi agroekosystem ialah untuk mewujudkan kebijakan pangan nasional
menyangkut:
• terjaminnya pangan (food availability),
• ketahanan pangan (food security),
• akses pangan (food accessibility),
• kualitas pangan (food quality) dan
• keamanan pangan (food safety).
Disamping itu ada empat hal yang menjadi bagian penting dalam menjalankan
mengevaluasi suatu agekosystem meliputi Produktifitas; yang berarti bahwa pengelolaan
agroekosystem salah satunya harus bisa diukur dari produksi panen per Ha dibandingkan
dengan masukan yang diberikan. Stability; diukur dari konsistensi produksi.Sustainability;
kemampuan suatu agroekosyestem dalam menjaga produktifitas sebagi respon perubahan
lingkungan. Equitability; menunjukan bagiamana pada poduk dari agroekosystem ialah untuk
mengubah kesejahteraan petani dalam hal ini agroekosystem meningkatkan kesejahteraan.

1.2 Sistematika Pendekatan Agroekosystem


a. Penentuan Lokasi
Budidaya mengambarkan ketersedian dan kebutuhan untuk melaksanakan produksi
dengan target tinggi, efisien dan murah selanjutnya dekat pada askes pasar.
b. Data Bio-Fisik, Sosial, Ekonomi Demografi
Pada aspek ini perlu diketahui kondisi lingkungan biotic dan abiotik suatu kawasan
Faktor abiotik adalah faktor tak hidup yang meliputi faktor fisik dan kimia. Faktor fisik yang
mempengaruhi ekosistem antara lain Suhu, Sinar matahari, Air, Tanah, Ketinggian, Angin
Faktor biotik adalah faktor hidup yang meliputi semua makhluk hidup di bumi, baik
tumbuhan maupun hewan. Dalam ekosistem, tumbuhan berperan sebagai produsen, hewan
berperan sebagai konsumen, dan mikroorganisme berperan sebagai dekomposer.
Pada aspek Sosial dan ekonomi demografi data menunjukkan dengan pertumbuhan
penduduk 1,49 % pertahun, Indonesia harus mampu menyediakan pangan untuk 230 juta
penduduknya saat ini dan pertambahan setidaknya 3 juta konsumen baru setiap tahun. Pada
saat yang sama ditengarai sekitar 100.000 hektar lahan pertanian umumnya pangan
terkonversi setiap tahunnya untuk berbagai kepentingan non-pertanian. Juga telah semakin
seriusnya penurunan kesediaan air dan meningkatnya kompetisi penggunaan air tersebut
antara keperluan konsumsi rumah tangga dan industri dengan keperluan pertanian. Kondisi
ini perlu dilihat sebagai peluang untuk mengembangkan pola konsumsi beraneka ragam bagi
“konsumen baru”yang cukup besar, sekaligus tantangan yang besar karena sumber daya alam
untuk memenuhi kebutuhan pangan tersebut semakin terbatas. Masyarakat Indonesia adalah
masyarakat yang beragam. Keragaman sosial ekonomi tersebut sekaligus juga menjadi
peluang dan potensi untuk mengembangkan pangan yang beragam. Kebutuhan tersebut tidak
hanya dari jenis pangannya tetapi juga dari pengolahan, tambahan kandungan nutrisi,
penampilan, pengemasan, dan sebagainya.
c. Penentuan Dan Pemetaan Kawasan
Dalam praktek budidaya perlu dilakukan Analisis Erosi Tanah, Analisis Kesesuaian
lahan, Analisis Pendapatan, Usaha Tani, Daya Dukung dan Analisis Agroteknologi agar
kemudian tercapai kondisi yang ideal dan adaptif terhadap perkembangan kondisi lahan dan
factor budidaya
d. Melakukan Analisis Agroekosistem
Pelaksananan point ini meliputi Produktivitas, Pemeratan, Stabilitas produksi, dan
keberlanjutan dengan tujuan sasaran yang akan dicapai pada proses manajemen
agroekosystem tidak salah dengan point diatas maka akan tercapai Alternatif pemanfaatan
yang optimal dan berwawasan lingkungan.

Sub Materi II
PROSES MANAJEMEN PADA FAKTOR-FAKTOR LINGKUNGAN BIOTIS –
ABIOTIS LAHAN KERING DAN BASAH
2.1 Lahan Kering
 Satari (1977)
Adalah lahan yang dalam keadaan alamiah,lapisan atas dan bawah tubuh tanah(topsoil
dan sub soil) sepanjang tahun tidak jenuh air dan tidak tergenang,serta kelembaban
tanah sepanjang tahun erada dibawah kapasitas lapang.
 Muliadi (1977)
Adalah lahan yang hampir sepanjang tahun tidak tergenang secara permanen.
 Ahli Tanah Indonesia
Adalah lahan dimana kebutuhan air tanaman tergantung sepenuhnya air hujan dan
tidak pernah tergenang secara tetap
Luas lahan kering di Indonesia 51,7 juta Ha sedang di Jawa 6,1 juta Ha. Ini berarti di
Indonesia 86,24 % lahan pertanian berupa lahan kering,sedang di Jawa 63,54% berupa lahan
kering.
Ciri-ciri lahan kering:
 Terbatasnya air
 Peka terhadap erosi
 Makin menurunnya produktifitas lahan
 Tingginya variabilitas kesuburan tanah
 Macam species yang ditanam
 Adopsi teknologi maju masih rendah
 Ketersediaan modal sangat terbatas
 Infrastruktur kurang baik
Manajemen Lahan Kering:
1. Alley cropping (Budidaya Lorong)
Adalah suatu sistem di mana tanaman pangan ditanam pada lorong (alley) di
antara barisan tanaman pagar yang sebenarnya alley cropping ini merupakan salah
satu sistem agroforestry yang menanam tanaman semusim atau tanaman pangan
diantara lorong-lorong yang dibentuk oleh pagar tanaman pohonan atau semak (Kang
et al., 1984) .
Sebagian besar lahan pertanian di Indonesia berupa lahan kering yang
umumnya tersebar di daerah aliran sungai (DAS) bagian hulu yang bentuk
wilayahnya berombak sampai berbukit dengan curah hujan yang tinggi. Hal ini akan
memicu terjadinya erosi, sehingga mengakibatkan penurunan produktivitas lahan.
Keuntungan alley cropping:
 Dapat menyumbangkan bahan organik dan hara terutama nitrogen untuk
tanaman lorong
 Mengurangi laju aliran permukaan dan erosi apabila tanaman pagar ditanam
secara rapat menurut garis kontur
2. Mulsa Vertikal
Merupakan upaya penyempurnaan teknik budidaya lorong, dikembangkannya paket
teknologi konservasi yang lebih tepat guna, yaitu secara teknik lebih sederhana, lebih
ekonomis, lebih efektif dalam mengendalikan aliran permukaan dan erosi serta dapat diterima
masyarakat yaitu mulsa vertikal.
Keuntungan mulsa vertikal:
 Barisan tanaman pagar berperakaran dalam yang ditanam pada guludan dapat
memperkuat guludan untuk menahan aliran permukaan dan menyerap unsur
hara dari subsoil untuk pendaur-ulangan unsur hara yang lebih efisien
 Saluran bermulsa sangat penting untuk menampung dan meresapkan air aliran
permukaan, sekaligus dapat membatasi persaingan air dan unsur hara oleh
perkembangan akar tanaman pagar ke bidang pertanaman budidaya
 Saluran juga berfungsi untuk mengumpulkan sisa tanaman dan hasil
pangkasan tanaman pagar yang bermanfaat untuk : (1) sebelum mengalami
pelapukan sisa tanaman dapat mencegah longsornya dinding saluran serta
melindungi permukaan resapan dari tumbukan air hujan dan penyumbatan pori
oleh sedimen halus, (2) aktivitas organisme yang membantu proses pelapukan
sisa tanaman dapat memperbaiki kondisi fisik tanah sekitar saluran dan
meningkatkan daya resap saluran, (3) unsur hara yang dilepaskan selama
proses pengomposan akan diserap oleh tanaman pagar yang kemudian dapat
dikembalikan dalam bentuk sisa tanaman

2.2 Lahan Basah


Adalah wilayah-wilayah dimana tanahnya jenuh dengan air, baik yang bersifat
permanen (menetap) atau musiman. Wilayah-wilayah itu sebagian atau seluruhnya kadang-
kadang tergenangi oleh lapisan air yang dangkal. Merupakan wilayah yang memiliki tingkat
keanekaragaman hayati yang tinggi dibandingkan dengan kebanyakan ekosistem.
Luas lahan basah di Indonesia sekitar 20% dari luas daratannya atau mencapai 40 juta
hektar. Semua tipe ekosistem lahan basah di dunia tercakup di Indonesia, seperti kawasan
laut (marin), muara ( estuarin), rawa (palustrin) danau (lakustrin) dan sungai (riverin).
Digolongkan ke dalam lahan basah ini diantaranya adalah rawa-rawa (termasuk rawa
bakau), dan gambut. Air yang menggenangi lahan basah dapat tergolong ke dalam air tawar,
payau atau asin. Sebagian besar kawasan lahan basah merupakan lahan yang subur, sehingga
kerap dibuka, dikeringkan dan dikonversi menjadi pertanian, baik sebagai lahan persawahan,
lokasi pertambakan, maupun sebagai wilayah transmigrasi.
1. Sawah Irigasi
 Sawah Irigasi Teknis
Sawah yang memperoleh pengairan dimana saluran pemberi, terpisah dari
saluran pembuang agar penyediaan dan pembagian irigasi dapat sepenuhnya
diatur dan diukur dengan mudah.
Jaringan seperti ini biasanya terdiri dari saluran induk, sekunder dan tersier.
Saluran induk, sekunder serta bangunannya dibangun, dikuasai dan dipelihara
oleh pemerintah.
 Sawah Irigasi Setengah Teknis
Merupakan sawah berpengairan teknis, akan tetapi pemerintah hanya
menguasai bangunan penyadap untuk dapat mengatur dan mengukur
pemasukan air, sedangkan jaringan selanjutnya tidak diukur dan dikuasai
pemerintah.
 Sawah Irigasi Sederhana
Adalah sawah yang memperoleh pengairan dimana cara pembagian dan
pembuangan airnya belum teratur, walaupun pemerintah sudah ikut
membangun sebagian dari jaringan tersebut (misalnya biaya membuat
bendungannya)
2. Sawah Non-irigasi/ Tadah hujan
 Sawah Pasang Surut
Sawah Pasang Surut adalah sawah yang pengairannya tergantung pada air
sungai yang dipengaruhi oleh pasang surutnya air laut.
 Sawah Lebak
Sawah Lebak adalah sawah yang sumber airnya berasal dari reklamsi rawa
bukan pasang surut. Sawah Lebak dapat diartikan juga sebagai sawah
rendahan yang tergenang secara periodik sekurang-kurangnya tiga sampai
enam bulan secara kumulatif dalam setahun, dan dapat kering atau lembab tiga
bulan secara komulatif dalam setahun.
Lahan lebak yang berpotensi sebagai sawah lebak banyak dijumpai di seluruh
nusantara, tersebar di pulau sumatera dan Kalimatan yang mempunyai banyak
sungai dan berpeluang baik.
Kendala:
 Alih fungsi lahan
Alih fungsi lahan pertanian juga berdampak pada hilangnya investasi yang
telah dilakukan untuk membangun irigasi dan prasarana lainnya. Berdampak
pula pada hilangnya hamparan efektif untuk menampung kelebihan air
limpahan yang dapat membantu mengurangi banjir, serta mengakibatkan
hilangnya kesempatan kerja dan pendapatan bagi petani penggarap, buruh tani,
penggilingan padi, serta sektor pedesaan lainnya.
 Degradasi lahan
Degradasi lahan basah disebabkan oleh input pupuk anorganik secara terus-
menerus yang mengakibatkan tanah menjadi masam, kemudian disusul oleh
pengolahan tanah yang intensif secara terus-menerus yang mengakibatkan
tanah menjadi lebih padat. Dan penyebab yang terakhir adalah rotasi tanaman
yang jarang dilakukan. Solusi sederhananya adalah aplikasi bahan organik
yang dapat memperbaiki sifat fisik, maupun kimia pada tanah.

Sub Materi III


PROSES DAN MANAJEMEN PRODUKSI TANAMAN
3.1 Proses budidaya pertanian pada lahan basah meliputi;
1. Pembukaan lahan dan pengelolaan air
Pembukaan lahan hutan merupakan awal dari pengelolaan lahan dan sekaligus
merupakan upaya pertama pengelolahan air. Langkah yang pertama yang dilakukan
dalam pembukaan lahan meliputi pembukaan suatu jalur hutan dimana sebuah parit
sempit akan digali sehingga lahan didrainase secara buatan. anjir dibuat untuk
memperluas pengaruh pasang surut air, yang akhirnya dimanfaatkan untuk
kepentingan pertanian.
2. Pengolahan tanah
Pengolahan tanah di persawahan lahan basah yang dilakukan adalah pembersihan
lahan dengan cara pengendalian gulma yang dominan pada lahan rawa.
3. Dari persemaian hingga panen
Pada lahan gambut atau pasang surut umumnya permukaan air cukup tinggi sehingga
tidak memungkinkan untuk menyebarkan benih secara langsung di areal pertanaman.
Untuk mengatasi hal ini, para petani lahan basah melakukan persemaian (tanam
pindah, transplantasi) yang ada kalanya dilakukan sampai tiga kali persemaian.
a. Persemaian Taradakan / Tugal (Dry Bed Nursery)
Persemaian dengan cara taradakan/ tugal paling banyak dilakukan petani.
Persemaian ini dilakukan pada permulaan musim hujan (Oktober-November).
Lahan persemaian dipilih pada daerah yang cukup tinggi agar tidak terndam
ketika air pasang datang. Setelah dibersihkan dari rerumputan, pada lahan itu
dibuat lubang dengan tugal atau alat penumbuk lainnya untuk memasukkan benih
pada tanah yang telah disiapkan. Setelah dua kali pemindahan (transplantasi)
tanaman persemaian itu cukup untuk menanam 1 hektar sawah (Noorsyamsi dan
Hidayat, 1974; Noorsyamsi et al., 1984).
b. Palaian (dapong”, raft nursery)
Cara lain untuk melakukan persemaian adalah palaian, suatu versi Kalimantan
dari persemaian “dapog” yang dilakukan di Filipina. Benih disiapkan dengan cara
memasukkannya ke dalam Ember dan menutupnya. Ember tersebut ditempatkan
pada lokasi yang lembab (dekat pencucian alat dapur atau di pemandian) atau
direndam di sungai. Benih yang telah tumbuh (akarnya telah keluar) kemudian
disemaikan di palaian yang telah disiapkan sebelumnya. Dibandingkan dengan
bibit “taradakan”, bibit “palaian” tumbuh lebih cepat namun umumnya lebih
lemah. “Palaian” dapat dianggap sebagai persemaian darurat (Noorsyamsi dan
Hidayat, 1974; Noorsyamsi et al, 1984).
c. Ampakan (first transplanted seedlings)
Bibit taradakan dipelihara di persemaian selama 40 hari kemudian bibit palaian
selama 15 hari. Sampai tahap ini, air terus meninggi, sehingga bibit belum bisa
ditanam langsung di sawah. Bibit dari persemaian “taradakan” atau “palaian” itu
kemudian dipindahkan (transplantasi) ke bagian lahan yang lain. Bibit yang
pertama dipindahkan ini disebut “ampakan”, dilakukan antara bulan Desember –
Januari. Alasan untuk dilakukan pemindahan ini terutama untuk meningkatkan
kemampuan tumbuh bibit dan mendorong perbanyakan anakan tanaman. Luasan
areal persemaian “ampakan” ini sekitar 20 % dari luas areal pertanaman yang
sesungguhnya, atau dengan cara membagi bibit dari persemaian I menjadi 4 – 5
bagian. Pada “ampakan” ini tanaman dipertahankan sampai berumur 35-45 hari
(Noorsyamsi dan Hidayat, 1974; Noorsyamsi et al., 1984). Selama tahap
persemaian ampakan, lahan lainya dipersiapkan untuk memindah bibit untuk
kedua kalianya. Pada saat ini curah hujan sudah sangat tinggi dan lahan tempat
bibit akan dipindahkan sudah penuh tergenang. Persemaian lahan untuk
memindahkan kedua ini mencangkup penebasan vegetasi. Vegetasi yang ditebas
dibiarkan untuk terdekomposisi dalam air dan setelah itu dipergunakan dilahan
sebagai sebaghai pupuk hijau. Sepertiga total lahan yang akan ditanami disiapkan
menurut pola berjalur (strips). Persemaian ampakan dipindahkan pada bulan
januari dan memindahkan yang kedua kali disebut lacakan.
d. Penyimpanan Lahan Untuk Transplanting Terakhir
Sekitar sebulan setelah bibit lacakan ditanam, lahan yang tersisa disiapkan untuk
penanaman terakhir. Pekerjaan ini biasanya dilkukan pada bulan februari
mengikuti hala yang sama sebagaimana untuk transpalanting terdahulu.
e. Penanaman Dilahan Utama
Permukaan air dilahan sawah cukup rendah untuk penanaman terakhir.
Persemaian lacakan yang kini mempunyai anakan melimpah digali dan ditanam,
setelah bagaian atas dan akarnya dipangkas. Tak ada batasan mengenai jarak
tanam yang diperlukan. Metoda yang sering dikenal senagai “sedepa lima”.
Lubnang tanam di Tanami dengan 2-3 bibit/lubang tergantung varietas. Pada
pertanian lahan basah ini kecuali pupuk hijau tak ada pupuk lain digunakan.
Permukaan tinggi selama pertumbuhan vegetative dari tanaman padi dan pengruh
penutupan (shading) dari verietas tradisiomal tinggi. Karena itu populasi gulama
relative sedikit dan taj dilakukan penyiangan gulma.
f. Panen
Panen biasanya dilakukan pada bulan agustus-september dengan memotong
tangkal pada dasarnya dengan alat ani-ani (ranggaman). Sabit tidak umum
digunakan didaerah ini. Padi itu dikumpulkan dan dirontokkan dengan kaki.
Dibersihkan dengan gumbaan, sebuah mesin penampi yang dioperasikan dengan
tangan. Padi kemudian dijemur sebelum disimpan di limbung kecil.
3.2 Proses Budidaya pada Lahan kering
Secara umum, proses budidaya pada lahan kering tidak jauh berbeda dengan teknik
budidaya di lahan basah, yakni sebagai berikut:
1. Pemilihan bibit atau benih  
Bibit atau benih merupakan salah satu persyaratan teknik budidaya yang
menentukan keberhasilan usahatani, bibit atau benih yang cocok digunakan pada
budidaya dilahan kering yaitu benih atau bibit yang sudah cukup tua selain itu
pilih bibit atau benih yang secara genetis memiliki ketahan terhadap cekaman
kekeringan.
2. Persiapan lahan 
Lahan kering/tegalan perlu diolah terlebih dahulu. Pengolahan tanah dilakukan
secara sempurna, yakni diolah sedalam sekitar 30 cm, digemburkan, dan sisa-sisa
tanaman sebelumnya dibersihkan. dibuat system Bedengan dan di bagian luar
bedengan dibuat guludan keliling untuk mengurangi tingkat erosi pada lahan
nantinya. Setelah pembuatan bedengan selesai, taburkan pupuk kandang (sebagai
pupuk dasar) untuk menambah serapan unsure hara pada lahan kering .
3. Penanaman  
Penanaman sebaiknya dilakukan setelah tujuh hari pemberian pupuk kandang,
Teknis penanaman sama dengan teknik penanaman yang dilakukan pada
umumnya yaitu dengan membenamkan 2/3 bagian bibit ke dalam tanah.
Penyiraman tanah perlu dilakukan sebelum maupun sesudah tanam.
4. Pemupukan
Pemupukan perlu dilakukan untuk mengembalikan dan menambah asupan unsure
hara yang dibutuhkan oleh tanaman pada lahan. pada umumnya lahan kering
memiliki kandungan unsure hara yang kurang sehingga perlu ditambahkan lagi
pasokan hara melalui system pemupukan.
5. Penyiraman dan Penyiangan  
Untuk penyiraman pada lahan kering pada awal tanam dilakukan 2 (dua) kali
yakni pagi dan sore hari, sedangkan sesudah umur tersebut  penyiraman cukup
dilakukan sekali sehari (sebaiknya dilakukan pada pagi hari. Cara penyiraman
lainnya yakni cara ”leb” (memasukkan air ke bedengan hingga merata). Apabila
digunakan cara ini (”leb”), sebaiknya dilakukan setelah tanaman berumur lebih
dari 10 hari.  Pengairan secara ”leb” dapat dilakukan setiap 3 -4 hari sekali.
Penyiangan dilakukan dengan mencabut gulma di sekitar tanaman.
Sub Materi IV
KOMPONEN DALAM MANAJEMEN AGROEKOSISTEM

Agroekosistem ialah ekosistem yang dimodifikasi dan dimanfaatkan secara langsung


atau tidak langsung oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan akan pangan dan atau sandang
(Conway, 1985). Pengembangan sumber daya alam harus didekati secara komprehensif
sehingga harus menekankan pada hubungan satu sama lain antara pengaruh suatu
sumberdaya alam terhadap sumberdaya lain (Sorianegara, 1977).

4.2 Komponen Penting Agroekosistem


Terdapat 4 komponen penting dalam manajemen agroekosistem. Ke empat komponen
tersebut ialah:
1. Produktivitas (Productivity)
2. Stabilitas (Stability)
3. Keberlanjutan (Sustainability)
4. Kemerataan (Equitability)

1. Produktivitas (Productivity)
 Def : produksi atau pendapatan bersih yang diperoleh setiap satuan sumberdaya

2. Stabilitas (Stability)
 Kemantapan produktivitas akibat gangguan kecil yang disebabkan oleh gejolak
normal setiap waktu tertentu seperti iklim dan harga.
3. Keberlanjutan (Sustainability)
 Kemampuan sistem mempertahankan produktivitas dalam jangka waktu panjang
meskipun mengalami goncangan seperti banjir, serangan hama atau erosi.

4. Kemerataan (Equitability)
 Menggambarkan sejauh mana hasil suatu agroekosistem terbagi diantara orang-orang
dalam suatu sistem.
Kriteria yang digunakan dalam karakteristik agroekosistem :
1. Ekosistem
2. Ekonomi
3. Sosial
4. Teknologi konservasi yang sesuai

4.3 Teknik Pengumpulan Data


1. Sumber Data
Berupa data primer (wawancara) dan data sekunder (pustaka, peta, laporan, data cuaca, dll)
2. Jenis Data
Berupa data biofisik (iklim, hidrologi, topografi, vegetasi, sifat tanah) dan sosial ekonomi

Jenis data
A. Data biofisik
1. Iklim : curah hujan, hari hujan, suhu
2. Hidrologi : sistem irigasi
3. Topografi : kemiringan dan panjang lereng
4. Vegetasi : tanaman budidaya dan non budidaya (didalam plot utama & plot
pendukung)
5. Sifat tanah : tekstur, struktur, kedalaman, permeabilitas
B. Data Sosial Ekonomi
1. Kependudukan (demografi & wilayah pertanian)
2. Latar belakang pendidikan & engalaman berusaha tani
3. Kelembagaan dan persepsi petani tentang teknologi konservasi
4. Produktivitas tenaga kerja, status lahan dan luas garapan
5. Pemahaman petani tentang pola usaha tani
6. Biaya input (teknologi,saprodi, tenaker) dan output (produksi)
7. Rata-rata penggunaan sarana produksi dan tenaga kerja
8. Rata-rata jenis tanaman pada lahan pengamatan
Contoh pola pergiliran tanaman dan penggunaan sarana prasarana pertanian

Contoh penggunaan sarana


Contoh total produksi, konsumsi dan penjualan usaha tani

Contoh penerimaan, biaya dan pendapatan usaha tani


TUGAS PRAKTIKUM

RINCIAN TUGAS
Pada praktikum ini mahasiwa menyusun sebuah rencangan kegiatan manajemen
agroekosistem dengan melaksanakannya di lokasi tempat tinggal atau lokasi yang secara
historis dikenal. Posisikan anda sebagai seorang pengembang suatu wilayah untuk praktek
produksi tanaman. Pahami semua aspek yang dilakukan untuk meningkatkan produksi
tanaman melaului manajeman agroekosystem.

PETUNJUK PENULISAN
Halaman sampul
Daftar isi
Ringkasan
Bab 1 Pendahuluan
Uraikan analisis situasi dimana anda akan melaksanakan kegiatan tersebut.
Bab 2. Problematikan wilayah
Rincikan atau diskripsikan permasalahan atau Kendal-kendala dalam praktek budidaya di
wilayah tersebut (jika mungkin analisis SWOT wilayah tempat tinggal dan spesifik pada
tinjauan Analisis Erosi Tanah, Analisis Kesesuaian lahan, Analisis Pendapatan, Usaha Tani,
Daya Dukung dan Analisis Agroteknologi)
Bab 3. Pelaksanan atau praktek budidaya
- Analisis kesesuian lokasi untuk tanaman yang akan ditanam berdasar komponen biotic
dan abiotik suatu kawasan
- Sertakan metode yang akan anda gunakan untuk paktek budidaya dan kemukanan alasan
mengapa anda mengunakan metode tersebut
- Bila ada kearifan local atau parktek budidaya yang anda anggap Khas dan Spesifik
ceritakan dan jelaskan.
Bab 4. Analisis Usahatani
Susun secara ringkas usahatani di wilayah yang anda kembangkan
Bab 5. Kesimpulan
Simpulkan visibelitas proses produksi tersebut
PERSENTASI
Mahasiwa menyampaikan tulisanya dalam bentuk persentasi setelah diberikan tugas
minggu sebelumnya dengan melakukan proses manajeman produksi tanaman di wilayah
tempat tinggalnya (memaparkan dengan jelas proses manajemen agroekositem sehingga
memunculkan output berupa penigkatan produksi, stabulitas produksi, keberlanjutan
lingkungan dan pemeratan produk)

Materi 2.
PENJELASAN KUISIONER UNTUK MENGETAHUI MEKANISME MANAJEMEN
AGROEKOSYSTEM

Mekanisme wawancara mengunakan kuisioner yang sudah disiapkan bertujuan untuk


mengetahui sejauhmana suatu lingkungan yang sudah dilakukan manajemen memberikan
hasil dan bagaimana proses manajemen lingkungan tersebut.

A. INDIKATOR PRODUKTIVITAS
Nama petani :
Luas lahan yang dikelola dalam satu hamparan :
Jenis tanah :
Isilah pertanyaan di bawah ini berdasarkan pengamatan di lapangan atau wawancara
dengan petani!
1. Sistem tanam yang digunakan:
a. Monokultur
b. Tumpangsari
c. Agroforestry
2. Apabila monokultur, isilah table di bawah ini:
No Uraian Keterangan
1. Varietas
2. Asal benih (produksi sendiri atau beli,
bersertifikat?)
3. Jarak tanam
4. Sistem tanam (jajar legowo, SRI, konvensional)
(khusus padi)
5. Jumlah benih/ha
6. Jenis pupuk yang digunakan
a. Pupuk organic (Nama kg/ha)
b. Pupuk N (Nama kg/ha)
c. Pupuk K (Nama kg/ha)
7. Umur panen (hst)
8. Cara panen
9. Hasil panen per ha
10. Harga jual
11. Harga pasaran rata-rata
12. Keuntungan petani (Rp/ha)

3. Apabila tumpangsari, isilah tabel di bawah ini!


No Uraian Jenis Komoditas

1. Varietas
2. Asal benih (produksi
sendiri atau beli,
bersertifikat?)
3. Jarak tanam
4. Jumlah benih/ha
5. Jenis pupuk yang
digunakan
a. Pupuk organic
(Nama kg/ha)
b. Pupuk N (Nama
kg/ha)
c. Pupuk K (Nama
kg/ha)
6. Umur panen (hst)

7. Produksi

4. Apabila agroforestri, isilah table di bawah ini!


No Jenis Komoditas Produksi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
5. Sistem pengairan yang digunakan:
a. Tadah hujan b. Irigasi teknis c. Campuran
6. Apabila dalam satu tahun musim tanam melakukan rotasi tanaman, isilah dengan
mengarsir dan mengisi jenis tanaman yang ditanam.
Rotasi tanaman (jenis tanaman dan bulan)
Bulan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
I
komoditas
II
komoditas
III
komoditas
+ produktifitas
7. Masalah-masalah utama yang dihadapi (lingkari yang terdapat dilapang dan isilah
keterangan sebagai tingkat masalah - urutkan dari masalah yang dianggap paling serius
dan berdampak paling besar menggagalkan produksi/sulit ditangani)
No Uraian Keterangan
1. Kekurangan modal
2. Mahalnya tenaga kerja
3. Langkanya ketersediaan pupuk (harga? Ketepatan
waktu)
4. Tingginya serangan Hama
5. Tingginya serangan Penyakit
6. Rendahnya harga jual
7. Rendahnya kesuburan tanah
8. Air terkena limbah
9. Bencana alam (longsor, banjir, dll)

8. Peluang untuk penanaman baru (berdasarkan kondisi lahan iklim, dan


pasar): a. pola tanam (tumpangsari/monokultur) b. Jenis komoditas
9. Lengkapi dengan dokumentasi!
B. INDIKATOR STABILITAS & KEBERLANJUTAN (STABILITY&
SUSTAINABILITY)
1. Kecukupan dan ketersediaan pangan dan gizi seimbang:
□ tersedia di tempat itu (3) □ dapat diakses dengan mudah (3) □ bisa diusahakan (3)
2. Pangan yang diproduksi di dalam masyarakat:
□ 12% (1) □ 13-25% (3) 026-40% atau lebih
(5) Diperoleh dari produsen pangan local di luar masyarakat :
□ 25% (1) □ 40% (3) □ 55% atau lebih (5)
Tumbuh secara organik:
□ 25% (1) □ 50% (3) □ 65% atau lebih (5)
Dari tanaman indigenous/asli:
□ 25% (1) □ 50% (3) □ 65% atau lebih (5)
3. Produksi surplus pangan:
□ dalam masyarakat (12)
□ dalam wilayah (6)
□ tidak ada surplus (0)
□ pangan harus dibawa dari luar wilayah untuk memenuhi kebutuhan gizi (-1)
4. Penggunaan rumah kaca untuk produksi pangan:
□ besar (6) □ beberapa (3) □ sedikit (2) □ tidak ada (0)
□ tidak perlu-produksi pangan di lapangan sudah cukup (4)
5. Kelebihan pangan:
□ disimpan untuk penggunaan masa depan (1) □ dijual (1) □ didermakan (1)
□ diberikan untuk makanan ternak (1) □ dikomposkan (1)
□ dibuang seperti sampah (-3)
6. Penggunaan pestisida, herbsida, pupuk kima dalam produksi pangan/pertanian:
□ biasa digunakan (-3) □ beberapa (-1) □ secara minimal (1) □ tidak pernah (6)
7. Penggunaan benih dalam produksi makanan:
□ benih diserbukkan terbuka (6) □ benih hibrida (-2)
SKORING
50+ menunjukkan kemajuan sempurna kea rah keberlanjutan
25-49 menunjukkan suatu awal yang baik ke arah keberlanjutan
0-24 menunjukkan perlunya tindakan untuk melakukan keberlanjutan
C. INDIKATOR KEMERATAAN
1. Pendapatan petani setiap musim tanam :
O < Rp 1.000.000 O Rp 1.000.000 - Rp 5.000.000 O > Rp 5.000.000
2. Sifat kepemilikan lahan petani :
O Lahan sendiri O Lahan orang lain O Lahan sewa
3. Luas lahan yang dimiliki setiap petani :
a. < 0,25 ha b. 0,25 – 1 ha c. > 1 ha

Anda mungkin juga menyukai