Anda di halaman 1dari 12

Teknologi Produksi Benih

Benih tanaman adalah tanaman atau bagiannya yang digunakan untuk memperbanyak atau
mengembangbiakkan tanaman (UU RI No.12 Th 1992). Menurut Sadjad, benih tanaman adalah bakal biji
yang dibuahi (struktural), yang digunakan untuk pertanaman (fungsional), sebagai sarana untuk
mencapai produksi maksium (agronomis), sebagai wahana teknologi maju yang mampu melestarikan
identitas genetik dengan mencapai derajat kemurnian genetik yang setinggi-tingginya (teknologi), dan
sebagai produk artifisial yang sangat spesifik dan efisien. Pengertian benih diatas menunjuk pada benih
dalam pengertian biji dan bukan biji, tetapi dalam banyak hal benih masih lebih difokuskan kepada
konteks biji.

Segenggam benih dari varietas unggul yang telah dihasilkan oleh pemuliaan tanaman, menjadi kurang
berarti manakala tidak sampai ditangan petani untuk digunakan dalam kegiatan agronomis. Pekerjaan
berat pemuliaan tanaman juga akan menjadi sia-sia manakalah benih yang sampai ditangah petani tidak
memiliki mutu yang telah dihasilkan oleh pemulia.

https://4.bp.blogspot.com/-2LkVuiplC70/Vtft_dFIhqI/AAAAAAAAAzU/Pk7Dtbk74aM/s320/
Screenshot_49.png

Produksi benih merupakan salah satu kegiatan pokok dalam pengadaan benih, dan berperan sebagai
kegiatan pokok yang paling awal dilakukan. Produk kegiatan produksi tersebut adalah "calon benih"
yang merupakan bahan yang akan digunakan dalam rangkaian kegiatan-kegiatan pokok yang lain.
Tingkat mutu dari calon benih yang dihasilkan dari kegiatan produksi, sangat menentukan terhadap
tingkat mutu yang akan dihasilkan dalam pengadaan benih.

Pentingnya produksi benih dalam program pengadaan benih, maka diperlukan teknik produksi yang
baik dengan strategi produksi yang tepat. Teknik produksi yang baik akan diterjemahkan melalui
berbagai kegiatan produksi benih yang secara umum akan masuk dalam prinsip-prinsip produksi benih.
Strategi produksi benih yang tepat lebih diimplikasikan kepada tingkat pengelolaan produksi yang
efesien dan efektif.
Produksi benih pada dasarnya merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam memperbanyak
segenggam benih dari varietas unggul menjadi benih dengan jumlah yang sesuai kebutuhan dan mutu
yang sudah ditentukan.

Produksi benih dapat dikategorikan menjadi 3 macam, yaitu :

Produksi benih dalam konteks produksi benih awal (initial seed production)

Produksi benih dalam konteks pemeliharaan varietas (variety maintenance)

Produksi benih dalam konteks produksi benih komersial (commercial seed production).

Terdapat sedikit perbedaan dalam sasaran utama yang hendak dicapai dari masing-masing macam
produksi benih di atas. Kemurnian genetik merupakan sasaran utama dalam initial seed production,
mempertahankan genetik dari varietas yang ada merupakan sasaran utama dari pemeliharaan varietas,
dan benih bermutu dengan jumlah yang cukup merupakan sasaran utama dalam commercial seed
production. Produksi benih secara umum lebih diartikan sebagai produksi benih dalam konteks
commercial seed production.

Benih bermutu merupakan benih dari varietas unggul dengan mutu genetik, fisiologis dan mutu fisik
yang tinggi sesuai dengan standar mutu pada kelasnya. Mutu genetik berkaitan dengan kemurnian dan
keseragaman, mutu fisik berkaitan dengan keragaan, kebersihan dan kesehatan, serta mutu fisiologis
berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan. Kelas benih bermutu di Indonesia ada 3 kelas, yakni
:

Benih Penjenis (Breeder seed)

Benih Dasar (Foundation seed)

Benih Pokok (Stock seed)

Benih Sebar (Extension Seed)

Terdapat dua pola dasar perbnayakan benih bermutu, yaitu alur generasi tunggal (one generation
flow) dan alur generasi majemuk (poly generation flow).

Berbagai kegiatan diperlukan dalam produksi benih untuk mencapai sasarannya. Kegiatan-kegiatan
tersebut dapat dikelompokkan menjadi

Kegiatan-kegiatan dalam memaksimalkan potensi hasil

Kegiatan-kegiatan dalam rangka mempertahankan standar mutu terutama mutu genetik.


Kegiatan-kegiatan yang termasuk dalam kelompok (1) sering disebut sebagai prinsip agronomis,
sedangkan kelompok (2) disebut sebagai prinsip genetik dalam produksi benih

Prinsip Agronomis

https://1.bp.blogspot.com/-7nNVnYJwgI0/VtgqWM1vA7I/AAAAAAAAAzk/Wad4K8z1BB0/s320/
Screenshot_51.png

Prinsip agronomis menunjukkan pada berbagai kegiatan dalam rangka pengelolaan lapang produksi
untuk menghasilkan produksi tanaman yang maksimal sesuai potensinya. Kegiatan-kegiatan tersebut
adalah :

1. Penentuan jenis tanaman/varietas dengan potensi hasil yang jelas

https://3.bp.blogspot.com/-_ekBamMK43M/VtgqvjnuTbI/AAAAAAAAAzo/JcIYULhG87Q/s320/
Screenshot_52.png

Langkah awal dalam kegiatan produksi benih adalah menetapkan jenis tanaman atau varietas yang
akan diproduksi. Deskripsi karakteristik dari jenis tanaman yang akan diproduksi harus diketahui dengan
baik, terutama potensi hasil yang telah ditetapkan oleh pemuliaan tanaman. Pengetahuan dan
pemahaman terhadap deskripsi tanaman yang akan diproduksi menjadi sangat penting, terutama dalam
menentukan langkah-langkah berikutnya dalam pengelolaan lapang produksi.

2. Penentuan agroklimat dan kondisi tanah yang sesuai.

https://3.bp.blogspot.com/-WQ1hy5sLHiw/VtgrF4wdy6I/AAAAAAAAAzw/NvdRzn0w3Ls/s320/
Screenshot_53.png

Setiap jenis tanaman atau varietas memiliki wilayah sebaran geografis masing-masing untuk
pertumbuhan dan perkembangannya. Radiasi matahari, curah hujan, suhu dan unsur agroklimat lainnya
menjadi faktor pembatas manakala tidak sesuai dengan kebutuhan dari tanaman yang akan diusahakan.
Begitu pula dengan kondisi tanah secara fisik, biologis dan kimia akan menjadi kendala terhadap
pertumbuhan dan perkembangan tanaman, jika tidak sesuai dengan yang dibutuhkan tanaman. Unsur
agroklimat yang terpenting adalah radiasi matahari untuk proses fotosintesis, sedangkan kondisi tanah
yang terpenting adalah ketersediaan unsur hara untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

Indikator sederhana yang dapat digunakan untuk menentukan kesesuaian tanaman terhadap
agroklimat dan kondisi tanah adalah dengan mencari daerah sentra produksi dari tanaman yang akan
diproduksi. Daerah sentra produksi secara alami telah menunjukkan adaptasi tanaman terhadap wilayah
tersebut dalam rentang waktu yang sangat lama. Kesesusaian agroklimat dan kondisi tanah terhadap
tanaman yang akan diproduksi akan menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan yang optimum
untuk menghasilkan produksi yang sesuai potensi yang dimiliki.

Indikator objektif tentunya berdasarkan pada pengetahuan yang detail dan kuantitatif terhadap
karakteristik dan perilaku tanaman, sehingga dapat ditentukan kondisi agroklimat dan tanah yang
diperlukan.

3. Penentuan dan penyiapan lapang produksi

https://3.bp.blogspot.com/-k0SqQuD2xSw/VtgraiYBA1I/AAAAAAAAAz4/Un8kLZyxWa8/s320/
Screenshot_54.png

Berdasarkan kesesuaian agroklimat dan kondisi tanah terhadap kebutuhan tanaman yang akan
diproduksi, maka dapat ditentukan lapang produksi yang akan digunakan untuk produksi benih.
Kemudian tempat lapang produksi dalam jaringan transportasi sangat perlu diperhatikan dalam rangka
efisiensi pengelolaan tanaman, hingga pengangkutan hasil panen. Hamparan lapang produksi juga perlu
diperhatikan dalam rangka meningkatkan efisiensi pengelolaan, lapang produksi yang terfragmentasi
menjadi lahan yang kecil-kecil akan menyebabkan efisiensi yang lebih rendah.

Penyiapan lapang produksi merupakan kegiatan lanjutan setelah tempat lapang produksi ditentukan.
Penyiapan lapang produksi dimaksudkan sebagai kegiatan yang bertujuan untuk menyiapkan media
tanam yang baik sehingga tanaman dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal untuk menghasilkan
produksi yang sesuai potensinya. Penyiapan lapang produksi mencakup berbagai kegiatan diantaranya :
land clearing, pengolahan tanah, pembuatan lubang tanam, pemberian bahan organik, dan pembuatan
saluran keluar masuknya air.
Land clearing diperlukan terutama pada lapang produksi yang belum diolah dan masih banyak gulma
dari kelompok herba dan semak atau rerumputan yang tinggi. Kegiatan Land Clearing sangat membantu
dalam kemudahan dan peningkatan efisiensi kegiatan pengolahan tanah. Pengolahan tanah
dimaksudkan untuk mempersiapkan media tanam yang baik, terutama melalui perbaikan sifat fisik
tanah yang secara simultan akan berpengaruh terhadap sifat biologis dan kimia tanah.

Pengolahan tanah dapat dilakukan minimal 2 kali, yaitu pembajakan dan penggaruan. Pembuatan
lubang tanam diperlukan untuk tanaman-tanaman yang inderect planting, seperti tomat, cabe, dan
terung. Pemberian bahan organik juga sangat diperlukan untuk meningkatkan kesuburan fisik dan
biologis tanah. Pembuatan saluran keluar masuknya air juga dilakukan untuk menyiapkan system
pengairan yang baik agar pertumbuhan dan perkembangan tanaman dapat berlangsung dengan
optimal.

4. Penentuan tingkat populasi tanaman

Penentuan populasi tanaman yang tepat sangat menentukan terhadap pemanfaatan hara dan radiasi
matahari secara optimum. Informasi tingkat populasi tanaman yang baik telah banyak diketahui,
terutama untuk tanaman padi, dan palawijaya serta sayuran penting. Untuk tanaman yang tidak berupa
rumpun sebagaimana halnya padi, maka ada indikator sederhana untuk penentuan populasi tanaman.
Populasi tanaman dikatakan baik jika populasi yang ditentukan menyebabkan pengaturan jarak tanam
yang kanopi antar tanaman relatif tidak tumpang tindih.

Populasi tanaman yang diaplikasikan dalam bentuk ukuran jarak tanam, dijadikan dasar untuk
penghitungan kebutuhan benih yang diperlukan. Informasi daya tumbuh benih sangat diperlukan untuk
memperhitungkan jumlah benih yang harus disiapkan selama pertanaman termasuk penyulaman yang
akan dilakukan.

5. Penanaman mulai dari penentuan metode tanam (langsung atau tidak langsung), persemaian,
pembibitan, hingga pelaksanaan tanam.

Kegiatan penanaman mencakup metode tanam, penentuan waktu tanam hingga pelaksanaan tanam.
Metode tanam dapat dibedakan antara tanaman yang direct planting dan indirect planting. Tanaman
indirect planting akan memerlukan kegiatan lain seperti persemaian, pembibitan dan penyiapan luabgn
tanam (kecuali padi). Informasi tentang tanaman direct dan indirect planting telah banyak
dipublikasikan, tetapi secara umum tanaman akan ditanam secara indirect planting, jika ada beberapa
alasan diantaranya :

Ukuran benihnya relatif kecil, sehingga agak sulit jika ditebar langsung

Fase bibit tanaman peka terhadap radiasi matahari langsung dan deraan cuaca seperti angin dan dingin

Proteksi tanaman pada fase bibit akan dilakukan secara lebih intensif

Waktu musim tanam dilapang produksi akan lebih panjang

Roguing akan dilakukan sejak fase bibit

6. Pemeliharaan Tanaman

Pemeliharaan tanaman mencakup diantaranya : kegiatan pemupukan, pengairan, pengendalian hama


penyakit dan gulma (proteksi tanaman), pemangkasan, pemberian lanjaran, pembumbunan dan
pemberian para. Pemupukan mencakup pemberian pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk organik
biasa diaplikasikan pada saat sebelum atau pada saat tanam. Pupuk anorganik mencakup unsur makro
seperti N, P, K dan unsur mikro seperti Fe, Mn. Aplikasi pupuk dapat dilakukan melalui tanah terutama
unsur makro, dan juga dapat diaplikasikan melalui daun/tajuk terutama untuk unsur mikro. Hal penting
yang harus diperhatikan dalam pemupukan adalah unsur yang terkandung dalam pupuk harus tersedia
untuk tanaman pada saat tanaman membutuhkan.

Pengendalian hama penyakit dan gulma dapat dilakukan berbagai cara seperti : sanitasi, biologis, fisik
dan kimia. Pengendalian kimia dengan menggunakan pestisida merupakan pengendalian yang paling
populer. Ketepatan jenis pestisida, dan dosis serta konsentrasi pestisida yang digunakan merupakan hal
penting yang harus diperhatikan dalam aplikasi pestisida.

Pemeliharaan lain yang bisa dilakukan terutama terhadap palawija sayuran seperti pemangkasan
pada tomat atau cabe, pemberian lanjaran pada kacang panjang, pembumbunan pada kacang tanah,
dan pemberian para pada pare dan labu, dapat dilakukan untuk peningkatan efisiensi pemanfaatan
radiasi matahari dan hara.

7. Pemanenan dan pengangkutan


Kegiatan panen juga sangat menentukan terhadap tingkat produksi yang dihasilkan terutama dalam
kehilangan hasil pada saat panen. Kegiatan pemanenan yang sangat memengaruhi tingkat produksi
adalah penentuan saat panen dan cara panen.

Saat panen yang tepat adalah pada saat tanaman menghasilkan jumlah benih yang maksimum. Cara
panen dapat dilakukan secara manual dan juga maksimum. Cara panen dapat dilakukan secara manual
dan juga dengan mesin panen. Cara manual biasanya memisahkan antar proses pemotongan dan
perontokan terutama pada padi. Panen secara manual lebih baik hika produk yang akan dipanen agak
dini, sehingga perontokan pada saat panen dapat dihindari. Pemanenan dengan mesin panen yang
menggabungkan antara proses pemotongan dengan proses perontokan, maka panen agak dini kurang
diperlukan.

Pengangkutan juga berpengaruh terhadap jumlah loss panen, penggunaan wadah produk panen yang
baik seperti karung yang kemudian diikat dengan baik akan menekan loss panen, apalagi jika dalam
proses pengangkutan dilakukan secara hati-hati.

Prinsip Genetik

Prinsip geneti menunjukkan pada berbagai kegiatan dalam rangka pengelolaan lapang produksi untuk
menghasilkan produk benih yang memiliki standar mutu yang tinggi, terutama kemurnian mutu genetik
sesuai dengan keunggulan varietasnya pada saat dilepas oleh pemulia tanaman.

https://4.bp.blogspot.com/-dOZ9UZ9YMT0/VthHCMB2KAI/AAAAAAAAA0M/ru6KNOUGyVc/s320/
Screenshot_55.png

1. Penentuan wilayah adaptasi

Pertumbuhan dan perkembangan tanaman sangat tergantung pada interaksi antara faktor genotipe
tanaman dengan faktor lingkungan tempat tanaman dibudidayakan. Genotipe tanaman akan
mengekspresikan karakter-karakternya ke dalam karakter-karakter fenotipe secara baik, jika faktor
lingkungan mendukungnya. Pengaruh faktor lingkungan ini akan lebih besar lagi terhadap pemunculan
karakter-karakter kuantitatif seperti tingkat produksi karena didasarkan pada poligenetik.

Wilayah adaptasi tanaman dimaksudkan sebagai lokasi denga lingkungan yang sudah sesuai terhadap
genotipe suatu tanaman untuk mengeksperikan karakter-karakternya. Variasi genetik yang tidak
menguntungkan akibat pengaruh faktor lingkugan dapat diminimumkan dengan kondisi lingkungan yang
sudah sesuai (adapted).

Kegiatan produksi benih suatu tanaman yang dilakukan pada wilayah adaptasinya merupakan langkah
awal untuk menghasilkan produk dengan genotipe yang masih bisa dikategorikan tidak berubah.
Penentuan wilayah adaptasi dapat dilakukan dengan mengetahui deskripsi objektif yang detail dari
karakter-karakter tanaman yang akan dibudidayakan. Pengetahuan tentang daerah-daerah sentra
produksi tanaman tertentu, merupakan langkah sederhana dalam menentukan wilayah adaptasi suatu
tanaman, sebelum melakukan kegiatan produksi benih selanjutnya.

2. Penentuan benih sumber yang akan digunakan

Benih sumber yang akan digunakan dalam kegiatan produksi benih harus dikaitkan dengan :

Pola perbanyakan yang digunakan

Kelas benih dari benih yang akan dihasilkan

Mutu benih sumber

Pola perbanyakan alur tunggal mengharuskan benih sumber yang lebih tinggi kelasnya dibanding
benih yang akan dihasilkan. Sedangkan pola perbanyakan alur majemuk, masih memungkinkan benih
sumber sama dengan kelas benih yang akan dihasilkan. Mutu benih sumber harus jelas dan kuantitatif
yang diwujudkan dalam bentuk benih bersertifikat.

3. Penentuan lahan yang tepat

Kontrol terhadap kemurnian genetik dapat dilakukan dengan mengontrol sejarah lahan yang akan
digunakan. Kontrol terhadap sejarah lahan dimaksudkan untuk mencegah terjadinya :

Voluntir sehingga terjadi pencampuran dan persilangan yang tidak diinginkan

Kontaminasi penyakit yang berbahaya akibat kesamaan karakter tanaman sebelumnya dengan tanaman
yang dibudidayakan
Sehingga secara umum tidak diperkenankan melakukan kegiatan produksi benih tanaman tertentu
pada lahan yang sebelumnya ditanami tanaman yang memiliki karakter-karakter yang mirip apalagi
sama. Misalnya tidak diperkenankan menanam kedelai varietas Wilis pada tanaman bekas tanaman
kedelai varietas Lokon, kecuali diberakan terlebih dahulu minimal 3 bulan. Produksi benih terong tidak
dapat dilakukan pada lahan bekas tanaman tomat, kecuali diberakan terlebih dahulu minimal 3 bulan.

Kontrol terhadap lahan juga bisa dilakukan berkaitan dengan bentuk geometris lahan. Kegiatan
produksi benih sebaiknya dilakukan pada hamparan lahan yang berbentuk bujur sangkar. Pada luasan
yang sama, maka bentuk lahan bujur sangkar akan lebih menekan jumlah tanaman pinggir yang
tekontaminasi dari tanaman disekitarnya. Misalkan areal produksi benih seluas 1ha, ada yang berbentuk
persegi panjang 50 m x 200 m dan yang berbentuk bujur sangkar 100 m x 100 m. Jika diasumsikan
bahwa terjadi kontaminasi pada tanaman pinggir selebar 1 meter maka jumlah kontaminan pada :

Petakan 50 m x 200 m seluas 400 + 96 = 496 m persegi

Petakan 100 m x 100 m seluas 200 + 196 = 396 m persegi.

4. Penetapan isolasi

Kegiatan isolasi dimaksudkan sebagai usaha agar pada tanaman yang dibudidayakan tidak terjadi
persilangan yang tidak diinginkan, sehingga tidak terjadi kontaminasi. Persilangan akan terjadi pada saat
putik siap untuk diserbuki dan putik berada pada wilayah jangkauan serbuk sari. Putik dan serbuk sari
yang siap melakukan penyerbukan terjadi pada fase tanaman berbunga.

Persilangan yang tidak diinginkan dapat dicegah dengan cara :

Menghindari terjadinya masa fase berbunga dari tanaman yang dibudidayakan, berbarengan dengan
masa fase berbunga tanaman sejenis yang ditanam disekitar lahan produksi benih tersebut. Hal ini dapat
dilakukan dengan mengatur waktu tanam sedemikian rupa sehingga masa fase berbunganya tidak
berbarengan. Kegiatan ini disebut dengan isolasi waktu.

Melakukan usaha agar tanaman yang dibudidayakan pada fase berbunganya, tidak termasuk dalam
wilayah jangkauan serbur sari tanaman sejenis yang ditanam disekitarnya. Hal ini dapat dilakukan
dengan cara memberikan jarak yang cukup dari tanaman sejenis disekitarnya. Jarak ini dapat
dipersempit dengan memberikan barier yang berupa tanaman atau bangunan. Barier ini berfungsi untuk
mencegah daya jelajah serbuk sari tanaman sejenis disekitarnya. Seringkali Barier berupa tanaman yang
digunakan pula sebagai pupuk hijau. Usaha diatas disebut dengan kegiatan isolasi jarak.
Sehingga, isolasi dilakukan apabila akan ada peluang terjadinya persilangan yang tidak dikehendaki,
untuk tetap mempertahankan kemurnian genetik benih yang akan dihasilkan.

5. Kontrol kebersihan alat-alat yang akan digunakan

Kontrol terhadap kemurnian dapat dilakukan dengan mencegah terjadinya persilangan yang tidak
dikehendaki. Hal ini juga dapat dilakukan dengan mencegah terjadinya pencampuran secara fisik dengan
benih/biji tanaman yang tidak dikehendaki. Alat-alat yang perlu dikontrol kebersihannya terutama jika
dalam budidayanya mempergunakan alat-alat non konvensional dan digunakan untuk berbagai varietas
atau tanaman sejenis. Alat tanam harus bersih dari sisa-sisa benih tanaman lain, terutama yang sejenis.
Alat panen juga dibersihkan, sehingga terhindar dari campuran fisik dengan benih tanaman lain, begitu
pula dengan kantong-kantong dan wadah hasil panen juga dibersihkan.

6. Kegiatan Roguing

Roguing merupakan salah satu kegiatan khas dalam produksi benih, sebagaimana seleksi sebagai
kegiatan khas dalam kegiatan pemuliaan dan penyiangan dalam kegiatan agronomis. Roguing
dimaksudkan sebagai kegiatan untuk membuang tanaman-tanaman yang sangat memungkinkan
menjadi sumber kontaminan melalui penyerbukan yang tidak dikehendaki dan atau pencampuran fisik
karena kemiripannya. Tanaman tersebut dapat berupa voluntir, camuran varietas lain, dan tipe simpang
(off type). Tanaman yang terkena penyakit terbawa benih (seed borne), juga dibuang dalam kegiatan
roguing.

Voluntir adalah tanaman sisa musim tanam sebelumnya, sehingga kontrol terhadap sejarah lahan
sangat diperlukan untuk menekan kehadiran voluntir ini. Jumlah dari voluntir ini biasanya sangat sedikit,
demikian pula campuran varietas lain (CVL). Sumber kontaminan penting yang sering ditemukan adalah
tipe simpang, yaitu tanaman yang memiliki karakteristik yang berbeda dengan karakteristik tanaman
yang dibudidayakan, tetapi secara keseluruhan belum menghantarkan tanaman tersebut sebagai
varietas lain.

Tipe simpang bisa terjadi akibat beberapa hal, diantaranya :

Adanya gen resesif heterozigot pada saat pelepasan varietas

Terjadinya mutasi
Tanaman memiliki keragaman morfologis yang luas

Benih yang digunakan berasal dari hasil persilangan.

Penguasaan terhadap karakteristik tanaman yang dibudidayakan (deskripsi varietas) sangat


diperlukan untuk mengenali tipe simpang yang ada.

Pelaksanaan roguin dapat dilakukan beberapa kali, terutama pada fase-fase tanaman yang sangat
berpeluang untuk mengekspersikan karakter-karakter khas varietas yang dimilikinya, fase bibit jika
memungkinkan adalah salah satu fase yang dapat dilakukan roguing, karena karakter warna hipokotil
muncul pada fase tersebut.

Kegiatan roguing biasa dilakukan pada fase vegetatif, berbunga dan berbuah. Karakter-karakter
vegetatif seperti warna bulu daun, bentuk daun menjadi karakter yang bisa dijadikan dasar dalam
penentuan tipe simpang. Karakter warna bunga merupakan karakter penentu varietas yang sering
digunakan sebagai dasar dalam roguin. Bentuk buah juga merupakan karakter penting, jika roguing
dilakukan pada fase berbuah. Jika roguing dilakukan pada saat fase berbuah, maka pembuangan
tanaman, tidak hanya pada tipe simpang atau CVL, tetapi juga tanaman lain disekitar tipe simpang/CVL
yang diduga telah terjadi persilangan yang tida dikehendaki dengan tipe simpang/CVL yang dibuang.

Hal-hal yang perlu dilakukan untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan roguing adalah :

Tanaman hendaknya ditanam sedemikian rupa, sehingga masing-masing taaman dapat terlihat jelas
pada saat roguing.

Berjalan secara sistematik melalui pertanaman yang ada sehingga semua tanaman dapat diamati.

Seluruh bagian tanaman yang termasuk rogue dicabut dan dibuang

Pelaksanaan roguing sedapat mungkin dilakukan dengan membelakangi matahari dan kondisi tanaman
sudah tidak ada embun.

7. Pemanenan

Penentuan waktu panen yang tepat sangat berpengaruh terhadap mutu benih yang dihasilkan,
terutama yang berkaitan dengan mutu fisiologis benih. Benih akan memiliki tingkat vigor yang
maksimum pada saat masak fisiologis. Kendala yang dihadapi pada saat masak fisiologis adalah tingkat
kadar air benih yang masih tinggi. Solusinya adalah pemanenan dilakukan beberapa waktu setelah
masak fisiologis dengan harapan kadar air benih sudah cukup aman dari kerusakan mekanik akibat
pemanenan. Penundaan waktu panen mengandung resiko terkait deraan cuaca lapang. Kondisi
agrokimat yang tidak menguntungkan pada saat penundaan panen, maka akan terjadi deraan cuaca
lapang yang akan mengakibatkan penurunan mutu benih secara drastis.

Penentuan masak fisiologis benih dapat berdasarkan deskripsi tanaman ataupu karakter morfologis
yang praktis dilapangan. Karakter morfologis tanaman yang dapat digunakan, seperti adanya black layer
pada jagung (kecuali pada jagung manis), lepasnya funikulus pada kelompok tanaman legum, meratanya
warna merah pada tomat, dan sebagainya. Penetapan masak fisiologis benih yang lebih akurat dapat
dilakukan dengan pengujian terhadap perubahan fisiologis, dimana pada saat masak fisiologis benih
memiliki tingkat vigor yang maksimum.

Anda mungkin juga menyukai