Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH

PEMULIAAN TANAMAN

Disusun oleh:

EKO ANGGA SAPUTRA

1503015048

JURUSAN AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2017
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemuliaan tanaman adalah kegiatan mengubah susunan genetik individu maupun


populasi tanaman untuk suatu tujuan. Pemuliaan tanaman kadang-kadang disamakan dengan
penangkaran tanaman, kegiatan memelihara tanaman untuk memperbanyak dan menjaga
kemurnian; pada kenyataannya, kegiatan penangkaran adalah sebagian dari pemuliaan.
Selain melakukan penangkaran, pemuliaan berusaha memperbaiki mutu genetik sehingga
diperoleh tanaman yang lebih bermanfaat.

Kegiatan pemuliaan tanaman dapat dikatakan sebagai tekanan evolusi yang sengaja
dilakukan oleh manusia. Pada masa prasejarah, pemuliaan tanaman telah dilakukan orang
sejak dimulainya domestikasi tanaman, namun dilakukan tanpa dasar ilmu yang jelas. Sisa-
sisa biji-bijian dari situs-situs peninggalan arkeologi membantu menyingkap masa
prasejarah pemuliaan tanaman. Catatan-catatan pertama dalam jumlah besar mengenai
berbagai jenis tanaman diperoleh dari karya penulis-penulis Romawi, terutama Plinius.

Di Indonesia, jagung dibudidayakan pada lingkungan yang beragam. Luas areal panen
jagung sekitar 3,3 juta ha/tahun. Sekitar 80% dari areal pertanaman jagung di Indonesia
ditanami varietas unggul yang terdiri atas jagung bersari bebas (komposit) dan hibrida
masing-masing 56% dan 24%, sedang sisanya 20% varietas lokal (Pingali, 2001).
Berdasarkan data Nugraha et al. (2002), jagung varietas unggul yang ditanam petani di
Indonesia telah mencapai 75% (48% besari bebas dan 27% hibrida). Dari data tersebut,
nampak bahwa sebagian besar petani jagung masih menggunakan benih jagung bersari
bebas. Hal ini dilakukan oleh petani dengan luas lahan terbatas dan pada daerah marjinal
(kurang subur) karena harga benih jagung bersari bebas yang lebih murah daripada harga
benih hibrida, atau karena benih hibrida sukar diperoleh terutama pada daerah-daerah
terpencil.

Varietas unggul yang dihasilkan dari kegiatan perbaikan populasi akan berdampak pada
peningkatan produksi dan nilai tambah usahatani jagung karena daerah produksi jagung di
Indonesia sangat beragam sifat agroklimatnya yang masing-masing membutuhkan varietas
yang sesuai. Varietas yang toleran terhadap cekaman lingkungan (penyakit, hama dan
kekeringan) merupakan komponen penting stabilitas hasil.

Penanaman satu jenis varietas dalam skala luas dan secara terus menerus menyebabkan
penurunan hasil. Program pemuliaan diarahkan untuk menghasilkan varietas yang
beradaptasi spesifik untuk iklim dan lahan tertentu. Di samping itu, pergiliran varietas perlu
dilakukan untuk melestarikan efektifitas ketahanan varietas terhadap hama/penyakit tertentu.

Varietas jagung yang dihasilkan dari perbaikan populasi perlu diuji di daerah-daerah
pertanaman jagung yang mempunyai agroklimat yang berbeda untuk mengetahui
tanggapannya pada berbagai lingkungan. Adanya interaksi genotipe dengan lingkungan akan
memperkecil kemajuan seleksi (Hallauer dan Miranda, 1981). Untuk memperkecil pengaruh
interaksi ini, evaluasi genotipe perlu dilakukan pada dua lingkungan atau lebih.

Program pemuliaan tanaman mencakup tiga tahap, yaitu : (a) pembentukan populasi dasar,
(b) perbaikan berulang populasi dasar, dan (c) pembuatan galur untuk induk pembuatan
hibrida, sintetik dari populasi dasar yang telah diperbaiki.

B. Rumusan Masalah
Apa itu pemuliaan tanaman ?
Apa tujuan dari pemuliaan tanaman ?
Bagaimana pemuliaan yang benar pada tanaman jagung ?
C. Tujuan
Agar kita lebih memahami apa itu pemuliaan tanaman serta tujuan dari pemuliaan tnaman
itu sendiri dan pemuliaan tanaman seperti apa yang benar pada tanaman jagung

BAB II PEMBAHASAN

A. PEMULIAAN TANAMAN

A. Pengertian Pemuliaan tanaman

Pemuliaan tanaman adalah kegiatan mengubah susunan genetik individu maupun populasi
tanaman untuk suatu tujuan. Pemuliaan tanaman kadang-kadang disamakan dengan
penangkaran tanaman, kegiatan memelihara tanaman untuk memperbanyak dan menjaga
kemurnian, pada kenyataannya, kegiatan penangkaran adalah sebagian dari pemuliaan.
Selain melakukan penangkaran, pemuliaan berusaha memperbaiki mutu genetik sehingga
diperoleh tanaman yang lebih bermanfaat.

Pengetahuan mengenai perilaku biologi tanaman dan pengalaman dalam budidaya tanaman
merupakan hal yang paling menentukan keberhasilan usaha pemuliaan, sehingga buku-buku
teks seringkali menyebut pemuliaan tanaman sebagai seni dan ilmu memperbaiki keturunan
tanaman demi kemaslahatan manusia.[1] Di perguruan tinggi, pemuliaan tanaman biasa
dianggap sebagai cabang agronomi (ilmu produksi tanaman) atau genetika terapan, karena
sifat multidisiplinernya.

Pelaku pemuliaan tanaman disebut pemulia tanaman. Karena pengetahuannya, seorang


pemulia tanaman biasanya juga menguasai agronomi dan genetika. Tugas pokok seorang
pemulia tanaman adalah merakit kultivar yang lebih baik:[2] memiliki ciri-ciri yang khas
dan lebih bermanfaat bagi penanamnya.

Aplikasi kultivar unggul padi dan gandum merupakan salah satu komponen penting dalam
Revolusi Hijau,[3] suatu paket penggunaan teknologi modern secara massal untuk
menggenjot produksi pangan dunia, khususnya gandum roti, jagung, dan padi. Dilihat dari
sudut pandang agribisnis, pemuliaan tanaman merupakan bagian dari usaha perbenihan yang
menempati posisi awal/hulu dari keseluruhan mata rantai industri pertanian.
B. Tujuan dalam pemuliaan tanaman
Tujuan dalam pemuliaan tanaman dapat bersifat spesifik. Tanaman di bagian kanan atas
warna daunnya menjadi merah apabila tempat tumbuhnya mengandung nitrogen dioksida.
Sifat ini dimanfaatkan untuk mendeteksi keberadaan ranjau yang melepaskan senyawa
tersebut.

Tujuan dalam program pemuliaan tanaman didasarkan pada strategi jangka panjang untuk
mengantisipasi berbagai perubahan arah konsumen atau keadaan lingkungan. Pemuliaan
padi, misalnya, pernah diarahkan pada peningkatan hasil, tetapi sekarang titik berat
diarahkan pada perakitan kultivar yang toleran terhadap kondisi ekstrem (tahan genangan,
tahan kekeringan, dan tahan lahan bergaram) karena proyeksi perubahan iklim dalam 2050
tahun mendatang. Tujuan pemuliaan akan diterjemahkan menjadi program pemuliaan.

Ada dua tujuan umum dalam pemuliaan tanaman: peningkatan kepastian terhadap hasil yang
tinggi dan perbaikan kualitas produk yang dihasilkan.[4] Peningkatan kepastian terhadap
hasil biasanya diarahkan pada peningkatan daya hasil, cepat dipanen, ketahanan terhadap
organisme pengganggu atau kondisi alam yang kurang baik bagi usaha tani, serta kesesuaian
terhadap perkembangan teknologi pertanian yang lain. Hasil yang tinggi menjamin
terjaganya persediaan bahan mentah untuk diolah lebih lanjut. Tanaman yang berumur
singkat (genjah) akan memungkinkan efisiensi penggunaan lahan yang lebih tinggi.
Ketahanan terhadap organisme pengganggu atau kondisi alam yang tidak mendukung akan
membantu pelaku usaha tani menghindari kerugian besar akibat serangan hama, penyakit,
serta bencana alam. Beberapa tanaman tertentu yang dalam usaha budidayanya melibatkan
banyak peralatan mekanik memerlukan populasi yang seragam atau khas agar dapat sesuai
dengan kemampuan mesin dalam bekerja.

Usaha perbaikan kualitas produk adalah tujuan utama kedua. Tujuan semacam ini dapat
diarahkan pada perbaikan ukuran, warna, kandungan bahan tertentu (atau penambahan serta
penghilangan substansi tertentu), pembuangan sifat-sifat yang tidak disukai, ketahanan
simpan, atau keindahan serta keunikan. Perkembangan bioteknologi di akhir abad ke-20
telah membantu pemuliaan terhadap tanaman yang mampu menghasilkan bahan pangan
dengan kandungan gizi tambahan (pangan fungsional) atau mengandung bahan pengobatan
tertentu (pharmcrops, kegiatannya dikenal sebagai crop pharming).[5]

C. Sejarah
Kegiatan pemuliaan tanaman dapat dikatakan sebagai tekanan evolusi yang sengaja
dilakukan oleh manusia. Pada masa prasejarah, pemuliaan tanaman telah dilakukan orang
sejak dimulainya domestikasi tanaman, namun dilakukan tanpa dasar ilmu yang jelas. Sisa-
sisa biji-bijian dari situs-situs peninggalan arkeologi membantu menyingkap masa
prasejarah pemuliaan tanaman. Catatan-catatan pertama dalam jumlah besar mengenai
berbagai jenis tanaman diperoleh dari karya penulis-penulis Romawi, terutama Plinius.

D. Domestikasi
Para petani pada masa-masa awal pertanian selalu menyimpan sebagian benih untuk
pertanaman berikutnya dan tanpa sengaja melakukan pemilihan (seleksi) terhadap tanaman
yang kuat karena hanya tanaman yang kuat mampu bertahan hingga panen.[6] Sifat pertama
dalam budidaya tanaman serealia (bijirin) yang termuliakan adalah ukuran bulir yang
menjadi lebih besar dan menurunnya tingkat kerontokan bulir pada tanaman budidaya
apabila dibandingkan dengan moyang liarnya.[7] Beberapa petunjuk untuk hal ini dapat
diperkirakan dari temuan sejumlah sisa bulir jelai dan einkorn di lembah Sungai Eufrat dan
Sungai Tigris (paling tua 9000 SM) serta padi di daerah aliran Sungai Yangtze.[7] Temuan
serupa untuk biji polong-polongan berasal dari India utara dan kawasan Afrika Sub-
Sahara.[7]

Perkembangan seleksi lebih lanjut telah menunjukkan kesengajaan dan terkait dengan
tingkat kebudayaan masyarakat penanam. Bulir jagung terseleksi dari teosinte yang bulirnya
keras serta terbungkus sekam, lalu menjadi jagung bertongkol namun bulirnya masih
terbungkus sekam, dan akhirnya bentuk yang berbulir tanpa sekam dan lebih mudah digiling
menjadi semakin banyak ditemukan. Beberapa petunjuk yang sama juga terlihat dari
temuan-temuan untuk bulir gandum roti dan jelai.[7] Contoh lainnya adalah munculnya padi
ketan serta jagung ketan di Asia Timur dan Asia Tenggara.[7] Hanya dari wilayah inilah
muncul jenis-jenis ketan dari delapan spesies dan menunjukkan preferensi akan sifat ini.

E. Pemuliaan pada masa pramodern


Kebudayaan Romawi Kuna (abad ke-9 SM abad ke-5 Masehi) meninggalkan banyak
tulisan mengenai keanekaragaman tanaman budidaya dan juga menyebut berbagai variasi
setiap jenis. Cato dengan De Agri Cultura[8] dan Plinius yang Tua dengan Naturalis
Historia, misalnya, memberi banyak informasi mengenai variasi tanaman dan khasiat
masing-masing bagi kesehatan.

Kitab-kitab suci dari Asia Barat, seperti Al-Qur'an,[9] juga menyebut tentang variasi pada
beberapa tanaman. Hal ini menunjukkan telah ada kesadaran dalam memilih bahan tanam
dan pemilihan kultivar tertentu dengan target konsumen yang berbeda-beda.

Pada awal milenium pertama dan paruh pertama milenium kedua telah terjadi pertukaran
komoditi pertanian yang berakibat migrasi sejumlah bahan pangan. Pisang menyebar dari
Asia Tenggara maritim ke arah barat hingga pantai timur Afrika. Berbagai tanaman rempah,
seperti merica dan ketumbar, dan tanaman "suci", seperti randu alas dan beringin, menyebar
dari India ke Nusantara. Namun demikian, pertukaran tanaman yang intensif terjadi setelah
penjelajahan orang Eropa.

F. Kolonialisme dan penyebaran tanaman "eksotik"


Bermacam-macam variasi kentang. Kentang didatangkan dari Amerika Selatan pada abad
ke-15 ke Eropa, lalu menyebar ke Asia. Meskipun penyebaran tanaman telah terjadi sebelum
kolonialisme, Zaman Penjelajahan (sejak abad ke-14) dan kolonialisme (penjajahan) yang
menyusulnya telah membawa pengaruh yang dramatis dalam budidaya tanaman.
Segera setelah orang Spanyol dan Portugis menaklukkan Amerika dan menemukan jalur laut
ke Cina, terjadi pertukaran berbagai tanaman dari Dunia Baru ke Dunia Lama, dan
sebaliknya. Kopi yang berasal Afrika, misalnya, dibawa ke Amerika dan Asia (dibawa ke
Nusantara pada abad ke-18 awal).[10] Kelak (abad ke-18) tebu juga menyebar dari Asia
Tenggara menuju Amerika tropis, seperti Karibia dan Guyana. Namun demikian, yang lebih
intensif adalah penyebaran berbagai tanaman budidaya penduduk asli Amerika ke tempat
lain: jagung, kentang, tomat, cabai, kakao, para (karet), serta berbagai tanaman buah dan
hias.

Pada abad ke-18, terjadi gelombang rasionalisasi di Eropa sebagai dampak Masa
Pencerahan. Orang-orang kaya di Eropa (dan pada tingkat tertentu juga di Cina dan Jepang)
mulai meminati koleksi tanaman eksotik dan kebun-kebun kastil mereka yang luas menjadi
tempat koleksi berbagai tanaman dari negeri asing. Pada abad ke-18 mulai berkembang
perkebunan-perkebunan monokultur (satu macam tanaman pada satu petak lahan). Berbagai
tanaman penghasil komoditi dagang utama dunia seperti tebu, teh, kopi, lada, dan tarum
dibudidayakan di berbagai tanah jajahan, termasuk Kepulauan Nusantara, tentu saja dengan
melibatkan perbudakan atau tanam paksa. Pada abad ini pula cengkeh dan pala mulai
ditanam di luar Maluku, sehingga harganya menurun dan tidak lagi menjadi rempah-rempah
yang eksklusif.

Pola pertanaman monokultur yang diterapkan pada abad ke-18 dan ke-19 di Eropa dan
perkebunan-perkebunan di berbagai negeri jajahan memakan korban dengan terjadinya dua
wabah besar: serangan hawar kentang Phytophthora infestans yang menyebabkan Wabah
Kelaparan Besar di Irlandia, Skotlandia serta beberapa wilayah Eropa lainnya sejak 1845
akibat dan hancurnya perkebunan kopi arabika dan liberika akibat serangan karat daun
Hemileia vastatrix di perkebunan dataran rendah Afrika dan Asia sejak 1861 sampai akhir
abad ke-19. Pada tahun 1880-an juga meluas wabah penyakit sereh di berbagai perkebunan
tebu dunia.[11]

Para botaniwan dan ahli pertanian kemudian segera mengambil pelajaran dari kasus-kasus
ini untuk menyediakan bahan tanam yang tahan terhadap serangan organisme pengganggu,
sekaligus memberikan hasil yang lebih baik. Usaha-usaha perbaikan mutu genetik tanaman
perkebunan mulai dilakukan pada akhir abad ke-19 di beberapa daerah koloni, termasuk
Hindia-Belanda.

Kebun penelitian gula (tebu) pertama kali didirikan di Semarang tahun 1885 (Proefstation
Midden Java), setahun kemudian didirikan pula di Kagok, Jawa Barat, dan menyusul di
Pasuruan tanggal 8 Juli 1887 (Proefstation Oost Java, POJ). Salah satu misinya adalah
mengatasi kerugian akibat penyakit sereh. Pada tahun 1905 seluruh penelitian gula/tebu
dipusatkan di Pasuruan (sekarang menjadi P3GI).[12] Berbagai klon tebu hasil lembaga
penelitian ini pernah termasuk sebagai kultivar tebu paling unggul di dunia di paruh pertama
abad ke-20, seperti POJ 2364, POJ 2878, dan POJ 3016 sehingga menjadikan Jawa sebagai
produsen gula terbesar di belahan timur bumi.[13]
Pusat penelitian karet (sekarang menjadi Pusat Penelitian Karet Indonesia) didirikan di
Sungei Putih, Sumatera Utara, oleh AVROS, dan pemuliaan para dimulai sejak 1910.[14]
AVROS juga mendirikan lembaga penelitian kelapa sawit (sekarang populer sebagai PPKS)
di Marihat, Sumatera Utara pada tahun 1911, meskipun tanaman ini sudah sejak 1848
didatangkan ke Medan/Deli dan Bogor.

G. Abad ke-20: Pemuliaan berbasis ilmu


Awal abad ke-20 menjadi titik perkembangan pemuliaan tanaman yang berbasis ilmu
pengetahuan. Perkembangan pesat dalam botani, genetika, agronomi, dan statistika tumbuh
sebagai motor utama modernisasi pemuliaan tanaman sejak awal abad ke-20 hingga 1980-
an. Mekanisasi pertanian di dunia yang meluas sejak 1950-an memungkinkan penanaman
secara massal dengan tenaga kerja minimal. Ketika biologi molekular tumbuh pesat sejak
1970-an, pemuliaan tanaman juga mengambil manfaat darinya, dan mulailah perkembangan
pemuliaan tanaman yang didukung ilmu tersebut sejak 1980-an. Bioinformatika juga
perlahan-lahan mengambil peran statistika sebagai pendukung utama dalam analisis data
eksperimen.

H. Gelombang pertama: pemuliaan konvensional


Jagung hibrida mendominasi 90% lahan jagung di Amerika Serikat pada tahun 1940. Di
Indonesia 50% lahan jagung ditanami jagung hibrida tahun 2010[15]. Penemuan kembali
Hukum Pewarisan Mendel pada tahun 1900, eksperimen terhadap seleksi atas generasi hasil
persilangan dan galur murni oleh Wilhelm Johannsen (dekade pertama abad ke-20),
peletakan dasar Hukum Hardy-Weinberg (1908 dan 1909), dan penjelasan pewarisan
kuantitatif berbasis Hukum Mendel oleh Sir Ronald Fisher pada tahun 1916 memberikan
banyak dasar-dasar teoretik terhadap berbagai fenomena yang telah dikenal dalam praktik
dan menjadi dasar bagi aplikasi ilmu dan teknologi dalam perbaikan kultivar.

Perkembangan yang paling revolusioner dalam genetika dan pemuliaan tanaman adalah
ditemukannya cara perakitan varietas hibrida pada tahun 1910-an setelah serangkaian
percobaan persilangan galur murni di Amerika Serikat sejak akhir abad ke-19 oleh Edward
M. East, George H. Shull dan Donald F. Jones yang memanfaatkan gejala heterosis.
Ditemukannya teknologi mandul jantan di tahun 1940-an semakin meningkatkan efisiensi
perakitan varietas hibrida.

Cara budidaya yang semakin efisien dan mendorong intensifikasi dalam pertanian, dengan
penggunaan pupuk kimia, pestisida, dan mekanisasi pertanian, memunculkan lahan
pertanian dengan kebutuhan benih berjumlah besar dan mulai menghasilkan "raksasa" dalam
industri perbenihan. Tumbuhnya industri perbenihan juga dimungkinkan sejak adanya
varietas hibrida karena benih yang harus dibeli petani memungkinkan industri perbenihan
untuk tumbuh. Dari sini mulai muncul pula isu perlindungan varietas tanaman. Di Amerika
Serikat muncul Dekalb dan Pioneer Hi-Bred sebagai pemain utama dalam industri benih.
Dari Eropa, wilayah yang telah memulai produksi benih setengah industrial pada abad ke-
19, muncul KWS Saat dan NPZ (Jerman), serta SW Seeds (Swedia) sebagai pemain utama
di bidang perbenihan tanaman serealia dan pakan ternak hijauan. Di Taiwan dan Jepang juga
berkembang perusahaan benih yang menguasai pasar regional Asia, seperti Sakata (Jepang)
dan Known You Seeds (Taiwan).

Seusai Perang Dunia II (PD II) perbaikan genetik gandum yang didukung Yayasan
Rockefeller di lembaga penelitian yang didanainya di Meksiko sebagai bagian dari paket
teknologi untuk melipatgandakan hasil gandum menunjukkan keberhasilan. Strategi ini,
yang dikonsep oleh Norman Borlaug, kemudian dicoba untuk diterapkan pada tanaman
pokok lain, khususnya padi dan beberapa serealia minor lainnya (seperti sorgum dan milet)
dan didukung oleh FAO. Revolusi dalam teknik bercocok tanam ini kelak dikenal secara
iinformal sebagai Revolusi Hijau. Untuk mendukung revolusi ini banyak dibentuk lembaga-
lembaga penelitian perbaikan tanaman bertaraf dunia seperti CIMMYT (di Meksiko, 1957;
sebagai kelanjutan dari lembaga milik Yayasan Rockefeller), IRRI (di Filipina, 1960),
ICRISAT (di Andhra Pradesh, India, 1972), dan CIP (di La Molina, Peru). Lembaga-
lembaga ini sekarang tergabung dalam CGIAR dan koleksi serta hasil-hasil penelitiannya
bersifat publik.

Akhir PD II juga menjadi awal berkembangnya teknik-teknik baru dalam perluasan latar
genetik tanaman. Mutasi buatan, yang tekniknya dikenal sejak 1920-an, mulai luas
dikembangkan pada tahun 1950-an sampai dengan 1970-an sebagai cara untuk
menambahkan variabilitas genetik. Pemuliaan dengan menggunakan teknik mutasi buatan
ini dikenal sebagai pemuliaan mutasi. Selain mutasi, teknik perluasan latar genetik juga
menggunakan teknik poliploidisasi buatan menggunakan kolkisin, yang dasar-dasarnya
diperoleh dari berbagai percobaan oleh Karpechenko pada tahun 1920-an. Tanaman
poliploid biasanya berukuran lebih besar dan dengan demikian memiliki hasil yang lebih
tinggi.

I. Gelombang kedua: Integrasi bioteknologi dalam pemuliaan


Daun dari kacang tanah yang telah direkayasa dengan sisipan gen cry dari Bacillus
thuringiensis (bawah) tidak disukai ulat penggerek. Gelombang bioteknologi, yang
memanfaatkan berbagai metode biologi molekuler, yang mulai menguat pada tahun 1970-an
mengimbas pemuliaan tanaman. Tanaman transgenik pertama dilaporkan hampir bersamaan
pada tahun 1983,[16] yaitu tembakau, Petunia, dan bunga matahari. Selanjutnya muncul
berbagai tanaman transgenik dari berbagai spesies lain; yang paling populer dan
kontroversial adalah pada jagung, kapas, tomat, dan kedelai yang disisipkan gen-gen toleran
herbisida atau gen ketahanan terhadap hama tertentu. Perkembangan ini memunculkan
wacana pemberian hak paten terhadap metode, gen, serta tumbuhan terlibat dalam proses
rekayasa ini. Kalangan aktivis lingkungan dan sebagian filsuf menilai hal ini kontroversial
dengan memunculkan kritik ideologis dan etis terhadap praktik ini sebagai reaksinya,
terutama karena teknologi ini dikuasai oleh segelintir perusahaan multinasional. Isu politik,
lingkungan, dan etika, yang sebelumnya tidak pernah masuk dalam khazanah pemuliaan
tanaman, mulai masuk sebagai pertimbangan baru.

Sebagai jawaban atas kritik terhadap tanaman transgenik, pemuliaan tanaman sekarang
mengembangkan teknik-teknik bioteknologi dengan risiko lingkungan yang lebih rendah
seperti SMART Breeding ("Pemuliaan SMART")[17][18] dan Breeding by Design,[19]
yang mendasarkan diri pada pemuliaan dengan penanda,[20] dan juga penggunaan teknik-
teknik pengendalian regulasi ekspresi gen seperti peredaman gen, dan kebalikannya,
pengaktifan gen.

Meskipun penggunaan teknik-teknik terbaru telah dilakukan untuk memperluas


keanekaragaman genetik tanaman, hampir semua produsen benih, baik yang komersial
maupun publik, masih mengandalkan pada pemuliaan tanaman "konvensional" dalam
berbagai programnya.

Di arah yang lain, gerakan pemuliaan tanaman "gotong-royong" atau partisipatif


(participatory plant breeding) juga menjadi jawaban atas kritik hilangnya kekuasaan petani
atas benih. Gerakan ini tidak mengarah pada perbaikan hasil secara massal, tetapi lebih
mengarahkan petani, khususnya yang masih tradisional, untuk tetap menguasai benih yang
telah mereka tanam secara turun-temurun sambil memperbaiki mutu genetiknya. Perbaikan
mutu genetik tanaman ditentukan sendiri arahnya oleh petani dan pemulia membantu
mereka dalam melakukan programnya sendiri.[21] Istilah "gotong-royong" (participatory)
digunakan untuk menggambarkan keterlibatan semua pihak (petani, LSM, pemulia, dan
pedagang benih) dalam kegiatan produksi benih dan pemasarannya. Gerakan ini sangat
memerlukan dorongan dari organisasi non-pemerintah (LSM), khususnya pada masyarakat
tidak berorientasi komersial.

J. Strategi dasar pemuliaan tanaman


Pemuliaan tanaman mencakup tindakan penangkaran koleksi bahan/material pemuliaan
(dikenal pula sebagai plasma nutfah atau germplasms), penciptaan kombinasi sifat-sifat baru
(biasanya melalui persilangan yang intensif), dan seleksi terhadap bahan yang dimiliki.
Semua tindakan ini dilakukan setelah tujuan spesifik program pemuliaan ditentukan
sebelumnya.[22]

K. Koleksi plasma nutfah


Plasma nutfah adalah bahan baku dasar pemuliaan karena di sini tersimpan berbagai
keanekaragaman sifat yang dimiliki oleh masing-masing nomor koleksi (aksesi). Tanpa
keanekaragaman, perbaikan sifat tidak mungkin dilakukan. Usaha pencarian plasma nutfah
baru berarti eksplorasi ke tempat-tempat yang secara tradisional menjadi pusat
keanekaragaman hayati (atau hutan) atau dengan melakukan pertukaran koleksi. Lembaga-
lembaga publik seperti IRRI dan CIMMYT menyediakan koleksi plasma nutfah bagi publik
secara bebas bea, namun untuk kepentingan bisnis diatur oleh perjanjian antara pihak-pihak
yang terkait.

L. Peningkatan keragaman (variabilitas) genetik


Apabila aksesi tidak ada satu pun yang memiliki suatu sifat yang diinginkan, pemulia
tanaman melakukan beberapa cara untuk merakit individu yang memiliki sifat ini. Beberapa
cara yang dapat dilakukan adalah introduksi bahan koleksi, persilangan, manipulasi
kromosom, mutasi dengan paparan radioaktif atau bahan kimia tertentu, penggabungan
(fusi) protoplas/inti sel, manipulasi urutan gen, transfer gen, dan manipulasi regulasi gen.
Empat cara yang disebut terakhir kerap dianggap sebagai bagian dari bioteknologi pertanian
(green biotechnology). Tiga cara yang terakhir adalah bagian dari rekayasa genetika dan
dianggap sebagai "pemuliaan tanaman molekular" karena menggunakan metode-metode
biologi molekular.[23]

M. Introduksi
Mendatangkan bahan tanam dari tempat lain (introduksi) merupakan cara paling sederhana
untuk meningkatkan keragaman (variabilitas) genetik. Seleksi penyaringan (screening)
dilakukan terhadap koleksi plasma nutfah yang didatangkan dari berbagai tempat dengan
kondisi lingkungan yang berbeda-beda. Pengetahuan tentang pusat keanekaragaman
(diversitas) tumbuhan penting untuk penerapan cara ini. Keanekaragaman genetik untuk
suatu spesies tidaklah sama di semua tempat di dunia. N.I. Vavilov, ahli botani dari Rusia,
memperkenalkan teori "pusat keanekaragaman" (centers of origin) bagi keanekaragaman
tumbuhan.

Contoh pemuliaan yang dilakukan dengan cara ini adalah pemuliaan untuk berbagai jenis
tanaman buah asli Indonesia, seperti durian dan rambutan, atau tanaman pohon lain yang
mudah diperbanyak secara vegetatif, seperti ketela pohon dan jarak pagar. Introduksi dapat
dikombinasi dengan persilangan.

N. Persilangan
Malai padi dibungkus dengan kertas pelindung untuk mencegah penyerbukan yang tidak
dikehendaki. Persilangan masih menjadi tulang punggung industri perbenihan sampai saat
ini. Persilangan merupakan cara yang paling populer untuk meningkatkan variabilitas
genetik, bahkan sampai sekarang karena murah, efektif, dan relatif mudah dilakukan.
Berbagai galur hasil rekayasa genetika pun biasanya masih memerlukan beberapa kali
persilangan untuk memperbaiki penampilan sifat-sifat barunya.

Pada dasarnya, persilangan adalah manipulasi komposisi gen dalam populasi. Keberhasilan
persilangan memerlukan prasyarat pemahaman akan proses reproduksi tanaman yang
bersangkutan (biologi bunga). Berbagai macam skema persilangan telah dikembangkan
(terutama pada pertengahan abad ke-20) dan menghasilkan sekumpulan metode pemuliaan
yang telah diterapkan pada berbagai perusahaan perbenihan.

Walaupun secara teknis relatif mudah, keberhasilan persilangan perlu mempertimbangkan


ketepatan waktu berbunga (sinkronisasi), keadaan lingkungan yang mendukung,
kemungkinan inkompatibilitas, dan sterilitas keturunan. Keterampilan teknis dari petugas
persilangan juga dapat berpengaruh pada keberhasilan persilangan. Pada sejumlah tanaman,
seperti jagung, padi, dan Brassica napus (rapa), penggunaan teknologi mandul jantan dapat
membantu mengurangi hambatan teknis karena persilangan dapat dilakukan tanpa bantuan
manusia.

Semua varietas unggul padi, jagung, dan kedelai yang ditanam di Indonesia saat ini dirakit
melalui persilangan yang diikuti dengan seleksi. Perkembangan dalam biologi molekular
memunculkan metode-metode pemuliaan baru yang dibantu dengan penanda genetik dan
dikenal sebagai pemuliaan dengan penanda.

O. Manipulasi kromosom
Yang termasuk dalam cara ini adalah semua manipulasi ploidi, baik poliploidisasi
(penggandaan genom) maupun pengubahan jumlah kromosom. Gandum roti dikembangkan
dari penggabungan tiga genom spesies yang berbeda-beda. Semangka tanpa biji
dikembangkan dari persilangan semangka tetraploid dengan semangka diploid. Pengubahan
jumlah kromosom (seperti pembuatan galur trisomik atau monosomik) biasanya dilakukan
sebagai alat analisis genetik untuk menentukan posisi gen-gen yang mengatur sifat tertentu.
Galur dengan jumlah kromosom yang tidak berimbang seperti itu mengalami hambatan
dalam pertumbuhannya.

P. Pemuliaan dengan bantuan mutasi


Pemuliaan tanaman dengan bantuan mutasi (dikenal pula sebagai pemuliaan tanaman
mutasi) adalah teknik yang pernah cukup populer untuk menghasilkan variasi-variasi sifat
baru. Teknik ini pertama kali diterapkan oleh Stadler pada tahun 1924[24] tetapi prinsip-
prinsip pemanfaatannya untuk pemuliaan tanaman diletakkan oleh ke Gustafsson dari
Swedia.[24] Tanaman dipaparkan pada sinar radioaktif dari isotop tertentu (biasanya kobal-
60) dengan dosis rendah sehingga tidak mematikan tetapi mengubah sejumlah basa DNA-
nya. Mutasi pada gen akan dapat mengubah penampilan tanaman. Pada tanaman yang dapat
diperbanyak secara vegetatif, induksi jaringan kimera sudah cukup untuk menghasilkan
kultivar baru. Pada tanaman yang diperbanyak dengan biji, mutasi harus terbawa oleh sel-sel
reproduktif, dan generasi selanjutnya (biasa disebut M2, M3, dan seterusnya) diseleksi.

Pemuliaan mutasi sejak akhir abad ke-20 telah dilakukan pula dengan melakukan mutasi
pada jaringan yang dibudidayakan (kultur jaringan) atau dengan bantuan teknik TILLING.
TILLING membantu mutasi secara lebih terarah sehingga hasilnya lebih dapat
diramalkan.[25]

Q. Manipulasi gen dan ekspresinya


Metode-metode yang melibatkan penerapan genetika molekular masuk dalam kelompok ini,
seperti teknologi antisense, peredaman gen (termasuk interferensi RNA), rekayasa gen, dan
overexpression. Meskipun teknik-teknik ini telah diketahui berhasil diterapkan dalam skala
percobaan, belum ada kultivar komersial yang dirilis dengan cara-cara ini.

R. Transfer gen

Alat biolistik untuk transfer gen


Transfer gen sebagai alat untuk menghasilkan keragaman genetik tanaman mulai
dikembangkan sejak 1980-an, setelah orang menemukan enzim endonuklease restriksi dan
mengetahui cara menyisipkan fragmen DNA organisme asing ke dalam kromosom
penerima, dan diciptakannya alat sekuensing DNA. Teknik transfer gen juga memerlukan
keterampilan dalam budidaya jaringan untuk mendukung proses ini. Karena memerlukan
biaya sangat tinggi, hanya industri agrokimia yang sanggup menggunakan metode ini.
Akibat dari hal ini berkembanglah isu "penguasaan gen" sebagai isu politik baru karena gen-
gen "buatan" dan kultivar yang dihasilkan dikuasai oleh segelintir perusahaan multinasional
besar.

Dalam transfer gen, fragmen DNA dari organisme lain (baik mikroba, hewan, atau
tanaman), atau dapat pula gen sintetik, disisipkan ke dalam tanaman penerima dengan
harapan gen "baru" ini akan terekspresi dan meningkatkan keunggulan tanaman tersebut.
Strategi pemuliaan ini banyak mendapat penentangan dari kelompok-kelompok lingkungan
karena kultivar yang dihasilkan dianggap membahayakan lingkungan jika dibudidayakan.
Penyisipan gen dilakukan melalui berbagai cara: transformasi dengan perantara bakteri
penyebab puru tajuk Agrobacterium (terutama untuk tanaman non-monokotil), elektroporasi
terhadap membran sel, biobalistik (penembakan partikel), dan transformasi dengan perantara
virus.

S. Identifikasi dan seleksi terhadap bahan pemuliaan


Penyaringan adalah salah satu cara mengidentifikasi sifat yang dimiliki bahan pemuliaan.
Galur di sebelah kanan rentan terhadap kegaraman tinggi, sedangkan di sebelah kiri toleran.

Bahan atau materi pemuliaan dengan keanekaragaman yang luas selanjutnya perlu
diidentifikasi sifat-sifat khas yang dibawanya, diseleksi berdasarkan hasil identifikasi sesuai
dengan tujuan program pemuliaan, dan dievaluasi kestabilan sifatnya sebelum dinyatakan
layak dilepas kepada publik. Dalam proses ini penguasaan berbagai metode percobaan,
metode seleksi, dan juga "naluri" oleh seorang pemulia sangat diperlukan.

T. Identifikasi keunggulan
Usaha perluasan keanekaragaman akan menghasilkan banyak bahan yang harus
diidentifikasi. Pertimbangan sumber daya menjadi faktor pembatas dalam menguji banyak
bahan pemuliaan. Di masa lalu identifikasi dilakukan dengan pengamatan yang
mengandalkan naluri seorang pemulia dalam memilih beberapa individu unggulan. Program
pemuliaan modern mengandalkan rancangan percobaan yang diusahakan seekonomis tetapi
seakurat mungkin. Percobaan dapat dilakukan di laboratorium untuk pengujian
genotipe/penanda genetik atau biokimia, di rumah kaca untuk penyaringan ketahanan
terhadap hama atau penyakit, atau lingkungan di bawah optimal, serta di lapangan terbuka.
Tahap identifikasi dapat dilakukan terpisah maupun terintegrasi dengan tahap seleksi.

U. Seleksi
Banyak metode seleksi yang dapat diterapkan, penggunaan masing-masing ditentukan oleh
berbagai hal, seperti moda reproduksi (klonal, berpenyerbukan sendiri, atau silang),
heritabilitas sifat yang menjadi target pemuliaan, serta ketersediaan biaya dan fasilitas, serta
jenis kultivar yang akan dibuat.

Tanaman yang dapat diperbanyak secara klonal merupakan tanaman yang relatif mudah
proses seleksinya. Keturunan pertama hasil persilangan dapat langsung diseleksi dan dipilih
yang menunjukkan sifa-sifat terbaik sesuai yang diinginkan.
Seleksi massa dan seleksi galur murni dapat diterapkan terhadap tanaman dengan semua
moda reproduksi. Hasil persilangan tanaman berpenyerbukan sendiri yang tidak
menunjukkan depresi silang-dalam seperti padi dan gandum dapat pula diseleksi secara
curah (bulk). Teknik modifikasi seleksi galur murni yang sekarang banyak dipakai adalah
keturunan biji tunggal (single seed descent, SSD) karena dapat menghemat tempat dan
tenaga kerja.

Terhadap tanaman berpenyerbukan silang atau mudah bersilang, seleksi berbasis nilai
pemuliaan (breeding value) dianggap yang paling efektif. Berbagai metode, seperti seleksi
"tongkol-ke-baris" (beserta modifikasinya), seleksi saudara tiri, seleksi saudara kandung,
dan seleksi saudara kandung timbal-balik (reciprocal selection), diterapkan apabila tanaman
memenuhi syarat perbanyakan seperti ini. Metode seleksi timbal-balik yang berulang
(recurrent reciprocal selection) adalah program seleksi jangka panjang yang banyak
diterapkan perusahaan-perusahaan besar benih untuk memperbaiki lungkang gen (gene pool)
yang mereka miliki. Dua atau lebih lungkang gen perlu dimiliki dalam suatu program
pembuatan varietas hibrida.

Penggunaan penanda genetik sangat membantu dalam mempercepat proses seleksi. Apabila
dalam pemuliaan konvensional seleksi dilakukan berdasarkan pengamatan langsung
terhadap sifat yang diamati, aplikasi pemuliaan tanaman dengan penanda (genetik)
dilakukan dengan melihat hubungan antara alel penanda dan sifat yang diamati. Agar supaya
teknik ini dapat dilakukan, hubungan antara alel/genotipe penanda dengan sifat yang diamati
harus ditegakkan terlebih dahulu.

V. Evaluasi (pengujian)
Bahan-bahan pemuliaan yang telah terpilih harus dievaluasi atau diuji terlebih dahulu dalam
kondisi lapangan karena proses seleksi pada umumnya dilakukan pada lingkungan terbatas
dan dengan ukuran populasi kecil. Evaluasi dilakukan untuk melihat apakah keunggulan
yang ditunjukkan sewaktu seleksi juga dipertahankan dalam kondisi lahan pertanian terbuka
dan dalam populasi besar. Selain itu, bahan pemuliaan terpilih juga akan dibandingkan
dengan kultivar yang sudah lebih dahulu dirilis. Calon kultivar yang tidak mampu
mengungguli kultivar yang sudah lebih dahulu dirilis akan dicoret dalam proses ini. Apabila
bahan pemuliaan lolos tahap evaluasi, ia akan dipersiapkan untuk dirilis sebagai kultivar
baru.

Dalam praktik, biasanya ada tiga jenis evaluasi atau pengujian yang diterapkan sebelum
suatu kultivar dilepas, yaitu uji pendahuluan (melibatkan 20-50 bahan pemuliaan terseleksi),
uji daya hasil pendahuluan (maksimum 20), dan uji multilingkungan/multilokasi (atau uji
daya hasil lanjutan, biasanya kurang dari 10). Semakin lanjut tahap pengujian, ukuran plot
percobaan semakin besar. Setiap negara memiliki aturan tersendiri mengenai bakuan untuk
masing-masing jenis pengujian dan jenis tanaman.

Calon kultivar yang akan dirilis/dilepas ke publik diajukan kepada badan pencatat
(registrasi) perbenihan untuk disetujui pelepasannya setelah pihak yang akan merilis
memberi informasi mengenai ketersediaan benih yang akan diperdagangkan.
Perbenihan

Benih kultivar unggul yang dirilis dikuasai oleh pemulia yang merakitnya dan hak ini
dinamakan "perlindungan varietas" atau "hak pemulia" (breeder's right). Benih di tangan
pemulia disebut benih pemulia ("breeder seed") dan terbatas jumlahnya. Benih pemulia
tersedia hanya terbatas dan perbanyakannya sepenuhnya dikontrol oleh pemulia.

W. Penyempitan keanekaragaman genetik


Penyempitan keanekaragaman genetik merupakan isu mendasar yang telah disuarakan dan
disadari sejak awal pemuliaan tanaman modern. Akibat fokus pada peningkatan produksi
dan mutu hasil, sebagian kecil variasi genetik mendominasi pertanaman. Seleksi yang
dilakukan dalam program pemuliaan tanaman mengakibatkan sempitnya keragaman genetik
tanaman yang dibudidayakan. Keadaan diperparah dengan sedikitnya pilihan kultivar yang
ditanam petani karena tuntutan konsumen akan keseragaman produk. Tanaman menjadi
mudah terserang hama dan penyakit, karena organisme pengganggu lebih tinggi plasitisitas
fenotipiknya daripada tanaman budidaya. Beberapa wabah besar telah terjadi akibat hal ini,
seperti hawar kentang, hawar jagung, dan tungro pada padi (lewat perantara wereng coklat).
Suatu kajian terhadap kandungan gizi sejumlah kultivar tanaman sayuran kebun dari tahun
1950 sampai 1999 menunjukkan efek kompensasi penurunan sejumlah kandungan gizi
akibat fokus diberikan kepada hasil, termasuk 6% protein dan 38% riboflavin (vitamin
B2).[28] Sempitnya latar belakang genetik juga akan menyebabkan stagnasi dalam program
pemuliaan. Untuk mengatasi hal ini, program pemuliaan modern memasukkan persilangan
dengan kerabat jauh atau bahkan spesies yang berbeda untuk memperluas variabilitas. Selain
itu, persyaratan kestabilan penampilan untuk sejumlah spesies tanaman diperlunak sehingga
kultivar yang bersifat spesifik lokasi juga dapat disetujui untuk dirilis.

JENIS-JENIS PEMULIAAN TANAMAN


Organisme yang dikategorikan bibit unggul bercirikan:
1. Masa pertumbuhan pendek (cepat menghasilkan)
2. Tahan hama dan penyakit
3. Produksi tinggi dan rasanya enak
4. Adaptif terhadap kondisi lingkungan
5. Masa produksi lama

Usaha yang dapat dilakukan untuk memperoleh bibit unggul:


1. Seleksi massa
Seleksi massa (dalam pemuliaan tanaman) atau seleksi individu (dalampemuliaan
hewan) adalah salah satu metode seleksi yang tertua untuk memilihbahan tanam yang lebih
baik pada generasi berikut. Dalam program pemuliaan, seleksi ini juga merupakan yang
paling sederhana dan banyak pemulia hanya mengandalkan nalurinya dalam menjalankan
metode ini, meskipun dasar ilmiahuntuk pelaksanaannya sudah tersedia.
Dalam praktik sehari-hari, pemulia mengamati penampilan fenotipe setiap individu
dalam suatu populasi lalu memilih individu yang akan dipelihara keturunannya kelak.
Praktik yang demikian juga disebut seleksi massa positif. Seleksi massa negatif (disebut
juga roguing) juga dapat dilakukan, terutama untuk memelihara kemurnian sifat suatu
populasi: individu-individu yang menyimpang dari penampilan normal dibuang.
Kalangan pemuliaan tanaman menamakan seleksi massa karena biasanya cara seleksi ini
dilakukan terhadap ukuran populasi yang besar dalam pertanaman di ladang. Pemuliaan
hewan mengistilahkan sebagai seleksi individu karena seleksi didasarkan atas dasar
penampilan individu, bukan kerabat dari individu tersebut.
Kemajuan seleksi dalam seleksi massa adalah yang terbesar dari semua metode seleksi
yang ada, namun harus memerhatikan beberapa hal. Latar belakang lingkungan harus
dipertimbangkan dalam melakukan seleksi massa karena seleksi didasarkan dengan fenotipe.
Masalah lainnya adalah apabila suatu sifat tidak dapat diamati langsung pada suatu individu,
seperti produksi susu per hari dari sapi pejantan. Untuk mengatasinya, metode seleksi
berbasis kerabat perlu dilakukan. Penggunaan seleksi dengan penanda (marker-assisted
selection) berpotensi menghilangkan masalah-masalah ini.

2. Hibridisasi
Hibridisasi merupakan suatu perkawinan silang antara berbagai jenis spesies pada setiap
tanaman. Yang mempunyai tujuan untuk memperoleh organisme dengan sifat-sifat yang
diinginkan dan dapat berfariasi jenisnya. Pad peristiwa hibridisasi akan memperoleh
kombinasi genetikyang diperoleh melalui persilangan dua atau lebih tetua yang berbeda
genotipnya. Emaskulasi atau sering disebut kastrasi merupakan pengambilan tepung sari
pada kelamin jantan agar tidak terjadi penyerbukan sendiri. Dalam proses pengambilan
tepung sari tersebut dilakukan pada saat sebelum kepala putik masak agar lebih menjaga dan
memperkecil kemungkinan terjadinya penyerbukan.
Dalam dunia pertanian dan dalam sub ilmu pemuliaan tanaman khususnya ada yang di
namakan dengan kastrasi dan hibridisasi tanaman. Kastrasi dan hibridisasi adalah teknik
yang digunakan oleh para pemulia yaitu orang yang berusaha untuk memperbanyak tanaman
dalam lingkup pemuliaan tanaman untuk meningkatkan produktifitas dari tanaman yang
dimuliakan, kastrasi disinimerupakan proses untuk menghilangkan kelamin jantan dari suatu
bunga pada tanaman untuk menghindari atau mencegah terjadinya penyerbukkan sendiri.
Kastrasi digunakan agar tanaman itu tidak menyerbuk sendiri, jika suatu tanaman
menyerbuk sendiri secara terus menerus mungkin dari filal juga tidak bisa optimal dalam hal
produksinya.Pemuliaan adalah suatu cara yang sistematik merakit keragaman genetik
menjadi suatu bentuk yang bermanfaat bagi manusia. Dalam proses ini diperlukan bahan
baku berupa keanekaragaman genetik (plasma nutfah) yang tesedia di alam. Untuk
pemuliaan tanaman dan hewan, peranan penelitian untuk mendapatkan bibit unggul adalah
sangat penting.

3. Mutasi
Pada dasarnya proses evolusi pada tanaman berlangsung secara terus menerus di alam.
Oleh karena itu banyak orang yang beranggapan bahwa keragaman dari tanaman pada saat
ini merupakan hasil proses mutasi. Mutasi merupakan perubahan materi genetic sel tunggal
maupun kumpulan kromosom. Proses mutasi ini dapat terjadi di semua bagian pada
tumbuhan, terutama pada bagian yang sedang aktif untuk tumbuh (mengalami pembelahan
sel).
Mutasi gen dapat terjadi dua arah, yakni dari dominan ke resesif maupun sebaliknya.
Namun mutasi gen ini lebih sering terjadi disbanding gen dominan. Bila gen dominan
heterozigot mengalami mutasi, maka akan langsung dapat diketahui perubahannya. Namun
unutk gen dominan heterozigot yang hanya satu mengalami mutasi, baru dapat dilihat
perubahan yang akan terjadi, dan dapat dilihat perubahannya pada keturunannya.

4. Kultur jaringan
Kultur jaringan tanaman adalah suatu metode atau teknik mengisolasi bagian tanaman
(protoplasma, sel, jaringan, dan organ) dan menumbuhkannya pada media buatan dalam
kondisi aseptik di dalam ruang yang terkontrol sehingga bagian-bagian tanaman tersebut
dapat tumbuh dan berkembang menjadi tanaman lengkap. Penggunaan teknik kultur jaringan
pada awalnya hanya untuk membuktikan teori totipotensi (total genetic potential) yang
dikemukakan oleh Schleiden dan Schwann (1838) yang menyatakan bahwa sel tanaman
sebagai unit terkecil dapat tumbuh dan berkembang apabila dipelihara dalam kondisi yang
sesuai. Saat ini teknik kultur jaringan digunakan bukan hanya sebagai sarana untuk
mempelajari aspek-aspek fisiologi dan biokimia tanaman saja, tetapi sudah berkembang
menjadi metoda untuk berbagai tujuan seperti:
Mikropropagasi (perbanyakan tanaman secara mikro)
Teknik kultur jaringan telah digunakan dalam membantu produksi tanaman dalam skala
besar melalui mikropropagasi atau perbanyakan klonal dari berbagai jenis tanaman. Jaringan
tanaman dalam jumlah yang sedikit dapat menghasilkan ratusan atau ribuan tanaman secara
terus menerus.
Teknik ini telah digunakan dalam skala industri di berbagai negara untuk memproduksi
secara komersial berbagai jenis tanaman seperti tanaman hias (anggrek, bunga potong, dll.),
tanaman buah-buahan (seperti pisang), tanaman industri dan kehutanan (kopi, jati, dll).
Dengan menggunakan metoda kultur jaringan, jutaan tanaman dengan sifat genetis yang
sama dapat diperoleh hanya dengan berasal dari satu mata tunas. Oleh karena itu metoda ini
menjadi salah satu alternatif dalam perbanyakan tanaman secara vegetatif.

Perbaikan tanaman
Dalam usaha perbaikan tanaman melalui metoda pemuliaan secara konvensional, untuk
mendapatkan galur murni diperlukan waktu enam sampai tujuh generasi hasil penyerbukan
sendiri maupun persilangan. Melalui teknik kultur jaringan, dapat diperoleh tanaman
homosigot dalam waktu singkat dengan cara memproduksi tanaman haploid melalui kultur
polen, antera atau ovari yang diikuti dengan penggandaan kromosom. Tanaman homosigot
ini dapat digunakan sebagai bahan pemuliaan tanaman dalam rangka perbaikan sifat
tanaman.
Produksi tanaman yang bebas penyakit (virus)
Teknologi kultur jaringan telah memberikan kontribusinya dalam mendapatkan tanaman
yang bebas dari virus. Pada tanaman yang telah terinfeksi virus, sel-sel pada tunas ujung
(meristem) merupakan daerah yang tidak terinfeksi virus. Dengan cara mengkulturkan
bagian meristem akan diperoleh tanaman yang bebas virus.
Transformasi genetik
Teknik kultur jaringan telah menjadi bagian penting dalam membantu keberhasilan
rekayasa genetika tanaman (transfer gen). Sebagai contoh transfer gen bakteri (seperti
gen cry dariBacillus thuringiensis) ke dalam sel tanaman akan terekspresi setelah regenerasi
tanaman transgeniknya tercapai.

Secara umum, tujuan pemuliaan tanaman dititikberatkan dalam dua hal berikut.
a) Melakukan peningkatan terhadap kualitas tanaman yang akan dihasilkan, umumnya
diarahkan pada perbaikan ukuran, warna, kandungan bahan tertentu, membuang sifat-sifat
yang tidak diinginkan, tahan disimpan, serta keunikan dari tanama tersebut.
b) Melakukan peningkatan terhadap hasil, umumnya diarahkan pada peningkatan daya hasil,
ketahanan terhadap hama dan penyakit serta lingkungan yang tidak mendukung, daya
tumbuh tanaman yang kuat, dan kesesuain terhadap teknologi pertanian yang lain.

Pemuliaan tanaman dibedakan menjadi pemuliaan klasik (konvensional) dan pemuliaan


monokuler. Salah satu contoh pemuliaan konvensional adalah melalui kawin silang
sedangkan salah satu contoh pemuliaan monokuler adalah melalui mutasi buatan (radiasi).
1. Kawin silang (bastar)
Kawin silang merupakan penerapan teknologi di bidang reproduksi yang paling
sederhana, karena kita tinggalkan mengawinkan indukan unggul yang seperti kita inginkan.
Contoh hasil penerapan teknologi dengan metode kawin silang yang sering kita jumpai yaitu
jagung hibrida, sapi potong dll.

2. Mutasi buatan (radiasi)


Pemuliaan dengan menggunakan teknik mutasi buatan ini dikenal sebagai pemuliaan
mutasi. Selain mutasi, teknik perluasan latar genetik juga menggunakan
teknik poliploidisasi buatan menggunakan kolkisin, yang dasar-dasarnya diperoleh dari
berbagai percobaan oleh Karpechenko pada tahun 1920-an. Tanaman poliploid biasanya
berukuran lebih besar dan dengan demikian memiliki hasil yang lebih tinggi.

B. Pemuliaan Tanaman jaggung

Konstitusi Genetik Tanaman Menyerbuk Silang

Konstitusi genetik tanaman menyerbuk silang berada dalam keadaan heterosigot dan
heterogenus, sebab terjadi persilangan antara anggota populasi, sehingga populasi
merupakan pool hibrida. Pada populasi terjadi kumpulan gen, yang merupakan total
informasi genetik yang dimiliki oleh anggota populasi dari suatu organisme yang
berproduksi secara seksual. Kumpulan gen ini akan terjadi rekombinasi antar gamet,
masing-masing gamet mempunyai peluang yang sama untuk bersatu dengan gamet yang
lainnya. Persilangan demikian disebut kawin acak (random mating). Dalam Individu
tanaman populasi menyerbuk silang ini terdapat kemungkinan adanya suatu lokus yang
homosigot tetapi pada lokus lainnya heterosigot. Hal ini terjadi karena jumlah rekombinasi
gen hampir tidak terbatas sehingga tiap-tiap individu tanaman dalam suatu populasi
memiliki genotipe yang berbeda. Pembentukan rekombinasi gen ini akan sama dari suatu
generasi ke generasi berikutnya sebagaimana kaidah Hardy Weinberg yang dikenal dengan
prinsip Keseimbangan Hardy Weinberg sebagai berikut: Frekuensi gen-gen dalam
suatu populasi kawin acak yang jumlah anggotanya tidak terhingga akan tetap konstan dari
generasi ke generasi. Keseimbangan ini dapat berubah apabila terdapat seleksi, tidak terjadi
kawin acak, migrasi, ada mutasi dan jumlah tanaman sedikit.

Penyerbukan sendiri atau silang dalam pada tanaman menyerbuk silang akan mengakibatkan
terjadinya segregasi pada lokus yang heterosigot, frekuensi genotipe yang homosigot
bertambah dan genotipe heterosigot berkurang, hal ini akan menyebabkan penurunan vigor
dan produktivitas tanaman, atau disebut juga depresi silang dalam. Homosigositas paling
cepat didapat dengan melalui silang diri (selfing).
Progeni tanaman yang diserbuk sendiri ditandai dengan simbol S1, sedangkan S2 adalah
progeni S1 yang diserbuk sendiri, dan seterusnya. Simbol x kadang-kadang digunakan untuk
menunjukkan biji hasil penyerbukan sendiri. Pada gambar 1. dapat terlihat bahwa melalui
penyerbukan sendiri, pada generasi 8 telah tercapai keadaan homosigositas 100 persen
(dengan peluang 99,6%), yang berarti telah terbentuk galur murni. Namun ada kalanya
terjadi apa yang disebut segregasi lambat, sehingga karakter yang ditentukan oleh gen
resesif baru nampak pada generasi lanjut. Hal ini terlihat pada penurunan hasil biji dengan
silang diri yang masih terus berlangsung walaupun sudah mencapai generasi lanjut. Pada
hasil biji, penurunan hasil terus berlanjut dengan silang diri terus menerus. Pada generasi 6 -
10 penurunan hasil 53% dan pada generasi 25 - 30 penurunan mencapai 79% (Hallauer dan
Miranda, 1987). Galur-galur murni tersebut pada umumnya telah stabil dalam karakter
morfologi dan fisiologi, sehingga tidak akan terjadi lagi kehilangan vigor, dengan demikian
dapat dikatakan genotipenya dapat dipertahankan sampai waktu yang tidak terbatas.
Gambar 1. Persentase homosigositas pada generasi berurutan melalui penyerbukan
sendiri dan perkawinan sedarah (Sumber: Poehlman dan Sleper (1995).

Efek dari silang dalam (inbreeding) pada tanaman yaitu:

1. Timbul keragaman fenotipe, penampilan tanaman kurang baik dibandingkan


tanaman asalnya seperti hasil yang lebih rendah, tanaman lebih pendek, defisiensi
klorofil yang nampak dengan timbulnya noda-noda pada daun sampai pada
keseluruhan tanaman. Sifat lain yang jarang terjadi yaitu timbulnya endosperm yang
tidak berguna dan resistensi terhadap beberapa penyakit seperti karat, hawar dan
bercak daun Helminthosporium dan sebagainya. Adanya keragaman sangat berguna
untuk memilih tanaman yang dikehendaki.
2. Silang dalam beberapa generasi akan mengakibatkan adanya perbedaan antara galur,
dan antara tanaman dalam galur makin seragam.
3. Ciri utama akibat silang dalam adalah berkurangnya vigor tanaman yang diikuti
dengan pengurangan hasil, dan ini berhubungan erat dengan pengurangan tinggi
tanaman, panjang tongkol, dan beberapa karakter lain. Pengurangan hasil akan
berlangsung terus meskipun pengurangan ukuran tanaman sudah tidak nampak.
4. Adanya perbaikan dalam populasi dan perbaikan galur (recycle breeding)
penampilan galur semakin baik, dapat diperoleh galur yang hasilnya dapat mencapai
2 - 4 t ha-1. Tanaman tegap, daun hijau, toleran rebah, tahan hama dan penyakit.

C. Sumber Genetik

Plasmanutfah merupakan sumber gen yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan


keragaman tanaman, sehingga ada peluang untuk memperbaiki karakter suatu populasi dan
untuk membentuk varietas jagung. Indonesia miskin plasmanutfah jagung sehingga dalam
pemuliaan jagung perlu menjalin kerjasama internasional untuk memperluas plasmanutfah
kita. Tanpa adanya plasmanutfah yang mengandung gen-gen baik, pemuliaan tanaman tidak
dapat maju. Untuk memperbesar keragaman genetik perlu adanya introduksi varietas/galur
dari luar negeri dan koleksi dari pusat-pusat produksi di dalam negeri. Koleksi ini harus
tetap dilestarikan dan dilakukan karakterisasi sehingga sewaktu-waktu dapat digunakan
dalam program pemuliaan. CIMMYT (Mexico) merupakan sumber utama plasma nutfah
dengan potensi hasil yang tinggi dan tahan terhadap beberapa penyakit daun.

Dari koleksi plasma nutfah yang merupakan sumber gen karakter tertentu, dikembangkan
pool gen (gen pool) yang merupakan campuran/komposit dari varietas-varietas bersari
bebas, sintetik, komposit, dan hibirida. Pool gen ini mengandung gen-gen yang diinginkan
yang mungkin frekuensinya masih rendah. Varietas atau hibrida hasil suatu program dapat
dimasukkan ke dalam pool yang telah ada (Subandi et al., 1988). Sebagai bahan untuk
pembentukan varietas sintetik diperlukan galur-galur inbrida yang memiliki daya gabung
baik sedangkan untuk varietas komposit diperlukan galur yang berdaya gabung umum yang
baik dan atau varietas yang memiliki variabilitas genetik yang luas.

D. Pembentukan dan Perbaikan Populasi Dasar

Pembentukan populasi dasar didahului dengan pemilihan plasma nutfah untuk menentukan
potensi perbaikan genetik secara maksimum sesuai dengan yang diharapkan dari program
pemuliaan, sedangkan cara atau prosedur pemuliaan yang dipakai menentukan berapa dari
potensi maksimum ini bisa dicapai. Populasi dasar jagung yang digunakan di Balittan
Malang pada seleksi untuk hasil tinggi yaitu MC.B, MC.C, dan MC.D; seleksi untuk
ketahanan terhadap penyakit busuk pelepah yaitu Arjuna, Rama dan Pop.28; seleksi untuk
umur genjah yaitu MC.A, MC.F, ACER, dan Pop.31; dan seleksi untuk toleran terhadap
kekeringan yaitu Pool-2 dan Malang Komposit-9.

Untuk mendapatkan populasi superior, perbaikan populasi dilakukan secara kontinyu


melalui perbaikan dalam populasi (Intra population improvement) dan perbaikan antar
poopulasi (interpopulation improvement). Seleksi dalam populasi bertujuan memperbaiki
populasi secara langsung, sedangkan seleksi antar populasi bertujuan memperbaiki
persilangan antar populasi atau memperbaiki galur hibrida yang berasal dari dua populasi
terpilih secara resiprok. Prinsip dasar dalam perbaikan populasi, yaitu meningkatkan
frekuensi gen baik (desirable genes) sehingga akan meningkatkan rerata populasi untuk
karakter yang ditentukan. Seleksi berulang (Recurrent selection) digunakan dalam perbaikan
populasi, yang juga melibatkan seleksi generasi silang diri (selfing) akan membantu
meningkatkan toleransi terhadap inbreeding dan meningkatkan kapasitas populasi untuk
menghasilkan galur-galur yang lebih vigor dan unggul. Beberapa peneliti telah melaporkan
kemajuan seleksi pada jagung menggunakan seleksi berulang bolak balik (resiprocal
recurrent selection). Dari seleksi berulang bolak balik ini Badan Litbang Pertanian telah
menghasilkan tiga varietas unggul jagung bersari bebas dan delapan hibirida.

E. Pembentukan Inbrida

Inbrida calon hibrida memiliki tingkat homozigositas tinggi. Inbrida jagung biasanya
diperoleh melalui penyerbukan sendiri (selfing) tetapi bisa juga diperoleh melalui
persilangan antar saudara. Dalam pembentukan inbrida perlu dipertimbangkan antara
kemajuan seleksi dengan pencapaian homozigositas. Persilangan antar saudara dalam
pembentukan inbrida akan memperlambat fiksasi alel yang merusak dan memberi
kesempatan seleksi lebih luas. Keuntungan sendiri untuk membuat inbrida yang relatif
homozigot dapat dilihat dari laju inbriding, yaitu bahwa untuk memperoleh tingkat inbriding
yang sama dengan satu generasi penyerbukan sendiri diperlukan tiga generasi persilangan
sekandung (fullsib) atau enam generasi persilangan saudara tiri (halfsib).

Inbrida dapat dibentuk melalui varietas bersari bebas atau hibrida dan inbrida lain.
Pembuatan inbrida dari varietas bersari bebas atau hibrida pada dasarnya berupa seleksi
tanaman dan tongkol selama selfing. Seleksi dilakukan berdasarkan bentuk tanaman yang
baik dan ketahanan terhadap hama dan penyakit utama. Pembentukan inbrida dari inbrida
lain dibuat dengan jalan menyilangkan dua inbrida dan disebut seleksi kumulatif. Seleksi
selama pembentukan galur berikutnya lebih terbatas, yaitu dalam batas-batas genotip
tanaman S0 yang diserbukkan sendiri (Moentono, 1988). Seleksi selama pembentukan galur
sangat efektif dalam memperbaiki sifat-sifat galur inbrida, dan berfungsi memusnahkan
galur-galur yang sulit diperbanyak serta menghambat pembentukan benih.

F. Pembentukan Varietas Unggul Jagung Bersari Bebas

Varietas komposit pada dasarnya merupakan campuran berbagai macam bahan pemuliaan
yang telah diketahui potensi produksinya, umurnya, ketahanannya terhadap cekaman biotic
dan abiotik serta sifat-sifat lainnya. Dalam pembentukannya, biji dari berbagai galur dan
hibrida dicampur jadi satu dan ditanam beberapa generasi agar penyerbukan silang terjadi
dengan baik. Setelah 4-5 generasi seleksi dapat dilakukan yakni setelah banyak kombinasi-
kombinasi baru. Seleksi ini dilakukan untuk peningkatan sifat populasi tersebut yang
disebabkan peningkatan frekwensi gen yang dikehendaki.

Oleh karena terdiri dari campuran galur, varietas bersari bebas dan hibrida, maka melalui
kawin acak akan terjadi banyak kombinasi-kombinasi baru. Dengan demikian varietas ini
dapat bertindak sebagai kumpulan gen (gene pool) yang amat bermanfaat bagi pemuliaan
tanaman menyerbuk silang, khususnya jagung

G. Pembentukan Varietas Unggul Jagung Hibrida

Varietas hibrida adalah merupakan generasi pertama hasil persilangan sepasang atau lebih
tetua berupa galur inbrida, klon atau varietas bersari bebas yang memiliki sifat unggul.
Namun yang lebih banyak adalah persilangan antara galur murni. Varietas hibrida dapat
dibentuk baik pada tanaman menyerbuk sendiri, maupun tanaman menyerbuk silang.
Tanaman jagung merupakan tanaman pertama yang menggunakan varietas hibrida secara
komersial, yang telah berkembang di Amerika Serikat sejak tahun 1930an (Hallauer 1987).

Pada awalnya hibrida yang dilepas ialah hibrida silang puncak ganda, namun sekarang lebih
banyak hibrida silang tunggal dan modifikasi silang tunggal yang dilepas. Hibrida silang
tunggal mempunyai potensi hasil tinggi dan tanaman lebih seragam dari hibrida yang lain.
Materi populasi dasar pembentukan galur inbrida dapat berupa varietas bersari bebas,
varietas hibrida, varietas lokal, dan plasmanutfah introduksi.

H. Pembentukan Varietas Unggul Jagung Khusus (speciality Corn)

Jagung khusus adalah jagung yang memiliki sifat-sifat khusus seperti jagung yang memiliki
mutu protein tinggi (QPM = Quality Protein Maize), jagung yang berkadar tepung, minyak
dan bioetanol tinggi, jagung manis, jagung pulut, jagung biomas, dan jagung umur genjah.
Jagung dengan sifat khusus tersebut dapat dibentuk melalui program pemuliaan tanaman
yang berulang dan terprogram. Metode pemuliaan silang balik dapat diterapkan untuk
mengintrograsikan gen-gen donor dari jagung khusus yang yang berproduktivitas rendah ke
jagung normal yang berproduktivitas tinggi. Dengan demikian, akan diperoleh jagung yang
memiliki sifat khusus yang diinginkan dengan produktivitas tinggi.

Jagung mutu protein tinggi (QPM) merupakan jagung yang memiliki kandungan protein
tinggi, khususnya lisin dan triptofan tinggi. Awal dari perbaikan genetik terhadap mutu
protein dipicu oleh penemuan gen-gen opaque dan floury yang dilaporkan dapat mengubah
kandungan lisin dan triptofan pada endosperma biji (Zuber, et al., 1975). Dari sejumlah gen
yang telah berhasil diidentifikasi, hanya gen opaque-2 (o2) dan floury2 (fl2) yang sering
dimanfaatkan dalam memperbaiki sifat endosperma jagung (Mertz et al., 1964; Nelson et al.,
1965). Pada awalnya, CIMMYT menggunakan kedua gen tersebut, namun dalam
perkembangan berikutnya lebih memfokuskan kepada pemanfaatan gen o2 (Vasal, 2000).

Jagung pulut (waxy corn) di beberapa daerah sering digunakan sebagai jagung rebus karena
rasanya yang enak dan gurih. Hal ini disebabkan oleh kandungan amilopektin pada jagung
pulut yang hampir mencapai 100%. Endosperm jagung biasa terdiri atas campuran 72%
amilopektin dan 28 % amilosa (Jugenheimer, 1985), sedangkan menurut Bates et el. (1943)
dalam: Alexander dan Creech (1977 ) kandungan endosperm jagung pulut hampir semuanya
amilopektin. Pada jagung pulut terdapat gen resesif wx dalam keadaan homosigot (wxwx)
yang mempengaruhi komposisi kimia pati sehingga menyebabkan rasa yang enak dan gurih.
Jagung pulut potensi hasilnya rendah hanya mencapai 2-2,5 ton/ha dan secara umum tidak
tahan penyakit bulai. Sampai saat ini varietas pulut belum banyak mendapat perhatian,
terutama dalam peningkatan potensi hasilnya padahal permintaan jagung pulut terus
meningkat terutama untuk industri jagung marning. Untuk pembuatan jagung marning
dibutuhkan biji jagung pulut yang ukurannya lebih besar karena kualitasnya lebih bagus,
lebih baik dibanding dengan menggunakan biji kecil. Untuk mengatasi hal tersebut adalah
dengan mengintrogresikan gen pulut ke jagung putih yang bijinya lebih besar,
produktivitasnya lebih tinggi dan memiliki nilai biologis yang tinggi atau dengan
membentuk jagung pulut hibrida yang berdaya hasil tinggi dan berbiji lebih besar.

Jagung manis (sweet corn) sudah umum terdapat di kota-kota besar. Jagung ini dikonsumsi
dalam bentuk jagung muda, mempunyai rasa manis dan enak. Rasa manis disebabkan oleh
kandungan gula yang tinggi, bahkan ada beberapa varietas yang dapat dibuat sirup. Jagung
manis mempunyai biji-biji yang berisi endosperm manis, mengkilap dan tembus pandang
ketika belum masak, dan bila kering berkerut.

Pada varietas jagung manis terdapat suatu gen resesif yang mencegah perubahan gula
menjadi pati (Purseglove, 1992). Gen yang sudah umum digunakan adalah su2 (standard
sugary) dan sh2 (shrunken). Gen su2 merupakan gen standar sedangkan gen sh2
menyebabkan rasa lebih manis dan dapat bertahan lebih lama disebut supersweet. Apabila
kedua gen berada dalam satu genotype maka disebut sugary supersweet. Menurut Straughn
(1907) dalam: Alexander dan Creech (1977) kandungan gula pada biji yang masak berbeda
pada setiap kultivar jagung manis, tergantung pada derajat kerutannya. Kerutan yang dalam
lebih banyak mengandung gula dibandingkan kerutan yang dangkal.

I. Metode Seleksi Dalam Pemuliaan Tanaman Jagung


Seleksi Massa (Mass Selection)
Seleksi massa adalah pemilihan individu secara visual yang mempunyai karakter-karakter
yang diinginkan dan hasil biji tanaman terpilih dicampur untuk generasi berikutnya. Seleksi
massa tanpa ada evaluasi famili. Prosedur seleksi massa tidak berbeda dengan seleksi massa
untuk tanaman menyerbuk sendiri. Seleksi massa merupakan prosedur yang sederhana dan
mudah, sudah dipraktekkan petani sejak dimulainya pembudidayaan tanaman. Seleksi massa
kemungkinan dapat dijadikan dasar untuk domestikasi tanaman menyerbuk silang dan
seleksi massa adalah dasar pemeliharaan bentuk asal (true type) dari spesies tanaman
menyerbuk silang, sebelum dikembangkan program perbaikan tanaman.

Musim I
Tanam populasi dasar dalam petak terisolasi yaitu tidak ada populasi lain yang berbunga
bersamaan pada jarak tertentu sehingga tidak terjadi kontaminasi tepungsari. Gunakan
kerapatan tanaman yang lebih rendah dari cara anjuran agar genotipe dapat menunjukkan
potensi yang maksimum, terutama untuk seleksi hasil biji.

Pilih tanaman yang mempunyai karakter yang diinginkan. Pemilihan dapat dilakukan
bertahap, yaitu sebelum berbunga, setelah berbunga dan akhirnya pada waktu panen hanya
dipilih dari tanaman yang terpilih sebelumnya dan masih menunjukkan karakter yang
diinginkan. Biji hasil tanaman terpilih dicampur menjadi satu untuk generasi berikutnya.
Pencampuran dapat dilakukan dengan mengambil jumlah yang sama untuk masing-masing
tanaman terpilih agar semua tanaman terpilih menyumbangkan frekuensi gamit yang sama.

Musim II
Prosedur pada musim I dilakukan kembali sampai beberapa musim, sampai populasi
mempunyai karakter pada tingkat yang diinginkan. Seleksi massa efektif untuk karakter
yang mempunyai heritabilitas tinggi artinya tidak banyak dipengaruhi oleh faktor
lingkungan, karena pemilihan hanya berdasarkan satu individu pada satu lokasi dan satu
musim.

Seleksi massa dilakukan berdasarkan satu tetua. Pada tanaman jagung dipilih berdasarkan
tetua betina, karena asal tetua betinanya diketahui d engan pasti yaitu tanaman yang terpilih,
sedang tetua jantan yaitu asal tepungsari yang menyerbuki tanaman terpilih tidak diketahui.
Untuk karakter yang dapat dipilih sebelum berbunga, seleksi dapat dilakukan untuk kedua
tetua, baik tetua jantan maupun tetua betina. Tanaman yang tidak terpilih dibuang sehingga
penyerbukan terjadi antara tanaman terpilih atau dibuat persilangan buatan antara tanaman
terpilih. Seleksi berdasarkan kedua tetua akan memberikan kemajuan seleksi yang lebih
besar daripada seleksi berdasarkan satu tetua saja.

Pada seleksi ini pemilihan berdasarkan individu tanaman, sehingga apabila lahannya
mempunyai kesuburan yang tidak merata (heterogen) maka tanaman yang terpilih belum
tentu karena pengaruh genetik, sehingga salah pilih. Untuk mengurangi faktor lingkungan
ini Gardner et al. (1981) telah berhasil menaikkan hasil biji jagung varietas Hays-Golden
dengan total respon kenaikan 23% dari populasi asal selama 10 generasi seleksi massa (di
atas 10 tahun), dan respon tiap generasi adalah 2.8%. Keberhasilan Gardner dengan
menggunakan seleksi massa terhadap hasil biji jagng tersebut, karena digunakannya
beberapa tehnik untuk memperbaiki efisiensi seleksi individu tanaman, yakni dengan cara:

Seleksi dibatasi pada hasil saja, pengukuran yang lebih teliti pada biji-biji yang telah
dikeringkan sampai kadar air konstan.
Lahan pertanaman berukuran 0.2 0.3 ha dipelihara dengan pemberian pupuk,
irigasi dan pengendalian gulma yang seragam untuk memperkecil keragaman
lingkungan.
Lahan percobaan dibagi menjadi petak-petak yang lebih kecil dengan ukuran 4 x 5
m.
Petak-petak seleksi terdiri dari 4 baris masing-masing 10 tanaman.
Tekanan seleksi 10% dilakukan secara seragam pada 4000 5000 tanaman, yakni 4
tanaman unggul dipilih dari masing-masing petak kecil yang terdiri dari 40 tanaman.

Seleksi Satu Tongkol Satu Baris (Ear-to-Row)


Seleksi satu tongkol satu baris pada jagung, sedang pada tanaman lain disebut head-to-row,
yakni satu malai satu baris. Merupakan halfsib selection Bagan pemuliaan ini awalnya
dirancang oleh Hopkins (1899) dalam Dahlan, (1994) di Universitas Illinois untuk
menyeleksi persentase kandungan minyak dan protein yang tinggi maupun yang rendah pada
jagung. Bagan seleksi ini merupakan modifikasi dari seleksi massa yang menggunakan
pengujian keturunan (progeny test) dari tanaman yang terseleksi, untuk
membantu/memperlancar seleksi yang didasarkan atas keadaan fenotip individu tanaman.

Langkah-langkah pelaksanaan seleksi ear-to-row:


Musim I: Seleksi individu-individu tanaman berdasarkan fenotipnya dari populasi yang
beragam dan mengadakan persilangan secara acak. Setiap tanaman bijinya dipanen terpisah.
Musim II: Sebagian biji dari masing-masing tongkol ditanam dalam barisan-barisan
keturunan yang terisolasi, dan sisanya disimpan. Seleksi setiap individu fenotip tanaman
yang terbaik pada baris keturunan dengan membandingkan baris-baris keturunan.
Musim III: Biji-biji sisa dari tetua yang keturunannya superior dicampur untuk ditanam di
tempat yang terisolasi dan terjadi perkawinan acak.

Dalam pencampuran tersebut diseleksi lagi fenotip-fenotip individu tanaman yang baik
untuk diteruskan ke siklus berikutnya. Tanaman di dalam baris-baris keturunan adalah
saudara tiri (half sibs), dengan demikian metode ini memasukkan pengujian tanpa ulangan
dari keturunan-keturunan bersari bebas dari tanaman terpilih. Karena kita memilih satu
tongkol satu baris, maka kelemahannya adalah kemungkinan terjadinya inbreeding cukup
besar. Karena satu tongkol menjadi satu baris yang dalam baris itu merupakan satu famili.
Timbulnya inbreeding ini mengurangi kemajuan genetik pada proses seleksinya.

Seleksi Pedigri (Pedigree Selection)


Musim 1
Tanam populasi dasar sekitar 3000 5000 tanaman. Pilih 300 400 tanaman yang
mempunyai karakter yang dikehendaki dan buat silangdiri untuk menghasilkan galur S1.
Panen terpisah tanaman hasil silangdiri yang masih mempunyai karakter yang diinginkan.

Musim 2
Biji yang diperoleh pada musim 1 (S1) dari tiap tongkol ditanam satu baris dengan 25
tanaman. Seleksi secara fisual dilakukan antara famili dan dalam famili (baris) yang
tanamannya tegap, tidak rebah, bebas hama penyakit dan sebagainya, dan pilih 3 - 5
tanaman dari baris yang terpilih untuk silangdiri. Panen terpisah masing-masing tongkol,
pilih 1 - 3 tongkol hasil silangdiri tiap baris terpilih dan diperoleh biji S2.

Musim 3
Biji yang diperoleh pada musim 2 ditanam lagi biji dari tongkol hasil silangdiri (S2) satu
tongkol satu baris dengan 15-25 tanaman. Seleksi diteruskan antara baris dan dalam baris.
Pilih 3 - 5 tanaman dari baris yang terpilih untuk dibuat silangdiri. Panen terpisah masing-
masing tongkol dan diperoleh biji S3.

Musim 4
Biji yang diperoleh pada musim 3 hasil silangdiri (S3) yang terpilih tanaman lagi seperti
pada musim 3. Silangdiri dilakukan lagi sampai generasi keenam (S6) untuk memperoleh
galur yang mendekati homozigot.

Pada pembuatan galur dapat dilakukan seleksi terhadap hama dan penyakit utama dengan
inokulasi/investasi buatan.

Seleksi Curah (Bulk Selection)

Seleksi metode curah adalah prosedur dengan mencampur biji dengan jumlah yang sama
dari tongkol hasil silangdiri. Apabila dilakukan silang diri 300 tanaman ambil 4 biji dari tiap
tongkol untuk ditanam lagi. Lakukan silangdiri lagi 300 tanaman yang dikehendaki dan
ambil lagi 4 biji dari tiap tongkol dan pekerjaan ini dilakukan 4 generasi dan galur S4 ini
dievaluasi daya gabungnya. Modifikasi dapat dilakukan dengan mengevaluasi daya gabung
pada S1 dan galur terpilih dilanjutkan silangdiri tetapi biji dari 1-3 tongkol dari hasil
silangdiri masing-masing galur terpilih dicampur dan silangdiri dilanjutkan sampai
mencapai homozigot. Seleksi curah dapat menghemat biaya dan dapat dilakukan dengan
banyak populasi sekaligus.

Seleksi Fenotip Berulang (Phenotypic Recurrent Selection)

Seleksi fenotip berulang adalah seleksi dari generasi ke generasi dengan diselingi oleh
persilangan antara tanaman-tanaman terseleksi agar terjadi rekombinasi. Sparague and
Brimhall (1952) telah menggunakan prosedur seleksi ini dalam menaikkan kadar minyak
yang tinggi pada varietas jagung Stiff Stalk Synthetic. Langkah-langkah pelaksanaan
seleksi fenotip berulang adalah:

Musim I : Tanam 100 tanaman S0 dan dilakukan persilangan sendiri (selfing) bijinya diuji
kandungan minyaknya.

Musim II : Seleksi 10% tongkol S1 dengan persentase minyak tertinggi ditanam satu
tongkol satu baris dan saling silang (Intercrossing). Biji-biji dengan jumlah yang sama dari
tiap tongkol dicampur untuk diseleksi pada generasi berikutnya.

Seleksi Berulang untuk Daya gabung Umum


(Recurrent Selection for General Combining Ability)
Seleksi ini awalnya disarankan oleh Jenkins dengan anggapan bahwa daya gabung dapat
ditentukan sejak dini. Prosedur seleksi sebagai berikut:

Musim I : Tanam populasi dasar dan pilih tanaman-tanaman yang mempunyai karakter
yang diinginkan. Lakukan persilangan sendiri (selfing) tanaman terpilih tersebut untuk
memperoleh galur S1. Saat panen hanya dipilih tanaman-tanaman yang masih menunjukkan
karakter yang diinginkan.

Musim II: Sebagian benih S1 digunakan untuk membuat persilangan antara galur S1
dengan populasi asal. Populasi itu sendiri digunakan sebagai tetua penguji. Sisa benih S1
disimpan untuk digunakan dalam rekombinasi.

Musim III: Evaluasi famili saudara tiri (silang puncak) yang diperoleh pada musim kedua.
Evaluasi dalam rancangan acak kelompok atau rancangan latis umum (generalized lattice)
dengan 2 4 ulangan pada 1 3 lokasi. Berdasarkan evaluasi ini pilih famili superior.

Musim IV: Rekombinasi famili terpilih dengan menggunakan biji S1 hasil pada musim
pertama dengan cara perbandingan jantan betina untuk membentuk populasi baru.

Musim V: Tanam populasi hasil rekombinasi pada musim 4 dan buat persilangan sendiri
seperti ada musim I untuk daur kedua.

Seleksi Silang Balik (Backcross)

Prosedur seleksi ini digunakan untuk memperbaiki galur yang sudah ada tetapi perlu
ditambah karakter yang lain seperti ketahanan terhadap hama penyakit. Galur yang hendak
diperbaiki yaitu tetua pengulang (recurrent parent) karakter-karakternya tetap dipertahankan
kecuali karakter yang hendak diintrogressikan dari tetua donor. Galur A (tetua pengulang)
disilangkan dengan galur donor X, selanjutnya F1 atau F2 disilangkan kembali dengan galur
A. Dengan beberapa silang balik dengan galur A akan diperoleh galur A yang karakternya
sama dengan galur tetapi mengandung gen yang diinginkan yang berasal dari galur X.
Dalam silang balik harus jelas karakter yang diinginkan sehingga dapat diikuti selama
proses seleksi. Pada tanaman F1 mengandung 50% gen-gen galur A, silang balik 1 (BC1)
peluangnya 75%, bc2 meningkat menjadi 87,5%, bc3 peluangnya menjadi 93,75% dan bc4
meningkat peluangnya menjadi 96,875%. Namun harus diikuti daya gabungnya jangan
sampai berubah dari galur pasangannya dalam pembuatan hibrida.
Gambar 2. Metode penyerbukan silang tanaman jagung
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN:

Pemuliaan tanaman adalah kegiatan mengubah susunan genetik individu maupun


populasi tanaman untuk suatu tujuan. Pemuliaan tanaman kadang-kadang disamakan
dengan penangkaran tanaman, kegiatan memelihara tanaman untuk memperbanyak
dan menjaga kemurnian, pada kenyataannya, kegiatan penangkaran adalah sebagian
dari pemuliaan. Selain melakukan penangkaran, pemuliaan berusaha memperbaiki
mutu genetik sehingga diperoleh tanaman yang lebih bermanfaat.
Tujuan dalam program pemuliaan tanaman didasarkan pada strategi jangka panjang
untuk mengantisipasi berbagai perubahan arah konsumen atau keadaan lingkungan.
Pemuliaan padi, misalnya, pernah diarahkan pada peningkatan hasil, tetapi sekarang
titik berat diarahkan pada perakitan kultivar yang toleran terhadap kondisi ekstrem
(tahan genangan, tahan kekeringan, dan tahan lahan bergaram) karena proyeksi
perubahan iklim dalam 2050 tahun mendatang. Tujuan pemuliaan akan
diterjemahkan menjadi program pemuliaan.
Pemuliaan tanaman yang benar pada tanaman jaggung akan meningkatkan
keragaman dari jenis jaggung tersebut dan dapat membuat kualita dari jagung itu
bertambah baik
DAFTAR PUSTAKA

Nurhayati, Nunung (2010). Biologi Bilingual untuk SMK Kelas XII. Bandung: Penerbit
Yrama Widya
Alexander,D.E. dan Creech. 1977. Breeding special nutritional and industrial types. In
Corn and Corn Improvement. The American Society of Agronomy Inc.
Hallauer, A. R. and J.B. Miranda Fo. 1981. Quantitative genetics in Maize Breeding. Iowa
State Univ. Press, Ames.
Nugraha, U.S., Subandi, A. Hasanuddin dan Subandi. 2002. Perkembangan teknologi
budidaya dan industri benih jagung. Dalam: Kasryno et al., (eds.) Ekonomi Jagung
Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Deptan. P. 37-72.
Pingali, P. 2001. World Maize Facts and Trends. Meeting World Maize Needs:
Technological Opportunities and Priorities for the Public Sector 1999/2000. Mexico, D.F. :
CIMMYT.
Subandi, M. Ibrahim, dan A. Blumenshein. 1988. Koordinasi Program Penelitian Nasional
: JAGUNG. Puslitbangtan, Bogor.
Moentono, M.D. 1988. Pembentukan dan produksi benih varietas hibrida. Jagung.
Pustlitbangtan, Bogor.
Zuber, M.S., W.H. Skrdla, and B.H. Choe. 1975. Survey of maize selections for endosperm
lysine content. Crop Sci. 15: 93-94.
Vasal, S.K. 2000. The Quality Protein Maize story. Food and Nutrition Bulletin. 21 ( 4):
445-450.
Mertz ET., L.S. Bates, and O.E. Nelson. 1964. Mutant gene that changes protein
composition and increases lysine content of maize endosperm. Science 145: 279-280.
Nelson, O.E., E.T. Mertz, and L.S. Bates. 1965. Second mutant gene affecting the amino
acid pattern of maize endosperm proteins. Science. 150: 1469-1470.
Purseglove. 1992. Tropicals Crops, Monocotyledons. Longmann. London.
Gardner, E.J. and D.P. Snusta. 1981. Principles of Genetic. Six Edition. John Wiley and
Sons. New York.

Anda mungkin juga menyukai