Disusun oleh :
Kelompok 18
Yustia Yulianti
A24120103
Yusmadi
A24130004
A34120056
Fitri Munggarani
I34120087
134120165
Asisten :
Ahmad Arif
A24110138
Lisa Sentani
A24110167
Nawar Lina S.
A24110048
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Karet (Hevea Brasiliansis) di Indonesia merupakan salah satu komoditi
penting perkebunan disamping kelapa sawit, kakao, teh, baik sebagai sumber
pendapatan devisa, kesempatan kerja dan pendorong pertumbuhan ekonomi
sentra-sentra baru diwilayah perkebunan karet maupun pelestarian lingkungan,
serta sebagai sumber hayati. Hal ini ditunjukan oleh jumlah petani yang terlibat
dalam usaha karet mencakup 1,907 juta kepala keluarga, sehingga banyak
penduduk yang menggantungkan hidupnya dari tanaman ini (Dirjen Perkebunan,
2006).
Perbanyakan tanaman karet (Hevea brasiliensis) dapat dilakukan secara
generatif melalui benih dan secara vegetatif melalui teknik okulasi. Perbanyakan
dengan benih saat ini sudah jarang dilakukan kecuali oleh sebagian petani
tradisional atau oleh kalangan peneliti guna perbaikan sifat genetif selanjutnya.
Tanaman karet yang diharapkan tumbuh dengan baik dan menghasilkan lateks
yang banyak maka perlu diperhatikan syarat-syarat tumbuh dan lingkungan yang
sesuai dengan kebutuhan tanaman. Bahan tanaman karet juga perlu diperhatikan.
Bahan tanaman tersebut adalah batang bawah (root stoc), entres atau batang atas
(budwood), dan okulasi (grafting) (Damanik et al, 2010).
Bibit okulasi terdiri dari batang atas dan batang bawah yang biasanya
berasal dari dua klon yang berbeda sifatnya. Okulasi bertujuan untuk
menghasilkan dua klon dalam satu individu sehingga diperoleh produksi tinggi
dengan umur ekonomis panjang.oleh karena itu perlu diperhatikan sifat-sifat
unggul dari calon batang atas dan batang bawah serta kompatibilitas kedua calon
batang tersebut.
Tanaman karet belum meghasilkan (TBM) juga memerlukan pemeliharaan
yang ditujukan untuk mempercepat pertubuhan vegetatif tanaman sehingga masa
produktif karet tidak menjadi lebih lama. Pada umumnya masa TBM tanaman
karet mencapai lima tahun dan periode ini merupakan masa yang cukup kritis
untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman karet yang baik.
TINJAUAN PUSTAKA
Perbanyakan pada tanaman karet dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
secara generatif dengan benih dan vegetatif dengan teknik okulasi. Dalam
perbanyakan secara vegetatif dengan teknik okulasi, terdapat beberapa hal yang
perlu diperhatikan, diantaranya adalah pemeliharaan batang entres agar mencapai
keberhasilan okulasi.
Pemeliharaan Batang Entres
Menurut Muhaemin (2014) pengendalian batang entres diantranya
pengendalian gulma, pemupukan dan pengendalian penyakit.
a. Pengendalian Gulma
Gulma dapat dikendalikan dengan dua cara yaitu : (a) cara
mekanis, (b) kimia. Dalam pelaksanaannya kedua cara ini perlu
dilaksanakan secara terpadu, karena setiap cara mempunyai kelebihan dan
kekurangan. Untuk kebun entres hanya cara mekanis dan kimia yang bisa
dianjurkan. Cara mekanis terutama pada tahun pertama dan dilaksanakan
dengan menggunakan cangkul, kored, parang dan mesin potong rumput,
sedangkan cara kimia dilaksanakan dengan menggunakan herbisida.
b. Pemupukan
Secara umum dosis pemupukan yang direkomendasikan untuk
kebun entres karet adalah seperti tabel 2. berikut:
Tabel 2. Dosis Pemupukan (g/pohon)
Jenis
1 th
2 th
>3 th
Urea
30
40
60
SP36
25
30
30
KCL
25
30
40
Kiesrite
10
10
15
c. Pengendalian Penyakit
Pengendalian penyakit harus dilakukan secara intensif terutama
pada tanaman yang berdaun muda. Kerusakan pada payung teratas dapat
berakibat terbentuknya cabang-cabang samping sehingga kualitas maupun
kuantitas entres yang diperoleh rendah. Penyakit yang umum menyerang
pada kebun entres adalah JAP, Oidium dan Colletotrichum.
Klon karet yang digunakan adalah klon unggul yang dianjurkan untuk
pengembangan komersial dalam skala luas yang menurut Undang-Undang No. 12
Tahun 1992 disebut sebagai Benih Bina. Berdasarkan hasil lokakarya pemuliaan
tanaman karet tahun 2009, direkomendasikan klon karet periode 2010-2014
sebagai berikut:
1. Klon penghasil lateks
Klon penghasil lateks adalah klon yang memiliki ciri potensi hasil lateks
sangat tinggi tetapi hasil kayu sedang. Klon penghasil lateks-kayu adalah klon
yang memiliki ciri potensi hasil lateks tinggi dan hasil kayu juga tinggi.
Okulasi
Menurut Simanjuntak (2010) terdapat dua macam teknik okulasi yaitu
okulasi konvensioanal dan okulasi hijau. Dikatakan teknik okulasi konvensional
karena metoda okulasi inilah yang umum digunakan untuk mempersiapkan bentuk
bahan tanaman secara komersial hingga munculnya teknik yang baru yaitu:
okulasi hijau (Green budding), okulasi konvesional ini disebut juga okulasi coklat
( brown budding).
1. Teknik Okulasi Konvensional
Batang Bawah :
Untuk keberhasilan okulasi perlu diperhatikan syarat-syarat berikut:
digunakan yang berumur 6-9 bulan asal sudah berbatang coklat dan
mempnyai 3-4 karangan daun
Kulit berada dalam stadia mudah dilepas tidak lengket atau pada
daun stadia daun tua
Kulit berada dalam stadia mudah dilepas tidak lengket atau pada
stadia daun tua.
cm. Arah pengirisan dari bawah ke atas dan ujung pisau harus menyentuh
kayunya. Bagian atas dari jendela diiris miring sedangkan bagian bawahnya tidak.
Batang diris sekitar 10-15 batang dan dibiarkan hingga getahnya kering
sehingga kulitnya mudah dikupas. Saat mengupas, pisau dan jari jangan sampai
menyentuh getah. Mata tunas diiris beserta perisainya dari kayu entres dengan
menyertakan sedikit lapisan kayu yang menutup bakal tunas. Perisai dipegang
tepinya dan bagian dalamnya jangan sampai teraba oleh jari. Bila perisai harus
diletakkan di tanah, letak punggungnya dibawah dan bagian dalamnya di atas.
Sisi bawah perisai dipotong tegak lurus di bagian yang tidak pernah
tersentuh oleh jari. Lapisan dikeluarkan dari kayu pada perisai dengan cara jari
tangan menahan bagian punggungnya dan pisau menahan bagian dalamnya.
Keberadaan bakal tunas bagian dalamnya yang tampak seperti bintil diperiksa.
Jika sudah tidak ada, maka perisai itu tidak bisa digunakan. Bagian atas perisai
dipotong dengan kemiringan yang sama dengan kemiringan bagian atas jendela.
Bagian yang dipotong adalah bagian yang sudah terkena pisau saat
melepaskannya dari kayu. Jendela yang telah dikeringkan, dikupas dengan hatihati dengan bantuan ujung pisau. Kulit dari bagian ujung jendela dikupas dengan
ujung pisau hingga seluruh kulit pada jendela terkupas. Kulit kambium pada
lapisan luar bisa dipegang, sedangkan kambium yang ada pada batang bawah
jangan sampai tersentuh.
Perisai ditempelkan ke jendela okulasi. Setelah saling menempel perisai
dijaga jangan sampai bergeser karena akan merusak lapisan kambium pada
jendela okulasi dan bakal tunas akan lepas. Jika letaknya terbalik, maka tunas
yang terbentuk akan tumbuh ke bawah kemudian membengkok ke atas. Bibir
jendela okulasi ditutupkan tepat di punggung perisai dan dibalut dengan tali rafia.
Setelah okulasi berumur 14 hari, balutan bisa dilepas dengan menggunakan pisau
tajam. Kemudian okulasi diperiksa dengan cara perisai ditoreh halus. Bila
torehannya berwarna hijau berarti okulasi itu jadi. Sedangkan bila berwarna
cokelat berarti mati.
4-6 bulan
8-18 bulan
faktor
yang
mempengaruhi
keberhasilan
okulasi
yaitu
ketinggian sebesar 271 cm, jumlah mata tunas 18, diameter batang 2.64 cm serta
jumlah payung 3. Adapun hasil pengamatan untuk tanaman kedua yaitu tinggi 260
cm, mata tunas 22, diameter batang 3.12 cm serta jumlah payung pada tanaman
sebanyak 5. Data yang diperoleh menunjukkan adanya perbedaan antara pohon
pertama dan kedua dalam hal parameter ketinggian. Pada tanaman karet yang
pertama memiliki tinggi yang lebih rendah daripada pohon yang kedua.
Sedangkan untuk parameter lain tanaman karet yang kedua lebih dominan
daripada tanaman yang pertama. Banyak hal yang bisa menjadi faktor yang
mempengaruhi keadaan ini akan tetapi lebih dominan dalam hal faktor lingkungan
terutama pemeliharaan.
Saran
Diharapkan pada saat akan melakukan kegiatan okulasi diperhatikan
terlebih dahulu faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan okulasi tersebut
agar hasil okulasi tidak gagal atau mati.
DAFTAR PUSTAKA
[ICRAF] World Agroforestry Centre. 2003. Teknik Okulasi Karet: Sistem
Wanatani Karet. SEA Regional Office. Bogor.
Damanik, S., M. Syakir, M. Tasma, Siswanto. 2010. Budidaya dan Pasca Panen
Karet. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Bogor.
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2006. Road Map Komoditas Karet.
Direktorat Jenderal Perkebunan. Jakarta.
Janudianto, A. Prahmono, H. Napitupulu, S. Rahayu. 2013. Panduan Budidaya
Karet untuk Petani Skala Kecil. Rubber
Cultivation
Guide for
Small-Scale Farmers. Lembar
Informasi
AgFor 5.
World
Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast Asia Regional Program. Bogor.
Muhaemin.
2014.
Pembangunan
kebun
entres
karet.
http://ditjenbun.pertanian.go.id/ [10 Mei 2015].
Sianturi, H. S. D., 2001. Budidaya Tanaman Karet. Universitas Sumaera Utara
Press. Medan.
LAMPIRAN