Anda di halaman 1dari 17

PERTANIAN BERLANJUT

“Mensintesis penerapan 10 (sepuluh) prinsip konservasi


biodiversitas dalam sistem pertanian berlanjut”

Oleh:
Dandy Reyhan Zhafran 175040201111040
Ranti Indra Suwanto 175040207111023
Tommy Hendrawan 175040207111027
Ivhohanna Praharani 175040207111160

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem produksi pertanian merupakan hasil dari interaksi kompleks berbagai faktor.
Interaksi berbagai faktor tersebut telah memungkinkan terjadinya kinerja hasil tanaman yang
berbeda-beda, dan telah memungkinkan terjadinya inovasi teknologi dalam produksi
pertanian. Teknologi pertanian pada era Revolusi Hijau (Green Revolution) telah memberikan
dampak negatif pada lingkungan. Pengaruh negatif dari sektor pertanian yang salah satunya
meliputi: meningkatnya jumlah CO2 dan sumber patogen yang dapat menyebabkan penyakit
dan infeksi. Kondisi ini telah mendorong pada penemuan teknologi pertanian baru yang
memberikan penekanan pada peningkatan efisiensi, memberikan hasil yang tinggi dan ramah
lingkungan.
Teknologi Pertanian Indonesia berkembang dengan sangat pesat. Perkembangan ini
sejalan dengan tuntutan global yang memang memaksa Indonesia harus membuat banyak
perubahan dalam bidang teknologi pertanian. Perkembangan ini meliputi proses produksi di
hulu hingga pengolahan di hilir. Banyak aplikasi teknologi yang digunakan dalam industri
pertanian modern di Indonesia yang bertujuan untuk mencapai hasil yang tinggi dengan biaya
produksi yang rendah serta dapat mengurangi dampak pada lingkungan. Pertanian presisi
dilakukan karena sumber daya produksi pertanian kita sudah terbatas. Sumber daya air,
tanah, pupuk, manusia dan faktor produksi lainnya sudah berkurang baik dari segi kualitas
dan kuantitas sehingga optimalisasi untuk mendapatkan hasil produk pertanian yang optimal
dan berkualitas tinggi perlu dilakukan. Berbagai faktor yang dianggap bertanggung jawab
terhadap penurunan kualitas dan kuantitas antara lain : jumah penduduk yang semakin
bertambah, penggunaan lahan pertanian untuk penggunaan bukan pertanian, erosi dan
degradadi lahan, dan berbagai sebab lain yang menjadikan lahan mengalami penurunan
kulaitas dan kuantitas.
Pertanian berkelanjutan memiliki tiga dimensi yaitu lingkungan, sosial, dan ekonomi
yang harus dipertimbangkan secara keseluruhan sehingga berfokus hanya pada satu atau
dua dimensi secara terisolasi tidak akan memberikan hasil yang diinginkan (OECD 2008).
Melindungi dan meningkatkan kualitas lingkungan alam adalah esensial dan isu kritis terkait,
seperti perubahan iklim, energi, kelangkaan air, keanekaragaman hayati dan geografi serta
degradasi tanah perlu ditangani dengan lebih presisi dan arif. Dimensi sosial mencakup hak-
hak petani dan kesehatan masyarakat, termasuk ketahanan dan keamanan pangan serta
kesejahteraan hewan dan tanaman juga merupakan aspek sosial yang penting. Di sisi
ekonomi, pertanian berkelanjutan harus produktif, efisien, dan kompetitif. Manfaat harus
dipandang utamanya dari profitabilitas pertanian di seluruh rantai nilai dalam menumbuhkan
ekonomi lokal.
Agroindustri merupakan kegiatan pertanian yang tersistem, terintegrasi dan
berkesinambungan dari hulu ke hilir (from land to table), serta harus terpantau dan terkendali
agar terjadi transformasi produk pada setiap mata rantai pasok berjalan baik, aman,
ekonomis, efisen, efektif, dan terjamin keberkelanjutannya. Setiap proses transformasi
produksi pertanian harus dipastikan berjalan secara teliti dengan presisi sehingga nilai tambah
(added value) produk pertanian dapat dioptimalkan hingga hilirnya. Dalam era globalisasi dan
perdagangan bebas di mana pasar dan konsumen semakin cermat, peduli, dan teliti terhadap
produk pertanian yang dibeli maka kemudahan keterlacakan (traceability) menjadi tuntutan
utama. Proses dan produk pertanian juga harus memenuhi standardisasi mutu dunia yang
terukur dan tertelusur sebagai syarat yang menentukan layak tidaknya suatu produk pertanian
itu diekspor atau diimpor dari suatu negara ke negara lain.
Sebagai ilustrasi perusahaan pengolah makanan terbesar di Amerika yaitu Cargill
telah menyatakan untuk hanya menggunakan pasokan minyak sawit yang dapat dilacak
(traceable) dalam setiap produknya (Cargill 2016). Cargill berkomitmen hanya akan
memanfaatkan minyak kelapa sawit yang tidak tumbuh di hutan dengan nilai konservasi tinggi
(HCVF/High Conservation Value Forest) dan lahan gambut. Melalui sistem pelacakan yang
dibangun, rantai pasokan minyak sawit dapat diakses oleh semua pemangku kepentingan.
Tingkat transparansi yang tinggi ini digunakan sebagai bukti bagi pengawas industri bahwa
rantai pasokan kelapa sawit berasal dari sumber yang jelas. Dengan cara ini, setiap tetes
minyak sawit mentah bisa ditelusuri dan tentu memaksa perusahaan untuk mematuhi standar-
standar yang ditetapkan untuk mencapai keberlanjutan yang sesungguhnya. Sistem
pelacakan juga membantu dalam pencegahan produsen dan produk pertanian yang tidak
memenuhi syarat dari sisi legal aspeknya. Selain itu, kemampuan pelacakan juga digunakan
untuk memperhitungkan dampak lingkungan dan dampak sosial dari produk agroindustri yang
sangat berkontribusi terhadap kebelanjutan pertanian nasional.
Tidak banyak pelaku komoditas pertanian Indonesia yang mampu menembus pasar
ekspor seperti Amerika Serikat, negara-negara Uni Eropa, dan Jepang karena tidak memiliki
sistem pelacakan yang baik sebagai salah satu syarat legalnya. Jepang mempersyaratkan
mulai tahun 2003, sedangkan Amerika Serikat mulai tahun 2004 dengan regulasi 21CFR820
dan Uni Eropa mulai tahun 2005 dengan regulasi EU General Food Law (Saputro, T.E, 2015).
Berdasarkan kajian kerja sama bilateral Indonesia–Uni Eropa di bidang ekonomi dan
keuangan salah satu kelemahan yang dapat mengurangi kemampuan Indonesia dalam upaya
meningkatkan hubungan ekonomi dengan negara lain adalah kualitas produk tidak memenuhi
standar terutama menyangkut keamanan, keselamatan, dan kesehatan. Atas alasan inilah,
produk-produk pertanian Indonesia mengalami kesulitan masuk ke pasar negara maju yang
memiliki standar dan persyaratan teknis yang tinggi. Peraturan sanitasi dan fitosanitasi
Indonesia tidak mengenali standar keamanan makanan Uni Eropa dan sebaliknya
laboratorium teknis Uni Eropa juga tidak mengenali tes untuk standar teknis Indonesia. Peran
sistem pertanian presisi (precision agriculture system) dan sistem pelacakan (traceability
system) sangat kritis dan menentukan agroindustri yang berkelanjutan (Qolis, N., dan Fariza
A, 2011)
Sistem Informasi Geografi (SIG) adalah sistem berbasis komputer yang digunakan
untuk menyimpan, memanipulasi, dan menganalisis informasi geografi. Yang semula
informasi permukaan bumi disajikan dalam bentuk peta yang dibuat secara manual, maka
dengan hadirnya Sistem Informasi Geografi (SIG) informasi-informasi itu diolah oleh
komputer, dan hasilnya berupa peta digital. Dalam dunia yang serba digital sekarang ini,
ditambah lagi teknologi yang terus berkembang, penerapan aplikasi teknologi dalam berbagai
bidang pun terus dilakukan, tidak terkecuali dalam sektor pertanian. Secara garis besar, yang
dapat dilakukan GIS dalam bidang pertanian adalah mencakup inventarisasi, manajemen,
dan kesesuaian lahan untuk pertanian, perkebunan, perikanan, kehutanan, perencanaan tata
guna lahan, dan sebagainya. Sistem GIS ini bukan semata-mata software atau aplikasi
komputer, namun merupakan keseluruhan dari pekerjaan managemen pengelolaan lahan
pertanian, pemetaan lahan, pencatatan kegiatan harian di kebun menjadi database,
perencanaan system dan lain-lain. Sehingga bisa dikatakan merupakan perencanaan ulang
pengelolaan pertanian menjadi sistem yang terintegrasi.

1.2 Tujuan
Untuk mengetahui karakteristik dan tantangan yang terjadi pada penerapan pertanian
presisi yang disertai dengan daya dukung GIS
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian PF (Precision Farming)
Pertanian Presisi (precision farming/PF) merupakan informasi dan teknologi pada
sistem pengelolaan pertanian untuk mengidentifikasi, menganalisa, dan mengelola informasi
keragaman spasial dan temporal di dalam lahan untuk mendapatkan keuntungan optimum,
berkelanjutan, dan menjaga lingkungan. PF memiliki tujuan yaitu untuk mencocokkan
aplikasi sumber daya sertakegiatan budidaya pertanian dengan kondisi tanah dan keperluan
tanaman berdasarkan karakteristik spesifik lokasi di dalam lahan. Hal tersebut berpotensi
diperolehnya hasil yang lebih besar dengan tingkat masukan yang sama (pupuk, kapur,
herbisida, insektisida, fungisida, bibit), hasil yang sama dengan pengurangan input, atau hasil
lebih besar dengan pengurangan masukan dibanding sistem produksi pertanian yang lain.
PF mempunyai banyak tantangan sebagai sistem produksi tanaman sehingga
memerlukan banyak teknologi yang harus dikembangkan agar dapat diadopsi oleh
petani. PF merupakan revolusi dalam pengelolaan sumber daya alam berbasis teknologi
informasi. Pada saat ini banyak produsen tanaman menerapkan site-specific crop
management (SSCM )memiliki arti yang sama dengan pertanian presisi. Pemantauan hasil
secara elektronis (electronic yield monitoring) seringkali menjadi tahap pertama dalam
mengembangkan SSCM atau program PF. Data hasil tanaman yang tepat dapat
digabungkan dengan data tanah dan lingkungan untuk memulai pelaksanaan pengembangan
sistem pengelolaan tanaman secara presisi (precision crop management system).
PF sebagai teknologi baru yang sudah demikian berkembang di luar Indonesia,
sehingga perlu segera dimulai melakukan penelitiannya di Indonesia untuk memungkinkan
perlakuan yang lebih teliti terhadap setiap bagian lahan , sehingga dapat meningkatkan
produktivitas dengan meningkatkan hasil, menekan biaya produksi dan mengurangi dampak
lingkungan. PF dapat dicapai melalui kegiatan pembuatan peta hasil (yield map), peta tanah
(soil map), peta pertumbuhan (growth map), peta informasi lahan (field information map),
penentuan laju aplikasi (variable rate application), pembuatan yield sensor,
pembuatan variable rate applicator, dan lain-lain. Penggabungan peta hasil, peta tanah, peta
pertumbuhan tanaman menghasilkan peta informasi lahan (field information map) sebagai
dasar perlakuan yang sesuai dengan kebutuhan spesifik lokasi yaitu dengan
diperolehnya variable rate application. Pelaksanaan kegiatan ini akan lebih cepat dan akurat
apabila sudah tersedia variable rate applicator.
PF diprediksi pada geo-referencing, yaitu penandaan koordinat geografi untuk titik-titik
pada permukaan bumi. Dengan global postioning system (GPS) dimungkinkan menandai
koordinat geografi untuk beberapa objek atau titik dalam 5 cm, walaupun keakuratan dari
aplikasi pertanian kisaran umumnya adalah 1 sampai 3 meter. GPS adalah sistem navigasi
berdasarkan satelit yang dibuat dan dioperasikan oleh Departemen Pertahanan
Amerika Serikat.
GPS telah terbukti menjadi pilihan dalam postioning system untuk PF. Metode
untuk meningkatkan keakuratan pengukuran posisi disebut koreksi diferensial
atau DGPS (differential global postiong system). Perangkat keras yang diperlukan
adalah GPS receiver, differential correction signal receiver, GPS antenna, differential
correction antenna, dan computer/monitor interface.
1. Tujuan
Tujuan dari aplikasi sistem informasi geografis dalam pertanian presisi adalah
mempermudah dan mempercepat pengolahan dan penampilan data sebagai bagian dari
sistem pendukung keputusan yang dibangun untuk strategi pemupukan pada budidaya
tanaman dengan pendekatan pertanian presisi.
2. Manfaat
Dengan adanya aplikasi sistem informasi geografis dalam pertanian presisi ini dapat
memberikan manfaat bagi para produsen tanaman yaitu dapat meminimalisasi biaya
produksi, meningkatkan keuntungan dan mengedepankan kualitas produk serta kerusakan
lingkungan akibat proses budidaya yang secara keseluruhan menggunakan pupuk dan
pestisida kimia.
3. Sasaran Pengguna
Aplikasi sistem informasi geografis dalam pertanian presisi ditujukan untuk para produsen
tanaman, khususnya industri perkebunan atau kehutanan, serta Departemen Pertanian.
4. Komponen Data dan Informasi yang dibutuhkan
a. Data : GPS
Sistem Pemosisi Global (Global Positioning System) yang sering kita kenala dengan
sebutan GPS merupakan system yang digunakan untuk menentukan suatu letak di
permukaan bumi dengan bantuan penyelarasan (synchronization) sinyal satelit. Sistem ini
menggunakan 24 satelit yang mengirimkan sinyal gelombang mikro ke Bumi. Selain satelit
terdapat 2 sistem lain yang saling berhubungan, sehingga jadilah 3 bagian penting dalam
sistem GPS. Ketiga bagian tersebut terdiri dari: GPS Control Segment (Bagian Kontrol), GPS
Space Segment (bagian angkasa), dan GPS User Segment (bagian pengguna).
b. Perangkat Lunak : Arc View
ArcView adalah salah satu software pengolah Sistem Informasi Geografik (SIG/GIS).
Sistem Informasi Geografik sendiri merupakan suatu sistem yang dirancang untuk
menyimpan, memanipulasi, menganalisis, dan menyajikan informasi geografi. Mungkin anda
sudah kenal kenal dengan yang namanya peta. Perlu diketahui bahwa peta juga bisa disebut
SIG atau istilahnya SIG Konvensional. Terdapat beberapa perbedaan antara peta di atas
kertas (peta analog) dan SIG yang berbasis komputer. Perbedaannya adalah bahwa peta
menampilkan data secara grafis tanpa melibatkan basis data. Sedangkan SIG adalah suatu
sistem yang melibatkan peta dan basis data. Dengan kata lain peta adalah bagian dari SIG.
Sedangkan pada ArcView anda dapat melakukan beberapa hal yang peta biasa tidak dapat
melakukannya. Perbedaan pokok antara Peta Analog dengan ArcView adalah bahwa Peta itu
statik sedangkan ArcView.
Fungsi dari arcview adalah:
1. Digitasi data citra dari layer monitor (on screen digitizing)
2. Reaktifikasi citra dengan bantuan ekstensi image analysis
3. Editing tema dengan drag and drop atau cut and paste
4. Editing tema dengan query item pada tabel
5. Konvesri data dari MS-EXCEL atau MS-ACCESS menjadi tema baru pada data spasial
yang telah ada
6. Pembuatan kontur dengan bantuan ekstensi image analysis dan spasial analis
7. Pembuatan peta 3D dan perhitungan volume dengan bantuan 3D analysis
8. Pengubahan system proyeksi dengan projection utility
9. Kemudahan konversi data ke perangkat lunak lain, seperti : AUTOCAD, MAPINFO dsb
Perangkat Keras : GPS receiver, differential correction signal receiver, GPS antenna,
differential correctionantenna, dan computer/monitor interface.
Brainware (Manusia) Manusia adalah orang yang merancang serta membuat elemen dari
SIG, dimana elemen SIG yang di buat dapat digunakan untuk membantu
mempermudah pekerjaan sehari-hari. segala bentuk kemudahan tersebut berguna dalam
menghemat waktu, tenaga dsb. Dengan adanya pertanian presisi yang dikombinasikan
dengan teknologi akan membuat pekerjaan para petani dapat ditekan dan mudah dalam
pengontrolan di lapang. Berikut ini adalah gambar yang menunjukan kombinasi antara
pertanian dengan teknologi (pertanian presisi)
2.2 Sistem Pertanian Presisi
Sistem Pertanian Presisi Pertanian presisi adalah sistem pertanian terpadu berbasis
pada informasi dan produksi, untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas dan profitabilitas
produksi pertanian dari hulu ke hilir yang berkelanjutan, spesifik-lokasi serta meminimalkan
dampak yang tidak diinginkan pada lingkungan. Pertanian presisi menggunakan pendekatan
dan teknologi yang memungkinkan perlakukan presisi pada setiap simpul proses pada rantai
bisnis pertanian dari hulu ke hilir sesuai kondisi (lokasi, waktu, produk, dan consumer) spesifik
yang dihadapi (Manalu, L.P, 2013).
Ada empat pilar utama dalam pendekatan pertanian presisi, yaitu: 1. Memandang
aktivitas pertanian secara holistik dan menyeluruh dari hulu ke hilir sebagai rantai proses yang
terpadu dan berkesinambungan untuk memastikan aliran konversi produk pertanian
(tanaman, ternak, ikan, dan turunannya) dengan aman, efisien, dan efektif dari lahan hingga
ke meja makan. 2. Memedulikan keragaman (heterogenitas) dan dinamika lokasi, waktu,
objek bio, iklim, geografi, kultur, pasar, dan konsumen. 3. Mendayagunakan teknologi yang
memungkinkan pengamatan dan perlakuan presisi. 4. Berbasis kepada data, informasi, dan
pengetahuan yang sahih. Penerapan pertanian presisi dari hulu ke hilir dalam rantai produksi
dan pasok produk pertanian (lihat Gambar 2) dimulai dari menentukan dan melihat lahan yang
sesuai berdasarkan kondisi tanah, iklim, dan air, dilanjutkan dengan ketepatan dalam
menentukan metode pembukaan dan pengolahan lahan; metode dan waktu tanam; metode
dan waktu irigasi dan perawatan tanaman; pemupukan yang tepat jenis, waktu, dan dosis;
waktu dan metode panen; pengolahan pascapanen, transportasi, kemasan produk, pemilihan
target pasar; serta penyajian makanan yang tepat fungsi dan aman.
Gambar 2. Model penerapan pertanian presisi pada rantai produksi dan pasok produk
pertanian dari hulu ke hilir
BAB III
METODOLOGI
Dalam dunia yang serba digital sekarang ini, penerapan teknologi dalam berbagai
bidang pun terus dilakukan, tidak terkecuali dalam sektor pertanian, mengingat pada sektor
perekonomian utama di Indonesia besarnya penduduk menggantungkan hidup dalam dunia
pertanian. Salah satu contohnya adalah aplikasi GIS atau Geographical Infomation System,
dan jika diterjemahkan secara bebas ke bahasa Indonesia, Kita bisa menyebutnya SIG atau
Sistem Informasi Geografi. SIG merupakan suatu sistem komputer untuk menangkap,
mengatur, mengintegrasi, memanipulasi, menganalisis, dan menyajikan data yang
bereferemsi ke bumi (Barus, 2005). Menurut Barus & Wiradisastra (2000) SIG adalah suatu
sistem basis data engan kemampuan khusus untuk data yang bereferensi spasial bersamaan
dengan sepeangkat alat operasi kerja. Komponen utama SIG dibagi empat yaitu: perangkat
keras, perangkat lunak, organisasi/manajemen dan pemakai. Kombinasi yang benar antara
keempat komponen utama tersebut akan menetunkan suatu proses pengembangan SIG.
Tahapan kegiatan dalam pengelolaan dan pengembangan kebun percobaan berbasis
SIG antara lain seperti :
1. Penyiapan peta dasar dan data sekunder
• Menyediakan dan mengkaji beberapa peta dasar dan data sekunder yang mendukung
kegiatan penelitian
• Peta dasar : peta administrasi, peta rupabumi dan [peta geologi
• Data sekunder : kabupaten/lecamatan dalam angka dan data iklim
2. Tumpangsusun (overlay) dan digitasi petta
• Menyiapkan peta citra satelit tahun 2014
• Melakukan tumpangsusun (overlay) 3 peta tersebut
• Melakukan digitasi dan interpretasi peta untuk menghasilkan Peta Operasional
sebagai panduan dalam melakukan survei lapangan.
3. Survei Lapangan dan Pengambilan Contoh Tanah
• Menyiapkan alat pengukuran uji lapangan, seperti : GPS (Global Positioning
System),meteran, skop, plastik sampel, spidol permanent, label, dll.
• Melakukan deskripsi profil tanah pada lokasi satuan petak tanah terpilih.
• Melakukan deskripsi bentang lahan, seperti: penggunaan lahan, kerusakan lahan,
vegertasi, dll.
• Melakukan pengambilan sampel tanah
4. Tabulasi Data
• Melakukan tabulasi data deskripsi profil tanah dan bentanglahan
• Melakukan tabulasi data hasil wawancara
5. Analisi Laboratorium
Parameter yang dianalisis pada conoh tanah adalah:
• Tekstur, dengan metode pipet
• Kapasitas pertukarn Kation (cmol), diukur dengan NH40Ac, Ph 7,0
• Kejenuhan basa (%), dengan NaCl 10%
• pH H2O, diukut dengan menggunakan alat pengukur pH meter
• C-organik (%), dengan metode kurnies
• Salinitas / DHL (dS/m)
6. Analisa Data
Melakukan analisis data sebagai berikut
• Analisis data statistik dan SIG
7. Analisis evaluasi
Kesesuaian lahan berdasarkan kriteria kesesuaian tanah dan iklim tanaman pertanian
dan petunjuk teknis evaluasi lahan untuk komoditas pertanian.
8. Evaluasi tindak lanjut
Evaluasi tidak lanjut dilakukan dengan mempertimbangkan hasil dari;
• Klasifikasi kemampuan lahan
• Evaluasi kesesuaian lahan
SIG mempunyai kemampuan dalam menghubungkan berbagai data pada suatu titik
tertentu dibumi, menggabungkannya, menganalisa dan akhirnya memetakan hasilnya. Data
dari kebun percobaan akan diolah pada SIG dala data spasial, yaitu sebuah data yang
berorientasi geografis dan merupakan lokasi yang memiliki sistem koordinat tertentu sebagai
dasar referensinya. Sehingga aplikasi SIG dapat menjawb beberapa pertanyaan seperti
lokasi, kondisi tren, pola dan pemodelan.
Penerapan GIS ini sudah banyak membantu para ahli dalam mengumpulkan data
secara cepat. Misalnya dalam mengetahui seberapa besar kerusakan yang diakibatkan
tsunami di Aceh beberapa tahun yang lalu. Pencitraan jarak jauh lewat satelit dapat
memberitakan secara cepat perbedaan ujung utara pulau Sumatera itu sebelum dan sesudah
terjadinya tsunami. Sumber data untuk keperluan GIS dapat berasal dari data citra, data
lapangan, survey kelautan, peta, sosial ekonomi, dan GPS. Selanjutnya diolah di laboratorium
atau studio GIS dengan software tertentu sesuai dengan kebutuhannya untuk menghasilkan
produk berupa informasi yang berguna, bisa berupa peta konvensional, maupun peta digital
sesuai keperluan user, makan harus ada input kebutuhan yang diinginkan.
Ada beberapa penerapan GIS pada sektor pertanian, Menurut Murai dalam Prayitno
(2000) menyatakan bahwa penerapan GIS di sektor pertanian dilakukan dalam kegiatan,
antara lain :
1. Pemantauan produksi dibidang pertanian
Aplikasi GIS di bidang pertanian sangat dibutuhkan guna mendapatkan hasil produksi
yang maksimal. Aspek-aspek yang biasanya menggunakan aplikasi GIS adalah pada bagian
pemetaan atau peletakan komoditas yang sesuai dengan keadaan lahan pertanian tersebut.
Modeling produksi tanaman merupakan salah satu contoh aplikasi SIG di bidang pertanain.
Permodelan dengan menggunakan SIG menawarkan suatu mekanisme yang
mengintegraskan berbagai jenis data (biofisik) yang dikembangkan atau digunakan dalam
penelitian pertanian. Monitoring kondisi tanaman pertanian sepanjang musim tanaman serta
prediksi potensi hasil panen berperan penting dalam menganalisis produksi musiman.
Informasi hasil panen yang akurat dan terkini sangat dibutuhkan oleh departemen pertanian
berbagai negara.
Aplikasi GIS juga sangat membantu dalam memantau keadaan-keadaan di sekitar
wilayah yang terserang hama atau penyakit, wilayah-wilayah yang telah siap diproduksi
pemantauan ini dilakukan dari jarak jauh dengan menggunakan aplikasi dengan sistem
monitoring.
2. Penilaian resiko usaha pertanian
GIS dapat digunakan untuk membantu mengelola sumberdaya pertanian dan
perkebunan skala kawasan yang luas secara optimal dengan resiko gagal tanam dan gagal
panen minimum. GIS menetapkan masa tanam yang tepat, memprediksi masa panen,
mengembangkan sistem rotasi tanam, dan melakukan perhitungan secara tahunan terhadap
debit, curah hujan dan skenario pola tanam dan jenis tanam yang paling menguntungkan
secara ekonomi dan teknis.
Dalam teknologi pangan, GIS dapat digunakan untuk memetakan keberadaan tanaman
pangan. Aplikasi GIS yang digunakan dalam teknologi pangan diantaranya adalah foodtrace
dan quality trace. Aplikasi ini telah dikembangkan oleh Thailand. Dengan aplikasi ini kita dapat
memperoleh informasi mengenai bahan baku suatu produk baik itu dari segi mutu dan asal
bahan baku. Di Thailand, salah satu perusahaan pengalengan jagung menggunakan aplikasi
ini utnutk mencantumkan informasi bahan baku dan ada kode-kode yang dapat dicek oleh
konsumen untuk mengetahui asal bahan bak tersebut. Penilaian resiko bisnis dilakukan
dengan mengukur nilai penyimpangan yang terjadi.
3. Pengendalian hama dan penyakit
Penerapan SIG pada bidang pertanian dan khususnya pada bidang Hama dan Penyakit
Tumbuhan. Contohnya adalah pemetaan penyebaran penyakit di beberapa wilayah baik itu
penyakit lama atau merupakan penyakit baru sehingga dengan pemanfaatan GIS dapat
dilakukan pencegahan. Dalam bidang Hama dan Penyakit Tumbuhan, penerapan GIS
diakukan untuk melaksanakan pengendalian secara dini yang bersifat kewilayahan. Dengan
pemanfaatan GIS serangan akan adanya penyakit dapat diantisipasi.
4. Pemantauan budidaya pertanian
GIS dapat digunakan untuk membantu mengelola sumberdaya pertanian dan
perkebunan seperti luas kawasan untuk tanaman, pepohonan, atau saluran air. GIS dapat
digunakan untuk pemantauan dalam tahap budidaya seperti menetapkan masa panen,
mengembangkan sistem rotasi tanam, dan melakukan perhitungan secara tahunan terhadap
kerusakn tanah yang terjadi karena perbedaan pembibitan, penanaman, atau teknik yang
digunakan dalam masa depan. GIS membantu menginventarisasi data-data lahan
perkebunan tebu menjadi lebih cepat dianalisis, seperti pada proses pembibitan, proses
penanaman yang dapat dikelola oleh pengelola kebun.
Sebagai contoh dengan penggunaan aplikasi GIS dapat mengetahui keadaan tanaman,
parameter tanah, informasi mengenai lingkungan tumbuh dilapang, mendeteksi pertumbuhan
tanaman, kadar air tanah dan tanaman, hama dan peyakit tanaman, pemetaan sumber daya,
irigasi, mengetahui kebutuhan pupuk, menentukan posisi lahan, monitoring lingkungan, dan
lain sebagainya. GIS juga dapat dogunakan untuk membuat peta persebaran tanaman
pangan dalam suatu wilayah peta persebaran komoditi hortikultura, jenis tanah dan lain
sebagainya.
BAB IV
REKOMENDASI TEKNOLOGI UNTUK PENERAPAN PERTANIAN PRESISI
Bab IV
Pertanian presisi (PA), pertanian satelit atau manajemen lokasi tanaman-spesifik
(SSCM) adalah konsep manajemen pertanian berdasarkan pengamatan, pengukuran, dan
respons terhadap variabilitas dalam dan antar-bidang pada tanaman. Tujuan dari penelitian
pertanian presisi adalah untuk mendefinisikan sistem pendukung keputusan (DSS) untuk
seluruh manajemen pertanian dengan tujuan untuk mengoptimalkan pengembalian input
sambil menjaga sumber daya. Di antara banyak pendekatan ini adalah pendekatan
fitogeomorfologi yang mengikat stabilitas/karakteristik pertumbuhan tanaman multi-tahun
dengan atribut topologi medan. Ketertarikan pada pendekatan fitogeomorfologi berasal dari
fakta bahwa komponen geomorfologi biasanya menentukan hidrologi dari lahan pertanian (Mc
Britney,2005).
Menurut Whelan (2003), praktik pertanian presisi telah dimungkinkan oleh munculnya
GPS dan GNSS. Kemampuan petani dan/atau peneliti untuk menemukan posisi mereka yang
tepat di lapangan memungkinkan untuk membuat peta variabilitas spasial dari banyak variabel
yang dapat diukur (misalnya hasil panen, fitur medan/topografi, kandungan bahan organik,
tingkat kelembaban, kadar nitrogen, pH, EC, Mg, K, dan lainnya). Data serupa dikumpulkan
oleh jajaran sensor yang dipasang pada pemanen kombinasi yang dilengkapi GPS. Jajaran
ini terdiri dari sensor waktu nyata yang mengukur segala sesuatu mulai dari level klorofil
hingga status air tanaman, bersama dengan citra multispektral. Data ini digunakan bersama
dengan citra satelit dengan teknologi variable rate (VRT) termasuk seeder, penyemprot, dll.
Untuk mendistribusikan sumber daya secara optimal. N-Sensor ALS Yara dipasang pada
kanopi traktor - sistem yang merekam pantulan cahaya tanaman, menghitung rekomendasi
pemupukan dan kemudian memvariasikan jumlah penyebaran pupuk.
Pertanian presisi juga dimungkinkan oleh kendaraan udara tak berawak seperti DJI
Phantom yang relatif murah dan dapat dioperasikan oleh pilot pemula. Drone pertanian ini
dapat dilengkapi dengan kamera hiperspektral atau RGB untuk menangkap banyak gambar
bidang yang dapat diproses menggunakan metode fotogrametri untuk membuat peta ortofoto
dan NDVI. Drone ini mampu menangkap beberapa titik metrik tanah yang nantinya dapat
digunakan untuk menyalurkan air yang layak dan pemupukan ke tanaman (Reina dan Giulio,
2008).
Pertanian presisi menurut Howart (1985), pengaplikasian jumlah input yang tepat dan
benar seperti air, pupuk, pestisida dll pada waktu yang tepat bagi tanaman untuk
meningkatkan produktivitas dan memaksimalkan hasil. Praktik manajemen pertanian presisi
dapat secara signifikan mengurangi jumlah nutrisi dan input tanaman lain yang digunakan
sambil meningkatkan hasil panen. Kedua, manfaat input penargetan skala besar menyangkut
dampak lingkungan. Menerapkan jumlah bahan kimia yang tepat di tempat yang tepat dan
pada waktu yang tepat menguntungkan tanaman, tanah dan air tanah, dan dengan demikian
juga bagi seluruh siklus tanaman. Pertanian presisi mengurangi tekanan pada pertanian untuk
lingkungan dengan meningkatkan efisiensi mesin dan menggunakannya. Misalnya,
penggunaan perangkat manajemen jarak jauh seperti GPS mengurangi konsumsi bahan
bakar untuk pertanian, sementara aplikasi tingkat variabel nutrisi atau pestisida berpotensi
mengurangi penggunaan input ini, sehingga menghemat biaya dan mengurangi limpasan
berbahaya ke saluran air.
Pertanian presisi (precision agriculture) adalah bertani dengan input dan teknik yang
tepat sehingga tidak terjadi pemborosan sumberdaya. Teknik ini banyak dikembangkan
petani, sesuai namanya precision = presisi = tepat, petani melakukan tindakan budidaya
secara tepat berdasarkan informasi yang mereka terima.
Dengan precision farming, petani mengolah tanah, menanam, merawat, memanen
tanaman secara presisi. Itu dilakukan dengan bantuan perangkat teknologi digital yang
membantu petani mampu menghitung jarak tanam tepat, kebutuhan benih dan pupuk tepat,
umur panen dan jumlah panen tepat. Itu dibarengi dengan penggunaan alat mesin pertanian
yang serba pintar. Oleh karena itu precision farming menjadikan produktivitas produk
pertanian menjadi lebih tinggi, lebih berkualitas, dan biaya lebih efisien. Salah satu komponen
utama adalah informasi cuaca. Di Jepang, petani yang tidak mengikuti informasi prakiraan
cuaca itu bisa jadi celaka. Tanaman rusak karena serbuan hujan badai, salju turun, atau angin
kencang. Akurasi prakiraan cuaca Japan Meteorological Agency (JMA) menjadi referensi
petani untuk melakukan tindakan antisipatif. Tugas JMA adalah merilis informasi, termauk
hujan badai. Serta-merta para petani menyiapkan segala perlengkapan untuk melindungi
tanaman. Pemilik greenhouse misalnya segera mengerudungkan plastik di atap bangunan
supaya tanaman di dalamnya terhindar dari kerusakan akibat guyuran hujan.
Komponen yang perlu diperbaiki dalam rangka mendukung pertanian presisi ada 10
komponen. Pertama, benih. Pemilihan benih harus tepat lokasi, tepat kondisi iklim, tepat
kondisi lingkungan. Peta lokasi kebanjiran dan kekeringan serta daerah endemis hama dan
penyakit sudah diketahui oleh Badan Litbang Kementerian Pertanian sehingga memudahkan
dalam membuat peta produksi dengan berbagai macam kebijakannya. Badan Meteorologi
dan Geofisika (BMG) meliris perubahan musim. Ini yang dipakai petani untuk memutuskan
pemilihan bibit yang tepat. Ada yang tahan kekeringan, tahan banjir, tahan terhadap salinitas
tinggi, tahan terhadap hama dan penyakit tertentu, serta tahan perubahan musim. Kedua,
pengolahan lahan. Ketiga, mengatur sistem pengairan. Keempat, cara tanam. Kelima,
pemupukan tepat. Untuk memupuk tepat, petani harus melakukan analisa sampel tanah.
Sekarang banyak laboratorium tanah sederhana yang mudah diakses. Hasil uji lab akan
ketahuan unsur hara makro dan mikro yang terkandung dalam tanah. Hasil itu yang dibawa
kepada industri pupuk untuk menghasilkan pupuk tepat sesuai kebutuhan petani. Keenam,
penggunaan pestisida yang bijaksana. Pestisida digunakan hanya ketika serangan penyakit
atas ambang ekonomis. Misal pada serangan wereng, sudah ditemukan 3 wereng per batang.
Cara lain yang lebih alami yakni dengan menerapkan teknologi refogia. Berdasarkan hasil
penelitian Badan Pangan Dunia (FAO) di Indonesia, refogia mampu menekan serangan
hama. Ketujuh, teknik panen. Teknik panen yang dilakukan sekarang biayanya mahal dan
kehilangan hasil tinggi, sampai 9—10,5%. Delapan, terakhir dengan membentuk Badan
Usaha Milik Petani (BUMP) untuk mengatasi masalah rendahnya kepemilikan lahan dan
kecilnya porsi pendapatan petani. Dengan kepemilikan lahan 0,35 ha, dengan instrumen
apapun seperti menaikkan subsidi pupuk atau menaikkan harga beli masyarakat,
kesejahteraan petani tetap belum tercapai. BUMP sebuah model untuk mensejahterakan
petani dengan dukungan awal berupa permodalan dan teknologi. Seluruh mesin harus
berada di satu kawasan. BUMP dimiliki oleh 99% pemerintah dan 1% petani. Sembilan,
tenaga penyuluh pertanian juga sudah makin berkurang sehingga petani tidak ada
pendampingan di lapangan. Sepuluh, Asuransi Pertanian sangat bermanfaat bagi para petani
di era perubahan iklim global. Sebab walaupun kita sudah berusaha dengan berbagai cara
tapi karena pertanian berhubungan langsung dengan alam sehingga segala kemungkinan
gagal bisa saja ketika tiba-tiba terjadi angin puting beliung, tidak ada hujan/kekeringan dan
hujan sangat banyak/banjir. Petani yang masuk Asuransi Pertanian yang hanya membayar
20 persen preminya dari Rp6 juta senilai Rp36 ribu rupiah karena yang 80 persen disubsidi
pemerintah, bila terjadi kegagalan panen padi akan mendapat pergantian Rp6 juta rupiah/ha.
Gambar Contoh pertanian presisi dalam pengendalian hama
Salah satu contoh penggunaan teknologi untuk penerapan pertanian presisi adalah
dalam kegiatan pemupukan. Pada umumnya kegiatan pemupukan tidak memperhatikan
keragaman spasial kesuburan tanah yang ada. Pemupukan yang tidak tepat dapat
mengakibatkan aplikasi yang berlebihan (over-application) atau aplikasi yang kurang (under-
application). Hal ini dapat menyebabkan pemborosan pupuk, penurunan produktivitas,
peningkatan biaya produksi, penurunan keuntungan, dan dampak negatif pada lingkungan.
Masalah tersebut dapat diatasi dengan pendekatan pertanian presisi (precision farming).
Pertanian presisi merupakan informasi dan teknologi pada sistem pengelolaan pertanian
untuk mengidentifikasi, menganalisa, dan mengelola informasi keragaman spasial dan
temporal di dalam lahan untuk mendapatkan keuntungan optimum, berkelanjutan, dan
menjaga lingkungan. Tujuan dari pertanian presisi adalah mencocokkan aplikasi sumber daya
dan kegiatan budidaya pertanian dengan kondisi tanah dan keperluan tanaman berdasarkan
karakteristik spesifik lokasi di dalam lahan.
Pertanian presisi merupakan revolusi dalam pengelolaan sumber daya alam berbasis
teknologi informasi. Sistem Informasi Manajemen (Management Information System) dalam
pertanian presisi meliputi Sistem Informasi Geografis (Geographical Information System),
Sistem Pendukung Keputusan (Decision Support System), dan data (crop models & field
history). Maksud tersebut dapat dicapai dengan pertanian presisi melalui kegiatan pembuatan
peta hasil (yield map), peta tanah (soil map), peta pertumbuhan tanaman (growth map), peta
informasi lahan (field information map), penentuan laju aplikasi (variable rate application),
pembuatan yield sensor, pembuatan variable rate applicator, dan lain-lain. Penggabungan
peta hasil, peta tanah, dan peta pertumbuhan tanaman menghasilkan peta informasi lahan
(field information map) sebagai dasar perlakuan yang sesuai dengan kebutuhan spesifik
lokasi yaitu dengan diperolehnya variable rate application.
Pendapat ahli yang lain tentang Pertanian presisi adalah konsep pertanian dengan
pendekatan sistem untuk menuju pertanian dengan rendah pemasukan (low-input), efisiensi
tinggi, dan pertanian berkelanjutan (Shibusawa, 1998). Definisi lain menyebutkan bahwa,
Pertanian presisi adalah sistem pertanian yang mengoptimalkan penggunaan sumberdaya
untuk mendapatkan hasil yang maksimal dan juga mengurangi dampak terhadap lingkungan.
Konsep yang diperhatikan diantaranya dengan pendekatan sistem yang memperhatikan
Input, Proses, Output.
Untuk dapat mempelajari Pertanian Presisis, berikut ini kerangka kerja (framework)
pertanian presisi yang dikemukakan oleh Stafford (2000), yang menjelaskan bahwa pertanian
presisi merupakan aliran informasi yang dioptimalkan pada setiap tahapan sistem, seperti
disajikan pada gambar.
Konsep pertanian presisi menurut Stafford (2000)

A. Input
Posisitiong System (Sistem posisi)
Posisi merupakan tahapan awal dalam penerapan pertanian presisi, beberapa ciri
diantaranya adalah penggunaan GPS (global possitioning system) untuk penentuan lokasi
yang presisi. Contoh penerapannya misalknya treking lokasi peralatan pertanian, sensor, dan
juga pergerakan.
b. Sensing System
Sistem sensor adalah penggunaan peralatan berupa sensor untuk kegiatan-kegiatan
yang sesuai dengan tujuan, berikut ini beberapa penerapan sensor untuk aplikasi-aplikasi
khusus:
b.1. Soil and Environment
Tanah dan kondisi lingkungan adalah elemen yang penting dalam budidaya
tanaman. Pada pengamatan di tanah, beberapa faktor yang dapat diamati antaralain:
PH, Electrical Conductivity (EC), Kadar lengas tanah, dll. Untuk lingkungan, beberapa
pengamatan diantaranya Temperatur, Humidity, Solar radiasi, CO2, Gas lain, dan juga
penerapan di perairan misalnya DO (dissolved oxygen), BOD, PH, dll.
b.2. Plant or Crop Sensing
Sensor yang digunakan untuk mengamati tanaman dan juga kondisi
perilakunya. Contoh penerapan sensor tanaman adalah pengukuran pertumbuhan
tanaman, perkembangan buah, pergerakan tanaman, ritme sirkadian.
b.3. Postharvest and Food Quality Sensing
Pengamatan kualitas hasi pertanian berikut dengan metode destruktif maupun
non-destruktif. Penerapan non-destruktif menggunakan Image processing, e-nose,
dan juga Near Infra Red Spectroscopy. Kualitas hasil dengan destruktif misalnya
penetromter, kekenyalan, sensor kematangan buah, dll.
B. Information Management (Prosesing)
Beberapa aplikasi yang terkait dengan manajemen informasi diantaranya:
 Information System
 Management Information System
 Expert System
 Decision Support System
 C. Precise Application (Output)
Aplikasi pertanain presisi diantaranya penerapan VRT (Variable Rate Application),
Robotic, Control System, dan Juga pengguaan Aktuator yang terpadu dengan komponen A,
dan B sebelumnya.
Aplikasi sistem Pertanian presisi dengan pendekatan sistem berikut dengan contoh
teknologi kunci (key technology) disajikan dengan penerapannya. Penggunaan teknologi
menjadi pendukung dalam adopsi teknogi ini. Namun, disisi lain, selain faktor teknologi, faktor
manusia sebagai penggerak dan pelaksana aktivitas pertanian juga perlu untuk didukung.
Pertanian presisi berbasis pengetahuan perlu untuk dikembangkan lebih lanjut guna
menghadapi peruban iklim global dan tantangan era industri 4.0.
Pada studi kasus kali ini, yang bertempat di jalibar batu malang jawa timur perlu
dilakukannya konservasi lahan dan air terlebh dahulu. Hal ini dikarenakan lahan didaerah ini
banyak yang sudah terdegradasi. Selain itu, pengolahan lahan dan sistem pengairannya juga
harus diperhatikan. Setelah semua sudah terkendali, maka perlu diketahui bahwa pemupukan
pada tanaman yang ditanam dikawasan ini harus diperhatikan, pengendalian hama dengan
penggunaan pestisida yang baik dan tepat sasaran dan juga cara tanamnya. Hal ini sangat
perlu diperhatikan agar produksi didaerah ini meningkat. Pengendalian secara manual ini
hanya bisa di lakukan pada lahan yang tidak terlalu luas sedangkan untuk lahan yang luas,
perlu dilakukannya pengengendalian dari jarak jauh yaitu dengan teknologi pertanian yang
presisi. Rekomendasi teknologi yang kami sarankan adalah dengan menggunakan drone
yang sudah disistem untuk pertanian. Seperti penjelasan diatas bahwa drone ini bisa
berfungsi untuk pengendalian hama, pemberian pupuk, memantau sistem pengairannya dan
memantau tanaman atau tanah yang terkena masalah. Dengan bantuan teknologi ini, maka
dapat membantu petani dengan mengurangi waktu kerja dan sangat efisen untuk
neningkatkan produksi pertanian yang ada didaerah Jalibar Batu Malang ini.
BAB V
KESIMPULAN
Sistem Informasi Geografi (SIG) adalah sistem berbasis komputer yang digunakan
untuk menyimpan, memanipulasi, dan menganalisis informasi geografi. Yang semula
informasi permukaan bumi disajikan dalam bentuk peta yang dibuat secara manual, maka
dengan hadirnya Sistem Informasi Geografi (SIG) informasi-informasi itu diolah oleh
komputer, dan hasilnya berupa peta digital. SIG mempunyai kemampuan dalam
menghubungkan berbagai data pada suatu titik tertentu dibumi, menggabungkannya,
menganalisa dan akhirnya memetakan hasilnya. Data dari kebun percobaan akan diolah pada
SIG dala data spasial, yaitu sebuah data yang berorientasi geografis dan merupakan lokasi
yang memiliki sistem koordinat tertentu sebagai dasar referensinya. Sehingga aplikasi SIG
dapat menjawb beberapa pertanyaan seperti lokasi, kondisi tren, pola dan pemodelan. Pada
studi kasus kali ini, yang bertempat di jalibar batu malang jawa timur perlu dilakukannya
konservasi lahan dan air terlebh dahulu. Hal ini dikarenakan lahan didaerah ini banyak yang
sudah terdegradasi. Selain itu, pengolahan lahan dan sistem pengairannya juga harus
diperhatikan. Setelah semua sudah terkendali, maka perlu diketahui bahwa pemupukan pada
tanaman yang ditanam dikawasan ini harus diperhatikan, pengendalian hama dengan
penggunaan pestisida yang baik dan tepat sasaran dan juga cara tanamnya. Hal ini sangat
perlu diperhatikan agar produksi didaerah ini meningkat.
DAFTAR PUSTAKA
Barus, B. & Wiradisastra, U.S. 2000. Sistem Informasi Geografi. Laboratorium Penginderaan
Jauh dan Kartografi. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian
Bogor. Bogor. Barus, B. 2005. Kamus SIG (Sistem Informasi Geografis). SOTIS
(Studio Teknologi Informasi Spasial). Bogor.
Howard, J.A., Mitchell, C.W., 1985. Phytogeomorphology. Wiley.
J. V. Stafford, “Implementing precision agriculture in the 21st century,” J. Agric. Eng. Res., vol.
76, no. 3, pp. 267–275, 2000.
Manalu, L.P. (2013). Aplikasi kontrol digital untuk pemupukan secara variable rate pada
sistem pertanian presisi. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia, 15(3), 31- 38
McBratney, A., Whelan, B., Ancev, T., 2005. Future Directions of Precision Agriculture.
Precision Agriculture, 6, 7-23.
Qolis, N., dan Fariza A. (2011). Pemetaan dan Analisa Sebaran Sekolah Untuk Peningkatan
Layanan Pendidikan di Kabupaten Kediri dengan GIS: Naskah Publikasi.
Jakarta: Universitas Gunadarma
R. Anggarendra, C. S. Guritno, M. Singh, S. Kaneko, and M. Kawanishi, “Climate Change
Policies and Challenges in Indonesia,” pp. 295–304, 2016.
Radite, P.A.S., M Umeda, M. Iida, M. Khilael, 2000. Application of variable rate technology
for granularfertilizer on rice cultivation.CIGR paper No.R3109. The XIV Memorial
CIGR World Congress 2000, Tsukuba, Japan., Nov.28-Dec 01, 2000.
Reina, Giulio (2018). "A multi sensor robotic platform for ground mapping and estimation
beyond the visible spectrum". Precision Agriculture: 29.
Saputro, T.E. (2015). Agriculture Research Center di Lahan Pasir Pantai Baru Yogyakarta:
Naskah Publikasi Ilmiah. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Whelan, B.M., McBratney, A.B., 2003. Definition and Interpretation of potential management
zones in Australia, In: Proceedings of the 11th Australian Agronomy Conference,
Geelong, Victoria.

Anda mungkin juga menyukai