TERPADU)
Paper
Disusun oleh :
Universitas Padjadjaran
Fakultas Pertanian
Jatinangor
2018
ABSTRAK
2
PENDAHULUAN
Latar Belakang
3
Ruang Lingkup
Adapun tujuan dan manfaat dari penulisan paper ini antara lain sebagai
berikut.
Mengetahui definisi dan sejarah dari sistem pertanian berkelanjutan
(pertanian terpadu)
Mengetahui aspek fundamental dalam mencapai pertanian berkelanjutan
Mengetahui berbagai pendekatan dalam mencapai pertanian berkelanjutan
Mengetahui tantangan apa saja bagi pertanian berkelanjutan di Indonesia
Metodologi Penulisan
Paper ini ditulis berdasarkan studi literatur yang dilakukan melalui modul
sistem pertanian berkelanjutan serta internet.
4
LANDASAN TEORI
Setelah Perang Dunia II, penggunaan bahan kimia dan rekayasa teknologi
meningkat hingga mencapai puncaknya pada tahun 1970-an, dimana pada tahun
yang sama terjadi krisis energi. Semua negara berusaha memacu produktivitas
industri pertanian untuk memenuhi bahan baku agroindustri. Hal tersebut
melahirkan teknologi-teknologi baru di dunia pertanian seperti rekayasa genetika,
kultur jaringan, dan berbagai teknologi canggih pertanian.
Di negara-negara selatan seperti Indonesia, dicanangkan program
intensiifikasi usaha tani, khususnya padi sebagai makanan pokok, dengan
mendorong pemakaian benih varietas unggul (high variety vield), pupuk kimia
dan obat-obatan pemeberantas hama dan penyakit. Kebijakkan pemerintah saat itu
memang secara jelas merekomendasikan penggunaan energi luar yang dikenal
dengan paket Panca Usaha Tani, yang salah satunya menganjurkan penggunaan
pupuk kimia dan pestisida.
Terminologi pertanian berkelanjutan (susitainable agriculture) sebagai
padanan istilah agroekosistem pertama kali dipakai sekitar awal tahun 1980-an
oleh pakar pertanian FAO (Food Agriculture Organization). Argoekosistem
sendiri mengacu pada modifikasi ekosistem alamiah dengan bantuan manusia
untuk menghasilkan bahan pangan, serat, dan kayu, untuk memenuhi kebutuhan
dan kesejahteraan manusia. Conway (1984) juga menggunakan istilah pertanian
berkelanjutan dengan agroekosistem yang berupaya memadukan antara
produktivitas (productivity), stabilitas (stability), pemerataan (equlity). Semakin
jelas bahwa konsep agroekosistem atau pertanian berkelanjutan adalah jawaban
atas dampak yang ditimbulkan green revolution seperti semakin merosotnya
produktivitas pertanian (leaffing off).
Memasuki abad 21, kesadaran akan pertanian yang ramah lingkungan
semakin meningkat, sejalan dengan tuntuan era globalisasi dan perdagangan
bebas. Hal ini terutama sekali dirasakan di negara-negara maju seperti negara-
negara Amerika dan negara-negara Eropa. Smsentara itu negara-negara
berkembang misalnya Indonesia, tampaknya masih terpengaruh dampak
5
negatif green revolution. Lahan-lahan sawah di pulau Jawa sebagai sentra
produksi padi menunjukkan indikasi adanya penurunan produktifitas. Sawah-
sawah mengalami kejenuhan berat atau pelandaian produktivitas karena pemakain
pupuk kimia dan obat-obatan yang sudah melampaui ambang batas normal.
Konsep pertanian yang berkelanjutan terus berkembang serta dipertajam
dengan kajian pemikiran, model, metode, dan teori berbagai disiplin ilmu
sehingga menjadi suatu kajian ilmu terapan yang diabadikan bagi kemaslahatan
umat manusia untuk generasi sekarang dan mendatang.
6
2. Mengoptimalkan ketersediaan dan menyeimbangkan arus unsur hara, khususnya
melalui pengikatan nitrogen, pemompaan unsur hara, dan pemanfaatan pupuk luar
sebagai pelengkap.
3. Meminimalkan kerugian sebagai akibat radiasi matahari, udara dan air dengan
pengelolaan iklim mikro, pengeloaan air dan pengendalian erosi.
4. Meminimalkan serangan hama dan penyakit terhadap tanaman dan hewan melalui
pencegahan dan perlakuan yang aman.
5. Saling melengkapi dan sinergis dalam penggunaan sumber daya genetik yang
mencakup penggabungan dalam sistem pertanian terpadu dengan tingkat
keanekaragaman fungsional yang tinggi.
7
PEMBAHASAN
8
serta memelihara kesuburan tanah. Pertanian berkelanjutan memiliki konsep dasar
yaitu mempertahankan ekosistem alami lahan pertanian yang sehat, bebas dari
bahan-bahan kimia yang meracuni lingkungan.
1. Sistem Tanam Ganda, adalah penanaman dua jenis tanaman atau lebih pada
lahan yang sama dalam kurun waktu satu tahun untuk memaksimalkan
produksi dengan input luar yang rendah sekaligus meminimalkan resiko dan
melestarikan sumberdaya alam. Menurut bentuknya, pertanaman ganda ini
dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu : pertanaman tumpangsari
(Intercropping) dan pertanaman berurutan (Sequential Cropping). Sistem
tanam ganda dapat meningkatkan produktivitas 20 – 60 %. Sedangkan
tumpangsari adalah salah satu program intensifikasi di lahan yang kurang
produktif karena pertanaman secara tumpangsari pada lahan kering dapat
memelihara kelembaban dan kadar air tanah serta mengurangi erosi dan
meningkatkan kesuburan tanah (Samosir, 1996).
9
3. Agroforestry, mempunyai fungsi ekonomi penting bagi masyarakat setempat.
Peran utama agroforestry bukanlah produksi bahan pangan melainkan sebagai
sumber penghasilan pemasukan uang dan modal. Seringkali agroforestry
menjadi satu-satunya sumber uang tunai keluarga petani. Agroforestry
memasok 50 – 80% pemasukan dari pertanian di pedesaan melalui produksi
langsung dan kegiatan lain yang berhubungan dengan pengumpulan,
pemrosesan dan pemasaran hasilnya. Contoh kegiatan tersebut misalnya adalah
aktivitas penanaman hutan dengan sistem tumpangsari, kegiatan penebangan,
aktivitas angkutan hasil hutan, pembinaan industri rakyat, pembinaan sutra
alam, lebah madu dan sebagainya. Agroforestry berperan sebagai kebun dapur
yang memasok bahan makanan pelengkap (sayuran, buah, rempah, bumbu).
Selain itu melalui keanekaragaman sumber nabati dan hewani agroforestri
dapat menggantikan peran hutan alam dalam menyediakan hasil-hasil yang
akhir-akhir ini semakin langka dan mahal seperti kayu, rotan, bahan atap,
tanaman obat dan binatang buruan.
10
pengelolaan untuk lebih menekankan pada usaha untuk mengurangi populasi
organisme yang harus ditangani secara terus menerus sejak dari penanaman,
misalnya dengan menentukan jenis tanaman, cara pembukaan lahan,
penggarapan tanah, jarak tanam, dan sebagainya.
1. Pemahaman yang baik terhadap pasar dan upaya meningkatkan nilai tambah
produk pertanian, yang dicapai melalui diversivikasi usaha, perluasan pasar
dan integrasi perusahaan secara vertikal, pemasaran secara langsung dan
pasar khusus produk premium, membentuk koperasi, dan menciptakan nilai
tambah dengan pengolahan di lapang (on-farm).
2. Menciptakan struktur dan kesuburan tanah yang baik melalui pengurangan
penggunaan pupuk sintetik dan memaksimalkan siklus nutrisi lapang,
pemupukan berdasarkan hasil uji tanah, pengolahan tanah minimum,
memperlakukan tanah sebagai entitas yang hidup, mengelola organisme
tanah, penggunaan penutu tanah dan mulsa sepanjang tahun dan
meninggalkan sisa tanaman di lapangan.
3. Menjaga kualitas air di lapang dan sekitarnya dengan cara meningkatkan
bahan organik tanah dan ompleks humus aktif, menanam tanaman tahunan,
menanam tanaman penutup tanah yang dapat mengambil hara agar tidak
tercuci, menyediakan daerah penyangga antara lapangan dan badan air
untuk melindungi aliran nutrisi, pengelolaan irigasi, dan memelihara ternak
berbasis pakan-rumput.
4. Melaksanakan PHT (Pengelolaan Hama Terpadu) yaitu mencegah masalah
hama dengan pengelolaan tanah yang sehat, menciptakan habitat bagi
organisme menguntungkan, memandang pertanian sebagai suatu ekosistem,
mengidentifikasi spesies hama, mengubah sistem tanam, dan penggunaan
pestisida sebagai upaya terakhir.
5. Meningkatkan keragaman hayati di lapang yang maksimal dengan
mengintegrasikan tanaman dan ternak, penggunaan tanaman pagar,
menghindari penanaman monokultur, menanam tanaman tahunan,
mengelola padang rumput, menanam tanaman penutup tanah di luar musim.
11
Rekomendasi yang dapat diberikan upaya mencapai keberlanjutan sistem
pertanian meliputi mengurangi pengunaan input, meningkatkan efisiensi
penggunaan sumber daya alam, meningkatkan penggunaan proses-proses biologi
untuk N, pemanfaatan siklus nutrisi dan manajemen hama terpadu.
Karakter
Pertanian Pengelolaan Pertanian
Sistem
Organik Tanaman Terpadu Konvensional
Pertanian
Tanpa
Teknologi intensif Difokuskan kepada
penggunaan
dengan pendekatan penggunaan input
input anorganik.
seimbang antara tinggi dan
Teknik Fokus pada
lingkungan, teknologi untuk
produksi penggunaan
pendapatan dan hasil, produktivitas
bahan alami dari
produksi pangan yang dan keuntungan
pertanian dan
berkualitas. maksimal.
ternak.
Perubahan
Diperlukan iptek baru
radikal dari R & D yang
dalam advisory
pertaniuan tradisional/konvens
system. Target R & D
konvensional. ional dan dalam
lebih maju.
Iptek yang Diperlukan advisory system
Diperlukan pelatihan
diperlukan pengembangan (perusahaan publik
ulang jika akan
(Knowledge R & D baru dan dan swasta).
merubah sistem
Requirement) sistem Berbasis
agribisnis. Berbasis
pengawasan. pengetahuan yang
pada penggabungan
Berbasis sudh baku
pengetahuan lokal dan
pengetahuan (konvensional)
eksternal yang serasi.
lokal
12
konseptual sebagai kritik terhadap lingkungan melalui
yang radikal terhadap lebih banyak intensifikasi,
mendasari cara produksi diberikan dalam spesialisasi dan
terbangunnya pangan proses produksi. konsentrasi.
sistem konvensional Secara relatif lebih
pertanian berkelanjutan dalam
penggunaan sumber
daya alam
dibandingkan
pertanian
konvensional.
Karakter
Pertanian Pengelolaan Pertanian
Sistem
Organik Tanaman Terpadu Konvensional
Pertanian
Merupakan bagian
Bertujuan untuk dari IFS, sebagai
Hubungan menarik respon terhadap Terdapat jarak
dalam rantai konsumen lebih konsumen yang peduli antara konsumen
pangan dekat dengan terhadap konsumen dan produsen.
produsen yang peduli terhadap
proses produksi.
13
2. Usaha Pertanian berbasis LEISA
LEISA merupakan sebuah akronim dari Low Eksternal Input and
Sustainable Agriculture. Menurut Reijintjes (1992) dalam Mustikarini, dkk.
(2010), LEISA merupakan cara pandang baru dalam pertanian yang tidak lepas
dari prinsip-prinsip yang mendasarinya yang mencakup prinsip ekologi,
sosioekonomi, budaya dan politik. Menurut Rambodagedara (2006), prinsip
ekologi yang mendasari LEISA diantaranya sebagai berikut.
Membuat kondisi yang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman dengan
menstimulasi mikroorganisme tanah dan memasukan bahan-bahan organik
secukupnya.
Memelihara nutrisi pada level optimum, dan memastikan keseimbangan nutrisi
di tanah melalui fiksasi nitrogen, pemanfaatan nutrisi yang tersedia pada solum
tanah, dan pemasukan pupuk eksternal hanya jika dibutuhkan untuk
menyeimbangkan jika terjadi defisiensi nutrisi.
Mengontrol kondisi iklim mikro untuk meminimalisir kehilangan sumber
karena cahaya, udara, dan air. Menggunakan metode biologi dan mekanik
untuk mencegah erosi tanah.
Meminimalisir kehilangan hasil karena hama dan penyakit. Melalui
pengelolaan hama terpadu, yang memprioritaskan musuh alami.
Menstimulasi sinergitas dan kondisi simbiosis antara tanaman dan tanaman
atau tanaman dan hewan sehingga menimbulkan biodiversitas.
Tujuan utama dari LEISA adalah untuk menjaga hasil produksi pertanian
tetap pada tingkat optimum menggunakan input eksternal yang lebih sedikit dan
ramah lingkungan. Untuk mendapatkan tujuan tersebut, LEISA sangat
terkonsentrasi pada faktor-faktor yaitu, memelihara kehidupan tanah, membuat
biodiversitas, pengelolaan hama dengan musuh alami dan agen biologi, serta
mendaur ulang sumber nutrisi (Rambodagedara, 2006).
14
memungkinkan terjadinya biodiversitas. FAO (2017), juga menyebutkan bahwa
pengelolaan tanah berkelanjutan berkaitan erat dengan karakteristik sebagai
berikut.
Rendahnya tingkat erosi karena air dan udara;
Tidak terjadinya degradasi dari struktur tanah dan menyediakan kondisi yang
stabil untuk pergerakan air, udara, pertumbuhan akar, serta sirkulasi panas;
Penutup tanah yang cukup untuk melindungi tanah;
Bahan organik stabil atau meningkat hingga tingkat optimum;
Ketersediaan nutrisi sesuai untuk memelihara kesuburan tanah;
Tingkat salinitas, sodifikasi dan alkalinisasi berada pada level minimal;
Air dapat berinfiltrasi dan mencukupi kebutuhan tanaman;
Kontaminan berada dibawah tingkat toksisitas;
Keberagaman biologis tanah tersedia.
Untuk mendapatkan tanah yang memenuhi karakteristik tersebut beberapa
hal dapat dilakukan sebagai upaya untuk pengelolaan tanah berkelanjutan. Untuk
mengurangi tingkat erosi juga menambah bahan organik tanah dapat dilakukan
dengan menanam tanaman mulsa penutup tanah yang dapat melindungi
permukaan tanah, juga implementasi teknologi lainnya seperti mulsa, pengolahan
tanah minimum atau tanpa pengolahan tanah (dimaksudkan untuk mengurangi
penggunaan herbisida), rotasi tanaman, juga agroferestry.
15
mulai dikuasai oleh petani padi dengan berbagai nama lokal, ternyata sulit
dilakukan karena sistem pengaturan airnya kurang memadai.
Salah satu faktor teknologi yang penting dikembangkan dalam
menghadapi tantangan ke depan adalah varietas yang beradaptasi secara spresifik,
karena lahan yang tersedia selanjutnya merupakan lahan yang memiliki kondisi
spesifik seperti lahan kering, gambut, masam, atau mendapatkan naungan.
Penerapan teknologi dan norma produksi sebisa mungkin tidak mengganggu
keseimbangan ekosistem, karena ketika keseimbangan tersebut tidak terjaga akan
terjadi pergerakan ke kesetimbangan baru, yang dapat menurunkan daya dukung
sumber daya alam dan selanjutnya akan menekan produksi dan nilai ekonomi
usaha pertanian tersebut. Tekanan dari ketidakseimbangan ekosistem bukan hanya
dari faktor di sekitar lokasi usaha tani, tetapi juga dari faktor perubahan iklim,
berupa anomali cuca maupun pemanasan global. Sehingga perlu upaya lebih keras
untuk menciptakan teknologi bagi usaha pertanian yang lebih berdaya tahan.
16
6. Teknologi Pemanfaatan Bahan Organik dan Bahan Lokal
Bahan organik tanah merupakan komponen penting penentu kesuburan
tanah. Kandungan bahan organik yang rendah menyebabkan partikel tanah mudah
pecah oleh curah hujan dan terbawa oleh aliran permukaan sebagai erosi, yang
pada kondisi ekstrim dapat mengakibatkan terjadinya desertifikasi (perubahan
menjadi padang pasir) (Pirngadi, 2009).
Semenjak revolusi hijau, pemanfaatan bahan organik jarang dilakukan di
Indonesia. Pirngadi (2009), menyebutkan, setiap tahun lebih dari 165 juta ton
bahan organik dihasilkan dari limbah panen tanaman pangan dan hortikultura.
Jerami sebagai limbah hasil panen padi jumlahnya mencapai 75-80 juta ton lebih
banyak digunakan untuk keperluan industri (kertas, karton, jamur merang),
sedangkan di sawah jerami lebih banyak dibakar (Pirngadi et al., 2006 dalam
Pirngadi, 2009).
Bahan organik mempunyai peranan penting sebagai sumber karbon, tanpa
bahan organik, mikroba dalam tanah akan menghadapi keadaan defisiensi karbon
sebagai pakan (Sisworo, 2006). Dengan demikian, penambahan bahan organik
sangat diperlukan agar kemampuan tanah dapat dipertahankan atau bahkan
ditingkatkan untuk mendukung upaya peningkatan produktivitas tanaman melalui
efisiensi penggunaan pupuk.
Penggunaan pemanfaatan bahan organik sebagai salah satu pendekatan
agroteknologi melalui upaya pembangunan pertanian berkelanjutan diartikan
sebagai pengelolaan lahan untuk memperoleh produktivitas optimal dan disertai
upaya pemeliharaan serta peningkatan kesuburan tanah (Sumarno dan Suyamto,
1998 dalam Pringadi, 2009). Pendekatan ini menekankan pentingnya daur hara
tertutup atau limbah pertanian yang dipanen dari lahan untuk dikembalikan ke
lahan, perlunya pengkayaan kandungan bahan organik dalam tanah, dan perlunya
lingkungan yang sehat dalam proses produksi tanaman (Pringadi, 2009).
Salah satu contoh pemanfaatan bahan organik adalah pemberian mulsa
alang-alang, daun gamal (Gliricidia sp.), dan mulsa kacang tunggak pada tanah
Latosol dengan takaran 5 t/ha, terbukti meningkatkan produksi padi gogo 6,4%
17
dengan mulsa alang-alang, 15% dengan mulsa daun gamal, dan 7,0% dengan
mulsa kacang tunggak (Pirngadi et. al., 2001).
2. Ketersediaan biomasa
18
Adopsi praktek pertanian berkelanjutan oleh petani miskin bergantung
pada jumlah dan ketersediaan biomassa (misalnya sisa-sisa tanaman, kotoran
hewan). Hal ini karena kebanyakan praktek pertanian berkelanjutan (seperti
kontrol erosi, konservasi air, peningkatan kesuburan tanah, pengikatan karbon)
berhubungan secara langsung dengan biomasa yang digunakan untuk
memperbaiki kualitas tanah. Kuantitas biomasa yang tersedia bagi petani kecil
umumnya tidak mencukupi karena petani miskin mempunyai sumberdaya yang
terbatas (seperti lahan, ternak dan/atau tenaga kerja). Beberapa studi telah
menemukan bukti bahwa kepemilikan ternak mempengaruhi adopsi penerapan
kompos, sedangkan total lahan yang dimiliki dan tenaga kerja membatasi adopsi
pengolahan tanah konservasi. Adopsi dari teknik seperti penggunaan tanaman
penutup dan sisa-sisa tanaman (mulsa) di daerah dataran tinggi Ethiopia
bergantung pada ukuran lahan pertanian dan ketersediaan tenaga kerja. Jadi,
meskipun petani miskin sadar akan terjadinya degradasi tanah dan lingkungan
yang disebabkan tidak digunakannya biomasa untuk memperbaiki kualitas tanah,
mereka mungkin masih memilih untuk mengalihkan biomasa yang langka itu
untuk digunakan sebagai bahan bakar untuk memasak atau sebagai makanan
ternak karena mereka tidak mempunyai alternatif lain.
3. Insentif ekonomi
19
praktek yang seringnya lebih banyak menggunakan tenaga kerja dan sumberdaya
yang tersedia secara lokal.
4. Pasar produk
5. Akses Informasi
20
dua hambatan utama petani dalam mengadopsi teknologi konservasi tanah dan air
di Tanzania.
6. Penguasaan Lahan
7. Kelembagaan
21
praktek bertani tidak konvensional seperti pertanian berkelanjutan. Dengan
terbatasnya sumberdaya pemerintah dan tekanan keuangan yang dialami oleh
institusi penyuluhan, adalah penting untuk mendorong kegiatan penyuluhan dari
petani ke petani dengan 7 melatih beberapa petani terpilih. Jaringan informal
diantara para petani selalu menjadi saluran yang kuat untuk saling tukar menukar
informasi dan menyebarkan pengetahuan. Misalnya di Kamboja, pengguna SIP
telah tumbuh hampir 4000 kali pada tahun 2008 dibandingkan dengan pada tahun
2000, terutama melalui penyebarluasan informasi secara informal. Sebuah
evaluasi yang dilakukan terhadap 120 petani yang menggunakan metode SIP
selama paling sedikit 3 tahun ditemukan bahwa, secara keseluruhan, mereka telah
memberi informasi pada 969 rumah tangga di dalam desanya, dan 967 rumah
tangga di luar desanya. Akan tetapi, meskipun difusi informasi seperti itu sangat
memberi harapan, hal ini tidak bisa menjadi pengganti terhadap keperluan adanya
petugas penyuluhan yang terlatih baik. Mereka tetap diperlukan untuk
memberikan informasi yang bisa dipercaya tentang praktek-praktek ini, dan
karenanya akan menjamin keberlanjutannya.
Sebagian besar petani di negara berkembang berada di luar sistem
‘ekonomi kontan’ dengan risiko dan biaya transaksi yang tinggi. Ini berarti
kelembagaan yang ada di perdesaan menjadi sangat penting untuk menjangkau
petani semacam ini, memberi mereka dengan informasi, kredit dan pelayanan
pemasaran. Kelompok atau asosiasi petani dapat menjadi sumber informasi yang
berharga bagi petani. Di Ethiopia bagian utara, keanggotaan rumah tangga dalam
paling sedikit sebuah kelompok tani secara signifikan meningkatkan kemungkinan
diterapkannya pengolahan tanah konservasi dan/atau kompos di lahan pertanian
mereka. Juga di Ethiopia, pelayan kredit yang dikaitkan dengan bantuan teknis
dari lembaga keuangan mikro meningkatkan penggunaan kompos dan investasi
dalam pengolahan lahan, tanaman kayu-kayuan dan pagar hidup.
8. Kendala Politik.
22
kesadaran para pembuat keputusan tentang manfaat dari praktek pertanian
berkelanjutan, yang diantaranya mewakili perubahan yang signifikan dari
paradigma yang diterima sebelumnya. Sebagai tambahan, pertanian berkelanjutan
dengan mengurangi input eksternal seperti pupuk dan bahan kimia lainnya untuk
mengontrol gulma dan hama, mungkin akan menghadapi tantangan dari industri
agro-kimia dan aktor tradisional lainnya dalam rantai suplai input pertanian
intensif. Agar bisa berhasil meningkatkan secara luas penerapan pertanian
berkelanjutan diperlukan dukungan politik pada berbagai level dari lokal sampai
nasional.
23
PENUTUP
24
DAFTAR PUSTAKA
Karlen D.L., E.G. Hurley, and A.P. Mallarino. 2006. Crop rotation on soil quality
at three northern corn/soybean belt location. J. Agron 98: 484-495.
Kumar, Dinesh and Y.S Shivay. Modern concepts of agriculture: Integrated Crop
Management. Indian Agricultural Research Institute.
Pirngadi, K., H.M. Toha, K. Permadi, dan A. Guswara. 2001. Sistem olah tanah
dan pengelolaan bahan organik pada hasil padi gogo di lahan kering
didominasi gulma alang-alang. Prosiding Seminar Nasional Air-Lahan-Pangan.
Pusat Penelitian Manajemen Air dan Lahan, Palembang 20-21 Juni 2001. hlm.
A16.1-A16. 8.
Pirngadi, Kasdi. 2009. Peran bahan organik dalam peningkatan produksi padi
berkelanjutan mendukung ketahanan pangan nasional. J. Pengembangan
Inovasi Pertanian 2(1): 48-64.
25
Sisworo, W.H. 2006. Swasembada pangandan pertanian berkelanjutan tantangan
abad dua satu: pendekatan ilmu tanah, tanaman, dan pemanfaatan iptek nuklir.
Badan Tenaga Nuklir Nasional, Jakarta.
26