Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PERTANIAN LESTARI BERKALANJUTAN

Disusun Oleh :

Ulya Nur Rozanah (14825)


Geri Pramana Aji (14831)
M. Yusuf Musa (14832)
Nur Hidayati Rohmah (14833)
Rizal Musthofa (14834)
Royyan ‘Abiid (14835)
Siti Fatonah (14836)
Tsaniya Yuris Aulia (14837)
Enindra Shafa (14854)
Fransiscus Maria D. (14855)
Intan Berliana Putri (14858)
Kaffatufiddin (14862)

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pertanian Lestari mempromosikan pertanian yang efisien, konservasi keanekaragaman
hayati dan pengembangan masyarakat yang lestari dengan menciptakan standar sosial dan
lingkungan. Pertanian berkelanjutan mengintegrasikan tiga tujuan utama yaitu kesehatan
lingkungan, keuntungan ekonomi, dan keadilan sosial dan ekonomi. Pertanian merupakan
industri biologis yang memanfaatkan proses biokimia dan menggunakan media tanaman.
Pertanian modern mengubah proses alamiah tanaman yang semula semata-mata hanya
menggunakan unsur-unsur hara asli dari dalam tanah, diganti dengan proses pemacuan
pertumbuhan dan hasil penennya melalui pemupukan, pestisida, dan varietas-varietas sintetik
yang rakus hara untuk berproduksi tinggi.
Pengusahaan lahan untuk pertanian secara super-intensif, terutama di negara-negara
yang luasan lahannya sangat terbatas seperti Indonesia, mengakibatkan terjadinya stress farm
lands atau lahan yang mengalami cekaman atau tekanan di luar kemampuan normalnya.
Swaminathan (1997) menyebut kondisi stres lahan tersebut sebagai kelelahan tanah (soil
fatigue) yang akan berakibat terjadinya disfungsi elemen pembentuk tanah. Dia menyamakan
soil fatigue dengan metal fatigue, yang mengakibatkan metal logam menjadi regas, mudah
patah. Secara empiris, contoh kerusakan tanah terjadi pada berbagai jenis tanah, sehingga tanah
tidak dapat digunakan untuk usaha pertanian, karena tanah menjadi padat; tanah didominasi
oleh fraksi pasir, tanah menjadi masam; salin; atau berkapur tinggi; atau lapisan olah tanah
hilang. Walaupun tanah pada lahan sawah dianggap memiliki kemampuan untuk memperbarui
sifat-sifatnya oleh perlakuan usahatani yang intensif (Greenland, 1997), akan tetapi gejala-
gejala kelelahan tanah sawah yang dicirikan oleh rendahnya aktivitas mikroba tanah,
rendahnya kandungan bahan organik tanah dan menurunnya efisiensi serapan hara oleh
tanaman.
Pembangunan pertanian di Indonesia diarahkan menuju pembangunan pertanian yang
berkelanjutan (sustainable agriculture), sebagai bagian dari implementasi pembangunan
berkelanjutan (sustainable development). Pendekatan dan praktek pertanian konvensional yang
dilaksanakan di sebagian besar negara maju dan negara sedang berkembang termasuk
Indonesia merupakan praktek pertanian yang tidak mengikuti prinsip-prinsip pembangunan
berkelanjutan (Untung K., 2006). Pertanian konvensional dilandasi oleh pendekatan industrial
dengan orientasi pertanian agribisnis skala besar, padat modal, padat inovasi teknologi,
penanaman benih / varietas tanaman unggul secara seragam spasial dan temporal, serta
ketergantungan pada masukan produksi, termasuk penggunaan berbagai jenis agrokimia
(pupuk dan pestisida), dan alat mesin pertanian. Oleh karena itu perlu diadakan diadakan suatu
sistem pertanian yang ramah lingkungan dan produktif.

B. Tujuan
1. Mengetahui pengertian sistem pertanian berkelanjutan
2. Mengetahui cara melaksanakan sistem pertanian berkelanjutan
3. Mengetahui manfaat sistem pertanian pertanian berkelanjutan
BAB II
ISI
A. Pengertian Pertanian Berkelanjutan
Pertanian berkelanjutan adalah cara bercocok tanam atau pemeliharaan ternak tanpa
merusak ekosistem alam dan menggunaan metode ramah lingkungan sehingga mencegah
dampak buruk terhadap tanah, air, keanegaragaman hayati, mulai hulu hingga hilir. Elemen
pertanian berkelanjutan termasuk permaculture, agroforestry, pertanian campuran, multiple
cropping, dan rotasi tanaman(Wahyunindyawati et al., 2017)
Menurut Food and Agriculture Organization (1989) dalam Amir dkk (2014) , pertanan
berkelanjutan merupakan pengelolaan sumber daya alam serta perubahan teknologi dan
kelembagaan sedemikian rupa untuk menjamin pemenuhan dan pemuasan kebutuhan manusia
serta berkelanjutan bagi generasi sekarang dan mendatang. Dari pengertian diatas dapat
disimpulkan bahwa pertanian berkelanjutan merupakan sebuah pola pertanian yang
menempatkan kelestarian lingkungan dan ekosistenm yang telah mapan sebagai kunci utama
keberhasilan.
Pertanian berkelanjutan bertujuan untuk memutus ketergantungan petani terhadap input
eksternal dan penguasa pasar yang mendominasi sumber daya agraria. Pertanian berkelanjutan
merupakan tahapan penting dalam menata ulang struktur agraria dan membangun sistem
ekonomi pertanian yang sinergis antara produksi dan distribusi dalam kerangka pembaruan
agraria. Menurut Salikin (2003) dalam Astuti (2015) Tujuan pertanian berkelanjutan yaitu: (1)
meningkatkan pembangunan ekonomi; (2) memprioritaskan kecukupan pangan; (3)
meningkatkan pengembangan sumber daya manusia; (4) meningkatkan harga diri; (5)
memberdayakan dan memerdekakan petani; (6) menajaga stabilitas lingkungan (aman, bersih,
seimbang, diperbarui); dan (7) memfokuskan tujuan produktifitas untuk jangka panjang.
Sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan dengan memperhatikan aspek ekonomi,
lingkungan dan sosial.
Di Indonesia program konservasi sumber daya lahan, baru dimaknai secara terbatas
pada lahan pertanian perbukitan atau lahan yang berlereng, sedangkan pada lahan datar dan
lahan sawah dapat dikatakan belum ada program pelestarian mutu dan kesuburan tanah.
Padahal semua lahan pertanian dengan pengelolaan yang sangat intensif tetapi kurang tepat
dapat mengalami kerusakan. Tisdale et al., (1993) menyebutkan dua belas faktor yang dapat
mengakibatkan degradasi tanah dan dapat menurunkan produktivitas tanah serta mengurangi
keberlanjutan sistem produksi pertanian, yaitu: (1) erosi permukaan, (2) pencucian hara, (3)
pelindihan hara, (4) pemiskinan bahan organik tanah, (5) drainasi buruk, (6) keracunan
senyawa dalam tanah, (7) asidifikasi/pemasaman tanah, (8) salinisasi, (9) pemampatan tanah,
(10) pengerasan tanah, (11) cekaman kekeringan, dan (12) invasi gulma jahat. Cemaran
senyawa beracun dari limbah industri, cemaran sampah yang tidak dapat terdegradasi seperti
plastik, dan penambangan lapisan atas tanah (top soil) untuk bahan bata, juga menjadi
penyebab kerusakan mutu lahan yang berdampak pada ketidak-berlanjutan produksi.
Pada dua dasawarsa terakhir abad ke-20, dan pada tahun-tahun selanjutnya, bahan
pangan bahkan diperuntukkan bagi bahan energi substitusi untuk sumber energi automotif dan
mesin. Walaupun secara sepintas, penyediaan energi substitusi ini bersifat terbarukan, akan
tetapi beban lahan untuk penyediaan pangan bagi manusia ditambah lagi oleh beban bahan
energi substitusi, akan mengakibatkan tekanan yang sangat berat terhadap lahan pertanian.
Akibatnya produksi bahan pangan dan bahan energi dipacu dan dimaksimalkan dari lahan yang
luasannya konstan dan bahkan cenderung berkurang.

B. Konsep Pertanian Berkelanjutan


Konsep pertanian yang berkelanjutan terus berkembang, diperkaya dan dipertajam
dengan kajian pemikiran, model, metode, dan teori berbagai disiplin ilmu sehingga menjadi
suatu kajian ilmu terapan yang diabadikan bagi kemaslahatan umat manusia untuk generasi
sekarang dan mendatang. Pertanian berkelanjutan dengan pendekatan sistem dan besifat
holistik mempertautkan berbagai aspek atau gatrs dan disiplin ilmu yang sudah mapan antara
lain agronomi, ekologi, ekonomi, sosial, dan budaya.
Sistem pertanian berkelanjutan juga beisi suatu ajakan moral untuk berbuat kebajikkan
pada lingkungan sumber daya alam dengan memepertimbangkan tiga matra atau aspek sebagai
berikut

1. Kesadaran Lingkungan (Ecologically Sound), sistem budidaya pertanian tidak boleh


mnyimpang dari sistem ekologis yang ada. Keseimbanganadalah indikator adanya
harmonisasi dari sistem ekologis yang mekanismena dikendalikanoleh hukum alam.
2. Bernilai ekonomis (Economic Valueable), sistem budidaya pertanian harus mengacu pada
pertimbangan untung rugi, baik bagi diri sendiri dan orang lain, untuk jangka pandek dan
jangka panjang, serta bagi organisme dalam sistem ekologi maupun diluar sistem ekologi.
3. Berwatak sosial atau kemasyarakatan (socially just), sistem pertanian harus selaras dengan
norma-noma sosial dan budaya yang dianut dan di junjung tinggi oleh masyarakat
disekitarnya sebagai contoh seorang petani akan mengusahakan peternakan ayam
diperkaangan milik sendiri. Mungkin secra ekonomis dan ekologis menjanjikkan
keuntungan yang layak, namun ditinjau dari aspek sosial dapat memberikan aspek yang
kurang baik misalnya, pencemaran udara karena bau kotoran ayam.
Norma-norma sosial dan budaya harus diperhatikan, apalagi dalam sistem pertanian
berkelanjutan di Indonesia biasanya jarak antara perumahan penduduk dengan areal pertanian
sangat berdekatan. Didukung dengan tingginya nilai sosial pertimbangan utama sebelum
merencanakan suatu usaha pertanian dalam arti luas. Lima kriteria untuk mengelola suatu
sistem pertanian berkelanjutan
1. Kelayakan ekonomis (economic viability)
2. Bernuansa dan bersahabat dengan ekologi (accologically sound and friendly)
3. Diterima secara sosial (Social just)
4. Kepantasan secara budaya (Culturally approiate)
5. Pendekatan sistem holistik (sistem and hollisticc approach)
Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) merupakan implementasi dari konsep
pembangunan berkelanjutan (sustainable development) pada sektor pertanian. Konsep
pertanian berkelanjutan, ialah yang bertumpu pada tiga pilar : ekonomi, sosial, dan ekologi.
konsep pembangunan berkelanjutan berorientasi pada tiga dimensi keberlanjutan, ialah:
Dimensi ekonomi berkaitan dengan konsep maksimisasi aliran pendapatan yang dapat
diperoleh dengan setidaknya mempertahankan asset produktif yang menjadi basis dalam
memperoleh pendapatan tersebut. Indicator utama dimensi ekonomi ini ialah tingat efisiensi
dan daya saing, besaran dan pertumbuhan nilai tambah dan stabilitas ekonomi. Dimensi
ekonomi menekankan aspek pemenuhan nebutuhan ekonomi manusia baik untuk generasi
sekarang ataupun mendatang.
Dimensi sosial adalah orientasi kerakyatan, hal ini berkaitan dengan kebutuhan
masyarakat akan kesejahteraan sosial yang dicerminkan oleh kehidupan sosial yang harmonis
yaitu tercegahnya terjadinya konflik sosial, preservasi keragaman budaya serta modal sosio-
kebudayaan, termasuk dalam hal perlindungan terhadap suku minoritas.
Dimensi lingkungan alam menekankan kebutuhan akan stabilitas ekosistem alam yang
mencakup sistem kehidupan biologis dan materi alam. Termasuk dalam hal ini ialah
terpeliharanya keragaman hayati dan daya tekstur bilogis, sumber daya tanah, air dan
agroklimat, serta kesehatan dan kenyamanan lingkungan. Penekanan dilakukan pada preservasi
daya lentur dan dinamika ekosistem untuk beradaptasi terhadap perubahan bukan pada
konservasi sustu kondisi ideal statis yang mustahil dapat diwujudkan. Ketiga dimensi tersebut
saling mempengaruhi sehingga ketiganya harus dipertimbangkan secara berimbang. Sistem
sosial yang stabil dan sehat serta sumberdaya alam dan lingkungan merupakan basis untuk
kegiatan ekonomi, sementara kesejahteraan ekonomi merupakan prasyarat untuk
terpeliharanya stabilitas sosial budaya maupun kelestarian sumber daya alam dan lingkungan
hidup. Sistem sosial yang tidak stabil atau sakit akan cenderung menimbulkan tindakan yang
merusak kelestarian sumber daya alam dan merusak kesehatan lingkungan, sementara ancaman
kelestarian sumber daya alam dan lingkungan dapat mendorong terjadinya kekacauan dan
penyakit social (Munasinahe, 1993).
Karakteristik utama dari suatu pola pertanian yang berkelanjutan sesuai dengan
Dankelman and Davidson (1988) yaitu:
1. Mampu mempertahankan kehilangan tanah dengan laju dibawah laju pembentukan tanah,
atau pada tingkat kehilangan tanah yang diperbolehkan (tolerable soil loss).
2. Mampu meningkatkan pendapatan petani.
3. Dapat diterima masyarakat dan mampu untuk mengulangi penerapan teknologi
(replicable) secara terus menerus tanpa ketergantungan.
4. Pengembangan pola tanam, metoda pengolahan bahan makanan, dan metoda penyimpanan
persediaan bahan makanan.
5. Meningkatkan tingkat diversivikasi guna menjamin keluwesan pola tanam.
6. Merpertahankan kesuburan tanah melalui pendauran bahan organik.
7. Pemanfaatan sumber air dan sumber energi setepat mungkin
C. Praktek Produksi Tanaman dalam Pertanian Berkelanjutan
Praktek produksi yang berkelanjutan melibatkan berbagai pendekatan. Terdapat
beberapa strategi khusus yang harus mempertimbangkan topografi, karakteristik tanah, iklim,
hama, ketersediaan input lokal, dan tujuan individu petani. Terlepas dari sifat spesifik dan
individual dari pertanian berkelanjutan, beberapa prinsip umum dapat diterapkan untuk
membantu petani memilih praktik manajemen yang tepat. Praktik-praktik tersebut adalah:
Pemilihan spesies dan varietas yang cocok dengan lokasi dan kondisi di lahan pertanian.
Setiap tanaman (komoditi) membutuhkan syarat tumbuh serta mempunyai daya adaptasi
(kisaran) dan tanggap tertentu terhadap lingkungan. Di lapangan kondisi tersebut merupakan
interaksi antara potensi agreokologi (alamiah) dengan paket teknologi sistem usahatani dan
infrastruktur. Irsal et al. (2006) mengemukakan konsepsi dasar dalam perwilayahan komoditi
secara bertahap diawali dengan agreokologi utama yang hanya mempertimbangkan faktor
biofisis, yaitu iklim, tanah dan topofiografi; faktor lingkungan biologis, sosial ekonomi,
kebijakan politik, dan faktor penunjang lainnya dipertimbangkan pada tahap berikutnya.
Diversifikasi tanaman (termasuk ternak) dan praktik budaya untuk meningkatkan
stabilitas biologi dan ekonomi pertanian. Kebijakan diversifikasi usahatani telah
dikembangkan sejak tahun 1975 dalam rangka memantapkan program swasembada pangan.
Kebijakan ini ditindaklanjuti dengan penelitian dan pengembangan pola tanam pada
berbagai agroekosistem, dengan sasaran penyediaan teknologi tepat guna spesifik lokasi.
Pengembangan diversifikasi ini perlu dievaluasi potensi, dampak, kendala dan prospek
pengembangannya di masa depan. Potensi pola tanam rekomendasi dalam bentuk tingkat
produksi dan pendapatan yang lebih tinggi dalam pengembangannya ternyata tidak
berkelanjutan. Diversifikasi usahatani dan pertanian bukanlah hal yang baru bagi sebagian
besar petani skala kecil di Indonesia (Kasryno, 2003). Pada awalnya, alasan petani melakukan
diversifikasi usahatani adalah untuk memenuhi keragaman kebutuhan konsumsi keluarga.
Dalam konteks ekonomi, diversifikasi pertanian diarahkan untuk memenuhi permintaan pasar
dan meningkatkan pendapatan petani dengan tingkat stabilitas yang lebih tinggi. Dengan
demikian diversifikasi pertanian (demand driven farming system diversification) memerlukan
instrumen kebijakan pembangunan pertanian yang berbeda dengan diversifikasi intensifikasi
usahatani (supply driven) dengan sasaran utama memenuhi kebutuhan dan memperoleh surplus
produksi (Timmer, 1992).
Pengelolaan tanah untuk meningkatkan dan melindungi kualitas tanah. Pengelolaan
tanah dengan cara pemberian pupuk atau pemupukan merupakan sebuah upaya untuk
meningkatkan dan melindungi kualitas tanah. Pemupukan dapat dilakukan sesuai dengan
kebutuhan tanah serta tanaman itu sendiri. Setiap jenis tanah dan komoditas tanaman
memerlukan dosis, jenis, serta perlakuan pemupukan yang berbeda.
Penggunaan input yang efisien dan manusiawi. Pada sebuah sistem pertanian terpadu
input yang dibutuhkan pastilah sangat beragam. Keberagaman input ini perlu disikapi secara
baik agar penggunaannya dapat terjadi secara efektif dan efisien. Penggunaan input yang
seperti itu dapat menghasilkan output yang baik serta dapat menghemat banyak biaya produksi.
Input yang baik akan meningkatkan keuntungan sebuah sistem pertanian terpadu.

D. Keanekaragaman Hayati pada Pertanian Berkelanjutan


Ekosistem pertanian merupakan faktor penting dalam mendukung pemenuhan
kebutuhan pangan (karbohidrat, protein, buah, sayuran, vitamin), sumber obat-obatan atau
penghasil tumbuhan bernilai ekonomis penting lainnya (seperti bahan serat, pewarna, minyak
dan lainnya). Indonesia merupakan salah satu pusat keanekaragaman dunia untuk beberapa
rumpun tanaman, seperti tanaman buah dan obat-oabatan. Keanekaragaman tumbuhan,
keberadaan invertebrata dan serangga serta mikroba merupakan satu kesatuan dalam ekosistem
pertanian yang akan menentukan tingkat produktivitas pertanian. Jasa-jasa ekologis yang
diemban oleh keanekaragaman hayati pertanian memiliki arti sangat penting bagi pertanian
berkelanjutan. Yang termasuk di antara jasa-jasa tersebut adalah antara lain jasa penyerbukan,
jasa penguraian dan jasa pengendali biologis untuk menekan hama dan penyakit (Anonim,
2017).
Monokultur merupakan ancaman terbesar keanekaragaman hayati, untuk itu perlu ada
upaya khusus dari berbagai pihak untuk menjaga kekayaan tersebut demi pertanian
berkelanjutan. Di sisi lain, kondisi ekosistem pertanian semakin rentan dengan beragam
ancaman seperti peningkatan jumlah penduduk, alih fungsi lahan dan perubahan iklim. Pola
pergantian musim kering dan hujan yang berubah secara ekstrem mengancam proses produksi
pertanian dan ketahanan pangan nasional. Keterancaman kerusakan pada lahan pertanian
terutama juga disebabkan oleh model pengelolaan lahan pertanian yang tidak berkelanjutan.
Untuk mendorong produksi pertanian, input intensif mulai dari benih, pupuk, pestisida,
herbisida didayagunakan sehingga menyebabkan ketergantungan, pencemaran, kerusakan dan
ketidakseimbangan ekosistem pertanian. Di samping itu lahan pertanian juga merambah pada
daerah kawasan yang menjadi daerah tangkapan air.
Mendukung pelestarian pada ekosistem pertanian berarti juga mendukung kebiasaan,
pengetahuan maupun praktek-praktek masyarakat, bahkan habitat khusus yang sejatinya
mendukung ketahanan pangan dan pendapatan masyarakat, yang akan segera hilang apabila
tidak dilestarikan. Masyarakat Indonesia memiliki berbagai pilihan sumber karbohidrat, seperti
sagu (Papua dan Maluku), umbi-umbian (Papua dan Jawa), gebang, borassus palm, sorgum
(NTT), sukun dan lainnya. Demikian pula, berbagai jenis/tipe ekosistem pertanian perlu dijaga,
misalnya : sawah, ladang, pekarangan, ekosistem lahan sagu, ekosistem lahan kering,
ekosistem hutan wana tani. Ini merupakan jenis ekosistem pertanian yang perlu didukung,
karena menyangga kebutuhan masyarakat akan hasil pertanian maupun menyangga pendapatan
dan kehidupannya. Oleh karena itu, dalam sistem pertanian berkelanjutan keanekaragaman
hayati yang sangat besar di dalam tanah harus selalu dijaga, karena memainkan peran kunci
sebagai berikut (Salikin, 2003) :
1. Menjaga keseimbangan siklus alamiah unsur-unsur biologi, terutama unsur karbon
dan nitrogen.
2. Mengembangkan teknologi mikrobiologi untuk pertanian yang berkelan- jutan,
khususnya Rhizobium dan Mikoriza.
3. Merupakan sumber koleksi bahan-bahan genetik, khususnya mikroorga- nisme
yang bermanfaat dalam pembuatan pupuk hijau, pupuk kandang. dan sebagainya
E. Pengelolaan Tanah Pada Pertanian Berkelanjutan
Filosofi umum di kalangan praktisi pertanian berkelanjutan adalah bahwa tanah “sehat”
adalah komponen kunci keberlanjutan. Dimana tanah yang sehat akan menghasilkan tanaman
sehat yang memiliki kekuatan optimal dan kurang rentan terhadap hama. Kualitas tanah adalah
kondisi tanah yang menggambarkan tanah itu sehat, yaitu mempunyai sifat fisik, kimia, dan
biologi tanah yang baik, serta produktivitasnya tinggi secara berkelanjutan (Utomo, 2002 cit.
Reintjes et.al., 1999 cit. Adnyana, 2011). Tanah sehat diartikan kaya dengan organisme tanah
yang berfungsi mengubah sisa tanaman atau hewan yang mati menjadi unsur hara tanaman
sebagai akibat dari praktek pertanian ekologis (pertanian organik) dengan mengoptimalkan
pemanfaatan sumber daya pertanian dan kearifan lokal dengan menggunakan teknologi
pertanian spesifik berwawasan lingkungan.
Banyak tanaman yang memiliki hama utama bahkan hama tersebut menyerang tanaman
yang paling sehat sekalipun. Pengelolaan tanah menjadi tanah yang layak, cukup air dan
manajemen nutrisi mampu mencegah beberapa masalah hama yang disebabkan karena kondisi
tanaman yang lemah atau ketidakseimbangan nutrisi. Selain itu, pengelolaan tanaman yang
bertujuan untuk mempertahankan hasil panen misal dengan memberikan mmasukan yang lebih
besar ke dalam tanah misla pupuk atau pestisida yang melebihi takaran yang seharusnya justru
akan menjadi salah satu penyebab rusaknya kualitas tanah. Oleh sebab itu, pengelolaan tanah
merupakan salah satu komponen penting dalam pertanian berkelanjutan.
Dalam sistem yang berkelanjutan, tanah dipandang sebagai media yang rapuh dimana
kualitasnya harus dilindungi dan dipelihara untuk memastikan produktivitas dan stabilitas
jangka panjangnya. Metode untuk melindungi dan meningkatkan produktivitas tanah dapat
dilakukan dengan banyak hal diantaranya :
1. Menggunakan penutup tanah baik dengan tanaman penutup dan/atau mulsa
Tanaman penutup tanah dapat menekan pertumbuhan gulma seperti alang-alang, tanah menjadi
lebih gembur, meningkatkan pori aerasi dan pori air tersedia, serta meningkatkan produktivitas
tanah. Tanaman penutup tanah juga dapat melindungi permukaan tanah dari erosi percikan
(splash erosion) akibat jatuhnya tetesan air hujan, meningkatkan kandungan bahan organik
tanah, dan memperbaiki sifat-sifat fisik dan kimia tanah, serta meminimumkan perubahan-
perubahan iklim mikro dan suhu tanah, sehingga dapat menyediakan lingkungan hidup yang
lebih baik bagi tanaman.
2. Penggunaan kompos dan/atau pupuk kandang
Kompos dan/atau pupuk kandang dapat menjadi sumber bahan organik bagi tanah. Memelihara
kandungan organik tanah dan mengoptimalkan siklus hara tanaman sangat penting untuk dapat
menjaga keberlanjutan produksi dan sistem usahatani. Pemberian bahan organik dan bila perlu
dengan penambahan pupuk kimia secara berimbang akan meningkatkan produktivitas lahan
pertanian untuk jangka panjang. Bahan organik tanah juga berfungsi menahan hara tanaman
terlarut pada lapisan bawah tanah. Mikroba tanah berfungsi memineralisasi dan menahan
mobilitas hara N, P, dan S ke lapisan bawah melalui dekomposisi bahan organik. Karena itu
terjadilah penyediaan secara gradual dan berkelanjutan sehingga dapat mempertahankan
tingkat produktivitas tanaman (Sudjana, 2013).
3. Mengurangi pengolahan tanah
Salah satu metode yang dapat dilakukan ada pemberlakuan masa bera. Pemberaan merupakan
periode recovery energi dari sistem setelah digunakan untuk memproduksi berbagai hasil yang
diinginkan peladang melalui pengembalian dan dekomposisi bahan organik (Talaohu, 2013).
Nantinya, nitrisi yang terdapat didapam tanah akan lebih optimal yang akan berdampak pada
produktivitas tanaman yang baik pula.
4. Menghindari lalu lintas di tanah basah
Menghindai adanya lalu lintas di tanah yang basah dimaksudkan untuk mencegah agar tanah
tidak mampat karena terus menerima tekanan. Tanah yang mampat menyebabkan sistem airase
dan drainase di dalamnya buruk sehingga akan berdampak pada pertumbuhan tanaman dan
hasil panen yang dihasilkan. Tanah yang memadat, mengakibatkan minimnya kandungan unsur
hara, potensi keracunan mineral, miskinnya bahan organik, status KTK (Kapasitas Tukar
Kation) yang rendah, dan minimnya populasi serta aktivitas mikroba tanah potensial,
merupakan faktor-faktor penyebab buruknya pertumbuhan tanaman dan rendahnya tingkat
keberhasilan revegetasi (Noviardi et.al., 2009).

F. Penggunaan Input pada Pertanian Berkelanjutan


Sistem pertanian semakin tergantung pada input-input luar sebagai berikut : kimia
buatan (pupuk, pestisida), benih hibrida, mekanisasi dengan pemanfaatan bahan bakar minyak
dan juga irigasi. Konsumsi terhadap sumber-sumber yang tidak dapat diperbaharui, seperti
minyak bumi dan fosfat sudah dalam tingkat yang membahayakan. Bersamaan dengan
meningkatnya kebutuhan akan produk pertanian, maka teknologi baru untuk pengembangan
varietas baru, seperti jagung, padi, gandum serta tanaman komersial lainnya juga nampak
semakin menantang. Namun demikian, pemanfaatan input buatan yang berlebihan dan tidak
seimbang, bisa menimbulkan dampak besar, bukan hanya terhadap ekologi dan lingkungan,
tetapi bahkan terhadap situasi ekonomi, sosial dan politik diantaranya dengan adanya
ketergantungan pada impor peralatan, benih serta input lainnya. Akibat selanjutnya adalah
menyebabkan ketidakmerataan antar daerah dan perorangan yang telah memperburuk situasi
sebagian besar petani lahan sempit yang tergilas oleh revolusi hijau (Sach, 1987 dalam
Reijntjes, Haverkort, dan Bayer, 1999).
Dalam rangka memasuki revolusi hijau kedua ini kita belajar dari kenyataan bahwa
teknologi maju dan mahal akan memproduksi barang yang mahal pula termasuk makanan.
Pengkajian kembali teknologi yang tidak hanya berorientasi kepada penggunaan energi secara
maksimal dan intensif akan tetapi juga berusaha menerapkan low input sustainable agriculture
(LISA). Untuk Indonesia dan negara berkembang lainnya, dua tujuan harus tetap sejalan dan
seimbang yaitu peningkatan produktivitas dan produksi di satu pihak dan pencapaian
keberlanjutan sistem produksi, peningkatan kesejahteraan petani dan pelestarian lingkungan di
lain pihak yang memerlukan langkah terobosan di bidang penelitian (Tiharso, 1992).
Pada penggunaan input-input yang berlebihan, maka akan muncul permasalahan-
permasalahan dalam usaha peningkatan produksi pertanian, yaitu diantaranya :
1. Penggunaan paket teknologi seperti pupuk anorganik dan pestisida secara tidak
terkontrol dapat menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan, disamping
dibutuhkan biaya usahatani yang tinggi.
2. Berkurangnya keragaman spesies tanaman secara drastis akibat penerapan sistem
monokultur secara besar-besaran. Ekosistem alam yang semula tersusun sangat
kompleks, berubah menjadi ekosistem yang susunannya sangat sederhana akibat
berkurangnya spesies tanaman tersebut.
3. Adanya ketergantungan pada impor peralatan, benih serta input lainnya menyebabkan
dibutuhkan biaya usahatani yang semakin tinggi.
4. Adanya ketidakmerataan antar daerah dan perorangan yang telah memperburuk situasi
sebagian besar petani lahan sempit yang tergilas oleh revolusi hijau.
5. Semakin sulitnya mengatasi hama dan penyakit pada tanaman sehingga membuat para
petani mengalami gagal panen dan mengalami kerugian yang sanagat besar

Oleh karena itu untuk mengantisipasi berbagai dampak negatif yang ditimbulkan, maka
sangat dibutuhkan adanya suatu sistem pertanian yang efisien dan berwawasan lingkungan,
yang mampu memanfaatkan potensi sumberdaya setempat secara optimal bagi tujuan
pembangunan pertanian berkelanjutan, salah satunya yaitu Pertanian terpadu biosiklus.
Pertanian terpadu biosiklus adalah pertanian yang mengintegrasikan tanaman, ternak, danikan
dalam satu siklus (biosiklus) sedemikian rupa sehingga hasil panen dari satu
kegiatan pertanian dapat menjadi input kegiatan pertanian lainnya, selebihnya dilepas ke
pasar.
Dengan pola itu ketergantungan petani dengan input produksi dari luar dapat
diminimalisasi. Misalnya pakan untuk ternak dan ikan sebagian dapat dipenuhi dari hasil
tanaman danlimbah, sedangkan kebutuhan pupuk organik dapat diperoleh dari kotoran
hasil ternak. Kotoran ternak ditampung dalam biodigester untuk diambil gas metannya dan
dapat dimanfaatkan untuk memasak bahkan untuk energi listrik. Dengan sistem pertanian
terpadu biosiklus itu, petani memperoleh sumber penghasilan yang beragam dari diversifikasi
produk hasil pertanian; panen harian (misal telur, susu), panen musiman (misal gabah,jagung)
dan panen tahunan (anak sapi), meningkatkan pendapatan dan kesejahteraannya, kebutuhan
pangan yang bergizi seimbang tercukupi (mendekati PPH ideal) dari usaha tani mereka,kesub
uran lahan terjaga dan tanpa limbah (zero waste).
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pertanian Berkelanjutan adalah suatu sistem terpadu dari praktik produksi tanaman dan
hewan yang memiliki aplikasi spesifik lokasi dalam jangka panjang. Dengan
mengintegrasikan tiga tujuan utama : kesehatan lingkungan, keuntungan ekonomi, dan
keadilan sosial dan ekonomi.
2. Pertanian berkelanjutan dilakukan dengan melakukan produksi tanaman, pemilihan
lokasi, spesies dan varietas, manajemen pengolahan tanah, serta efisiensi penggunaan
input yang digunakan.
3. Manfaat pertanian berkelanjutan antara lain adalah memenuhi kebutuhan makanan dan
serat manusia, meningkatkan kualitas lingkungan dan sumber daya alam, meningkatkan
penggunaan sumber daya di pertanian secara efisien dan terintegrasi, mempertahankan
siklus biologis, mempertahankan kelayakan usaha pertanian, serta meningkatkan
kualitas hidup petani dan masyarakat keseluruhan.
DAFTAR PUSTAKA

Adnyana, I.M. 2011. Peningkatan kualitas tanah dalam mewujudkan produktivitas lahan
pertanian secara berkelanjutan. Jurnal Bumi Lestari 11(1) :131-137.

Amir, V., A. D. Mulawarman, A. Kamayanti, G. Irianto. 2014. Gugurnya Petani Rakyat :


Episode Perang Laba Pertanian Nasional. UB Press. Malang

Anonim. 2017. Ekosistem Pertanian < http://kehati.or.id/program_utama/ekosistem-pertanian/


> diakses pada 26 November 2018.

Astuti, L. I., Hermawan, Dan M. Rozikin. 2015. Pemberdayaan masyarakat dalam pembanguan
pertanian berkelanjutan. Jurnal Administrasi Publik. 3(11):1886-1892

Dankelman, I and Davidson. 1988. Women and Environment in the Third World. Earthscan
Publication. Ltd. London. England.

Greenland, D.J., 1997. The sustainability of rice farming. CAB International and IRRI. CAB.
Int. Wallingford, United Kingdom.

Kasryno, F. 2003. Produksi Padi dan Diversifikasi Tanaman Pangan: Mencari Suatu Solusi.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor.

Las, Irsal. 2006. Sifat Fisik Tanah dan Metode Alalisisnya. Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta

Munasinable, M. 1993. Environmental Economics and Sustainable Development. Environment


Paper No. 3. The World Bank, Washington, D.C.

Noviardi, R., A. Subardja., dan N. Sumawijaya. 2009. Evaluasi Kesuburan Tanah Pada Lahan
Revegetasi Paska Penambangan Batugamping : Kasus di Pulau Nusakambangan,
Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Pusat Penelitian Geoteknologi, LIPI, Bandung.

Reijntjes,C., B.Haverkot dan A. W. Bayer., 1999. Pertanian Masa Depan Pengantar untuk
Pertanian berkelanjutan Dengan Input Luar Rendah.kanisius. Yogyakarta.

Salikin, K. A. 2003. Sisttem Pertanian Berkelanjutan. Kanisius, Yogyakarta.

Sudjana, B. 2013. Pertanian berkelanjutan berbasis kesehatan tanah dalam mendukung


ketahanan pangan. Jurnal Unsika 80(84) : 1-16

Swaminathan, M.S., 1997. Research for sustainable agricultural development in South Asia,
opportunities and challenges. Seminar Proc. on Agricultural Research and Development
in Bangladesh. BRRI, Gasipur-1701-Bangladesh.

Talaohu, M. 2013. Perladangan berpindah : antara masalah lingkungan dan maslah sosial.
Populis 7(1) : 59-63.

Timmer, C.P. 1992. Agricultural Diversification in Asia: Lesson from the 1980’s and Issues
for the 1990’s. Trend in Agricultural Diversification: Regional Perpective (Ed.
Barghouti, S. et al., 1992). World Bank Technical Paper No.180, Washington, D.C.,
USA.

Tisdale, S.L., W.L. Nelson, J.D. Beaton, and J.L. Havlin, 1993. Soil fertility and fertilizers.
Fifth ed. McMillan Pub. Co. New York.

Trihatso, 1992. Pembangunan Pertanian Berwawasan lingkungan Yang Berkelanjutan.


ISiVAA 1992.1-25.

Untung, K. 2006. Penerapan Pertanian Berkelanjutan untuk Meningkatkan Ketahanan Pangan.


http://kasumbogo.staff.ugm.ac.id/ index.php

Wahyunindyawati dan Dyanasari. 2017. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan.
Deepublish. Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai