Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH KESUBURAN, PEMUPUKAN DAN KESEHATAN TANAH

KESUBURAN TANAH LAHAN SAWAH

Disusun oleh :
1. Cahyo Mulyo P (14376)
2. Aslam Jauhari (14452)
3. Farida Muthia (14461)
4. Idayatul Hanifa (14468)
5. Suci Khairunnisa (14473)
6. Tio Eka Natalia S (14474)
7. Fikri (14500)
8. Royanda R H Fadila (14507)
9. Hani Aprilia (14515)
10. Hanifah Luthfi A (14516)
11. Intan Laraswhaty (14518)
12. Ramadhani Nur Z (14524)

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesuburan tanah adalah mutu tanah untuk bercocok tanam, yang ditentukan oleh
interaksi sejumlah sifat fisika, kimia dan biologi bagian tanah yang menjadi habitat akar-
akar aktif tanaman. Ada akar yang berfungsi menyerap air dan larutan hara, dan ada yang
berfungsi sebagai penjangkar tanaman. Kesuburan habitat akar dapat bersifat hakiki dari
bagian tubuh tanah yang bersangkutan, dan/atau diimbas (induced) oleh keadaan bagian
lain tubuh tanahdan/atau diciptakan oleh pengaruh anasir lain dari lahan, yaitu bentuk muka
lahan, iklim dan musim. Karena bukan sifat melainkan mutu maka kesuburan tanah tidak
dapat diukur atau diamati, akan tetapi hanya dapat ditaksir (assessed). Penaksirannya dapat
didasarkan atas sifat-sifat dan kelakuan fisik, kimia dan biologi tanah yang terukur, yang
terkorelasikan dengan peragaan (performance) tanaman menurut pengalaman atau hasil
penelitian sebelumnya. Kesuburan tanah juga dapat ditaksir secara langsung berdasarkan
keadaan tanaman yang teramati (bioessay). Hanya dengan cara penaksiran yang pertama
dapat diketahui sebab-sebab yang menentukan kesuburan tanah. Dengan cara penaksiran
kedua hanya dapat diungkapkan tanggapan tanaman terhadap keadaan tanah yang
dihadapinya (Notohadiprawiro et al., 2006).
Lahan Sawah adalah lahan pertanian yang berpetak-petak dan dibatasi oleh pematang
(galengan), saluran untuk menahan / menyalurkan air, yang biasanya ditanami padi sawah
tanpa memandang dari mana diperolehnya atau status lahan tersebut. Tanah sawah
memiliki kesuburan yang berbeda-beda tergantung faktor pembentuk tanah yang merajai
di lokasi tersebut, yaitu: Bahan induk, Iklim, Relief, Organisme, atau Waktu. Tanah yang
subur lebih disukai untuk usaha pertanian, karena menguntungkan. Sebaliknya terhadap
tanah yang kurang subur dilakukan usaha untuk menyuburkan tanah tersebut sehingga
keuntungan yang diperoleh meningkat (Yuwono, 2007).
Sawah dibedakan menjadi beberapa macam diantaranya sawah lahan basah dan sawah
lahan kering. Dalam meningkatkan kesuburan serta kesehatan sawah lahan basah dan
sawah lahan kering tentu berbeda. Sawah yang memiliki kesuburan dan kesehatan yang
baik akan memberikan hasil berupa produktivitas padi yang baik pula. Untuk itu diperlukan
pengelolaan kesuburan tanah yang benar pada sawah lahan kering maupun sawah lahan
basah.
B. Tujuan
1. Mengetahui pengelolaan kesuburan tanah yang baik pada sawah lahan basah
2. Mengetahui pengelolaan kesuburan tanah yang baik pada sawah lahan kering
BAB II
ISI

2.1. Pengertian Kesuburan Tanah


Menurut Effendi (1995), kesuburan tanah merupakan kemampuan tanah dalam
menyediakan air, udara, dan unsur hara dalam keadaan seimbang dan tersedia sesuai
kebutuhan tanaman. Kesuburan tanah adalah mutu tanah untuk bercocok tanam yang
ditentukan oleh interaksi sifat fisika, kimia dan biologi bagian tubuh tanah yang
menjadi habitat akar aktif tanaman. kesuburan tanah akar dapat bersifat hakiki dari
bagian tubuh tanah yang bersangkutan dan atau imbas oleh keadaan bagian lain tubuh
tanah yang diciptakan oleh pengaruh anasir lahan yang lain seperti bentuk muka lahan,
iklim dan musim. Tanah memiliki kesuburan yang berbeda-beda uang dipengaruhi oleh
bahan induk, iklim, relied, organisme dan waktu. Pengolahan lahan juga berpengaruh
terhadap tingkat kesuburan tanah di suatu lahan tertentu.

2.2. Budidaya Tanaman Padi Sawah


1. Persemaian
benih padi direndam dan di beri pupuk hayati lalu diperam masing – masing selama
24 jam kemudian disebar merata di persemaian. Bibit ditanam saat berumur 15 -18
hari setelah sebar.
2. Penyiapan lahan
 Digenangi 2-5 cm diatas permukaan selama 2-3 hari sebelum tanah dibajak
 Pembajakan pertama sedalam 15-20 cm kemudian diinkubasi selama 3-4 hari
 Sudut petakan dan sekitar pematang dicangkul 20 cm, lahan digenangi selama
2-3 hari dengan kedalaman 2-5 cm
 Pembajakan kedua berguna untuk pelumpuran tanah, pembenaman gulma, dan
aplikasi biodekomposer.
 Perataan tanah dengan garu, sisa gulma dibuang, tanah dibiarkan dalam kondisi
lembab dan tidak tergenang
3. Penanaman
Penanaman secara manual dilakukan dengan bantuan caplak. Pencaplakan
dilakukan untuk membuat “tanda” jarak tanam yang seragam dan teratur. Ukuran
caplak menentukan jarak tanam dan populasi tanaman per satuan luas. Misalnya
jarak antar baris dibuat 25 cm.
4. Penyulaman
Apabila terjadi kehilangan rumpun tanaman akibat serangan OPT maupun faktor
lain, maka dilakukan penyulaman untuk mempertahankan populasi tanaman pada
tingkat optimal. Penyulaman harus selesai 2 minggu setelah tanam (MST), atau
sebelu pemupukan dasar.
5. Pengairan
Tata kelola air berhubungan langsung dengan penguapan air tanah dan tanaman,
sekaligus untuk mengurangi dampak kekeringan. Pengelolaan air dimulai dari
pembuatan saluran pemasukan dan pembuangan. Tinggi muka air 3-5 cm harus
dipertahankan mulai dari pertengahan pembentukan anakan hingga satu minggu
menjelang panen untuk mendukung periode pertumbuhan aktif tanaman. Saat
pemupukan, kondisi air dalam macak-macak.
6. Penyiangan
Pengendalian gulma menjadi sangat penting pada periode awal sampai 30 hari
setelah tanam. Pada periode tersebut, gulma harus dikendalikan secara manual,
gasrok, maupun herbisida. Gulma yang sering dijumpai di lahan sawah antara lain
adalah Echinochloa crus-galli (Jajagoan), Cyperus difformis, C. iria, Ageratum
conyzoides L. (wedusan), Mimosa pudica (putri malu), Cynodon dactylon (rumput
grinting). Pada lahan sawah irigasi, penyiangan gulma dilakukan pada saat tanaman
berumur 21 hari setelah tanam (HST) dan 42 HST, baik secara manual maupun
dengan gasrok, terutama bila kanopi tanaman belum
menutup. Penyiangan dengan gasrok dapat dilakukan pada saat gulma telah berdaun
3-4 helai, kemudian digenangi selama 1 hari agar akar gulma mati.
7. Pemupukan Anorganik
Untuk mendapatkan produktivitas >10 ton GKG/ ha diperlukan pemberian pupuk
dengan dosis masingmasing minimal urea 200 kg/ha dan NPK Phonska 300 kg/ha.
Pupuk Phonska diaplikasikan 100% pada saat tanam dan pupuk urea masing-
masing 1/3 pada umur 7-10 HST, 1/3 bagian pada umur 25-30 HST, dan 1/3 bagian
pada umur 40-45 HST. Pemupukan dilakukan tiga kali yaitu 1/3 pada umur 7-10
HST, 1/3 bagian pada umur 25-30 HST, dan 1/3 bagian pada umur 40-45 HST.
Kecukupan N dikawal dengan bagan warna daun (BWD) setiap 10 hari hingga
menjelang berbunga. Untuk memperbaiki dan meningkatkan kesuburan lahan,
selain dengan pupuk kimia juga dapat diaplikasikan pupuk kandang yang telah
matang sempurna dengan dosis 2 t/ha atau pupuk organik Petroganik dengan dosis
1 t/ha, yang diberikan pada saat pengolahan tanah kedua.
8. Pengendalian HPT
Hama utama tanaman padi adalah wereng batang cokelat (WBC), penggerek batang
padi (PBP), dan tikus. Sedangkan penyakit penting adalah blas, hawar daun bakteri,
dan tungro. Pengendalian hama dan penyakit diutamakan dengan tanam serempak,
penggunaan varietas tahan, pengendalian hayati, biopestisida, fisik dan mekanis,
feromon, dan mempertahankan populasi musuh alami. Penggunaan insektisida
kimia selektif adalah cara terakhir jika komponen pengendalian lain tidak mampu
mengendalikan hama penyakit
9. Panen dan pascapanen
Panen dapat dilakukan pada saat tanaman matang fisiologis yaitu 90-95% bulir
telah menguning atau kadar air kabah berkisar 22-27%. Pada saat kondisi tersebut,
tanaman akan menghasilkan rendemen yang tinggi. Pengeringan gabah dapat
dilakukan dibawah sinar matahari langsung atau dengan mesin pengering.
Penjemuran dapat dihentikan apabila kadar air gabah sudah mencapai 14%, apabila
menggunakan mesin pengering, dapat dilakukan dengan suhu tidak melebihi 40-
55°C.

2.3. Pengelolaan Kesuburan Tanah


Pengolalaan kesuburan tanah merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk
mengoptimumkan kesuburan tanah. Tanah memiliki sifat atau karakteristik yang
berbeda-beda. Tanaman juga memiliki karakteristik yang berbeda tiap jenisnya.
Perbedaan karakteristik tersebut dapat berupa lingkungan yang dikehendaki untuk
meningkatkan hasil panen. Beberapa tanaman ada yang dapat tumbuh dan berkembang
dengan baik pada tanah dengan kadar hara yang rendah, namun jenis lain hanya dapat
tumbuh dan berkembang pada tanah dengan kadar haa yang tinggi. Tanaman juga
memiliki perbedaan pada hasil panen yang diambil. Berdasarkan uraian tersebut dapat
disimpulkan bahwa standar kesuburan tanah menjadi berbeda-beda, sehingga
diperlukan pengelolaan kesuburan tanah yang disesuaikan pada hal-hal tersebut. Tiap
kombinasi jenis tanah - jenis tanaman - jenis hasil panen memerlukan cara pengelolaan
kesuburan tanah sendiri. Meskipun jenis tanamannya sama, akan tetapi jenis hasil
panennya berbeda, pengelolaan kesuburan tanah tidak dapat disamakan. Sebagai
contoh pertanaman kobis untuk daunnya atau untuk bunganya.
Standar kesuburan tanah didasarkan atas sejumlah variabel tanah yang
menentukan produktivitas tanaman. Kesuburan tanah tidak ditentukan oleh jumlah
pengaruh tiap variabel sendiri-sendiri, melainkan dari besarnya pengaruh yang timbul
dari hubungan interaktif atau kompensatif antar variabel. Misalnya, bahaya peracunan
Al bukan ditentukan oleh kadar Al tertukarkan, akan tetapi oleh nisbah (ratio) antar
kadar Al tertukarkan dan kadar basa-basa tertukarkan yang lain (Ca, Mg, K, Na).
Meskipun Al tertukarkan cukup tinggi, namun bahaya peracunan al tidak besar kalau
nisbah kadarnya terhadap kadar basa-basa tertukarkan yang lain kecil. Daya pengaruh
pH atas kesuburan tanah pada umumnya bersifat tidak langsung, yaitu melalui daya
pengaruhnya atas ketersediaan ion-ion hara. Ada hubungan tertentu antara pH di satu
pihak dan kejenuhan basa serta tekstur di pihak yang lain. Secara bersama-sama tekstur,
struktur, mineralogi lempung dan bahan organik menentukan dinamika lengas tanah.
Struktur sendiri merupakan hasil interaksi antara tekstur, mineralogi lempung, bahan
organik dan kationkation tertukarkan, serta ketersediaan bahan perekat (gamping, zat
kersik, feri oksida dan hidroksida).

2.4. Pengelolaan Kesuburan Tanah pada Sawah Lahan Kering


Lahan sawah tadah hujan adalah lahan yang dalam setahunnya minimal
ditanami satu kali padi sawah (lahan tergenang dan petakan berpematang) dengan air
pengairan bergantung pada hujan . Hasil padi di lahan sawah tadah hujan biasanya lebih
tinggi dibandingkan dengan di lahan kering (gogo), karena air hujan dapat
dimanfaatkan dengan lebih baik (tertampung dalam petakan sawah). Lahan sawah
tadah hujan umumnya tidak subur (miskin hara), sering mengalami kekeringan, dan
petaninya tidak memiliki modal yang cukup, sehingga agroekosistem ini disebut juga
sebagai daerah miskin sumber daya (Toha dan Juanda 1991).
Perbaikan pendapatan petani akan berdampak terhadap perbaikan sistem usaha
taninya. Oleh karena itu, strategi pembangunan pertanian untuk wilayah miskin sumber
daya sebaiknya diawali dengan perbaikan kecukupan pangan, dengan perbaikan sistem
usahatani berbasis padi (Partohardjono et al. 1990 cit Pirngadi, 2006). Introduksi
teknologi yang adaptif (sesuai dengan kondisi lingkungan dan kemampuan petani
setempat), efektif dan efisien dalam meningkatkan hasil dan keuntungan seperti pada
model Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) sangat diperlukan. Oleh karena itu,
penerapan model PTT pada lahan sawah tadah hujan berpeluang menaikkan hasil padi
dan pendapatan petani, meskipun dengan cara yang berbeda dengan di lahan sawah
beririgasi karena perbedaan kondisi sosial-ekonomi, biofisik lahan, dan lingkungan.
Dalam model PTT pemecahan masalah setempat dengan penerapan teknologi
inovatif merupakan prioritas utama. Oleh karena itu, paket teknologi yang dipilih dalam
PTT tidak tetap, tetapi spesifik lokasi. Masalah agronomis yang dihadapi petani pada
lahan sawah tadah hujan umumnya adalah:
 penggunaan varietas lokal berdaya hasil rendah dan berumur panjang,
 mutu benih rendah,
 pemupukan tidak tepat dan cenderung kurang,
 cara tanam tidak teratur dan populasi tanaman rendah, dan
 pengendalian gulma tidak optimal.
Selain itu, tingkat penerapan teknologi introduksi di lahan sawah tadah hujan
relatif rendah karena pendapatan dan modal petani tidak memadai (Pane et al. 2002).
Siwi dan Kartowinoto (1989) cit Pirngadi (2006) menyebutkan bahwa untuk wilayah
miskin sumber daya, penggunaan varietas unggul merupakan cara yang murah dan
mudah bagi petani.
Pengelolaan kesuburan tanah sawah kering tidak terbatas pada peningkatan
kesuburan kimiawi tetapi juga kesuburan fisik dan biologi tanah. Hal ini berarti bahwa
pengelolaan kesuburan tanah tidak cukup dilakukan hanya dengan memberikan pupuk
saja, tetapi perlu disertain dengan pemeliharaan sifat fisik tanah sehingga tersedia
lingkungan yang baik untuk pertumbuhan tanaman, kehidupan organisme tanah dan
untuk mendukung berbagai proses penting di dalam tanah,

2.5. Pengelolaan Kesuburan Tanah pada Sawah Lahan Basah/ Tergenang


Tanah sawah adalah tanah yang digunakan untuk bertanam padi sawah, baik
terus menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija. Istilah
lahan sawah bukan merupakan istilah taksonomi, tetapi merupakan istilah umum.
Sawah lahan basah adalah sawah yang sumber airnya tidak dapat diatur. Karena sawah
ini kebanyakan terdapat di daerah lembah dan cekungan atau pantai. Kondisinya selalu
tergenang air karena airnya tidak dapat dikeluarkan atau diatur sesuai dengan
kebutuhan. Ciri utama sawah adalah diolah atau ditanami pada musim kemarau dan
dipanen menjelang musim hujan. Tanaman yang utama adalah padi rawa yang
mempunyai sifat tumbuhnya mudah menyesuaikan dengan permukaan air
apabila tergenang melebihi batas permukaan atau dilanda banjir. Sawah lahan
basah banyak terdapat di Kabupaten Kawarang sebelah utara, Kabupaten Indramayu,
dan di pulau-pulau luar Jawa, seperti Kalimantan Selatan, Jambi, Sumatera Selatan.
Pengelolaan kesuburan tanah bertujuan untuk memperbaiki sifat fisik tanah agar
dapat membantu pertumbuhan tanaman. Kondisi tanah yang sesuai untuk pertumbuhan
dan perkembangan dapat ditentukan oleh sifat fisik tanah, struktur tanah dan
penyediaan unsur hara bagi tanaman. Kondisi tersebut terkadang sudah terpenuhi,
namun dapat dilakukan atau ditambah kesuburannya melalui proses pengelolaan
kesuburan tanah. Pengelolaan kesuburan tanah sawah lahan basah dapat dilakukan
dengan :
a. Pengelolaan lahan sempurna
Pengolahan lahan secara sempurna yaitu pengolahan lahan yang meliputi
seluruhkegiatan pengolahan lahan. dimulai dari awal pembukaan lahan hingga
lahan siap untuk ditanami, meliputi pembajakan, pemupukan.
b. Olah lahan minimum
Pengelolaan lahan minimum meliputi pembajakan pada lahan persawahan.
c. Tanpa olah tanah
Pengolahan lahan pada system ini hanya meliputi penye,protan guna membunuh
ataumenghilangkan gulma pada lahan, kemudian ditunggu hingga gulma mati dan
lahan siap untuk ditanami. Tahapan pengolahan lahan, pada sawah lahan basah
meliputi : bajak pertama membalik tanah sedalam lapisan olah)topsoil
menggunakan alat bajak. Tujuannya adalah agar lapisan tanah bagian bawah
diangkat untuk membonkar endapanmineral hara yang sulit diraih akar,
memperlancar sirkulasi udara, benih-benih gulma dan sisatumbuhan lainnya
dibenamkan memperkaya bahan organik tanah. Bajak kedua dilakukan setelah
pembajakan pertama selesai. Pembajakan kedua dengan memotong arah dari arah
pembajakan pertama, berguna untuk memperkecil bongkahan.
d. Pengelolaan Tanaman
Pemilihan varietas tanaman padi yang tahan terhadap keracunan Fe perlu
dilakukan.Penanaman padi dengan menghindarkan tanaman dari cekaman Fe yang
tinggi.
e. Pemberian pupuk
Pemberian pupuk oleh petani masih bersifat umum karena terbatasnya data
sumberdaya lahan, khususnya data status kesuburan tanah. Pemupukan P dan K
selama ini terus menerus telah diterapkan oleh petani, sehingga menyebabkan tanah
berstatus hara P dan K tinggi. Hal ini mengakibatkan ketidak seimbangan hara
dalam tanah dan produktivitas lahan menurun.

2.6. Kegiatan Pemupukan pada Tanah Sawah


Salah satu teknologi pengelolaan kesuburan tanah yang penting adalah
pemupukan berimbang yang mampu memantapkan produktivitas tanah pada level yang
tinggi. Hasil penelitian Santoso et al. (1995) menunjukkan pentingnya pemupukan
berimbang dan pemantaun status hara tanah secara berkala. Penggunaan pupuk
anorganik yang tidak tepat, misalnya takaran tidak seimban serta waktu pemberian dan
penempatan pupuk yang salah, dapat mengakibatkan kehilangan unsur hara sehingga
respon tanaman menurun (Santoso dan Sofyan, 2005).
Penerapan teknologi pemupukan organik juga sangat penting dalam pengelolaan
kesuburan tanah. Pupuk organik dapat bersumber dari sisa panen, pupuk kandang,
kompos atau sumber bahan organik lainya. Selain menyumbang hara yang tidak
terdapat dalam pupuk anorganik, seperti unsur hara mikro, pupuk organik juga penting
untuk memperbaiki sifat fisik dan biologi tanah. Lahan kering akan mampu
menyediakan air dan hara yang cukup bagi tanaman bila struktur tanahnya baik
sehingga dukung peningkatan efisiensi pemupukan. Jenis pupuk lain yang mulai
berkembang pesat adalah pupuk hayati seperti pupuk mikroba pelarut fosfat, pupuk
mikroba pemacu tumbuh dan pengendali hama dan mikroflora tanah multiguna. Pupuk
hayati selain mampu meningkatkan ketersediaan hara, juga bermanfaat untuk
 melindungi akar dari gangguan hama penyakit
 menstimulasi system perakaran agar berkembang sempurna dan
memperpanjang usia akar
 memacu mitosis jaringan meristem pada titik tumbuh pucuk, kuncup, bunga
dan stolon.
 Penawar racun berberapa logam berat
 Metabolit pengatur tubuh
 Bioaktivator perombak bahan organik
Di samping pemupukan, pengapuran juga penting untuk meningkatkan
produktivitas tanah masam, antara lain untuk mengurangi keracunan aluminium. Cara
untuk menentukan takaran kapur yang perlu diberikan adalah dengan menentukan
sesitivitas tanaman dan kemudian mengukur kejenuhan Al dalam tanah dengan analisis
tanah (Dierolf cit Santoso and Sofyan, 2005).
Padi sawah merupakan konsumen pupuk terbesar di Indonesia. Efisiensi
pemupukan padi sawah di Indonesia masih rendah (30 – 50%). Penggunaan pupuk
kurang rasional dengan keragaman yang tinggi N (Urea) berkisar antara 0 – 800 kg/ha,
P (TSP) antara 0 – 250 kg/ha dan K (KCl) antara 0 – 200 kg/ha. Hal ini akan
mengakibatkan inefisiensi, degradasi sumberdaya lahan (penurunan kadar C organik)
dan akibat pencemaran Sumber Daya Lingkungan akibat residu pupuk. Efisiensi
pemupukan tidak hanya berperan penting dalam meningkatkan pendapatan petani, juga
terkait dengan keberlanjutan sistem produksi (sustainable production system),
kelestarian lingkungan, dan penghematan sumberdaya energi. Oleh karena itu dalam
penerapan teknologi pemupukan, penetapan kebutuhan pupuk perlu memperhatikan ;
(a) kemampuan tanah dalam menyediakan nutrisi, (b) kemampuan tanaman untuk
menyerap unsur hara, (c) target hasil yang diinginkan dan (d) jenis pupuk yang
digunakan. Pertimbangan perihal tersebut diperlukan agar pencapaian produksi
pertanian dapat dioptimalkan.
Sampai ini pupuk untuk padi sawah belum digunakan secara rasional sesuai
kebutuhan tanaman serta kemampuan tanah menyediakan unsur unsur hara, sifat sifat
tanah, kualitas air pengairan dan pengelolaan oleh petani. Kelebihan pemberian pupuk
selain merupakan pemborosan dana , juga menganggu keseimbangan unsur unsur hara
2 dalam tanah dan pencemaran lingkungan, sedangkan pemberian pupuk yang terlalu
sedikit tidak dapat memberikan tingkat produksi yang optimal. Di propinsi Riau
pemupukan N, P dan K untuk padi sawah di masih bersifat umum yaitu sekitar 200 –
300 kg Urea/ha/musim, 100 – 150 kg TSP/ha/musim dan 100 kg KCl/ha /musim.
Penentuan rekomendasi tersebut dilakukan tanpa mempertimbangkan kandungan hara
dalam tanah dan keperluan hara bagi tanaman padi, sehingga kurang efisien. Saat ini
rekomendasi pemupukan spesifik lokasi masih terbatas pada lokasi-lokasi penelitian
dan pengkajian atau didaerah yang sudah memiliki peta status hara P dan K yang lebih
rinci. Namun peta status hara P dan K tanah sawah yang telah tersebar belum dilengkapi
dengan arahan rekomendasi pemupukan spesifik lokasi hingga tingkat kecamatan.
Sebenarnya banyak cara dan metode yang dapat digunakan dalam menentukan
rekomendasi pemupukan N, P, dan K. Badan Litbang Pertanian bekerja sama dengan
lembaga international dan nasional seperti International Rice Research Institute (IRRI),
dan produsen pupuk telah menghasilkan dan mengembangkan beberapa metode dan
alat bantu peningkatan efisiensi pemupukan N, P dan K untuk tanaman padi sawah
antara lain Bagan Warna Daun (BWD) untuk pemupukan N, petak Omisi, dan Paddy
Soil Test Kit Perangkat Uji Tanah Sawah, PUTS) untuk pemupukan P dan K. Dengan
keluarnya rekomendasi pemupukan N, P dan K pada padi sawah spesifik lokasi
(Keputusan Mentri Pertanian Nomor: 01/Kpts/SR.130/1/2006) tingkat kecamatan.
Kegiatan verifikasi sangat diperlukan untuk mengevaluasi keakuratan rekomendasi
pemupukan ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dosis pupuk N, P, dan K
pada lahan sawah tadah hujan yang tepat dan efisien, serta mengimplementasikan
merekomendasikan pemupukan N, P, dan K.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pengelolaan kesuburan tanah yang baik untuk sawah lahan basah ialah:
a. Pengelolaan lahan sempurna yang meliputi seluruh kegiatan pengolahan lahan.
dimulai dari awal pembukaan lahan hingga lahan siap untuk ditanami, meliputi
pembajakan, pemupukan.
b. Olah lahan minimum meliputi pembajakan pada lahan persawahan.
c. Tanpa olah tanah yang hanya meliputi penyemprotan guna membunuh atau
menghilangkan gulma pada lahan, kemudian ditunggu hingga gulma mati dan
lahan siap untuk ditanami.
d. Pengelolaan Tanaman yang meliputi pemilihan varietas tanaman padi yang
tahan terhadap keracunan Fe.
e. Pemberian pupuk
Pemberian pupuk oleh petani masih bersifat umum karena terbatasnya data
sumberdaya lahan, khususnya data status kesuburan tanah. Pemupukan P dan K
selama ini terus menerus telah diterapkan oleh petani, sehingga menyebabkan
tanah berstatus hara P dan K tinggi. Hal ini mengakibatkan ketidak seimbangan
hara dalam tanah dan produktivitas lahan menurun.
2. Pengelolaan kesuburan tanah sawah kering tidak terbatas pada peningkatan
kesuburan kimiawi tetapi juga kesuburan fisik dan biologi tanah. Salah satu
teknologi pengelolaan kesuburan tanah yang penting adalah pemupukan berimbang
yang mampu memantapkan produktivitas tanah pada level yang tinggi. Di samping
pemupukan, pengapuran juga penting untuk meningkatkan produktivitas tanah
masam, antara lain untuk mengurangi keracunan aluminium
DAFTAR PUSTAKA
Effendi, S. 1995. Ilmu Tanah. Edisi Ketiga. PT. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta.
Notohadiprawiro, T., S. Soekardarmodjo, dan E. Sukana. 2006 Pengelolaan Kesuburan Tanah
dan Peningkatan Efisiensi Pemupukan. Jurnal Ilmu Tanah Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
Pane, H., Ismail BP ., I.P Wardana, Karsidi, P ., K. Pirngadi, dan Husin M. Toha. 2002.
Persepektif peningkatan produksi padi di lahan sawah tadah hujan. Balai Penelitiaan
Tanaman Padi. 16 p.
Pirngadi, K., A. K. Makarim. 2006. Peningkatan Produktivitas Padi pada Lahan Sawah Tadah
Hujan melalui Pengelolaan Tanaman Terpadu. penelitian pertanian tanaman pangan.
25:116-123.
Puja, I.N., A.A.N. Supadma dan I.M. Mega. 2013. Kajian unsur hara tanah sawah untuk
menentukan tingkat kesuburan. AGROTROP. 3(2): 51-56.

Santoso, D. dan A. Sofyan, 2005. Pengelolaan hara tanaman pada lahan kering. hlm. 73−100.
Dalam Teknologi Pengelolaan Lahan Kering: Menuju pertanian produktif dan ramah
lingkungan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor.
Santoso, D, I P.G. Wigena, Z. Eusof, and C. Xuhui, 1995. The Asian land management of
sloping lands network: Nutrient balance study on sloping land. p. 103−108. In A.
Maglinao and A. Sajjapongse (Eds.). International Workshop on
Conservation Farming for Sloping Upland in South East Asia: Challenge,
Opportunities, and Prospects. IBSRAM Proc. No. 14. Bangkok, Thailand.
Sulakhudin., Suswati, D dan Gafur, S. 2013. Kajian status kesuburan tanah pada lahan sawah
di kecamatan sungai kunyit Kabupaten Menpawah. Jurnal Pedon Tropika. 1(3) : 100-
114.

Syakir, Muhammad.2016. Petunjuk Teknis Budidaya Padi Jajar Legowo Super. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian
Toha, H.M., dan D. Juanda. 1991. Pola tanam tanaman pangan di lahan kering dan sawah tadah
hujan (Kasus Desa Ngumbul dan Sonokulon, Kabupaten Blora). Prosiding Seminar
Hasil Penelitian Pertanian Lahan Kering dan Konservasi Tanah di Lahan Sedimen dan
Vulkanik DAS Bagian Hulu. Proyek penelitian penyelamatan hutan tanah dan air.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. p. 37-49.
Yuwono, N. W. 2007. Kesuburan dan Produktivitas Tanah Sawah
https://nasih.files.wordpress.com/2011/05/2007-kesuburan-dan-produktivitas-tanah-
sawah.pdf diakses pada tanggal 26 November 2018.

Anda mungkin juga menyukai