Anda di halaman 1dari 17

Makalah

Karakteristik Lahan Basah Sawah

Mata Kuliah : Pengantar Lingkungan Lahan Basah


Dosen Pengampu : Dr. Dharmono, M.Si
Disusun Oleh : Kelompok 2
Kelas : Regional A-2
1. Shinta Salsa Bella (NIM: 2110116220012)
2. Siti Octa Saputri (NIM: 2110116220011)
3. Baron Fayik Irvan (NIM: 2110116310012)

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2021/2022
1. PENGERTIAN
Sawah merupakan lahan basah buatan yang dibatasi oleh pematang (galengan)
yang digunakan untuk menanam padi dan dialiri dengan pengairan teknis, tadah hujan,
atau pasang surut. Ekosistem sawah selalu digenangi air dalam periode tertentu dan
dibentuk berpetak-petak. Lahan rawa yang ditanami padi dan lahan bekas tanaman
tahunan yang ditanami padi maupun palawija, juga dapat dikategorikan sebagai
sawah.

Tanah sawah adalah tanah yang digenangi air dengan system irigasi dan
digunakan untuk bertanam padi sawah baik terus-menerus, sepanjang tahun, maupun
bergantian dengan tanaman palawija. Tanah sawah bukan merupakan istilah
taksonomi, tapi merupakan istilah umum seperti tanah hutan, tanah perkebunan, tanah
pertanian, dan sebagainya. Segala jenis tanah bisa di sawah kan asalkan air cukup
tersedia. Selain itu padi sawah dapat ditemukan di berbagai iklim. Karena itulah sifat
tanah sawah sangat beragam sesuai dengan sifat tahan asalnya. Sawah dataran tinggi
ada yang terisi dan tidak terisi oleh air, biasanya jika sawah dataran tinggi basah itu
menggunakan terasering.
2. CIRI BIOTIK DAN ABIOTIK
Komponen biotik adalah segala sesuatu yang bernyawa seperti tumbuhan,
hewan, manusia dan mikro-organisme (virus dan bakteri). Sedangkan komponen
abiotik adalah segala yang tidak bernyawa seperti tanah, udara, air, iklim, kelembaban,
cahaya, dan bunyi.
Ciri Biotik
Berikut adalah ciri biotik pada lahan basah sawah terdiri dari 3 komponen utama,
yaitu;
1. Tumbuhan primer
Tumbuhan primer adalah tumbuhan yang sengaja ditanam dan dirawat oleh
petani agar dapat dipanen di kemudian hari. Tumbuhan primer tersebut dapat
berbeda- beda sesuai dengan jenis sawah dan juga musim tanam. Contohnya
seperti padi, kacang hijau, dan kacang kedelai.
2. Tumbuhan sekunder
Tumbuhan sekunder merupakan tumbuhan liar yang ikut tumbuh di sekitar
tumbuhan primer. Pada dasarnya tumbuhan liar ini adalah gulma atau hama
tanaman yang harus dihilangkan karena dapat mengganggu pertumbuhan
tumbuhan primer. Jika tumbuhan ini dibiarkan maka dapat merebut unsur hara di
tanah yang sebenarnya dipersiapkan untuk tumbuhan primer. Contohnya seperti
rumput dan semak.
3. Hewan
Pada ekosistem sawah terdapat beberapa jenis hewan, baik hewan yang tidak
mengganggu perkembangan tumbuhan primer, maupun hewan yang merugikan.
Hewan yang mengganggu (hama) di sekitar lahan sawah, contohnya tikus, ulat,
serangga, wereng, keong mas(siput), dan burung. Sedangkan hewan yang tidak
mengganggu di sekitar lahan sawah, contohnya cacing, ular, burung hantu, dan
burung elang.

Ciri Abiotik
Ciri abiotik lahan basah sawah terdiri dari 3 komponen utama, yaitu :
1. Tanah
Tanah adalah komponen abiotik yang paling penting karena sebagai media
tumbuhnya tanaman. Sebelum tanah dimanfaatkan untuk bercocok tanam harus
diolah terlebih dahulu. Misalnya dengan cara dibajak menggunakan mesin traktor
atau dengan tenaga hewan.
Membajak tanah mempunyai tujuan agar jumlah oksigen yang terkandung di
dalam tanah menjadi lebih banyak. Kadar oksigen yang cukup sangat baik untuk
organisme yang membantu menyuburkan tanah, bukan malah menjadi
faktor penyebab pencemaran tanah.
2. Air
Air juga merupakan komponen abiotik yang tak kalah penting karena air
sangat dibutuhkan oleh tanaman agar bisa tumbuh dan berkembang dengan baik.
Apabila ketersediaan air tidak mencukupi maka sawah akan mengalami
kekeringan dan gagal panen.
Akan tetapi, jika jumlah air yang mengairi sawah terlalu berlebihan maka
dapat menyebabkan banjir dan juga gagal panen, sehingga sistem irigasi atau
pengairan harus dibuat sebaik mungkin agar sawah menjadi lebih produktif.
3. Cahaya Matahari
Cahaya matahari dibutuhkan oleh tumbuhan dalam proses fotosintesis.
Fotosintesis akan menghasilkan glukosa yang digunakan untuk tumbuh dan
sebagian besarnya disimpan dalam salah satu bagian tubuhnya. Bagian tumbuhan
yang mengandung glukosa itulah yang nantinya dapat dipanen oleh manusia.
3. POTENSI
Lahan sawah memiliki berbagai potensi dan manfaat, baik untuk kehidupan
manusia mau pun lingkungan, beberapa potensi diantaranya adalah:
1. Sumber Pangan
Lahan di Indonesia memiliki potensi dalam pengembangan di bidang pertanian
khususnya lahan sawah. Keberadaan lahan sawah dapat menjadi sumber bahan
pangan masyarakat di Indonesia.
2. Mata Pencaharian
Lahan sawah dapat menjadi sumber mata pencaharian bagi petani maupun
buruhnya. Pada umumnya pemilik lahan atau petani mengelola lahan sawah untuk
menjadikannya mata pencaharian dengan menjual hasil panen dari padi atau
tanaman lainnya.
3. Sarana Rekreasi dan Pendidikan
Lahan sawah juga memiliki potensi sebagai tempat rekreasi, hijaunya lahan
sawah yang membentang memberikan pemandangan dan suasana yang asri. Selain
itu adanya lahan sawah akan membentuk ekosistem dan hubungan rantai makanan
yang dapat dijadikan sebagai sumber penelitian untuk pendidikan.
4. Mencegah Luapan Banjir
Berdasarkan bentuknya, lahan sawah dapat menahan dan mencegah air meluap
ke pemukiman ketika terjadi banjir, namun di samping itu lahan sawah yang
tergenang oleh banjir juga merugikan para petani terutama mendekati masa panen.
5. Pencemaran Lingkungan
Selain memiliki potensi baik, lahan sawah yang tidak dikelola dengan baik
dapat menimbulkan pencemaran air, tanah, dan udara akibat penggunaan bahan
kimia dan mekanisme pertanian.
6. Digunakan untuk Mina Padi
Mina padi adalah suatu bentuk usaha tani gabungan yang memanfaatkan
genangan air sawah yang tengah ditanami padi sebagai kolam untuk budidaya
yang memaksimalkan hasil tanah sawah. Selain itu, akan lebih efisien karena satu
lahan dapat menjadi sarana budidaya dua komoditas pertanian sekaligus.
4. ANCAMAN DAN UPAYA KONSERVASI
1. Lahan tandus akibat bahan kimia
Penggunaan pupuk kimia dan pestisida yang berlebihan mengakibatkan
tanah lahan sawah menjadi tandus dan tercemar. Masalah ini dapat dicegah dengan
menggunakan pupuk sewajarnya, menggunakan pupuk organik, dan mengelola
tanah dengan teknologi pertanian yang modern seperti digital farming.
2. Banjir
Banjir merupakan ancaman yang sering terjadi di beberapa tempat. Cara
mengatasinya dengan melakukan manajemen Tata Kelola DAS (Tata Kelola
Infrastruktur), yaitu Tata Kelola Lahan, Tata Kelola Air dan Tata Kelola
Informatika.
3. Kekeringan
Dalam beberapa kasus kekeringan lahan sawah dapat diatasi dengan
identifikasi sumber air alternatif yang masih tersedia dan manfaatkan melalui
perpompaan dan irigasi air tanah dangkal.
Selain itu, untuk mengatasi masalah kekeringan pada lahan basah sawah jika
di daerah sekitar lahan sawah terdapat sumber air maka bisa menggunakan metode
kincir air dengan roda besar. Dengan begitu, bambu pada kincir akan menimba air
dan berputar lalu dikeluarkan ke arah sawah.
4. Kerusakan akibat alih lahan
Alih fungsi lahan menjadi ancaman serius bagi ekosistem pertanian di
Indonesia. Konversi yang terjadi pada lahan subur pertanian menjadi kawasan
perumahan dan industri menimbulkan dampak yang sangat besar, seperti
menurunnya produksi padi nasional, kerugian investasi dana untuk mencetak
sawah, serta menurunnya kesempatan kerja dalam bidang pertanian dan degradasi
lingkungan. Upaya konservasi dapat dilakukan dari Pemerintah, sebaiknya
pengalihan lahan semacam itu tidak dilakukan karena akan berdampak besar pada
bidang lainnya.
5. Hama padi
Ancaman dari hewan-hewan yang termasuk hama di sekitar lahan sawah,
bahkan hama tersebut dapat menyerang sawah secara besar-besaran. Contoh hama
padi yang dapat merusak sawah, seperti tikus, wereng, keong mas, ulat, serangga,
dan burung. Upaya konservasi dapat dilakukan dengan menggunakan obat
pestisida atau perburuan manual yang dilakukan bersama.
Upaya konservasi lainnya terhadap lahan basah sawah, yaitu:
1. Intensifikasi
Intensifikasi pertanian adalah pengolahan lahan pertanian yang ada dengan
sebaik-baiknya untuk meningkatkan hasil pertanian dengan menggunakan berbagai
sarana. Intensifikasi pertanian banyak dilakukan di pulau Jawa dan Bali yang
memiliki lahan pertanian sempit. Pada awalnya intensifikasi pertanian ditempuh
dengan program panca usaha tani, yang kemudian dilanjutkan dengan program
sapta usaha tani.
Contoh kegiatan yang dilakukan, seperti pengolahan tanah yang baik,
pengairan yang teratur, pemilihan bibit unggul, pemupukan, pemberantasan hama
dan penyakit tanaman, serta pengolahan pasca panen.
2. Ekstensifikasi
Ekstensifikasi pertanian adalah usaha meningkatkan hasil pertanian dengan
cara memperluas lahan pertanian baru, misalnya membuka hutan dan semak
belukar, daerah sekitar rawa-rawa, dan daerah pertanian yang belum dimanfatkan.
Selain itu, ekstensifikasi juga dilakukan dengan membuka persawahan pasang
surut.
Ekstensifikasi pertanian banyak dilakukan di daerah jarang penduduk
seperti di luar pulau Jawa, khususnya di beberapa daerah tujuan transmigrasi,
seperti Sumatera, Kalimantan dan Irian Jaya.
5. KARAKTERISTIK MASYARAKAT DAN UPAYA
PEMBERDAYAAN
A. Karakteristik masyarakat petani
Karakteristik petani dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu
karakter demografi, karakter sosial ekonomi dan karakter sosial budaya
(Agunggunanto, 2011). Variabel umur, pendidikan dan jumlah tanggungan
keluarga termasuk dalam karakter demografi. Variabel luas lahan garapan dan
pendapatan termasuk karakter sosial ekonomi. Variabel pekerjaan/mata
pencaharian petani dan kelembagaan termasuk dalam karakter sosial budaya.
Karakteristik petani berupa umur, pendidikan formal, rata-rata jumlah anggota
keluarga dan luas penguasaan lahan.
1. Tingkat pendidikan
Pendidikan sangat menentukan tingkat kompetensi petani dalam
melakukan kegiatan pertanian (Manyamsari & Mujiburrahmad, 2014). Yang
dimaksud dengan kompetensi adalah perwujudan perilaku dalam
merencanakan kegiatan untuk mencapai target. Suatu data menunjukkan
bahwa tingkat pendidikan petani relatif rendah seperti sudah diteliti oleh
Suyanto dan Khususiyah (2006). Pendidikan yang rendah, selain berimplikasi
pada kurang terkoordinirnya perencanaan pertanian, juga akan berpengaruh
pada jenis pekerjaan lain yang dapat dilakukan oleh petani dalam upaya
peningkatan pendapatan. Pilihan pekerjaan menjadi terbatas pada sektor
informal (Budiartiningsih et al, 2010), misalnya menjadi buruh, atau istilah
yang sering dipakai responden dalam penelitian ini adalah buruh serabutan.
Buruh serabutan menerima semua kesempatan memburuh, baik itu sebagai
buruh tani, buruh bangunan, buruh tukang kayu, buruh tukang batu ataupun
sekadar membantu tetangga memperbaiki atap rumah dan pekerjaan kasar
lainnya. Petani di sekitar hutan lindung mempunyai pendidikan yang relatif
lebih tinggi dari pada petani sekitar hutan produksi. Hal ini dapat menjadi
faktor pendorong lebih berkembangnya kegiatan HKm di hutan lindung.
2. Jumlah tanggungan keluarga
Jumlah tanggungan keluarga petani berkisar antara 1–7 orang, dengan
rata-rata jumlah tanggungan keluarga masing-masing petani adalah 4 orang.
Jumlah tanggungan keluarga yang besar dapat menjadi salah satu sebab
sebuah rumah tangga menjadi miskin (Afandi, 2010). Terutama jika anggota
keluarga mayoritas masih berusia non-produktif. Jumlah tanggungan keluarga
empat orang tergolong sedang. Komposisi dalam keluarga dengan jumlah
tanggungan empat orang, bukan lagi bapak-ibu-dua anak. Banyak yang hanya
tinggal berdua dengan istri, saudara, maupun cucu. Sebagian dari anak yang
telah berkeluarga, berpisah dari rumah induk. Anak yang belum berkeluarga,
keluar daerah untuk bekerja sebagai buruh. Implikasinya, pada sebagian
keluarga petani, lahan garapan hanya diolah dengan tenaga kerja keluarga
yang minimal.
3. Luas lahan garapan
Terdapat tiga jenis lahan garapan petani, yaitu lahan andil HKm, lahan
milik (sawah, ladang, hutan rakyat dan pekarangan) serta lahan bukan milik
(tanah kas desa, lahan sewa, lahan milik kerabat). Rata-rata luas lahan andil
HKm yang digarap petani adalah 2.128,5 m2. Lahan andil yang paling sempit
adalah 250 m2; sedangkan yang terluas adalah 10.000 m2. Perbedaan luas
lahan tersebut tidak menimbulkan kecemburuan antar penggarap. Hal ini
dikarenakan pembagian lahan andil sudah melalui cara yang disepakati semua
anggota. Lahan yang awalnya sudah digarap oleh seorang petani, tetap
diberikan hak pengelolaannya pada petani tersebut. Lahan andil yang belum
ada penggarapnya, dibagikan dengan cara diundi. Petani HKm juga dapat
menentukan berapa luas lahan andil yang diinginkan sesuai kemampuan
tenaga kerja yang dimiliki. Luas lahan andil petani saat ini, merupakan luas
lahan sejak awal pembagian lahan. Hanya beberapa yang mengalami
perubahan, seperti kasus seorang petani yang awalnya menggarap lahan andil
seluas 1.350 m2, namun kemudian bertambah 650 m2 menjadi 2.000 m2.
Penambahan lahan tersebut adalah lahan andil dari kerabatnya yang
meninggal. Hal ini sesuai aturan kelompok, bahwa lahan andil yang
penggarapnya meninggal dunia, akan dilanjutkan ke ahli warisnya dan tidak
dapat dipindah tangankan. Luas lahan milik yang digarap oleh petani HKm
bervariasi mulai dari 0 m2 – 14.000 m2 dengan rata-rata luas lahan garapan
sebesar 2.947 m2. Rata-rata luas lahan milik yang kurang dari 0,5 ha
menunjukkan bahwa sebagian petani HKm masuk dalam kategori petani kecil
atau petani gurem (Suratiyah, 2001). Petani yang luas lahan miliknya sama
dengan nol/landless ataupun sangat sempit terbagi menjadi dua golongan.
Golongan pertama menjadi sangat tergantung pada lahan andil HKm.
Keahlian pada bidang lain yang terbatas membuat petani berusaha merekayasa
lahan andilnya agar terus dapat ditanami tanaman pangan dengan hasil
optimal, misalnya dengan pemupukan maupun pengurangan tajuk. Golongan
kedua menjadi sangat tergantung pada pekerjaan di luar sektor
pertanian/buruh. Pada umumnya lokasi andil HKm cukup jauh dari rumah dan
kondisinya sudah tidak memungkinkan untuk ditanami tanaman sela.
Sebagian petani ada yang hanya sesekali menengok lahan andilnya, misalnya
dengan frekuensi dua bulan sekali. Bahkan ada yang mengaku sudah satu
tahun lebih tidak melihat lahan andilnya. Petani yang menggarap lahan lain
hanya sebesar 13% dari total petani. Lahan yang digarap berupa lahan sewa,
lahan kas desa, lahan milik kerabat maupun maro atau bagi hasil.
4. Jenis pekerjaan
Pekerjaan utama anggota kelompok tani HKm di Kulon Progo adalah
sebagai petani, yang mencakup pertanian rakyat, perkebunan rakyat,
peternakan, perikanan, dan pemungutan hasil hutan atau biasa disebut
pertanian dalam arti luas (Mubyarto, 1979). Selain bertani dan beternak,
sebagian besar anggota HKm juga melakukan pekerjaan sebagai penderes atau
menderes air nira kelapa untuk diolah menjadi gula jawa. Pekerjaan ini pada
umumnya dilakukan secara kerjasama antara kepala rumah tangga dan
istrinya. Tiap pagi dan sore, bapak akan menderes kelapa dan ibu akan
mengolah air nira menjadi gula kelapa. Setiap pagi pekerjaan dimulai dengan
menderes air nira, lalu mengarit atau mencari rumput untuk pakan ternak.
Setelah memberi makan ternak, petani akan ke lahan masing-masing dan
bekerja sesuai musimnya apakah menanam, menyiangi, atau memanen. Petani
HKm hutan lindung beraktivitas di areal wisata sesuai tugas masing-masing
karena ada areal wisata HKm yang telah berkembang (Kalibiru, Puncak
Dipowono, dan Watu Gembel). Pada sore hari petani akan kembali mengarit
dan menderes kelapa. Pekerjaan di lahan pertanian tidak menuntut petani
untuk setiap hari berada di lahan pertaniannya (Saadah, 1990). Petani dapat
memanfaatkan waktu luang dengan bekerja di sektor lain jika masih ingin
menambah pendapatan. Pada petani HKm Kulon Progo, sebagian besar
memanfaatkan waktu untuk bekerja di sektor informal menjadi buruh dan
pedagang.
5. Kelembagaan petani
Kegiatan pemberdayaan masyarakat tidak terlepas dari penguatan
kelembagaan petani. Petani HKm tergabung dalam kelompok-kelompok tani
yang dibentuk berdasarkan kedekatan areal lahan HKm. Tujuh kelompok
HKm Kulon Progo sudah berbadan hukum koperasi yang merupakan syarat
awal dari pengajuan IUPHKm. Pertemuan rutin antar anggota kelompok
dilakukan dengan jadwal yang telah disepakati yaitu satu bulan sekali. Tujuh
kelompok petani juga tergabung dalam satu paguyuban yang dinamakan
Komunitas Lingkar (Komunitas Peduli Lingkungan Alam Lestari). Pertemuan
Komunitas Lingkar biasanya dilakukan sebulan sekali dengan agenda yang
lebih serius membahas berbagai perkembangan baru dalam pengelolaan HKm,
dengan melibatkan wakil dari Dinas Kehutanan maupun LSM sebagai
fasilitator/pendamping kelompok tani. Hasil pembahasan kemudian
ditindaklanjuti di tingkat kelompok tani HKm. Pertemuan kelompok baik di
tingkat internal kelompok tani maupun antar kelompok di bawah komunitas
Lingkar merupakan salah satu bentuk penguatan kelompok dalam memelihara
kekompakan. Penguatan kelompok tani merupakan hal yang sangat penting
karena merupakan salah satu kunci keberhasilan HKm (Sanudin et al, 2016).
Hubungan kohesi sosial antara individu dalam kelompok maupun antar
kelompok merupakan salah satu potensi yang dimiliki petani HKm Kulon
Progo yang masih optimis keberhasilan dalam pengelolaan HKm.

B. Upaya pemberdayaan
Beberapa upaya pemberdayaan dapat dilakukan melalui tiga arah, yaitu :
1. Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat
untuk dapat berkembang (enabling). Hal ini berarti, menyadarkan setiap
individu maupun masyarakat bahwa meraka memiliki potensi, tidak ada
masyarakat yang tidak memiliki daya. Sehingga ketika dalam pelaksanaan
pemberdayaan, diupayakan untuk mendorong dan membangkitkan motivasi
masyarakat akan pentingnya mengembangkan potensi-potensi yang telah ada
dan dimiliki oleh masyarakat.
2. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat (empowering). Hal
ini berarti bahwa langkah pemberdayaan dapat diupayakan melalui
kegiatan/aksi nyata seperti pendidikan, pelatihan, peningkatan kesehatan,
pemberian modal, lapangan pekerjaan, adanya informasi, pasar, dan
infrastruktur lainnya, serta membuka akses pada berbagai peluang lainnya
yang mampu masyarakat lebih berdaya. Pemberdayaan bukan hanya meliputi
penguatan individu anggota masyarakat, melainkan juga pranata-pranatanya.
Menanamkan nilai-nilai budaya modern seperti kerja keras, hemat,
keterbukaan, dan kebertanggungjawaban.
3. Melindungi masyarakat (protection). Artinya dalam pemberdayaan
masyarakat, perlu adanya upaya langkah-langkah yang dapat mencegah
persaingan yang tidak seimbang maupun praktik ekploitasi oleh kaum/pihak
yang kuat terhadap kaum/pihak yang lemah, melalui keberpihakan atau
adanya aturan atau kesepakatan yang jelas untuk melindungi pihak yang
lemah.
Untuk meningkatkan partisipasi rakyat dalam proses pengambilan
keputusan yang menyangkut diri dan masyarakatnya merupakan unsur yang
penting. Dengan sudut pandang demikian, maka pemberdayaan masyarakat amat
erat kaitannya dengan pemantapan, pembudayaan dan pengamalan demokrasi.
Friedmann (1994:76) mengemukakan.
The empowerment approach, which is fundamental to an alternative
development, place the emphasize on autonomy in the decision making of
territorially organized communities, local self-relience (but not autrachy), direct
(participatory) democracy and experiential social learning.
Pendekatan pemberdayaan pada intinya memberikan tekanan pada otonomi
pengambilan keputusan dari suatu kelompok masyarakat yang berlandaskan pada
sumber daya pribadi, langsung (melalui partisipasi) demokratis dan pembelajaran
sosial melalui pengalaman langsung.
Friedmann dalam hal ini menegaskan bahwa pemberdayaan masyarakat
tidak hanya sebatas ekonomi saja tetapi juga secara politis sehingga pada akhirnya
masyarakat akan memiliki posisi tawar-menawar (bargaining position) baik secara
nasional maupun internasional. Sebagai titik fokus dari pemberdayaan ini adalah
aspek lokalitas, sebab civil society akan merasa lebih siap diberdayakan lewat isu-
isu lokal. Friedmann mengingatkan bahwa adalah sangat tidak realistis apabila
kekuatan-kekuatan ekonomi dan struktur-struktur di luar civil society diabaikan.
Sedangkan proses pemberdayaan bisa dilakukan melalui individu maupun
kelompok, namun pemberdayaan melalui kelompok mempunyai keunggulan yang
lebih baik, karena mereka dapat saling memberikan masukan satu sama lainnya
untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.
Konsep pemberdayaan masyarakat ini lebih luas hanya semata-mata
memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) atau menyediakan mekanisme untuk
mencegah proses pemiskinan lebih lanjut (safety net). Belakangan ini konsep
tersebut dikembangkan sebagai upaya mencari alternatif terhadap konsep-konsep
pertumbuhan di masa yang lalu. Konsep ini berkembang dari upaya banyak ahli
dan praktisi untuk mencari apa yang oleh Friedmann disebut sebagai alternative
development, yang menghendaki inclusive democracy, economic growth, gender
equality and intergenerational equity (Kartasamita, 1996).
Menurut pemberdayaan pada masyarakat tani meliputi :
1. Pemberdayaan petani, yaitu merubah perilaku petani dari petani yang subsisten
tradisional menjadi petani modern yang berwawasan agribisnis.
2. Pemberdayaan kelembagaan petani dengan menumbuh kembangkan
kelembagaan petani dari kelompok tani menjadi gabungan kelompok tani
(Gapoktan), asosiasi, koperasi dan korporasi (badan usaha milik petani), serta
3. Pemberdayaan usaha tani dengan penumbuhkembangan jiwa wirausaha dan
kerjasama antar petani dengan pihak terkait lainnya untuk mengembangkan
usaha taninya.
6. SIMPULAN
Sawah merupakan lahan basah buatan yang dibatasi oleh pematang (galengan)
yang digunakan untuk menanam padi dan dialiri dengan pengairan teknis, tadah hujan,
atau pasang surut.
Ciri Biotik;

 Tanaman Primer

 Tanaman Sekunder

 Hewan: Hewan yang mengganggu (hama) dan tidak mengganggu.


Ciri Abiotik;

 Tanah

 Air

 Cahaya Matahari

Potensi:

 Sumber Pangan

 Mata Pencarian

 Sarana Rekreasi dan Pendidikan

 Mencegah Luapan Banjir

 Pencemaran Lingkungan

 Dimanfaatkan untuk Mina Padi

Ancaman Dan Upaya Konservasi


1. Lahan tandus akibat bahan kimia
Dapat dicegah dengan menggunakan pupuk sewajarnya, menggunakan pupuk
organik, dan mengelola tanah dengan technologi pertanian yang modern seperti
digital farming.
2. Banjir
Cara mengatasinya dengan melakukan manajemen Tata Kelola DAS (Tata
Kelola Infrastruktur), yaitu Tata Kelola Lahan, Tata Kelola Air dan Tata Kelola
Informatika.
3. Kekeringan
Dapat diatasi identifikasi sumber air alternatif yang masih tersedia dan
manfaatkan melalui perpompaan dan irigasi air tanah dangkal. Selain itu, untuk
mengatasi masalah kekeringan pada lahan basah sawah jika di daerah sekitar lahan
sawah terdapat sumber air maka bisa menggunakan metode kincir air dengan roda
besar.
4. Kerusakan akibat alih lahan
Alih fungsi lahan menjadi ancaman serius bagi ekosistem pertanian di
Indonesia. Upaya konservasi dapat dilakukan dari Pemerintah, sebaiknya
pengalihan lahan semacam itu tidak dilakukan karena akan berdampak besar pada
bidang lainnya.
5. Hama padi
Ancaman dari hewan-hewan yang termasuk hama di sekitar lahan sawah,
bahkan hama tersebut dapat menyerang sawah secara besar-besaran. Upaya
konservasi dapat dilakukan dengan menggunakan obat pestisida atau perburuan
manual yang dilakukan bersama.
Tambahan untuk upaya konservasi lahan sawah:
1. Intensifikasi pertanian, adalah pengolahan lahan pertanian yang ada dengan
sebaik-baiknya untuk meningkatkan hasil pertanian dengan menggunakan
berbagai sarana. Contoh kegiatan yang dilakukan, seperti pengolahan tanah yang
baik, pengairan yang teratur, pemilihan bibit unggul, pemupukan, pemberantasan
hama dan penyakit tanaman, serta pengolahan pasca panen.
2. Ekstensifikasi pertanian, adalah usaha meningkatkan hasil pertanian dengan cara
memperluas lahan pertanian baru, misalnya membuka hutan dan semak belukar,
daerah sekitar rawa-rawa, dan daerah pertanian yang belum dimanfatkan.

Karakteristik Masyarakat dan Upaya Pemberdayaan


Karakteristik
Karakteristik petani dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu karakter
demografi, karakter sosial ekonomi dan karakter sosial budaya (Agunggunanto 2011).
Pemberdayaan
1. Enabling
2. Empowering
3. Protection

7. DAFTAR PUSTAKA
1. Dosen, P. (12 November 2018). "Pengertian Ekosistem Sawah Ciridan
Contohnya".https://dosengeografi.com/pengertian-ekosistem-sawah/

2. Nata Suharta dan Sofyan Ritung. "Lahan Sawah Bukaan Baru".


https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://balittanah.litba
ng.pertanian.go.id/ind/dokumentasi/buku/buku%2520lahan%2520sawah
%2520bukaan%2520baru/
02sebaran_sofyan.pdf&ved=2ahUKEwi8qdHbg6HzAhUF8HMBHWBZCgEQFn
oECAUQAQ&usg=AOvVaw3U2LC5i8C1Ew_BUj2kgw2O

3. Sarwono Hardjowigeno, H. Subagyo, dan M. Lutfi Rayes “Morfologi dan


Klasifikasi Tanah” https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=https://balittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/
dokumentasi/buku/tanahsawah/
tanahsawah1.pdf&ved=2ahUKEwjQiMTY8KDzAhXFV30KHejXAncQFnoECA
gQAQ&usg=AOvVaw2PYll2Pwr_1NLEDTbfoS2_

4. Sudrajat. (20 August 2015). “Mengenal Lahan Sawah dan Memahami


Multifungsinya Bagi Manusia dan Lingkungan”
https://ugmpress.ugm.ac.id/id/product/pertanian/mengenal-lahan-sawah-dan-
memahami-multifungsinya-bagi-manusia-dan-lingkungan

5. Pengamat: Rusaknya Lahan Pertanian Ancam Ketahanan Pangan


https://www.gatra.com/detail/news/444808/ekonomi/pengamat-rusaknya-lahan-
pertanian-ancam-ketahanan-pangan

6. Mangkuto, Ario. (22 November 2019). “Sumber Daya Lahan”


http://cybex.pertanian.go.id/mobile/artikel/83038/Sumber-Daya-Alam/
7. Iskandar, Yogi. (20 November 2020). “Penerapan Pompa Air Free Energi
Menggunakan Kincir Air Dan Pompa Sistem Hidrolik Untuk Pengairan Sawah”
https://www.jurnal.syntaxliterate.co.id/index.php/syntax-literate/article/view/1733

Anda mungkin juga menyukai