Anda di halaman 1dari 18

PEMANFAATAN KOMPOS JERAMI UNTUK MEMINIMALISIR

PENGGUNAAN PUPUK ANORGANIK DAN MENJAGA TINGKAT


KESUBURAN TANAH PADA SAWAH TADAH HUJAN

USULAN PENELITIAN SKRIPSI

Oleh:
SONIA CARISA
NPM : 20025010036

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
SURABAYA
2022
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia merupakan negara yang kaya akan potensi sumber daya alam
salah satunya pada bidang pertanian terdapat berbagai hasil sumber pangan lokal.
Padi merupakan komoditas tanaman pangan penghasil beras yang memegang
peranan penting dalam kehidupan ekonomi Indonesia apabila dibandingkan dengan
makanan pokok lainnya seperti Jagung, Sagu, Gaplek, Ubi Jalar. Mengingat
pentingnya komoditas padi, maka pengembangan komoditas tersebut tetap menjadi
prioritas utama dalam pembangunan pertanian terutama tanaman pangan. Tanaman
padi mempunyai banyak varietas yang sesuai dengam kondisi agroekosistem, padi
mampu hidup pada kisaran ekosistem luas, baik lahan basah maupun kering
(Nuryanto, 2018).
Kebutuhan beras yang menjadi bahan pangan pokok bagi sebagian besar
masyarakat Indonesia terus meningkat seiring dengan penambahan jumlah
penduduk. Peningkatan produksi padi di Indonesia masih memiliki beberapa
kendala yaitu kekeringan lahan, penurunan kandungan bahan organik tanah akibat
penggunaan lahan secara intensif tanpa pengembalian bahan organik dalam tanah,
tidak pernah diberi pupuk organik atau hanya diberi pupuk anorganik, kebiasaan
petani membakar jerami di lahan saat panen ataupun jerami diangkut ke luar areal
persawahan. Pembakaran jerami di lahan dapat mematikan biota tanah, merusak
sifat fisik tanah, dan menurunkan kesuburan tanah (Rahim & Suparno, 2020).
Selain itu, pembakaran jerami juga dapat meningkatkan kadar CO 2 di udara yang
berdampak terjadinya pemanasan global.
Upaya peningkatan produktivitas tanaman dibarengi dengan upaya
pelestarian lingkungan dan kualitas tanah melalui penggunaan pupuk organik
secara berimbang. Pemanfaatan bahan organik menjadi salah satu alternatif untuk
memperbaiki kualitas tanah, memperbaiki fungsi ekologis, dan sumber
biodiversitas. Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji manfaat pupuk organik dari
jerami untuk menjaga tingkat kesuburan tanah pada sawah tadah hujan.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apakah pemberian pupuk organik dari jerami padi dapat menjaga tingkat
kesuburan tanah?
2. Bagaimana pengaruh pemberian pupuk organik terhadap produktivitas lahan?
3. Apakah kombinasi takaran pupuk kompos jerami padi dan pupuk NPK
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman padi?

1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk organik dari jerami padi
terhadap tingkat kesuburan tanah,
2. Untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk organik terhadap produktivitas
lahan,
3. Untuk mengetahui pengaruh pemberian kombinasi takaran pupuk kompos
jerami padi dan pupuk NPK terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman padi.

1.4. Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak
terutama petani yang masih belum memanfaatkan jerami padi untuk kompos dan
sebagai informasi mengenai pengaruh kombinasi pupuk kompos jerami padi dan
pupuk NPK terhadap hasil tanaman padi. Serta dapat berguna dalam pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya penggunaan pupuk yang ramah
lingkungan dengan memanfaatkan sumberdaya lokal.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sawah Tadah Hujan


Pertanian di lahan sawah tadah hujan adalah usaha pertanian yang
memanfaatkan hujan sepenuhnya sebagai sumber air. Usaha pertanian ini telah
menyediakan bahan pangan di berbagai kawasan di negara miskin dan berkembang.
Di Afrika sub sahara, pertanian di lahan sawah tadah hujan menyumbang sebanyak
95%, di Amerika Latin 90%, Timur Tengah dan Afrika 75%, Asia Timur 65%, dan
Asia Selatan 60% (IMWI, 2010). Lahan sawah tadah hujan dengan luas 1,4 juta ha
merupakan lumbung padi kedua setelah lahan irigasi bagi Indonesia (Dispertan
Banten, 2014).
Tingkat produktivitas pertanian lahan sawah tadah hujan secara umum
rendah dikarenakan kondisi tanah yang terdegradasi, tingginya evaporasi,
kekeringan, banjir, dan minimnya manajemen air. Upaya perbaikan kondisi lahan
yang dilakukan dengan aplikasi pembenah tanah merupakan upaya penting untuk
meningkatkan produktivitas lahan marginal yang pada umumnya memiliki
kesuburan tanah yang relatif kurang/rendah. Usaha pertanian sawah tadah hujan
memiliki potensi untuk lebih produktif dengan mengelola air hujan dan kelembaban
tanah lebih efektif (Zarwazi, et al., 2016).
Sawah tadah hujan adalah sawah yang sistem pengairannya sangat
mengandalkan curah hujan. Jenis sawah ini hanya menghasilkan di musim hujan.
Di musim kering sawah ini dibiarkan tidak diolah karena air sulit didapat atau tidak
ada sama sekali. Sawah tadah hujan umumnya hanya dipanen setahun sekali.
Intensitas penggunaan tenaga kerja di sawah tadah hujan lebih tinggi karena petani
harus menyulam (menanam kembali) lebih sering dibandingkan sawah beririgasi,
akibat suplai air yang tidak stabil.

2.2. Botani Padi Varietas IR-64


Padi varietas IR-64 adalah jenis varietas yang banyak digunakan oleh petani
khususnya petani Jawa Timur. Varietas ini salah satu bibit unggul yang ketahanan
terhadap hama wereng sangat tinggi. Varietas ini juga sangat cocok ditanam di
sawah irigasi dataran rendah dan cukup baik untuk padi rawa pasang atau surut.
Padi varietas IR-64 merupakan salah satu varietas padi sawah yang memiliki
potensi hasil mencapai 6,0 ton/ha dengan rata-rata hasil mencapai 5,0 ton/ha
(Pertanian, B.I., 2010).
Umur tanaman ini antara 110 – 120 hari dengan tinggi tanaman 115-126 cm
dan jumlah anakan produktif sebanyak 20-35 batang. Keunggulan padi varietas IR-
64 antara lain tekstur nasi pulen, tahan kerontokan, tahan rebah, tahan terhadap
wereng coklat biotipe 1, 2 dan agak tahan wereng coklat biotipe 3, agak tahan
terhadap hawar daun bakteri strain IV, tahan virus kerdil rumput dan memiliki 7
kadar amilosa 23%. Varietas IR-64 baik ditanam di lahan sawah irigasi dataran
rendah sampai sedang (Suprihatno, et al., 2010).
Morfologi varietas padi IR-64 biasanya secara jelas dapat dibedakan dari
ketinggian batangnya yang relatif lebih pendek. Walau pebih pendek tapi jumlah
anakannya relatif lebih banyak. Bulir yang dihasilkan varietas ini berbentuk besar
dan ramping dan padi IR 64 terlihat lebih “mekar” d ibandingkan dengan padi lain.
Di sekitar Jawa Timur khususnya di Surabaya, Sidoarjo dan sekitarnya, beras IR-
64 juga dikenal dengan nama beras Bengawan.
Klasifikasi tanaman padi sebagai berikut (Khanafi, 2018):
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Poales
Famili : Graminae
Genus : Oryza
Species : Oryza sativa var IR 64

2.3. Budidaya Tanaman Padi


Padi merupakan komoditas tanaman pangan penghasil beras yang
memegang peranan penting dalam kehidupan ekonomi Indonesia yaitu beras
sebagai makanan pokok sangat sulit digantikan oleh bahan pokok lainnya. Sehingga
keberadaan beras menjadi prioritas utama masyarakat dalam memenuhi kebutuhan
asupan karbohidrat yang dapat mengenyangkan dan merupakan sumber karbohidrat
utama yang mudah diubah menjadi energi. Padi sebagai tanaman pangan
dikonsumsi kurang lebih 90% dari keseluruhan penduduk Indonesia untuk makanan
pokok sehari-hari (Donggulo et al, 2017).
Pengolahan tanah dapat dilakukan secara sempurna (2 kali bajak dan 1 kali
garu) atau minimal atau tanpa olah tanah sesuai keperluan dan kondisi. Faktor yang
menentukan adalah kemarau panjang, pola tanam, jenis/tekstur tanah. Dua minggu
sebelum pengolahan tanah taburkan bahan organik secara merata di atas hamparan
sawah. Bahan organik yang digunakan dapat berupa pupuk kandang sebanyak 2
ton/ha atau kompos jerami sebanyak 5 ton/ha (Yunianti, et al., 2020).
Benih padi yang memiliki sertifikat disarankan untuk digunakan dalam
budidaya padi. Benih padi direndam terlebih dahulu dalam larutan air garam (200
gram garam per liter air) sebelum dilakukan penyemaian. Benih yang sudah tidak
bagus ditandai dengan mengambang di atas rendaman larutan air garam. Benih
bernas (yang tenggelam) dibilas dengan air bersih dan kemudian direndam dalam
air selama 24 jam. Tujuan perendaman adalah untuk memecahkan dormansi.
Selanjutnya diperam dalam karung selama 48 jam dan dijaga kelembabannya
dengan cara membasahi karung dengan air. Untuk benih hibrida langsung direndam
dalam air dan selanjutnya diperam. Benih yang siap untuk disemai ditandai dengan
munculnya bakal lembaga berupa bintik putih pada bagian ujungnya (Akbar, 2017).
Persemaian merupakan tahapan pembuatan bibit untuk penanaman padi.
Penanaman seluas 1 ha, membutuhkan benih sebanyak ± 20 kg. Luas persemaian
sebaiknya 400 m2 /ha (4% dari luas tanam). Lebar bedengan 5 pembibitan 1-1,2 m
dan diberi campuran pupuk kandang, serbuk kayu dan abu sebanyak 2 kg/m 2 .
Penambahan ini memudahkan pencabutan bibit padi sehingga kerusakan akar bisa
dikurangi. Antar bedengan dibuat parit sedalam 25-30 cm (Chamidah, et al., 2012).
Penanaman adalah memindahkan bibit yang telah siap tanam ke lahan
persawahan dengan memperhatikan umur bibit, jarak tanam, jumlah bibit yang
ditanam dalam setiap rumpun, dan kedalaman bibit yang dibenamkan. Penanaman
dapat dilakukan setelah persemaian memasuki umur antara 20 hingga 25 hari.
Persemaian terlebih dahulu digenangi dengan air dengan tujuan untuk
mempermudah pencabutan benih yang telah disemai. Kondisi lahan pada saat
penanaman yaitu dalam keadaaan macak-macak atau tidak tergenang. Jarak tanam
yang dianjurkan adalah 25 cm x 25 cm atau 30 cm x 15 cm untuk jarak tenam tegel
atau jarak tanam jajar legowo 40 cm x 20 cm x 20 cm. Bibit yang ditanam dalam
satu lubang berkisar tiga batang. Air selanjutnya dimasukkan ke dalam lahan
setelah 30 hari penanaman. Penyulaman dilakukan pada saat tujuh hari setelah
tanam (HST) apabila ditemukan bibit yang mati (Hidayatulloh, et al., 2012).
Kegiatan pemupukan dilakukan pada budidaya tanaman padi. Dosis pupuk
yang disarankan adalah 150 kg urea/ha, 75 – 100 kg SP36/ha, dan 75 – 100 kg
KCl/ha. Urea diberikan 2 – 3 kali yaitu 14 HST, 30 HST, dan pada saat menjelang
primordia bunga. Pupuk SP-36 dan KCl diberikan saat tanam atau pada 14 HST.
Mayoritas negara-negara beriklim tropis tergolong memiliki efisiensi pemupukan
yang rendah karena kurangnya pengetahuan tentang manfaat penggunaan pupuk
serta tingkat teknologi budidaya yang masih rendah (Jumin, 2010).
Pemeliharaan merupakan upaya yang dilakukan oleh petani untuk merawat
tanaman padi mulai dari perlindungan tanaman dari gulma dan hama hingga
pemupukan (Hidayatulloh, et al., 2012). Air yang diberikan pada saat pemeliharaan
sesuai dengan kebutuhan tanaman dengan mengatur ketinggian genangan berkisar
antara 2 – 5 cm jika genangan air melebihi ketinggian tersebut maka akan
mengurangi pembentukan anakan. Prinsip dalam pemberian air antara lain
memberikan air pada saat yang tepat, jumlah cukup, dan kualitas air yang baik.
Pengairan dapat diatur sesuai dengan fase pertumbuhan tanaman. Upaya
pemeliharaan tanaman lainnya seperti penyiangan disesuaikan dengan waktu
pemupukan karena sebaiknya pada saat pemupukan petakan bersih dari gulma
(Purwono & Purnamawati, 2007).
Hama dan penyakit tanaman dapat menimbulkan kerugian antara lain
mengurangi hasil produksi tanaman, mengurangi kualitas panen, dan menambah
biaya produksi karena diperlukan biaya pemberantasan (Jumin, 2010). Hama dan
penyakit yang menyerang tanaman padi pada umumnya adalah penggerek batang
(Stem borer), wereng hijau (Green leafhopper), walang sangit (Leptocorisa
oratorius), wereng cokelat (Nilaparvata lugens), hawar daun bakteri (Xanthomonas
campestris pv. oryzae), busuk batang (Stem rot), bercak cercospora (narrow brown
leaf spot), dan blas (Pyicularia grisea). Upaya pemeliharaan tanaman melalui
pengendalian hama dan penyakit dapat dilaksanakan dengan terpadu meliputi
strategi pengendalian dari berbagai komponen yang saling mendukung dengan
petunjuk teknis yang ada (Rahmawati, 2012). Penggunaan pestisida dapat
menimbulkan dampak negatif terhadap hama utama dan organisme bukan sasaran.
Dampak tersebut berupa munculnya resistensi dan resurjensi serangga hama serta
terancamnya populasi musuh alami dan organisme bukan sasaran (Akbar, 2017).

2.4. Bahan Organik


Tanah yang produktif adalah tanah yang relatif subur dan berkualitas. Salah
satu indikator kualitas tanah adalah ketersediaan bahan organik dalam tanah yang
berperan penting untuk mempertahankan produktivitas tanaman tanpa mengganggu
lingkungan. Bahan organik tanah terdiri atas bahan organik hidup seperti akar,
eksudat akar, residu tanaman, biomassa mikroba, biomassa fauna, dan manure
stabil, bahan organik terlarut, bahan organik partikulat, humus dan bahan organik
inert atau berkarbonisasi. Bahan organik yang berasal dari sisa tumbuhan atau
binatang, dari hasil sintesis mikroba tanah dan dari sekresi akar berfungsi untuk
melekatkan butir tanah atau agregat mikro menjadi agregat tanah (Scotti, et al.,
2015).
Tanah mineral mengandung bahan organik berkisar 2-5% dimana
kandungan bahan organik dapat menentukan sifat tanah dan pertumbuhan tanaman
(Tangketasik, et al., 2012). Bahan organik dalam tanah berfungsi untuk
memperbaiki sifat-sifat tanah baik fisik (struktur tanah, stabilitas agregat, kapasitas
menahan air, warna tanah), kimia (KTK, pasokan hara, pH, jerapan, dan
kompleksasi), maupun biologi (sumber energi dan substrat mikroba). Bahan
organik berfungsi untuk mengikat partikel-partikel tanah menjadi lebih remah
sehingga akar tanaman dapat leluasa berkembang ban menyerap air serta hara uang
dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman, meningkatkan stabilitas struktur tanah,
meningkatkan kemampuan tanah dalam menyimpan air. Kandungan bahan organik
dapat diketahui dari kandungan C-organik (Isra, et al., 2019).
Ketersediaan bahan organik tanah dalam sistem budidaya tanaman
bergantung pada keseimbangan antara penambahan karbon terutama dari sisa
tanaman dan laju dekomposisinya. Penambahan bahan organik segar meningkatkan
bahan organik tanah melalui proses pembusukan secara cepat, yang merupakan efek
priming positive (Wihardjaka & Harsanti, 2021). Kandungan bahan organik akan
mempengaruhi kemasaman tanah apabila tidak terdekomposisi dengan baik, proses
dekomposisi bahan organik akan menghasilkan asam-asam organik maupun
anorganik, sehingga menimbulkan suasana asam. Proses dekomposisi dari bahan
organik akan menghasilkan asam-asam organik yang dapat melepaskan ion-ion H+
dan ion-ion OH - ke dalam larutan tanah yang selanjutnya akan berpengaruh pada
perubahan pH tanah terutama pH H 2 O tanah. Kandungan unsur hara yang diberikan
dari bahan organik pada tanah berkorelasi dengan lamanya proses mineralisasi yang
dibutuhkan suatu bahan organik untuk menyediakan hara bagi tanah. Asam-asam
organik sebagai hasil dekomposisi dapat mengikat ion H+ sebagai penyebab
kemasaman dalam tanah sehingga pH tanah meningkat (Hamed , et al., 2014).

2.5. Manfaat Kompos Jerami untuk Kesuburan Tanah


Kompos merupakan hasil dekomposisi dari bahan organik oleh berbagai
macam mikroba tanah dalam kondisi lingkungan yang hangat dan lembab.
Beberapa contoh bahan kompos yaitu batang, daun, bunga, biji, dan akar tanaman.
Kompos dapat dimanfaatkan untuk pembenah tanah dan penyedia makanan bagi
tanaman.
Jerami padi merupakan salah satu limbah pertanian di Indonesia yang
pemanfaatannya masih belum maksimal. Jerami padi hasil panen sebaiknya tidak
dibakar dilahan tetapi dikembalikan lagi ke lahan dalam bentuk kompos. Pemberian
kompos jerami padi dapat meningkatkan hasil padi sawah di agroekologi lahan
tadah hujan berkisar 5,4–9,0 persen (Wihardjaka, 2011). Kompos jerami secara
bertahap dapat menambah kandungan bahan organik tanah, dan lambat laun akan
mengembalikan kesuburan tanah. Selain itu, penggunaan kompos jerami padi ke
dalam tanah sawah dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan pupuk
anorganik. Jerami padi dapat menggantikan pupuk KCl.
Jerami mengandung unsur silika. Silika diserap tanaman padi dalam jumlah
melebihi penyerapan unsur K dan N (Si>K>N) dan berperan penting dalam
meningkatkan kesehatan tanaman dan ketahanan terhadap serangan penyakit
utamanya blast maupun hama wereng batang coklat. Jerami yang telah
dikomposkan selain kaya unsur C organik (30-40%), juga mengandung hara yang
legkap baik makro (1,5% N, 0,3 – 0,5% P2O5, 2 – 4 % K2O, 3 – 5% SiO2) maupun
mikro (Cu, Zn, Mn, Fe, Cl, Mo) (Karyaningsih, 2010).

2.6. Hipotesis
Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka pemikiran maka dapat
dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
1. Pemberian pupuk organik dari jerami padi berpengaruh terhadap tingkat
kesuburan tanah,
2. Pemberian pupuk organik berpengaruh terhadap produktivitas lahan,
3. Pemberian kombinasi takaran pupuk kompos jerami padi dan pupuk NPK
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman padi.
III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu


Penelitian lapang dilaksanakan di Jl. Sumberan, Sumur Welut, Kec.
Lakarsantri, Surabaya. Selanjutnya, kegiatan penganalisaan sampel tanah dilakukan
di Laboratorium Sumber Daya Lahan, Fakultas Pertanian, Universitas
Pembangunan “Nasional” Veteran Jawa Timur. Penelitian dilakukan bulan Oktober
2022 – Februari 2023

3.2. Alat dan Bahan


3.2.1. Alat
Alat yang digunakan untuk kegiatan di lapang adalah, hand tractor, sabit,
cangkul, sprayer, dan alat tulis. Alat yang digunakan untuk pengambilan dan
penanganan sampel tanah adalah sekop/linggis, kantong plastik, label, nampan.
Alat yang digunakan untuk penganalisaan sampel tanah di laboratorium adalah
mortar dan pastle, botol film, saringan 0,5 mm, shaker, pH meter, timbangan
analitik, tabung reaksi, rak tabung reaksi, vortex, sentrifuge, spektometer, pump
pipette, oven.
3.2.2. Bahan
Bahan yang digunakan untuk kegiatan di lapang adalah, benih padi var.
IR-64, kompos jerami padi, pupuk urea, pupuk phonska, pupuk ZA, pestisida
nabati. Bahan yang digunakan untuk kegiatan pengambilan dan penanganan
sampel tanah adalah sampel tanah. Bahan yang digunakan untuk penganalisaan
sampel tanah di laboratorium adalah sampel tanah yang telah dikeringanginkan,
larutan H 2 O dan KCl, larutan ammonium asetatm NaCl, larutan induk (2500
mek), sangga tatrat, indofenol, NaOCl, aquades.

3.3. Metode Percobaan


Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan Rancangan Acak
Kelompok (RAK) yang terdiri dari 4 kombinasi perlakuan kompos jerami padi dan
pupuk NPK dengan 3 kali ulangan, sehingga terdapat 12 plot percobaan. Perlakuan
yang digunakan sebagai berikut:

P0 = Tanpa kompos jerami padi


P1 = Kompos jerami padi 5 ton/ha dan pupuk NPK (Urea 50 kg/ha, Phonska 150
kg/ha)
P2 = Kompos jerami padi 3 ton/ha dan pupuk NPK (Urea 50 kg/ha, Phonska 150
kg/ha)
P3 = Kompos jerami padi 1 ton/ha dan pupuk NPK (Urea 50 kg/ha, Phonska 150
kg/ha)

3.4. Pelaksanaan Percobaan


3.4.1. Kegiatan Di Lapang
3.4.1.1. Persiapan Lahan
Pembersihan lahan, pembongkaran lapisan tanah, pelumpuran, dan
pembuatan pematang sawah dengan bantuan cangkul. Lahan dibajak
menggunakan hand tractor sampai rata permukaan tanahnya.
3.4.1.2. Persiapan Bibit
Benih padi direndam terlebih dahulu dalam larutan air garam (200
gram garam per liter air) sebelum dilakukan penyemaian. Benih yang sudah
tidak bagus ditandai dengan mengambang di atas rendaman larutan air garam.
Benih yang bagus selanjutnya ditiriskan kemudian dicuci dan direndam
selama 24 jam dengan air bersih. Selanjutnya diperam dalam karung selama
48 jam dan dijaga kelembabannya dengan cara membasahi karung dengan air.
3.4.1.3. Penyemaian
Penyemaian dilakukan di bedengan, luas persemaian 400 m2 /ha (4%
dari luas tanam). Lebar bedengan 5 pembibitan 1-1,2 m. Bibit dipindah ke
lahan setelah padi usia 15 HST.
3.4.1.4. Penanaman
Penanaman dilakukan dengan jarak tanam jajar legowo 40 cm x 20
cm x 20 cm dimana tiap satu lubang diberi tiga batang bibit tanaman padi.
Penyulaman dilakukan pada saat tujuh HST apabila ditemukan bibit yang
mati.
3.4.1.5. Pemupukan
Pemupukan dilakukan sebanyak 3 kali. Pemupukan dasar diberi sesuai
dengan perlakuan P0 , P1 , P2 , P3 . Pemupukan susulan pertama dilakukan ketika
tanaman berumur 14 HST dengan pemberian pupuk urea 50 kg dan phonska
150 kg. Pemupukan susulan kedua dilakukan ketika tanaman berumur 30
HST dengan pemberian pupuk urea 100 kg dan pupuk ZA 5 kg.
3.4.1.6. Pemeliharaan
Pengendalian gulma dan hama penyakit dilakukan dengan cara
menyemprotkan pestisida nabati setiap dua minggu sekali pada semua
perlakuan.
3.4.1.7. Panen
Panen dilakukan secara manual menggunakan sabit.

3.4.2. Pengambilan dan Penanganan Sampel Tanah


1. Menyiapkan alat dan bahan yang digunakan,
2. Mengambil sampel tanah menggunakan sekop/linggis dari 5 titik yang
berbeda pada tiap plot yaitu pojok kiri atas, pojok kanan atas, tengah,
pojok kiri bawah dan pojok kanan bawah,
3. Memasukan sampel tanah pada plastik dan diberi label sesuai dengan
lokasi pengambilan tanahnya,
4. Mengeluarkan masing-masing sampel tanah dari plastik dan
mencapurkannya pada satu wadah/nampan,
5. Mengering anginkan sampel tanah ditempat yang tidak terkena matahari
langsung selama 2-7 hari.

3.4.3. Analisa Laboratorium


3.4.3.1. Analisa pH Tanah
1. Menyiapkan alat dan bahan yang digunakan,
2. Menumbuk dan menyaring sampel tanah yang sudah dikeringkan
menggunakan saringan 0,5 mm,
3. Memasukkan tanah yang telah disaring sebanyak ± 10 gram ke dalam
botol film,
4. Menuangkan larutan H 2 O (untuk analisis pH aktual) dan larutan KCl
(untuk analisis pH potensial) ke dalam botol film yang berisi tanah,
5. Mengocok botol film dengan shaker hingga homogen,
6. Mengukur pH tanah menggunakan pH meter
7. Lakukan berulang sesuai dengan perlakuan percobaan.
3.4.3.2. Analisis KTK Tanah
3.4.3.2.1. Preparasi Sampel
1. Menimbang sampel tanah 1 gram,
2. Menambahkan ammonium asetat (NH 4 OAC) 10 ml,
3. Mengocok sampel dan ammonium asetat selama 10 menit
menggunakan shaker,
4. Memisahkan endapan dan filtrat dengan menggunakan sentrifuge
selama 5 menit kemudian filtrat dibuang,
5. Menambahkan 10 ml alkohol pada endapan kemudian disentrifuge
selama 5 menit, kemudian ditambahkan 10 ml NaCl 10% lalu
disentrifuge selama 5 menit,
6. Mengambil filtrat sanpel sebanyak 1 ml lalu meletakkan pada
tabung reaksi sebanyak 10 ml kemudian menambahkan 9 ml
aquades,
7. Memipet 2 ml larutan yang telah divortex lalu memindahkan ke
tabung reaksi 25 ml,
8. Menambahkan sangga satrat 5 ml kemudian vortex, lalu tunggu
selama 10 menit,
9. Menambahkan indofenol 5 ml kemudian vortex, lalu tunggu
selama 10 menit,
10. Membaca di spektrofotometer dengan gelombang 636, kemudian
catat nilai absorbansi.

3.4.3.2.2. Pembuatan Larutan Deret


1. Membuat larutan induk dengan memipet ammonium sulfat lalu
menambahkan 10 ml alkohol dan NaCl sampai batas tera labu ukur
100 ml kemudian vortex larutan,
2. Membuat larutan standar 0 dengan memipet 10 ml alkohol 50%
kemudian menambahkannya dengan NaCl sampai batas tera labu
ukur 100 ml kemudian vortex larutan,
3. Menyiapkan tabung reaksi 10 ml sebanyak 10 tabung kemudian
memberi nomor 1-10,
4. Memipet larutan induk sebanyak 0, 1, 2, 4, 6, 8, dan 10 ml ke
tabung reaksi 1 sampai 10 kemudia vortex larutan deret,
5. Memipet larutan standar 0 sebanyak 10, 9, 8, 6, 4, 2, 0 ml ke tabung
reaksi 1 sampai 10 kemudian vortex larutan deret,
6. Memipet 2 ml larutan yang telah divortex dan memindahkan ke
tabung reaksi 25 ml,
7. Menambahkan sangga tartrat 5 ml, kemudian vortex, tunggu
hingga 10 menit,
8. Menambahkan indefenol 5 ml, kemudian vortex, tunggu hingga 10
menit,
9. Menambahkan NaOCl 5 ml, kemudian vortex, tunggu hingga 10
menit,
10. Membaca di spektrofotometer dengan gelombang 636, kemudian
cacat nilai absorbansi.

3.4.3.2.3. Analisis Kadar Air Tanah


1. Menimbang kaleng,
2. Memasukkan 10 gram tanah kering udara kedalam kaleng,
kemudian menimbangnya (X),
3. Memasukkan kaleng beserta tanah ke dalam oven dengan suhu
105℃,
4. Membiarkan tanah selama 24 jam (Y),
5. Mengeluarkan kaleng dari oven, memasukkannya ke dalam
desikator dan didinginkan, kemudian ditimbang,
6. Menghitung kadar air tanah dengan rumus berikut:
𝐗 −𝐘
𝐊𝐀 (%) = × 𝟏𝟎𝟎%
𝐘

3.5. Pengamatan
Parameter yang diamati dalam penelitian yaitu:
a. pH tanah
Pengukuran pH tanah dilakukan didalam laboratorium pada setiap fase
pertumbuhan tanaman.
b. KTK tanah
Pengukuran KTK tanah dilakukan didalam laboratorium pada setiap fase
pertumbuhan tanaman.
c. Kadar air tanah
Pengukuran kadar air tanah dilakukan didalam laboratorium pada setiap fase
pertumbuhan tanaman
d. Jumlah anakan
Perhitungan jumlah anakan dilakukan dengan menghitung jumlah anakan
yang muncul. Jumlah anakan padi dihitung pada setip fase pertumbuhan
e. Berat gabah/rumpun
Pengambilan data produksi dengan cara menimbang hasil semua tanaman
padi dalam tiap-tiap plot penelitian kemudian langsung ditimbang. Pengukuran
dilakukan 2 kali yaitu setelah panen dan setelah dikeringkan dengan sinar matahari
±3 hari sampai kadar air 14%.

3.6. Analisis Data


Berdasarkan rancangan yang digunakan, maka dapat dikemukakan model
linear sebagai berikut:

Xij = µ + ti + rj + εij

Keterangan :
Xij = Hasil pengamatan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
µ = Rata-rata umum
ti = Pengaruh ulangan ke-i
rj = Pengaruh perlakuan ke-j
εij = Pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

Dari data hasil di atas dapat diolah dengan menggunakan analisis statistik
kemudian dimasukan ke dalam daftar sidik ragam untuk mengetahui taraf nyata uji
F.
DAFTAR PUSTAKA

Akbar, I. (2017). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Jumlah Pembelian


Benih Padi pada Petani di Kecamatan Kesesi, Kabupaten Pekalongan. Skripsi.
Progam Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Diponegoro.
Chamidah, S., Karyadi, & Suratiningsih, S. (2012). Perbandingan Usahatani Padi
yang Menggunakan Hand Traktor dengan Ternak Sapi Di Kelompok Tani
Karya Pembangunan. Jurnal Agromedia, 30(1), 1-18.
Dispertan Banten. (2020). Padi Tadah Hujan dan Berumur Genjah Info Teknologi.
Diakses dari
https://dispertan.bantenprov.go.id/lama/read/artikel/1311/Padi%20Tadah-
Hujan-dan-Berumur-Genjah-Info-Teknologi.html pada 30 September 2022.
Donggulo, C. V., Lapanjang, I. M., & Made, U. (2017). Pertumbuhan dan Hasil
Tanaman Padi (Oryza sativa L) pada Berbagai Pola Jajar Legowo dan Jarak
Tanam. Agroland: Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian, 24(1), 27-35.
Hamed, M. H., Desoky, M. A., Ghallab, A. M., & Faragallah, M. A. (2014). Effect
of Incubation Periods and Some Organic Materials on Phosphorus forms In
Calcareous Soils. International Journal Of Technology Enhancements And
Emerging Engineering Research, 2(6), 2347-4289.
Hidayatulloh, W. A., Supardi, S., & Sasongko, L. A. (2012). Tingkat Ketepatan
Adopsi Petani Terhadap Sistem Tanam Jajar Legowo Pada Tanaman Padi
Sawah (Studi kasus di Desa Undaan Kidul, Kecamatan Undaan, Kabupaten
Kudus). Jurnal Mediagro, 8(2), 71-82.
Isra, N., Lias, S. A., & Ahmad, A. (2019). Karakteristik Ukuran Butir dan Mineral
Liat Tanah pada Kejadian Longsor (Studi Kasus: Sub Das
Jeneberang). Jurnal Ecosolum, 8(2), 62-73.
IWMI. (2010). Managing Water for Rainfed Agriculture. International Water
Management Institute. 2010. Issue 10.
Jumin, H.B. (2010). Dasar-Dasar Agronomi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Karyaningsih, S. (2012). Pemanfaatan Limbah Pertanian untuk Mendukung
Peningkatan Kualitas Lahan dan Produktivitas Padi Sawah. Buana
Sains, 12(2), 45-52.
Khanafi, A. (2018). Uji Efektivitas Kombinasi Pupuk Bio-Slurry dengan Pupuk
NPK terhadap Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Padi Sawah (Oryza
sativa L.). Skripsi. Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Peternakan
dan Pertanian, Universitas Diponegoro.
Nuryanto, B. (2018). Pengendalian Penyakit Tanaman Padi Berwawasan
Lingkungan Melalui Pengelolaan Komponen Epidemik. Jurnal Penelitian
dan Pengembangan Pertanian, 37(1).
Pertanian, B. L. (2010). Deskripsi Varietas Padi. Jakarta: Departemen Pertanian.
Purwono, & Purnamawati, H. (2007). Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan Unggul.
Jakarta: Penebar Swadaya.
Rahim, B., & Suparno, S. (2020). Meningkatkan Efisiensi Kinerja Petani Melalui
Penerapan Teknologi Tepat Guna pada Mesin Straw Cutter. Jurnal Vokasi
Mekanika, 2(4), 56-60.
Rahmawati, R. 2012. Cepat & Tepat Berantas Hama & Penyakit Tanaman.
Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Scotti, R., Bonanomi, G., Scelza, R., Zoina, A., & Rao, M. A. (2015). Organic
Amendments as Sustainable Tool to Recovery Fertility In Intensive
Agricultural Systems. Journal of Soil Science and Plant Nutrition, 15(2),
333-352.
Suprihatno, B., Daradjat, A. A., Satoto, B., Widiarta, I. N., Setyono, A., Indrasari,
S. D., ... & Sembiring, H. (2010). Deskripsi Varietas Padi Balai Besar
Penelitian Tanaman Padi Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai
Besar Penelitian Tanaman Padi, Subang. p.99.
Tangketasik, A., Wikarniti, N. M., Soniari, N. N., & Narka, I. W. (2012). Kadar
Bahan Organik Tanah pada Tanah Sawah dan Tegalan Di Bali Serta
Hubungannya dengan Tekstur Tanah. Agrotrop, 2(2), 101-107.
Wihardjaka, A. W. A. (2011). Pengaruh Sistem Tanam dan Pemberian Jerami Padi
Terhadap Emisi Metana dan Hasil Padi Ciherang Di Ekosistem Sawah
Tadah Hujan. Jurnal Pangan, 20(4), 357-364.
Wihardjaka, A., & Harsanti, E. S. (2021). Dukungan Pupuk Organik untuk
Memperbaiki Kualitas Tanah pada Pengelolaan Padi Sawah Ramah
Lingkungan. Jurnal Pangan, 30(1), 53-64.
Yunianti, I. F., Yulianingrum, H., & Ariani, M. (2020). Pengaruh Pemberian
Variasi Bahan Organik Terhadap Peningkatan Produksi Padi dan Penurunan
Emisi Metana (CH4) di Lahan Sawah Tadah Hujan. Ecolab, 14(2), 79-90.
Zarwazi, M., Nugraha, Y., AF, V. Y., & Rochayati, S. (2016). Rekomendasi
Pengelolaan Lahan Berbasis Agroekosistem dan Kesesuaian Lahan untuk
Pengembangan dan Peningkatan Produksi Padi. Rekomendasi Pengelolaan
Lahan Berbasis Agroekosistem, IAARD PRESS Jakarta, 79-94.

Anda mungkin juga menyukai