DISUSUN OLEH
KELOMPOK 2 :
Salah satu lahan yang sebelumnya kurang mendapatkan perhatian adalah lahan pasir
pantai. Lahan ini adalah lahan marginal yang kurang subur untuk pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Keberadaan lahan ini sebagai salah satu sumber daya alam selama
ini belum dimanfaatkan secara optimal. Ketidakseriusan pemanfaatan lahan tersebut karena
diperlukan manipulasi sebelum dapat dikembangkan menjadi lahan pertanian yang produktif
(Yudono et al., 2002; Gunadi et al., 2007). Di lain pihak, potensi lahan pasir pantai di
Indonesia sangat besar. Indonesia memiliki pantai sepanjang kira-kira 81,000 km (Badan
Riset Kelautan dan Perikanan, 2007). Dengan asumsi lahan pasir pantai setengah dari panjang
pantai yang ada dan dengan lebar 1-2 km, berarti Indonesia memiliki lahan pasir pantai yang
berkisar antara 4.05-8.10 juta ha.
Masalah utama pengembangan lahan pasir pantai adalah kandungan bahan organik
dan unsur hara yang rendah, sehingga struktur tanah lepas, kemampuan menyimpan hara dan
air rendah dan adanya bahaya salinitas tinggi. Di samping itu, curah cahaya matahari yang
terik sehingga suhu permukaan tanah tinggi dan angin cukup kencang yang membawa uap
garam yang tinggi menyebabkan terbatasnya pilihan tanaman yang dapat dibudidayakan
(Singareval et al., 2005; Masyhudi, 2007).
Upaya pemanfaatan, perbaikan dan peningkatan kesuburan lahan pertanian di
kawasan pasir pantai yang secara alami kurang produktif dapat dilakukan melalui penerapan
teknologi dan pemberdayaan masyarakat. Pemberian masukan tertentu misalnya lempung,
kapur, zeolite atau kompos dapat dilakukan ke dalam tanah dengan tujuan perbaikan sifat
fisika, kimiawi dan biologi tanah.
Menurut Sudihardjo (2000), berdasarkan kriteria CSR/FAO 1983 kesesuaian aktual
lahan pasir Pantai Selatan DIY termasuk kelas Tidak Sesuai atau Sesuai Marginal untuk
komoditas tanaman pangan dan sayuran. Akan tetapi beberapa penelitian yang telah
dilakukan menunjukkan adanya kecenderungan perbaikan hasil dari perlakuan-perlakuan
yang dilakukan terhadap tanah, meskipun belum mantap.
Tanaman semangka termasuk salah satu jenis tanaman buah-buahan semusim yang
mempunyai arti penting bagi perkembangan sosial ekonomi rumah tangga maupun negara.
Pengembangan budidaya komoditas ini mempunyai prospek cerah karena dapat mendukung
upaya peningkatan pendapatan petani. Daya tarik budidaya semangka bagi petani terletak
pada nilai ekonominya yang tinggi. Praktek budidaya semangka umumnya menghasilkan
keuntungan mencapai 5,8 juta/hektar dalam 1 musim (Prahasta, 2009).
B. Tujuan
Mengetahui produktivitas semangka pada lahan pasir
Mengetahui permasalahan terkait budidaya semangka di lahan pasir dari persiapan
lahan sampai pasca panen
Mengetahui solusi dari permasalahan yang ada terkait budidaya semangka di lahan
pasir
I. TINJAUAN PUSTAKA
A. Lahan Pasir Pantai
Lahan atau tanah pasir merupakan lahan atau tanah yang didominasi oleh fraksi pasir
dengan klas tekstur pasiran (Rajiman, 2014). Lebih lanjut Eswaran, H., et all (2005)
menjelaskan bahwa tanah pasir merupakan tanah yang tersusun atas mineral kwarsa dan
memiliki kandungan klei kurang dari 1%. Tanah pasir mengandung bahan organik yang
sangat rendah dan daya kapasitas menahan air yang rendah. Kandungan klei yang rendah
juga mengakibatkan kapasitas penjerapan hara tanah pasir pada tingkat yang rendah. Tanah
pasir memiliki tingkat drainase yang tinggi. Air dan materi terlarut di dalamnya cepat
mengalami kehilangan menuju lapisan tanah yang lebih dalam atau mengalami translokasi
ke dalam air tanah. Pupuk Nitrogen dan beberapa pestisida juga berpotensial mengalami
pelindian ke dalam lapisan tanah yang lebih dalam ataupun menuju lapisan air tanah.
B. Klasifikasi Semangka
Tanaman semangka (Citrullus vulgaris S)adalah tanaman yang berasal dari Afrika.
Tanaman ini mulai dibudidayakan sekitar 4000 tahun SM sehingga tidak mengherankan bila
konsumsi buah semangka telah meluas ke semua belahan dunia. Semangka termasuk dalam
keluarga buah labulabuan (Cucurbitaceae) dan memiliki sekitar 750 jenis (Syukur, 2009).
Tanaman ini merupakan tanaman semusim yang hidupnya merambat dan memiliki
anekaragam jenis seperti semangka merah, semangka kuning, semangka biji dan semangka
non biji. Menurut Rukmana (1994), klasifikasi ilmiah semangka adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Violales
Familia : Cucurbitaceae
Genus : Citrullus
Spesies : Citrullus vulgaris
Semangka merupakan setahun, bersifat menjalar, batangnya kecil dan panjangnya
dapat mencapai 5m. Batangnya ditumbuhi bulu-bulu halus yang panjang tajam dan berwarna
putih. Batangnya mempunyai sulur yang bercabang 2 – 3 buah, sehingga memanjat. Tanaman
semangka mempunyai bunga jantan, bunga betina dan hermaprodit yang letaknya terpisah,
namun masih dalam satu pohon. Jumlah bunga jantan biasanya lebih banyak daripada bunga
lainnya. Buahnya berbentuk bulat sampai bulat telur (oval). Kulit buahnya berwarna hijau
atau kuning, blurik putih atau hijau. Daging buahnya lunak, berair dan rasanya manis. Warna
daging buah merah atau kuning (Syukur, 2009).
D. Pembibitan
Menurut Wihardjo S. (1993) dalam melakukan budidaya tamanam buah semangka
tentunya harus mengetahui tahapan-tahapan dalam tekni budidaya yang terdiri antara lain
pembenihan. Benih semangka yang baik adalah bentuk tidak keriput, tidak mengapung jika
direndam. Sebelum disemai, ujung benih semangka dipotong (untuk semangkan tanpa biji)
terlebih dahulu menggunakan gunting kuku, untuk mempermudah proses pertumbuhan.
Selanjutnya benih direndam dalam air hangat suhu 20-25°C yang telah ditambah fungisida
dan bakterisida dengan konsentrasi 2 ml/l. Setelah direndam 10-30 menit, diangkat dan
ditiriskan sampai air tidak mengalir lagi. Kemudian bibit siap dikecambahkan.
Sebelum disemai, benih semangka diperam terlebih dahulu Benih yang telah diperam,
dimasukkan ke dalam polibag kecil (ukuran 12 x 12 cm) yang telah berisi media tanam yaitu
campuran tanah dan pupuk kandang (1:1). Kedalaman lubang tanam 1,5 cm. Setalah ditanam,
lubang ditutup dengan tanah halus yang dicampur abu sekam (2:1). Kemudian polibag
polibag tersebut ditutup karung goni selama 2-3 hari (Samadi, 1996).
Polibag-polibag diberi disungkup (kanopi) plastik transparan serupa rumah kaca mini
dan salah satu sisi yang terbuka. Sungkup ini juga dilengkapi dengan naungan paranet. Bibit
yang masih muda diberi sinar matahari pagi saja, maksimum hingga pukul 09.00. Tiga hari
sebelum pindah tanam, sungkup harus dibuka total, sehingga bibit mendapatkan matahari
penuh. Penyiraman dilakukan rutin untuk mempertahankan kelembaban. Pemupukan
dilakukan dengan menggunakan pupuk daun, untuk memacu perkembangan bibit, dicampur
dengan fungisida, dilakukan rutin 3 hari sekali.Setelah bibit berumur 12-14 hari dan telah
berdaun 2-3 helai, dipindahkan ke areal penanaman yang telah diolah.
E. Pengolahan Tanah
Tanaman semangka membutuhkan bedengan supaya air yang terkandung di dalam
tanah mudah mengalir keluar melalui saluran drainase yang dibuat. Lebar bedengan
tergantung teknik budidaya yang digunakan. Untuk penanaman sistem turus (ajir), lebar
bedengan adalah 100-110 m; sistem tanpa turus dengan 1 baris tanaman, lebar bedengan 200
cm; sistem tanpa turus(ajir) dengan 2 baris tanaman, lebar bedengan 400 cm. Panjang
bedengan maksimum 12-15 m, tinggi bedengan 30-50 cm, lebar parit 30-50 cm. Kemudian
pemberian pupuk dasar untuk semangka tanpa biji, kebutuhan pupuk per tanaman adalah 85 g
ZA, 50 g urea, 30 g SP-36, 85 g KCl dan 2 g Borate. Sedangkan untuk semangka berbiji,
kebutuhan pupuk per tanaman adalah 80 g ZA, 40 g urea, 30 g SP-36, 70 g KCl dan 2 g
Borate (Prajnanta, 1996).
Bedengan perlu disiangi, disiram dan dilapisi jerami kering setebal 2-3 cm atau mulsa
plastik dengan lebar plastik 110-150 cm agar menghambat penguapan air dan tumbuh liar.
Pemakaian plastik lebih menguntungkan karena lebih tahan lama, sampai 812 bulan pada
areal terbuka (2 - 3 kali periode penanaman). Plastik berwarna perak akan memantulkan sinar
matahari sehingga mengurangi serangan hama yang bersembunyi di bawah daun tanaman.
F. Penanaman
Untuk penanaman sistem turus, jarak tanam yang digunakan adalah 80 x 70 cm
dengan populasi 8.000 tanaman/ha. Untuk penanaman sistem tanpa turus, dengan 1 baris dan
2 baris tanaman, jarak dalam barisan 70 cm dengan populasi 3.5004.000
tanaman/ha.Kemudian persiapan pelubangan lahan tanaman dilakukan 1 minggu sebelum
bibit dipindah. Jarak antar lubang disesuaikan dengan jarak tanam. Jika lahan menggunakan
mulsa plastik, maka diperlukan alat bantu dari kaleng bekas cat ukuran 1 kg yang diberi
lubang-lubang disesuaikan dengan kondisi tanah bedengan yang diberi lobang. Kaleng
tersebut diberi arang yang kemudian dibakar. Setelah arang menjadi bara, alat siap
digunakan. Kemudian dilakukan pelubangan pada tanah lahan dengan kedalaman 8-10 cm.
Bibit semangka dilakukan setelah bibit berumur 14 hari dan telah tumbuh daun 2-3 lembar
dan sebelum bibit ditanam, dilakukan perendaman dalam air yang berisi larutan pupuk NPK 2
g/l, sebagai Starter Solution
G. Pemeliharaan Tanaman
Menurut Rukmana (1994), tanaman semangka yang berumur 3-5 hari perlu
diperhatikan. Apabila tanaman tumbuh terlalu lambat atau tanaman mati dilakukan
penyulaman dengan bibit baru yang telah disiapkan tetapi penyulaman tidak boleh
dilakukan lebih dari 10 hari setelah tanam. Pada kegiatan penyulaman, perlu diperhatikan
penyebab kematian bibit. Bila disebabkan oleh bakteri atau jamur, bibit harus dibongkar
bersama tanahnya, agar tidak menular ke bibit lain yang sehat.Selainitu adanya gulma di
sekeliling tanaman dapat menghambat pertumbuhan tanaman, bahkan mengurangi produksi
selain itu gulma juga dapat dijadikan inang bagi hama dan penyakit sehingga perlu dilakukan
penyiangan secara rutin.
Tabel 1.Dosis pupuk dan waktu pemberiannya / Ha(BAPPENAS, 2005).
Pupuk Pupuk Susulan ( Kg )
Nama Pupuk Dasar
I II III IV V
(Kg)
Pupuk Kandang 12.000 - - - - -
TSP 350 50 200 - - -
ZA 150 50 150 150 200 100
KCl 130 20 100 - 50 -
Jika tanah kurang mengandung borak, bersamaan pupuk dasar diberi borak 5
Kg untuk per Ha.Pupuk susulan ditugalkan 10 – 15 Cm dari batang. Pemberian pupuk cair
SEPRINT dari 10 CC dilarutkan dalam 5 l air dan semprotkan pada umur 2 – 3 minggu
setelah tanam dan diulang 7 hari sekali sampai 15 hari menjelang panen.
Pemangkasan tajuk tanaman bertujuan mengatur pertumbuhan tajuk. Pemangkasan
dilakukan dengan cara mengurangi tumbuhnya cabang utama atau cabang sekunder
sehingga hanya dipelihara sebanyak dua cabang utama saja.Pemangkasan dapat dilakukan
sejak tanaman masih berumur 7-10 hari setelah tanam. Biasanya pada umur ini tanaman baru
memiliki 4-5 helai daun. Hal ini dilakukan untuk mempercepat tumbuhnya cabang. Cabang-
cabang yang tumbuh dibiarkan sampai berumur 3 minggu. Pada usia 3 minggu, dipilih lagi
dua cabang utama yang pertumbuhannya baik. Pada umur 6 minggu, cabang
sekunder dipangkas. Cabang sekunder yang dipangkas adalah cabang sekunder di bawah
ruas ke-14 dan disisakan masing-masing hanya dua daun. Alat pangkas yangdigunakan harus
dalam keadaan steril. Sebelum dan sesudah pemangkasan, alat direndam fungisida dengan
konsentrasi 2 ml/l (Duljapardan Setyowati, 2000).Pengikatan cabang mutlak dilakukan pada
penanaman sistem turus, agar tanaman dapat tumbuh merambat pada turus-turus yang telah
disediakan. Pengikatan dimulai ketika tanaman berumur 3 minggu. Bahan pengikat dapat
berupa tali rafia atau tali dari pelepah pisang batu.
Seleksi buah bertujuan untuk memperoleh ukuran dan bentuk buah yang seragam dan
besar. Seleksi buah dilakukan setelah tanaman berumur 40 HST.Buah yang dipilih adalah
buahyang pertumbuhannya baik, sedangkan yang jelek dibuang dengan menggunakan
gunting. Banyaknya buah yang dipelihara masksimal 2 buah per tanaman agar didapat buah
yang besar.
Dalam proses pembesaran, diantara buah dan para-para perlu diberi serasah dari
jerami atau alang-alang. Tujuannya agar nantinya kulit buah tetap mulus hingga saat panen.
Selain pemberian alas, buah perlu dibalik agar bagian bawahnya terkena sinar matahari.
Pembalikan buah dilakukan minimal sekali hingga buah siap panen, yaitu pada umur 44-51
HST.
Penyemprotan campuran obat (fungisida, insektisida dan pupuk daun) dilakukan rutin
setiap minggu, untuk tindakan pencegahan. Jika terdapat serangan hama atau penyakit, maka
waktu penyemprotan ditingkatkan menjadi 3 hari sekali dengan bahan yang sesuai dengan
hama atau penyakit tersebut. Adapun jenis hamadan penyakit yang sering menyerang yaitu
Thrips (Thrips parvispinus Karny), Layu (Fusarium ),Bercak daun, Busuk buah,Ulat perusak
daun (Spodoptera litura), Tungau merah merah (Tetranychus cinnabarinus) dan Ulat tanah
(Agrotis ipsilon Hufn.)dll.
Setelah pupuk kimia diaduk rata bercampur dengan tanah, bedengan dirapikan dan
disirami air secukupnya agar pupuk segera bereaksi. Pemasangan mulsa dilakukan tepat
setelah pemupukan kimia selesai. Bila pemasangan mulsa dilakukan sehari setelah
pemupukan, sebagian pupuk sudah menguap
II. PEMBAHASAN
A. Identifikasi Masalah
Setelah dilakukan observasi pada penanaman semangka di lahan pasir serta dengan
mewawancarai narasumber dapat ditemukan bahwa terdapat permasalahan mengenai lahan
pasir tersebut. Pada musim – musim hujan pernah terjadi gagal panen akibat lahan pasir
tersebut tergenang oleh air hujan. Selain itu hasil panen semangka pada lahan pasir tersebut
kurang memenuhi potensi hasil yang diharapkan.
B. Analisis Masalah
Permasalahan yang pertama yaitu tergenangnya lahan pasir oleh air hujan. Hal
tersebut bisa disebabkan oleh curah hujan yang tinggi dan tidak atau kurang adanya saluran
drainase pada lahan tersebut. Setelah dilakukan pengkonversian hasil panen lahan tersebut
dapat diketahui bahwa hasil panen lahan tersebut sebesar 18 ton/ha. Panen tersebut bisa
dibilang belum memenuhi potensi hasil semangka varietas bali flower tersebut
Sejauh ini sudah dikenal dua sistem drainase, yaitu drainase permukaan dan
drainase bawah permukaan. Pada drainase permukaan air dibuang melalui saluran-saluran
yang di buat di atas permukaan tanah. Sedangkan pada drainase bawah permukaan saluran
salurantersebut dibuat dibawah permukaan tanah. Drainase permukaan menitik beratkan pada
pengendalian genangan air di atas permukaan tanah, sedangkan drainase bawah
permukaan pada kedalaman air tanah di bawah permukaan tanah.Drainase lahan pertanian
adalah suatu usaha membuang kelebihan air secara alamiah atau buatan dari permukaan tanah
atau dari dalam tanah untuk menghindari pengaruh yang merugikan terhadap pertumbuhan
tanaman. Pada lahan bergelombang drainase lebih berkaitan dengan pengendalian erosi,
sedangkan pada lahan rendah (datar lebih berkaitan dengan pengendalian banjir (flood
control).
Adapun menurut Amar (2018) untuk mengatasi permasalahan yang ada di lahan pasir
digunakan beberapa teknik pengolahan lahan sebagai berikut :
Penggunaan bahan halus di lahan pasir pantai dapat memanfaatkan tanah lempung, abu
vulkan, endapan saluran sungai, kolam waduk. Penggunaan bahan halus bertujuan untuk
meningkatkan jumlah koloid dalam tanah, khususnya penambahan fraksi lempung.
Peningkatan jumlah bahan halus dalam tanah akan bermanfaat terhadap peningkatan hara dan
air.
Penggunaan lapisan kedap bertujuan untuk menghalagi infiltrasi air, sehingga air lebih
lama tertahan dalam tanah pasir pantai. Laspisan kedap dapat memanfaatkan lembaran
plastic, aspal, bitumen, lempung, pemampatan, semen. Lapisan kedap dibuat dengan cara
menggali tanah terlebih dahulu kemudian lapisan dihamparkan, selanjutnya diatas lapisan
kedapt diberi tanah.
Penggunaan Pemecah Angin
Bahan pembenah tanah alami adalah emulsi aspal, lateks, skim lateks, kapur pertanian,
batuan fosfat alam, blotong, dan zeolit (Dariah, 2007), tanah lempung (Grumusol dan
Latosol) (Kertonegoro, 2000), lumpur sungai dan limbah karbit (Rajiman, 2010). Tujuan
penggunaan bahan pembenah tanah adalah : a. Memperbaiki agregat tanah, b. Meningkatkan
kapasitas tanah menahan air (water holding capacity), c. Meningkatkan kapasitas pertukaran
kation (KPK) tanah dan d. Memperbaiki ketersediaan unsur hara tertentu. Pemanfaatan
pembenah tanah harus memprioritaskan pada bahan-bahan yang murah, bersifat insitu, dan
terbarukan. Pada kesempatan ini, pembenah tanah yang akan dibicarakan banyak menyangkut
bahan alami. Pembenah tanah secara alami dapat diambil dari lingkungan sekitar lahan atau
dari daerah lain. Pembenah tanah yang biasa digunakan di lahan pasir pantai berupa bahan
berlempung dan atau bahan organik.
Alternatif lain dalam teknologi budidaya yang dapat diterapkan untuk lahan pantai adalah
sistem penanaman lorong (alley cropping). Sistem penanaman lorong merupakan sistem
penanaman dengan menanam pohon-pohon kecil dan semak dalam jalur-jalur yang agak
lebar dan penanaman tanaman semusim di antara jalur-jalur tersebut sehingga membentuk
lorong-lorong. Tanaman lorong biasanya merupakan tanaman pupuk hijau atau legume tree.
Di lahan pantai, budidaya lorong diterapkan untuk mengatasi berbagai permasalahan seperti:
intensitas matahari, erosi permukaan oleh angin, dan laju evapotranspirasi. Selain itu, dapat
juga berfungsi sebagai pematah angin sehingga mereduksi kecepatannya.
Pengendalian Penyakit dapat dilakukan melalui cara bercocok tanam (kultur teknis) dan
Jenis lalat ini berwarna merah. Punggung dadanya kehitam-hitaman dengan dua garut
kuning membujur. Punggung perutnya memiliki tiga gurat hitam melintang sebelah muka dan
sebuah gurat hitam pada bagian belakang. Sekali bertelur, lalat betina mampu menghasilkan
15 butir. Stadium larva terjadi selama 6-9 hari; larva berkepompong di dalam tanah selama 6-
12 hari. Ujung perut lalat betina runcing, sedangkan pada lalat jantan bulat. Sayapnya
transparan, panjangnya 5-7,5 mm. Cara pengendaliannya yaitu lalat dewasa yang baru keluar
dari kepompong dan larva yang berada di tanah (saat baru keluar dari buah menjelang masa
berkepompong) diberantas dengan semprotan Hostathion 40 EC (dosis 0,15-0,2%), Lebaycid
550 EC (dosis 0,2%), atau Baymsil 250 EC (dosis 0,2%).
Pengendalian Thrips ( Thrips Tabaci Lindeman )
Penularan thrips dewasa ini biasanya di lakukan di malam hari ke sutu tempat
yang baru, kemudian menetap dan berkembangbiak. Tanda-tanda serangan thrips
mula-mula tanaman terlihat layu kekurangan air, terutama pada sore hari, lama-
kelamaan dedaunan tanaman berkerut dan akhirnya kering. Thrips ini dapat di
kendalikan dengan cara menyemprotkan larutan insektisida sampai tanaman basah
benar, secara merata. Obat yang digunakan adalah msurol, orthene, perfekthion, dan
thiondan. Waku penyemprotan yang paling efektif dilakukan pada petang hari hari.
III. KESIMPULAN
Dapat disimpulkan pada observasi kali ini di lahan pasir dengan komoditas semangka
yaitu terdapat beberapa teknologi yang sudah terdapat aturannya diantaranya pengolahan
lahan, bahan tanam, penananam dan sistem tanam, pemeliharaan, pemangkasan
,pengendalian, panen hingga pascapanen. Jika semua aspek dilakukan dengan baik dan
mengikuti GAP maka hasil dari buah semngka dapat memenuhi potensi hasilnya. Dan
diberikan saluran drainase bertujuan agar lahan semangka tidak akan tergenang akibat
hujan yang berkelanjutan dan panenpun tidak akan gagal atau buah menjadi membusuk
DAFTAR PUSTAKA
Badan Riset Kelautan dan Perikanan. 2007. Pantai di Indonesia. Departemen Kelautan dan
Perikanan Republik Indonesia. www.brkp.go.id. [27 November 2007].
Dariah A. 2007. Bahan Pembenah Tanah : Prospek dan Kendala Pemanfaatannya. Sinar Tani
edisi 16 Mei 2007.Jakarta.
Doring T., U. Heimbach, T. Thieme, M. Finckch, H. Saucke. 2006. Aspectof straw mulching
inorganic potatoes-I, effectson microclimate,Phytophtora infestans, and Rhizoctonia
solani. Nachrichtenbl. Deut.Pflanzenschutzd. 58 (3):73-78
Eswaran, H., T. Vearasilp, P. Reich, and F. Beinroth. 2005. Sandy Soils of Asia: A New
Frontier for Agricultural Development?. Proceeding Seminar. Management of
Tropical Sandy Soils for Sustainable Agriculture, Thailand.
Kertonegoro, B. D. 2001. Gumuk Pasir Pantai Di D.I. Yogyakarta : Potensi dan
Pemanfaatannya untuk Pertanian Berkelanjutan. Prosiding Seminar Nasional
Pemanfaatan Sumberdaya Lokal Untuk Pembangunan Pertanian Berkelanjutan.
Universitas Wangsa Manggala pada tanggal 02 Oktober 2001. h46-54.
Rajiman., 2010. Pemanfaatan Bahan Pembenah Tanah Lokal dalam Upaya Peningkatan
Produksi Benih bawang Merah di Lahan Pasir Pantai Kulon Progo. Disertasi. Program
Pascasarjana UGM.
Rukmana, R. 1994. Budidaya Semangka Hibrida. Yogyakarta: Kanisius.
Syukur, M., S. Sujiprihati, dan R. Yunianti. 2009. Teknik pemuliaan tanaman. Bagian
Genetika dan Pemuliaan Tanaman. Bogor. Departemen Agronomi dan
Hotikultura IPB. 284 hal