Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN KASUS

PROBLEMATIKA REKAYASA BUDIDAYA TANAMAN

Disusun Oleh :

(20200210008
Fariz Fadilah
)

(20200210021
Bintang Dwi Putra
)

(20200210032
Zulfa Kayla Zahra
)

(20200210042
Muhammad Fatih Alam
)

(20200210050
Rizal Fahrurozi
)
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2021

BAB I
PENDAHULUAN

A. Kasus

Pak Dani, seorang petani tebu di kawasan Bantul yang menjual hasil tebunya ke
pabrik gula Madukismo. Pak Dani seharusnya memperoleh pendapatan yang tinggi dari
hasil penjualan tebunya, namun tidak demikian karena produksi tebu dari lahan Pak Dani
belum optimal. Tanaman tebu yang dimiliki Pak Dani tumbuh tidak beraturan, tinggi
tidak seragam dan batang tebu yang di panen nampak kurus atau kecil. Setiap kali panen,
produksi yang diperoleh lebih rendah dari tahun sebelumnya. Menghadapi permasalahan
tersebut, bantulah Pak Dani untuk meningkatkan produktivitas tebu di lahannya sehingga
produksi yang diperoleh optimal.
1. Deskripsikan wilayah Bantul dan kesesuaiannya untuk tanaman tebu.
2. Analisis permasalahan yang dihadapi Pak Dani dan bantulah menyelesaikan
agar produktivitas tebu di lahannya meningkat.
3. Rekomendasikan varietas tebu dengan produktivitas tinggi dan sesuai dengan
wilayah Bantul yang dapat ditanam oleh Pak Dani.

B. Identifikasi Masalah
Tanaman tebu Pak Dani tumbuh tidak beraturan, tinggi tidak seragam, dan batang
tebu yang dipanen tampak kurus dan kecil sehingga setiap kali panen, produksi yang
diperoleh lebih rendah dari tahun sebelumnya.
C. Analisis Kasus
Dari hasil analisa kelompok kami, tanaman tebu yang dibudidayakan Pak Dani tidak
dapat tumbuh secara optimal karena disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor lingkungan
yang berpengaruh pada masa pemanjangan batang adalah ketersediaan air yang cukup,
evaporasi, dan suhu lingkungan. Pengaturan jarak tanam merupakan salah satu upaya
untuk mengatur kepadatan tanaman guna mengoptimalkan ketersediaan faktor pendukung
pertumbuhan, seperti kelengasan tanah, intensitas cahaya, ruang tumbuh, serta menekan
evaporasi. Penanaman tebu pada jarak tanam rapat memiliki tingkat kepadatan tebu lebih
tinggi sehingga terjadi persaingan cahaya dan ruang tumbuh, akibatnya daun tanaman
saling menutupi (mutual shadding) untuk bersaing mendapatkan cahaya matahari. Tajuk
tanaman yang saling menutupi menyebabkan sebaran cahaya matahari tidak merata,
sehingga memungkinkan terjadinya etiolasi yang dikendalikan oleh aktivitas hormon
auksin karena tidak mendapatkan cahaya matahari yang cukup. Faktor pemeliharaan tebu
yaitu pemupukan dan pembumbunan sangat berpengaruh terhadap besar atau kecilnya
diameter batang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanaman Tebu
Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan salah satu komoditas penting
untuk dijadikan bahan utama dalam pembuatan gula yang sudah menjadi kebutuhan
primer dalam rumah tangga, hal ini dikarenakan dalam batangnya terkandung 20% cairan
gula (Royyani dan Lestari, 2009). Tebu tumbuh baik pada daerah beriklim panas tropika
dan subtropika disekitar khatulistiwa sampai garis isotherm 20° C, yakni kurang lebih
diantara 39° LU sampai 35° LS. Tanaman tebu banyak diusahakan di dataran rendah
dengan musim kering yang nyata. Tebu dapat ditanam dari dataran rendah sampai
pegunungan dengan ketinggian 1000 m di atas permukaan laut. Di dataran tinggi yang
suhu udaranya rendah, tanaman tebu lambat tumbuh dan berendemen rendah.
Menurut Sudiarso et al (2016), tanaman tebu sangat dipengaruhi oleh ketersediaan
air, udara dan tekstur tanah yang tidak seimbang. Air yang tersedia bagi tanaman tebu
berada diantara kapasitas lapang dengan tekanan sepertiga atmosfer dan air tanah pada
titik layu mempunyai tekanan 15 atmosfer. Titik layu permanen tanah liat masih
mengandung 20% air dan tanah pasir halus tinggal 5%. Tanah yang banyak mengandung
NaCl dan tanah asam kurang baik untuk tanaman tebu. Tanaman tebu yang banyak
mengandung NaCl sulit dimasak jadi gula. pH tanah yang sesuai untuk tanaman tebu
antara 5,5 sampai 8.
Menurut Cahyani et al (2016), kebutuhan unsur hara yang tinggi pada tanaman tebu
menyebabkan penurunan yang cepat akan unsur hara di dalam tanah, terutama tanaman
tebu monokultur. Dalam hal ini perlakuan dengan sejumlah pupuk yang cukup merupakan
syarat penting untuk mendapatkan hasil yang menguntungkan. Tanah yang sangat subur
sekalipun tidak akan dapat terus-menerus menyediakan sejumlah hara yang begitu tinggi
selama beberapa tahun. Oleh karena itu, penting sekali memberi atau melengkapi unsur-
unsur hara tersebut secukupnya dengan memakai pupuk, yang dimaksudkan untuk
mempertahankan hasil optimum pada suatu tingkat.
Unsur esensial seperti Nitrogen (N), Fosfor (P), dan Kalium (K) dibutuhkan
tanaman tebu dalam jumlah yang cukup banyak. Dengan ketersediaan yang terbatas di
dalam tanah, maka unsur unsur tersebut perlu ditambahkan melalui pemupukan. Tidak
lengkapnya unsur hara makro dan mikro, dapat mengakibatkan hambatan bagi
pertumbuhan/perkembangan tanaman dan produktifitasnya. Ketidaklengkapan salah satu
atau beberapa zat hara tanaman makro dan mikro dapat dikoreksi atau diperbaiki dengan
pupuk tertentu pada tanahnya (Sutedjo, 2010).

B. GAP Tanaman Tebu


Menurut Dinas Pertanian Kabupaten Pasuruan (2019), pengelolaan tanaman tebu
yang baik yaitu semua usaha yang berwawasan lingkungan meliputi :
 Penataan Varietas
Penataan varietas dilakukan melalui penentuan varietas unggul yang akan
ditanam sesuai dengan tipologi lahan, penetapan komposisi kemasakan, kesesuaian
varietas unggul dengan rencana tebang dan masa tanam serta ketersediaan bahan
tanam yang sehat, murni dan tepat waktu saat dibutuhkan.

 Penetapan Masa Tanam


Penetapan masa tanam harus direncanakan berdasarkan rancangan pola giling
pabrik gula, dengan ketentuan umur tebu layak giling minimal 11 (sebelas) bulan
dengan memperhatikan tingkat kemasakan tebu.

 Penetapan Lahan
Penetapan lahan tebu harus sesuai dengan kondisi agroklimat dan lahan
sebagai berikut:
1. Curah hujan antara 1.000 – 2.000 milimeter per tahun dengan sekurang-
kurangnya 3 bulan kering;
2. Suhu udara antara 240C - 300C dengan beda suhu musiman (musim hujan dan
kemarau) tidak lebih dari 6°C dan beda suhu antara siang dan malam sekitar
±100C.
3. Penyinaran antara 10-12 jam per hari;
4. Kecepatan angin kurang dari 10 km/jam di siang hari;
5. Kelembaban udara kurang dari 85% sangat baik untuk pemasakan karena
tebu lebih cepat kering;
6. Kemiringan lahan tidak lebih dari 3% dengan bentuk lahan yang relatif datar
sampai berombak lemah. Pada daerah dengan kemiringan 4-16% dapat
diusahakan sebagai pertanaman tebu dengan menerapkan kaidah-kaidah
konservasi;
7. Tanah tidak terkontaminasi logam berat, residu pestisida, dan bahan lain yang
berbahaya;
8. Lahan yang digunakan bukan lahan endemik Organisme Pengganggu
Tumbuhan (OPT).

 Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah dilakukan untuk menciptakan lingkungan tumbuh yang
sesuai bagi tanaman tebu mulai dari awal pertumbuhan sampai panen, sehingga
diperoleh lahan yang optimal untuk pertumbuhan tebu. Pengolahan tanah dapat
dilakukan melalui Sistem Reynoso (manual), Sistem Semi Mekanisasi, atau Sistem
Mekanisasi.

 Persiapan Benih
Benih tebu yang digunakan dari varietas tebu unggul yang berasal dari kebun
sumber benih yang telah disertifikasi. Benih yang digunakan dapat berupa stek
batang, bagal mata 2 atau 3 dan benih tumbuh berasal dari budset atau budchip yang
disemaikan. Benih dapat diperoleh dari hasil penjenjangan kebun benih maupun
kultur jaringan.

 Penanaman
Untuk mendapatkan pertumbuhan batang yang baik (berat tebu/ha) dan kadar
gula dalam batang tebu yang tinggi diperlukan teknik penanaman yang baik. Teknik
penanaman dapat dilakukan dengan 2 (dua) sistem yaitu sistem manual dan sistem
mekanis.

 Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman tebu terdiri dari beberapa tahapan antara lain
pengairan, penyulaman, pemupukan, turun tanah dan gulud, klentek, pengaturan
drainase, dan pengendalian OPT. Pemeliharaan dapat dilakukan dengan 2 (dua)
sistem yaitu sistem manual dan sistem mekanis.

BAB III
PENYELESAIAN

Penyelesaian Kasus

A. Wilayah kabupaten Bantul memiliki 7 jenis tanah, yaitu tanah redzina, alluvial,
grumosol, latosol, mediteran, litosol dan didominasi oleh tanah regosol. Tanah regosol
adalah tanah yang berasal dari material gunung berapi, bertekstur (mempunyai
butiran) kasar bercampur dengan pasir, dengan solum tebal dan memiliki tingkat
kesuburan rendah. Jenis tanah ini tersebar di wilayah kecamatan Kasihan, Sewon,
Banguntapan, Jetis, Bantul, dan Bambanglipuro. Sebagai daerah yang memiliki
karakteristik tanah regosol, daerah Bantul sangat cocok dimanfaatkan sebagai
perkebunan tebu. Namun sayangnya, berdasarkan data dari dinas pertanian, pangan,
kelautan dan perikanan Bantul tahun 2017, sejak 5 tahun terakhir luas perkebunan
tebu di Bantul berkurang hingga 500 hektar karena beberapa sebab, di antaranya
peralihan fungsi lahan menjadi permukiman karena jumlah penduduk yang bertambah
dan persaingan dengan komoditas pangan lain yang menawarkan harga yang kebih
tinggi, sehingga petani memilih mengganti ladang tebunya dengan tanaman lain
karena jangka panen tebu yang terbilang cukup lama kurang lebih selama 9 bulan.
B. Dari hasil diskusi kelompok kami, kelompok kami merekomendasikan varietas tebu
yang unggul yaitu PS 863 sebelumnya dikenal dengan nama seri PS 86-17538
merupakan keturunan dari induk F 162 (polycross) yang dilepas Menteri Pertanian
tahun 1998. PS 863 mempunyai perkecambahan baik dengan sifat pertumbuhan awal
dan pembentukan tunas relatif serempak, diameter besar, lubang sedang, berbunga
jarang, umur kemasakan awal tengah dengan KDT terbatas, kadar sabut sekitar 13%.
Kondisi tanah subur dengan kecukupan air sangat membantu pertumbuhan
pemanjangan batang yang normal dan cenderung cepat.
Perkecambahan mata tunas sangat mudah dan cepat tumbuh serempak. Respon
terhadap pupuk N yang sangat tinggi mempunyai pengaruh terhadap kerobohan
karena cepatnya pertumbuhan. Oleh karena ini dosis N yang memadai dengan aplikasi
yang tepat waktu sangat diinginkan oleh varietas ini.
Varietas Ps 863 cocok dikembangkan pada lahan yang cukup pengairannya
dengan tipe tanah ringan sampai geluhan (Regosol, Mediteran, Alluvial), pada masa
tanam awal. Pertumbuhan sangat cepat hingga cenderung roboh. Respon terhadap N
yang sangat tinggi, maka pada awal pertumbuhan memerlukan pemupukan yang tepat
waktu. Pada saat roboh akan membentuk tunas-tunas sogolan. Lubang batang sedang-
besar, mudah klentek daun. Optimal rendemen terjadi pada awal-tengah giling (Mei-
Juni), dengan daya tahan sedang.
KESIMPULAN
Berdasarkan literatur yang kami dapat, tanaman tebu pak Dani tidak tumbuh optimal
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu seperti varietas yang tidak sesuai dengan lingkungan,
pengaturan jarak tanam, dan cara pemupukannya. Untuk varietas yang cocok digunakan
dilahan pak Dani adalah varietas Ps 863. Untuk mengoptimalkan tanaman tebu tersebut, pak
dani dapat menerapkan sistem GAP dan mengatur jarak tanaman tebu untuk menghindari
persaingan unsur hara dan sinar matahari serta dilakukannya pemupukan yang tepat waktu.

DAFTAR PUSTAKA
XDinas Pertanian Kabupaten Pasuruan (2019). GOOD AGRICULTURE PRACTICE (GAP)
TANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) | Dinas Pertanian Kabupaten Pasuruan.
http://disperta.pasuruankab.go.id/artikel-919-good-agriculture-practice-gap-tanaman-
tebu-saccharum-officinarum-l-.html

Royyani, M.F dan Lestari V.B. (2009). Peran Indonesia dalam Penciptaan Peradaban Dunia:
Perspektif Botani. Herbarium Bogoriense, Puslit biologi, LIPI.

Sudiarso., Budi, S., Tarno, H., Sari, S. (2016). Optimalisasi Budidaya Tanaman Tebu
(Saccharum Officinarum. L) di Lahan Kering Berbasis Varietas dan Perbanyakan Bibit
Berorientasi Hamparan, Mekanisasi dan Kebijakan. Jurnal Cakrawala, 10(1), 67–79.

Sutedjo, M. M. 2010. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai