Anda di halaman 1dari 4

KARET

A. Pendahuluan
Tanaman karet (Hevea brasiliensis) termasuk dalam famili
Euphorbiacea, disebut dengan nama lain rambung, getah, gota, kejai
ataupun hapea. Tanaman karet adalah tanaman tropis yang berkembang
dengan baik pada zona antara 15° LS dan 15° LU dengan curah hujan
tidak kurang dari 2000 mm per tahun. Tanaman ini tumbuh secara optimal
pada ketinggian 200 m di atas permukaan laut, suhu pertumbuhan antara
25-35° C dengan suhu optimal 28° C. Tanaman karet berasal dari Brazil
dan masuk indonesia pada tahun 1876. Karet alam diperoleh dengan
menyadap batang tanaman karet. Karet alam yang baru disadap
mengandung 36% Hidro Carbon karet sebagai fraksi padatan dan sisanya
bahan bukan karet yang jumlahnya relatif kecil (Setyamidjaja, 1993).
Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg) merupakan salah satu
komoditas perkebunan yang penting baik untuk lingkup Indonesia maupun
bagi internasional. Luas areal karet Indonesia saat ini, 85% (2.8 juta ha)
merupakan areal perkebunan karet rakyat yang memberikan kontribusi
81% terhadap produksi karet alam nasional (Anwar dan Suwarto, 2016).
B. Kondisi Eksisting Tanaman Karet Di Indonesia
Produksi dan luas perkebunan karet di Indonesia 5 tahun terakhir
tampaknya tidak ada peningkatan. Tahun 2010 produksi karet sebanyak
2.734.000 Ton dengan luas perkebunan 3.456.000 ha. Pada tahun 2016
produksi karet turun menjadi 2,2 juta ton sementara pada tahun 2017
meningkat menjadi 2,6 juta ton dan meningkat menjadi 3,5 juta ton pada
tahun 2018. Meskipun demikian, produksi karet Thailand dan Malaysia
per tahun lebih besar dibandingkan dengan hasil produksi karet Indonesia.
Indonesia merupakan Negara dengan luas kebun karet terbesar di dunia
dengan luas 3,4 juta hektar. Dari jumlah ini, sebesar 85% atau sekitar 2,84
juta hektar adalah kebun rakyat. Keadaan ini disebabkan karena rendahnya
produktivitas dan kualitas tanaman karet Indonesia yang tidak dikelola
secara profesional (Anwar dan Suwarto, 2016).
Produktivitas yang relatif rendah disebabkan banyaknya kendala
yang dihadapi diantaranya varietas maupun klon yang tidak sesuai dengan
kondisi lingkungan, penanaman pohon-pohon karet yang berasal dari
benih yang dikumpulkan dari induk yang berproduksi rendah, umur
tanaman yang telah tua, teknis budidaya yang kurang baik meliputi waktu
dan teknik sadap yang kurang tepat.
C. Pemecahan Masalah Dari Tanaman Karet
Berbagai masalah dalam tanaman karet di Indonesia tentunya harus
dilakukan beberapa cara agar produktivitas pada tanaman karet meningkat,
cara yang dapat dilakukan yaitu:
1. Penggunaan Bahan Tanam
 Penggunaan Klon Produksi Tinggi Dengan Komposisi Seimbang
Pengaturan komposisi klon dapat dilakukan berdasarkan pola
produksi lateks dengan melihat pola gugur daun, strategi
pengendalian penyakit, dan ketahanan terhadap angin, terutama
pada daerah yang bermasalah dengan angin.
 Penempatan Klon Sesuai Agroekosistem
Penempatan klon pada suatu kebun harus diatur berdasarkan
kesesuaian kondisi agroekosistem.
 Penyiapan Bibit Standar
Untuk mendapatkan bibit standar dapat diawali dengan menyeleksi
biji yang mempunyai daya kecambah tinggi (> 70%), umur
kecambah kurang dari 21 hari sejak semai, akar tunggang lurus,
dan bebas penyakit jamur akar putih (JAP)
(Boerhendhy dan Khaidir, 2011).
2. Penerapan Teknik Budi Daya
 pengolahan tanah
Penanaman tepat waktu juga menghasilkan pertumbuhan yang
cepat sehingga masa TBM akan lebih singkat.
 Pemupukan Tepat dan Berimbang
Takaran pemupukan harus dikoreksi berdasarkan status hara
tanaman dan tanah. Status hara tanaman yang rendah akan
dikoreksi dengan menaikkan takaran pupuk anjuran umum.
 Mempertahankan Kerapatan Tanaman
Untuk memperkecil kematian tanaman di lapangan dapat dilakukan
dengan menggunakan bibit dalam polibeg serta melakukan
penanaman pada musim hujan dan harus sudah selesai 2-3 bulan
sebelum musim hujan berakhir.
 Pengendalian Penyakit Jamur Akar Putih
Untuk memperkecil risiko kematian tanaman akibat penyakit akar
putih, dapat dilakukan dengan membersihkan areal pertanaman
dari sisa akar atau tunggul tanaman.
3. Sistem Eksploitasi Dan Pengendalian Kekeringan Alur Sadap
 Sistem Eksploitasi
Aktivitas metabolisme menunjukkan potensi produksi tanaman dan
merupakan parameter penting dalam menentukan sistem
eksploitasi yang tepat
 Pengendalian Kekeringan Alur Sadap
Tanaman yang telah terkena kekeringan alur sadap dapat diobati
dengan mengoleskan Antico F-96 pada batang yang terkena KAS
dengan terlebih dahulu mengerok bagian kulit batang.
4. Mempercepat Peremajaan Tanaman Yang Tidak Produktif
 Waktu peremajaan
Waktu peremajaan suatu kebun perlu diubah. Sebelumnya,
peremajaan dilaksanakan setelah tanaman berumur 25-30 tahun,
kemudian bergeser menjadi umur 25 tahun.
 Komposisi dan Jenis Klon
Dalam menyusun komposisi tanaman produktif berdasarkan klon,
dilakukan potensi klon sesuai dengan umur sadap, pola produksi
klon, perkiraan produksi klon, dan kelas klon sesuai dengan
anjuran bahan tanam (Boerhendhy dan Khaidir, 2011).
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Radhiya Nur., Dan Suwarto. 2016. Pengelolaan Tanaman Karet (Hevea
Brasiliensis Muell. Arg) Di Sumatera Utara Dengan Aspek Khusus
Pembibitan. Jurnal Bul Agrohorti, 4(1) : 94-103.
Boerhendhy, Island., Dan Khaidir Amypalupy. 2011. Optimalisasi Produktivitas
Karet Melalui Penggunaan Bahan Tanam, Pemeliharaan, Sistem
Eksploitasi, Dan Peremajaan Tanaman. Jurnal Litbang Pertanian, 30(1):
23-30.
Setyamidjadja, D. 1993. Karet Budidaya Dan Pengolahan. Kanisius. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai