Anda di halaman 1dari 16

ACARA II

PEMBUATAN SELAI BUAH

A. Tujuan
Tujuan dari praktikum Acara II “Pembuatan Selai Buah” adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui proses pembuatan selai buah.
2. Mengetahui pengaruh tingkat kematangan buah dan gula terhadap kualitas selai.
B. Tinjauan Pustaka
Buah nanas merupakan buah klimaterik yang mengandung vitamin C dan vitamin A
(retinol) masing-masing sebesar 24 miligram dan 39 miligram dalam setiap 100 gram
bahan. Kedua vitamin tersebut mempunyai aktivitas sebagai antioksidan yang mampu
menghentikan reaksi berantai pemben-tukan radikal bebas dalam tubuh manusia yang
diyakini sebagai pemicu berbagai penyakit. Buah nanas dalam kondisi segar hanya
mempunyai umur simpan antara 1 sampai 7 hari, pada suhu kurang lebih 22oC. Pada saat
terjadi panen raya, jumlah produksi buah nanas sangat melimpah namun tidak sebanding
dengan tingkat konsumsinya sehingga harga jual dipasar sangat murah. Untuk mencegah
tidak termanfaatkannya buah nanas pada saat jumlahnya sangat melimpah perlu dilakukan
usaha untuk memperpanjang umur simpan, meningkatkan nilai ekonomis dan
penganekaragaman produk sehingga dapat diterima oleh konsumen. Buah nanas selain
dapat dikon-sumsi dalam bentuk segar, dapat pula diolah lebih lanjut menjadi berbagai
bentuk olahan antara lain:sari buah, manisan, keripik, nata de pina, selai dan lain
sebagainya (Syahrumsyah dkk., 2010).
Nanas (Ananas comosus), tanaman tropis dengan buah yang dapat dimakan, adalah
tanaman yang paling penting secara ekonomi dari keluarga Bromeliaceae. Nanas terutama
dihargai karena rasanya yang enak dan rasanya. Buah nanas adalah sumber yang baik dari
bromelain, enzim pencernaan dengan fungsi biologis yaitu, senyawa non-toksik memiliki
sejumlah aplikasi terapi potensial, termasuk pengobatan trauma, peradangan, penyakit
autoimun, peningkatan respon imun, dan gangguan ganas (Farooqui dkk., 2015).
Berdasarkan bentuk daun dan buahnya, tanaman nanas dapat digolongkan menjadi
empat, yaitu : Cayenne, Cusen, Spanish, dan Abacaxi. Namun, di Indonesia pada
umumnya hanya dikembangkan dua golongan nanas sebagai berikut :
a. Golongan Cayenne
Ciri-cirinya : daun halus, berduri sampai tidak berduri, ukuran buah besar, silindris,
mata buah agak datar, berwarna hijau kekuning-kuningan, dan rasanya agak masam.
Contoh : Nanas Subang, memiliki ciri-ciri buahnya besar menggelembung, mahkota
buah kecil, banyak berair, aroma kuat, dan rasanya manis.
b. Golongan Queen
Ciri-cirinya : daun pendek dan berduri tajam, buah berbentuk lonjong mirip kerucut
sampai silindris, mata buah menonjol, warna kuning kemerah-merahan, dan rasanya
manis. Contoh : Nanas Palembang, memiliki ciri-ciri buahnya kecil, mahkota buah
besar, dan rasanya manis sekali. Contoh lain, Nanas Bogor yang buahnya kecil, kulit
kuning, daging buah berserat halus, dan rasanya manis (Santoso, 1998).
Selai merupakan jenis makanan olahan yang berasal dari sari buah atau buah-buahan
yang sudah dihancurkan, ditambah gula dan dimasak sampai mengental. Selai tidak
dikonsumsi langsung, melainkan digunakan sebagai bahan pelengkap pada roti tawar atau
sebagai bahan pengisi pada roti manis, kue nastar atau sebagai pemanis pada minuman
seperti yogurt dan es krim (Basu dkk., 2007). Selai buah merupakan salah satu produk
pangan semi basah yang cukup dikenal dan disukai oleh masyarakat. FDA (Food and Drug
Administration) mengidentifikasikan selai sebagai produk oalahan buah-buahan, baik rupa
buah segar, buah beku, buah kaleng,maupun campuran ketiganya dalam proposi tertentu
terhadap gula dengan atau tanpa penambahan air. Proporsinya adalah buah 45 bagian dan
gula 55 bagian (Fachruddin, 1998).
Selai merupakan makanan semi basah berkadar air sekitar 15-40% yang umumnya
dibuat dari sari buah atau buah yang sudah dihancurkan, ditambah gula dan dimasak
hingga kental atau berbentuk setengah padat. Biasanya gel atau bentuk kental pada selai
terjadi karena adanya reaksi dari pektin yang berasal dari buah dengan gula dan asam.
Beberapa masalah yang sering terjadi dalam proses pembuatan selai buah secara umum,
antara lain jenis bahan baku, persentase gula, dan jumlah asam yang ditambahkan. Apabila
perbandingan bahan-bahan tersebut kurang tepat, selai yang dihasilkan akan kurang baik
mutunya seperti kurang cerah, tidak jernih, kurang kenyal seperti agar dengan tekstur tidak
terlalu keras (Dewi dkk., 2009).
Selai adalah produk yang diformulasikan dari kandungan buah minimal 40% dan
kadar padatan terlarut akhir 45° Brix. Beberapa aditif seperti asam sitrat, agen pembentuk
gel dan pektin dapat ditambahkan. Dalam pembuatan selai konvensional, semua bahan
dicampur dalam proporsi yang telah ditentukan dan campuran terkonsentrasi dengan
menerapkan perlakuan panas pada tekanan normal atau dikurangi untuk mencapai kadar
padatan terlarut akhir (Oyeyinka dkk., 2011).
Pektin terutama digunakan dalam industri makanan sebagai agen pembentuk gel
untuk selai, jeli, dan makanan lainnya. Derajat esterifikasi (DE) memberikan rasio unit
asam galakturonat teresterifikasi terhadap total unit asam galakturonat dalam molekul. Ini
mengkategorikan pektin menjadi dua kelas besar - metoksil rendah (LM) dengan DE
<50%, dan metoksil tinggi (HM) dengan DE> 50%. LM pektin diperoleh baik secara
enzimatik, in vivo, atau dengan de-esterifikasi terkontrol HM pektin baik dalam kondisi
asam atau alkali. Amonia kadang-kadang digunakan dalam proses tersebut, memasukkan
beberapa kelompok amida ke dalam molekul dan menghasilkan pektin 'di tengah'.
Pengurangan DE memperkenalkan perubahan dramatis dalam fungsi HM dan pektin LM.
Kombinasi ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik bertanggung jawab atas pembentukan
gel HM pektin. Hidrofobik dapat ditingkatkan dengan gula yang menciptakan kondisi
aktivitas air rendah, sehingga meningkatkan rantai-rantai daripada interaksi rantai-pelarut
(Kopjar dkk., 2009).
Menurut Siddiqu dkk (2015) pektin umumnya digunakan sebagai agen pembentuk
gel, penebalan, dan penstabil dalam makanan dan juga obat-obatan. Pektin sebagian besar
digunakan untuk membangun tekstur produk yang diinginkan yang menghasilkan
pengendalian kelembaban atau air dalam produk. Penggunaan historis pektin adalah dalam
persiapan makanan dan makanan, seperti selai dan jeli karena sifatnya yang menebal dan
mengental.
Gula digunakan dalam selai, jeli dan marmalade. Hal ini penting karena membuat
umur simpan lebih lama, membuat rasa lebih baik dan selain itu tekstur produk akan
ditingkatkan. Faktor ini membuat gula merupakan salah satu unsur yang paling penting
dalam produk olahan buah. Karena persentase gula yang digunakan biasanya tinggi,
sehingga memilih jenis gula yang cocok penting karena potensi gula untuk rekristalisasi.
Gula yang memiliki kecenderungan tinggi untuk mengkristal seperti pure dekstrosa
(glukosa) tidak digunakan, tetapi pada sukrosa rafinasi berlawanan, sukrosa rafinasi
dikenal gula yang baik untuk tambahan selai karena memiliki kecenderungan rendah untuk
rekristalisasi. Sukrosa sebagian diinversikan menjadi glukosa dan fruktosa dalam proses
pembuatannya saat pH produk rendah. Fakta ini penting karena dapat mengurangi
kecenderungan untuk membentuk kristal gula
(Javanmard dan Endan, 2010).
Selai merupakan produk olahan yang berasal dari sari buah atau buah-buahan yang
sudah dihancurkan, kemudian ditambah sukrosa dan dimasak sampai mengental. Selai
termasuk makanan semi padat yang terbuat dari campuran 45% bagian buah dan 55%
bagian sukrosa dengan total padatan terlarut sekitar 65%. Pada pembuatan selai perlu
diperhatikan keseimbangan proporsi pektin, asam, dan sukrosa agar terbentuk selai
dengan konsistensi seperti gel. Dalam proses pembuatan selai diperlukan penambahan
pektin dan sukrosa dalam jumlah yang tepat. Penambahan pektin dan sukrosa yang tidak
tepat dalam proses pembuatan selai menyebabkan terjadinya pengkristalan dan kekakuan
gel. Pembentukan gel yang encer karena kadar sukrosa terlalu tinggi daripada dengan
kadar pektin. Selai yang baik harus memiliki aroma dan rasa buah asli, serta memiliki
daya oles yang baik (Dewi dkk., 2009).
Saat ini, selai sudah tersedia untuk dijual di sebagian besar toko kelontong. Namun,
mereka tidak melihat nilai gizi selai yang sama dengan yang dibuat di rumah karena
mengandung bahan pengawet dan memiliki rasa yang dibuat-buat (Darkwa, 2016). Selai
disiapkan dengan merebus bubur buah dengan gula hingga konsistensi yang cukup kental,
cukup kuat untuk menahan jaringan pada posisinya. Seharusnya tidak mengandung kurang
dari 68,5% total padatan terlarut (TSS). Pektin, gula, asam dan air, yang merupakan unsur
penting dari selai, harus ada kira-kira dalam proporsi berikut: pektin-1%, gula-50-75%,
asam buah-1% dan air-33-38% (Basu dkk., 2007).
Pengolahan selai merupakan salah satu metode yang paling penting dari pengawetan
buah. Selai berbeda satu sama lain dalam bahan baku yang digunakan, metode pengolahan
dan bahan tambahan. Secara komersial, selai dibuat dengan konsentrasi pada campuran
menggunakan perlakuan panas pada tekanan normal atau kurang, yang menghasilkan
konsistensi kental atau gel. Hal ini menjamin kerusakan enzim buah, pektin dari buah dan
konsentrat produknya pada titik di mana keasaman dan aktivitas air mengurangi daya
tahannya (Fasogbon dkk., 2013).
Tingkat ketuaan buah nanas dapat dilihat dari warna kulitnya. Semakin tua, warna
kulit buahnya semakin kuning. Buah nanas biasanya disajikan sebagai buah segar bersama
buah lainnya seperti pepaya, semangka, dan melon. Di Indonesia, buah nanas sering
digunakan sebagai campuran masakan seperti gulai yang berbahan baku daging. Hal ini
karena buah nanas (diparut) yang dicampur daging bisa melunakkan daging. Selain itu,
nanas juga dapat disajikan menjadi olahan buah seperti sari buah, dodol, keripik, selai,
atau jeli (Suyanti, 2010). Untuk mendapatkan tekstur selai yang baik dengan viskositas
tetap diperlukan pektin, gula, dan asam dalam jumlah yang tepat. Gel yang terbentuk dari
pektin dan gula memberi tekstur yang kuat. Kadar pektin maksimum 0,7% pada produk
selai dari buah-buahan (Ginting dkk., 2007).
Mekanisme pembentukan gel dalam pembuatan selai merupakan campuran dari
pektin, gula, asam dan air. Pektin akan menggumpal dan membentuk serabut halus yang
dapat menahan cairan yang ditentukan oleh banyakya penambahan pektin. Jika semakin
tinggi penambahan pektin yang ditambahkan, maka semakin kuat gel pada selai tersebut.
Proses pembuatan selai menggunakan pektin dan gula, pektin diperlukan untuk pembuatan
gel atau sebagai bahan pengental pada selai dan jelly. Penambahan pektin pada
pembuatan selai dilakukan untuk mengatasi masalah gagalnya pembentukkan gel pada
proses pembuatan selai yang terbuat dari sayuran maupun buah-buahan yang memiliki
kandungan pektin rendah (Putri dkk., 2017).
Pada saat pembentukan gel, pektin akan menggumpal membentuk serabut
halus yang mampu menahan cairan. Kepekatan serabut halus yang terbentuk
ditentukan oleh tingginya kadar pektin. Pada pembuatan selai, sukrosa diperlukan
untuk memperoleh tekstur, penampakan, dan flavour. Fungsi penambahan sukrosa dalam
pembuatan selai agar terbentuk konsistensi gel yang baik. Apabila buah memiliki
kandungan pektin rendah, penambahan sukrosa lebih sedikit daripada bagian buah.
Kandungan sukrosa pada produk selai berkisar 60-65%. Penambahan sukrosa
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu keasaman buah, kandungan sukrosa dalam buah,
dan tingkat kematangan buah yang digunakan (Amelia dkk., 2016).
Waktu pemasakan selai ditentukan melalui uji spoon test. Uji spoon test adalah uji
dimana selai tidak segera tumpah jika sendok yang berisi selai dimiringkan. Waktu
pemasakan selai ditentukan melalui uji spoon test yang bersifat subyektif, dimana jika
selai kekentalannya sudah optimal maka pemasakan dihentikan (Karina, 2008). Spoon test
berfungsi untuk menentukan titik akhir pemasakan, caranya dengan mencelupkan sendok
ke dalam adonan, kemudian angkat, jika adonan meleleh tidak lama setelah sendok
diangkat dan terpisah menjadi dua maka pemasakan telah cukup (Ropiani, 2006).

C. Metodologi
1. Alat
a. Alat tulis
b. Baskom
c. Borang
d. Gelas ukur
e. Kompor gas
f. Panci
g. Pengaduk
h. Pisau
i. Sendok
j. Tabung Gas dan isi
k. Talenan
l. Timbangan analitik
m. Wadah mika
2. Bahan
a. Air
b. Gula
c. Nanas matang
d. Nanas mengkal
e. Roti

3. Cara kerja

Nanas

Pencucian

Pengupasan

Pemotongan menjadi beberapa bagian


D. Hasil dan Pembahasan
Tabel 2.1 Hasil Organoleptik pembuatan Selai Nanas
Kode Parameter
Kel
Sampel Warna Aroma Rasa Daya Oles Overall

1,2 104 2,96a 2,68a 3,32a 3,80a 3,24a


3,4 705 3,36a 3,60b 4,24b 4,12a 4,08b
5,6 158 4,44b 3,76b 4,08b 3,96a 4,08b
7,8 326 4,56c 3,92a 4,12a 4,24a 4,36b
9,10 158 3,08a 3,44a 3,72a 3,96a 3,88a
11,12 547 3,48b 3,64a 3,80a 3,84a 3,86a

Sumber : Laporan Sementara


Keterangan:
Kode 104 : nanas mengkal 200 gram dengan gula 100 gram
Kode 705 : nanas matang 100 gr + nanas mengkal 100 gr dan gula 200 gr
Kode 158 : nanas matang 200 gram dengan gula 100 gram
Kode 326 : nanas matang 200 gram dengan gula 100 gram
Kode 158 : nanas matang 100 gr + nanas mengkal 100 gr dan gula 200 gr
Kode 547 : nanas mengkal 200 gram dengan gula 100 gram

Selai adalah produk makanan yang kental atau setengah padat dibuat dari campuran
45 bagian berat buah dan 55 bagian berat gula dengan komponen asam pH 3,10 - 3,46,
pektin 0,75% - 1,5%, dan kadar gula 60% - 65%. Selai disukai banyak orang karena
rasanya yang manis dan dapat dikonsumsi oleh semua golongan umur. Pembuatan selai
dapat di ambil dari buah dan kulit buah yang memiliki pektin. Kadar pektin 1% sudah
dapat membentuk gel dengan kekerasan yang cukup baik (Setyaningsih dkk., 2009).
Selai merupakan jenis makanan olahan yang berasal dari sari buah atau buah-buahan
yang sudah dihancurkan, ditambah gula dan dimasak sampai mengental. Selai tidak
dikonsumsi langsung, melainkan digunakan sebagai bahan pelengkap pada roti tawar atau
sebagai bahan pengisi pada roti manis, kue nastar atau sebagai pemanis pada minuman
seperti yogurt dan es krim (Basu dkk., 2007). Selai buah merupakan salah satu produk
pangan semi basah yang cukup dikenal dan disukai oleh masyarakat. FDA (Food and
Drug Administration) mengidentifikasikan selai sebagai produk olahan buah-buahan, baik
rupa buah segar, buah beku, buah kaleng, maupun campuran ketiganya dalam proposi
tertentu terhadap gula dengan atau tanpa penambahan air. Proporsinya adalah buah 45
bagian dan gula 55 bagian (Fachruddin, 1998).
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, proses pembuatan selai nanas yakni
yang pertama pengupasan buah setelah dikupas, buah nanas dipotong-potong kecil lalu
ditimbang sebanyak 200 gram. Setelah itu diblender sampai terbentuk bubur buah dan
kemudian dipanaskan. Setelah dipanaskan beberapa saat, bubur buah ditambahkan gula
sebanyak 100 gram, pektin dan asam sitrat serta diaduk merata. Pemanasan dilanjutkan
hingga mendidih dan mengental. Proses pembuatan selai tersebut telah sesuai dengan teori
Fachruddin (2002) yang menyebutkan bahwa proses pembuatan selai terdiri atas tiga
tahap, yaitu persiapan bahan, pemasakan, dan pengisian (pengemasan). Pada tahap
persiapan, buah dikupas terlebih dahulu kemudian dicuci dengan air bersih yang mengalir.
Selanjutnya buah dipotong-potong menjadi bagian yang lebih kecil. Buah yang sudah di
potong-potong dihancurkan dengan blender. Untuk beberapa jenis buah yang kurang
berair ditambah air secukupnya. Penghancuran dilakukan sampai terbentuk bubur buah.
Tahap selanjutnya yakni tahap pemasakan. Bubur buah dipanaskan sesaat, kemudian
ditambah gula dan pektin serta diaduk secara merata. Pemanasan diteruskan dan
ditambahkan asam sitrat sambil diaduk hingga mendidih. Pemasakan bertujuan membuat
campuran gula dan bubur buah menjadi homogen dan menghilangkan air yang berlebihan
sehingga selai menjadi pekat. Disamping itu, pemanasan juga bertujuan mengekstraksi
pectin untuk memperoleh sari buah yang optimum,untuk menghasilkan cita rasa yang
baik, dan memperoleh struktur gel. Pemasakan dilakukan dlam waktu yang singkat untuk
mencegah hilngnya aroma, warna dan terjadinya hidrolisa pektin. Tahap yang terakhir
yaitu tahap pengemasan, setelah proses pembuatan selesai, selai dimaasukkan kedalam
wadah. Pemasukkan selai ke dalam wadah sebaiknya dilakukan dengan cepat agar tidak
terjadi pengerasan didalam wajan. Kemasaan yang umum digunakan untuk wadah selai
adalah botol yang terbuat dari gelas dan bertutup rapat.
Mekanisme pembentukan gel dalam pembuatan selai merupakan campuran dari
pektin, gula, asam dan air. Pektin akan menggumpal dan membentuk serabut halus yang
dapat menahan cairan yang ditentukan oleh banyakya penambahan pektin. Jika semakin
tinggi penambahan pektin yang ditambahkan, maka semakin kuat gel pada selai tersebut.
Proses pembuatan selai menggunakan pektin dan gula, pektin diperlukan untuk pembuatan
gel atau sebagai bahan pengental pada selai dan jelly. Penambahan pektin pada
pembuatan selai dilakukan untuk mengatasi masalah gagalnya pembentukkan gel pada
proses pembuatan selai yang terbuat dari sayuran maupun buah-buahan yang memiliki
kandungan pektin rendah (Putri dkk., 2017).
Pektin sangat penting sebagai agensia pembentuk gel khususnya pada pembuatan
selai buah-buahan. Pada saat pembentukan gel, pektin akan menggumpal membentuk
serabut halus yang mampu menahan cairan. Kepekatan serabut halus yang terbentuk
ditentukan oleh tingginya kadar pektin. Pembentukan gel dari pektin diawali dengan
terdispersinya pektin dalam air dan membentuk koloid hidrofilik bermuatan negatif.
Koloid tersebutdistabilkan oleh ion H+ dari asam. Ikatan elektrostatik semakin kuat
dengan semakin banyaknya ion H+, tetapi penambahan ion H+ akan mengacaukan
keseimbangan antara pektin dan air sehingga pektin tidak akan membentuk gel pada saat
molekul-molekul pektin tersebut bergabung dalam pembentukan gel. Penambahan sukrosa
akan menurunkan tingkat kestabilan antara pektin dan air. Hal ini karena sukrosa sebagai
senyawa pendehidrasi, akibatnya ikatan antara pektin akan lebih kuat dan
menghasilkan jaringan kompleks yangmampu menangkap molekul air dan molekul
terlarut. Pada proses pembentukan gel, perlu diperhatikan formulasi pektin dan
sukrosa pada berbagai jenis buah (Amelia dkk., 2016).
Syarat mutu selai menurut Fachrudin (2002) adalah mempunyai kadar air minimum
55%, kadar pektin maksimum 0,7%, padatan tak terlarut minimum 0,5%, terdapat serat
buah, kadar bahan pengawet 50 mg/kg, asam asetat tidak ada, logam berbahaya tidak ada,
mempunyai rasa dan bau yang normal. Sebagai acuan mutu selai, digunakan standar mutu
selai yang dipakai oleh industri di Indonesia yakni sesuai dengan SNI 01–3746–2008,
sebagaimana ditampilkan pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Syarat Mutu Selai
No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan

1 Keadaan
1.1 Aroma - Normal
1.2 Warna - Normal
1.3 Rasa - Normal
2 Serat buah - Positif
3 Padatan terlarut % fraksi massa Min. 65
4 Cemaran logam
4.1 Timah (Sn)* Mg/kg Maks 250,0*
5 Cemaran arsen (As) Mg/kg Maks 1,0
6 Cemaran mikroba
6.1 Angka lempeng total Koloni/g Maks 1 x 103
6.2 Bakteri Coliform APM/g <3
6.3 Staphylococcus aureus Koloni/g Maks 2 x 101
6.4 Clostridium sp. Koloni/g <10
6.5 Kapang/Khamir Koloni/g Maks 5 x 101
*) dikemas dalam kaleng

Sumber: SNI 01–3746–2008


Terdapat beberapa bahan dalam proses pembuatan selai nanas, antara lain nanas, air
dan gula pasir. Fugssi nanas yaitu sebagai bahan utama dalam proses pembuatan selai
karena dalam nanas mengandung pektin dan asam yang cukup untuk menghasilkan selai
yang baik. Sehingga buah nanas cocok diolah sebagai bahan utama dalam pembuatan selai
(Sucharitha dkk, 2012). Gula yang ditambahkan pada pembentukan selai berfungsi sebagai
dehydrating agent, yaitu menarik molekulmolekul air yang terikat dengan molekul-
molekul air yang terikat dengan molekul pektin sehingga akan mempengaruhi
keseimbangan pektin dan air yang ada sehingga kekukuhan dan kekenyalan selai dapat
dipertahankan. Disamping itu gula pasir yang ditambahkan akan mempengaruhi
terbentuknya gel, bila terlalu banyak maka akan terjadi kristalisasi pada permukaan gel
tetapi bila gula yang ditambahkan kurang, maka gel yang terbentuk terlalu lunak. Gula
memiliki sifat osmosis (menyerap air) sehingga kadar air dalam selai semakin menurun
seiring bertambahnya konsentrasi gula. Gula bersifat osmosis sehingga dapat menarik air
dari dalam bahan sehingga kadar air bahan menjadi rendah (Mutia dan Rafika, 2016). Air
merupakan salah satu komponen utama penyusun selai. Fungsi air adalah untuk
melarutkan bahan-bahan dalam pembuatan selai . Air dalam pembuatan selai juga
digunakan untuk membuat bubur buah. Selain itu, air juga mempengaruhi karakteristik gel
yang dihasilkan, dimana semakin banyak air yang digunakan maka gel yang terbentuk
tidak akan menjadi kokoh. Sebaliknya, bila air yang digunakan terlalu sedikit maka gel
yang terbentuk akan terlalu keras. Meningkatnya kadar air disebabkan oleh semakin tinggi
penambahan pektin, maka gel akan semakin mudah terbentuk, bila ditambahkan gula dan
asam akan mempengaruhi keseimbangan pektin dan air yang ada, sehingga air yang ada
terperangkap untuk pembentukan gel (Putri dkk., 2017).
Pemilihan tingkat kematangan buah yang digunakan akan mempengaruhi hasil akhir
selai yang dihasilkan. Bila digunakan buah segar, maka harus dipilih buah yang
berkualitas baik. Tingkat kematangan buah nanas mempengaruhi terjadinya perbedaan
kadar gula pada selai nanas. Meningkatnya kematangan buah, menyebabkan kadar gula
yang terkandung didalamnya semakin meningkat. tingkat kematangan buah nanas
berpengaruh nyata terhadap rasa dan aroma selai nanas. Semakin matang buah nanas yang
digunakan, maka semakin kuat aroma dan rasa nanas pada selai. Komponen pembentuk
aroma pada buah-buahan adalah senyawa-senyawa ester yang bersifat mudah menguap.
Pada buah-buahan, produksi senyawa aroma meningkat ketika mendekati masa
klimakterik. Tingkat kematangan nanas berpengaruh nyata terhadap warna selai nanas.
selai yang terbuat dari nanas matang berwarna kuning keemasan sehingga kelihatan lebih
menarik dibandingkan dengan selai yang terbuat dari nanas mentah. Selai dari nanas
mentah berwarna kuning pucat (Syahrumsyah dkk., 2010).
Selai dapat dibuat dari berbagai macam jenis buah seperti nanas, strawberry, jambu
biji, cempedak, dan lain-lain. Buah dapat dipilih sesuai dengan ketersediaan yang ada
dilingkungan sekitar atau berdasarkan rasa buah yang disukai. Keadaan buah yang
digunakan sangat menentukan dalam pembuatan selai. Buah yang dijadikan selai dipilih
yang bermutu baik, belum membusuk, dan sudah cukup tua. Buah yang masih muda akan
berasa masam atau sepat. Sedangkan buah yang terlalu matang, maka warna, aroma,
pektin, dan rasa asam pada buah berkurang. Agar diperoleh selai yang aromanya harum
dan kekentalannya pas maka sebaiknya digunakan campuran buah setengah matang dan
buah yang matang penuh. Buah setengah matang akan memberikan pektin dan asam yang
cukup, sedangkan buah yang matang penuh akan memberikan aroma yang baik
(Fachruddin, 2002).
Gula dan pektin sangat dibutuhkan pada pembuatan selai. Pada pembuatan selai
perlu diperhatikan keseimbangan proporsi pektin, asam, dan sukrosa agar terbentuk
selai dengan konsistensi seperti gel. Penambahan pektin dan sukrosa yang tidak tepat
dalam proses pembuatan selai menyebabkan terjadinya pengkristalan dan kekakuan gel.
Penambahan sukrosa akan menurunkan tingkat kestabilan antara pektin dan air. Fungsi
lain penambahan sukrosa dalam pembuatan selai agar terbentuk konsistensi gel yang baik.
Hal ini karena sukrosa sebagai senyawa pendehidrasi, akibatnya ikatan antara pektin
akan lebih kuat dan menghasilkan jaringan kompleks yangmampu menangkap
molekul air dan molekul terlarut. Pada proses pembentukan gel, perlu diperhatikan
formulasi pektin dan sukrosa pada berbagai jenis buah (Amelia dkk., 2016).
Secara singkat disampaikan oleh Mutia dan Rafika (2016) bagaimana hubungan
antara pektin dan gula dalam pembuatan selai. Konsistensi gel atau semi padat pada
selai diperoleh dari senyawa pektin yang berasal dari buah atau pektin yang
ditambahkan dari luar, gula sukrosa dan asam. Interaksi ini terjadi pada suhu tinggi
dan bersifat menetap setelah suhu diturunkan. Kekerasan gel tergantung pada
konsentrasi gula, pektin dan asam pada bubur. Konsentrasi pektin terbaik dalam
pembuatan selai adalah 1-1,5%.
Dari hasil praktikum Acara II “Proses Pembuatan Selai Nanas” kelompok 1 dan 2
mendapatkan formulasi kode sampel 104 yaitu nanas mengkal 100% (200 gram) dengan
penambahan gula 50% (100 gram). Pada kelompok 3 dan 4 mendapatkan kode sampel
705 yaitu perbandingan nanas matang 50% (100 gram) dengan nanas mengkal 50% (100
gram) dan gula 100% (200 gram). Pada kelompok 5 dan 6 mendapatkan formulasi kode
sampel 158 yaitu nanas matang 100% (200 gram) dengan penambahan gula 50% (100
gram). Pada kelompok 7 dan 8 mendapatkan formulasi kode sampel 326 yaitu nanas
matang 100% (200 gram) dengan penambahan gula 50% (100 gram). Pada kelompok 9
dan 10 mendapatkan kode sampel 158 yaitu perbandingan nanas matang 50% (100 gram)
dengan nanas mengkal 50% (100 gram) dan gula 100% (200 gram). Kelompok 11 dan 12
mendapatkan formulasi kode sampel 547 yaitu nanas mengkal 100% (200 gram) dengan
penambahan gula 50% (100 gram).
Urutan tingkat kesukaan panelis terhadap selai nanas dari yang paling disukai
hingga yang paling tidak disukai yaitu formulasi kode sampel 326, 705, 158, 158, 547,
dan 104. Pada parameter warna sampel 104, 705, dan 158 tidak berbeda nyata, namun
berbeda nyata dengan kode sampel 326 karena terletak di subset yang berbeda. Pada
parameter aroma sampel 104, 326, 158, dan 547 tidak berbeda nyata karena berada pada
subset yang sama, namun keempatnya berbeda nyata dengan sampel 158 dan 326. Pada
parameter rasa sampel 104, 326, 158, dan 547 berbeda nyata dengan sampel 705 dan 158
karena terletak pada subset yang berbeda. Pada parameter daya oles tidak ada perbedaan
yang nyata karena semua terletak pada subset yang sama. Untuk overall sampel 104,
tidak berbeda nyata dengan sampel 158 dan 547, namun berbeda nyata dengan sampel
705, 158 dan 326.
Berdasarkan hasil uji organoleptik (kesukaan) panelis terhadap selai nanas bahwa
formulasi kode sampel yang terbaik dari segi parameter warna, aroma, rasa, daya oles,
dan overall adalah formulasi kode sampel 326 yaitu perbandingan nanas matang 100%
(200 gram) dan gula 50% (100 gram). Hal ini tidak sesuai teori Rakhmat dan Fitria (2007)
yang menyatakan bahwa buah setengah matang akan memberikan pektin dan asam yang
cukup, sedangkan buah yang matang penuh akan memberikan aroma yang baik. Namun,
untuk memperoleh selai dengan aroma yang harum dan kekentalan yang baik maka
digunakan campuran buah setengah matang dengan buah yang matang penuh. Pada
sampel kode 326 formulasi yang digunakan yaitu nanas matang 100%. Jadi tidak sesuai
dengan teori.
Formulasi kode sampel terburuk dari segi parameter warna, aroma, rasa, daya oles,
dan overall adalah formulasi kode sampel 104 yaitu formulasi nanas mengkal 100% (200
gram) dan gula 100% (200 gram). Hal ini dikarenakan dalam pembuatan selai
dipengaruhi beberapa faktor, antara lain adalah pemanasan pada waktu pemasakan,
pengadukan, jumlah gula yang digunakan, serta keseimbangan gula, pektin dan asam.
Jumlah gula yang digunakan harus seimbang dengan pektin. Pemasakan harus
diperhatikan karena apabila pemasakan yang berlebihan menyebabkan selai menjadi
keras dan kental, sedangkan apabila pemasakan kurang akan dihasilkan selai yang encer.
Demikian pula pengadukan yang terlalu cepat akan menimbulkan gelembung udara yang
akan merusakkan tekstur dan penampakan akhir (Rakhmat dan Fitria, 2007).
Pengujian secara kualitatif yang digunakan untuk menguji viskoitas selai buah
nanas yakni uji organoleptik dengan parameter daya oles. Daya oles adalah kemampuan
selai untuk dioleskan secara merata pada roti. Selai dengan daya oles yang baik dapat
dioleskan di permukaan roti dengan mudah dan menghasilkan olesan yang merata. Daya
oles selai erat kaitannya dengan tekstur dan viskositas selai (Dewi dkk., 2010).
E. Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum Acara II “Pembuatan Selai Buah” adalah sebagai
berikut:
1. Proses pembuatan selai buah nanas yakni yang pertama pengupasan buah. Setelah
dikupas, buah nanas dipotong-potong kecil lalu ditimbang sebanyak 200 gram.
Potongan buah nanas diblender sampai terbentuk bubur buah dan kemudian
dipanaskan. Bubur buah ditambahkan gula sebanyak 100 gram, pektin dan asam sitrat
serta diaduk merata. Pemanasan dilanjutkan hingga mendidih dan mengental.
2. Pengaruh tingkat kematangan buah dan gula terhadap selai adalah semakin matang
buah dan semakin banyak gula yang ditambahkan pada pembuatan selai, maka kualitas
selai menjadi baik. Namun, untuk selai yang berkualitas bagus digunakan campuran
buah yang mentah dan matang.
DAFTAR PUSTAKA
Amelia, Okta., Sussi Astuti dan Zulferiyenni. 2016. Pengaruh Penambahan Pektin dan
Sukrosa Terhadap Sifat Kimia dan Sensori Selai Jambu Biji Merah (Psidium
guajava L.). Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Teknologi Pertanian.
ISBN 978-602-70530-4-5 :149-159.
Basu, Santanu., US Shivhare., dan GSV Raghavan. 2007. Time Dependent Rheological
Characteristics of Pineapple Jam. International Journal of Food Engineering. Vol.
3(3): 1-10
Darkwa, Irene. 2016. The Preparation of Jam: Using Star Fruit. Global Journal of
Educational Studies. Vol. 2(2): 36-56
Dewi, Eko N., Titi Surti., dan Ulfatun. 2009. Kualitas Selai Yang Diolah Dari Rumput Laut,
Gracilaria verrucosa, Eucheuma cottoni, Serta Campuran Keduanya. Jurnal
Perikanan. Vol. 12(1): 21-26.
Fachruddin, Lisdiana. 1998. Memilih dan Memanfaatkan Bahan Tambahan Makanan. Trubus
Agriwidya. Ungaran.
Fachruddin, Lisdiana. 2002. Teknologi Tepat Guna Membuat Aneka Selai.
Kanisius. Yogyakarta.
Farooqui, Aiman., Er.Shanta Peter., dan Mohammad Ibrahim. 2015. Preparation of Pineapple
Jam Blended With Carrot. International Journal of Multidisciplinary Research and
Development. Vol. 2(8): 82-84
Fasogbon, Beatrice M., Saka O. Gbadamosi, and Kehinde A. Taiwo. 2013. Studies on the
Chemical and Sensory Properties of Jam from Osmotically Dehydrated Pineapple
Slices. British Journal of Applied Science and Technology. Vol. 3(4): 1327-1335.
Ginting, Erliana, Nila Prasetiaswati, dan Yudi Widodo. 2007. Peningkatan Daya Guna dan
Nilai Tambah Ubi Jalar Berukuran Kecil melalui Pengolahan Menjadi Saos dan
Selai. Jurnal Iptek Tanaman Pangan. Vol. 2(1).
Javanmard, Marjan and Johari Endan. 2010. A Survey on Rheological Properties of Fruit
Jams. International Journal of Chemical Engineering and Applications. Vol. 1(1).
Karina, A. 2008. Pemanfaatan Jahe (Zingiber Oficinale R.) Dan Teh Hijau (Camellia
Sinensis) Dalam Pembuatan Selai Rendah Kalori Dan Sumber Antioksidan. Jurnal
Pertanian. Vol. 1(2).
Kopjar, Mirela., Vlasta Piližota., Nela Nedić Tiban., Drago Šubarić., Jurislav Babić., Đurđica
Ačkar and Maja Sajdl. 2009. Strawberry Jams: Influence of Different Pectins on
Colour and Textural Properties. Czech Journal Food Sciences. Vol. 27(1) : 20–28 .
Mutia, A. Khairun dan Rafika Yunus. 2016. Pengaruh Penambahan Sukrosa pada Pembuatan
Selai Langsat. Jurnal Tech. Vol. 4(2) :80 – 84.
Oyeyinka, S. A., et al. 2011. Selected Quality Attributes of Jam Produced from Osmo-
Dehydrated Cashew Apple. Journal of Food Technology. Vol. 9 (1) : 27-31.
Putri, Gavinda Shailla Nidya., Bhakti Etza Setiani dan Antonius Hintono. 2017. Karakteristik
Selai Wortel (Daucus carota L.) dengan Penambahan Pektin. Jurnal Aplikasi
Teknologi Pangan. Vol. 6 (4) :156-160.
Rakhmat A., Farid dan Fitria Handayani. 2007. Budidaya dan Pasca Panen Nanas. Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Timur.
Ropiani. 2006. Karakterisasi Fisik dan pH Selai Buah Pepaya Bangkok. Program Studi
Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Santoso, Hieronymus Budi. 1998. Teknologi Tepat Guna Selai Nanas. Penerbit Kanisius.
Yogyakarta.
Setyaningsih, Endang, Eni Purwani dan Dwi Sarbini. 2009. Perbedaan Kadar Kalsium,
Albumin dan Daya Terima pada Selai Cakar Ayam dan Kulit Pisang dengan Variasi
Perbandingan Kulit Pisang yang Berbeda. Jurnal Kesehata. Vol. 2(1): 27-37.
Siddiqui, Nausheen H., Iqbal Azhar., Omar M Tarar., Sana Masood and Zafar Alam
Mahmood. 2015. Influence of Pectin Concentrations on Physicochemical and
Sensory Qualities of Jams. World Journal of Pharmacy and Pharmaceutical
Sciences. Vol. 4(06) :68-77
Standar Nasional Indonesia. 2008. Selai Buah. Departemen Perindustrian. SNI 01-3746-2008.
Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.
Sucharitha, K.V., A.M Beulah., dan C Sahitya. 2012. Development And
Standardization of Ber-Pineapple Jam. International Journal of Food,
Agriculture and Veterinary Sciences. Vol. 2(3): 126-130.
Suyanti. 2010. Aneka Olahan Buah Nenas, Peluang yang Menjanjikan. Jurnal Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Vol. 32(1).
Syahrumsyah, Hudaia., Wiwit Murdianto., dan Novita Pramanti. 2010. Pengaruh
Penambahan Karboksi Metil Selulosa (CMC) dan Tingkat Kematangan Buah Nanas
(Ananas cosus (L) Merr.) Terhadap Mutu Selai Buah Nanas. Jurnal Teknologi Hasil
Pertanian. Vol. 6(1): 34-40

Anda mungkin juga menyukai