Anda di halaman 1dari 20

ACARA IV

ISOLASI ENZIM AMILASE DARI BIJI KECAMBAH DAN REAKSI


PENCOKLATAN ENZIMATIS

A. Tujuan Praktikum
Tujuan Paraktikum Kimia Pangan Acara IV tentang Isolasi Enzim dari Biji
Kecambah dan Reaksi pencoklatan Enzimatis adalah
1. Untuk mengetahui aktivitas enzim amilase selama perkecambahan biji.
2. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan yang berbeda terhadap reaksi
pencoklatan enzimatik pada permukaan potongan buah.
B. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan Teori
Enzim adalah biokatalisator yang dapat mempercepat reaksi kimia.
Enzim meningkatkan laju reaksi yang selektif dan efisien. Sebagai katalis,
enzim adalah satu-satunya disbanding dengan katalis-katalis anorganik atau
organik sederhana.enzim meningkatkan laju reaksi pada kondisi biasa
(fisiologik) dari tekanan, suhu dan pH. Hal ini merupakan keadaan yang jarang
dengan katalis-katalis lain. Enzim berfungsi dengan selektivitas atau spesifitas
bertingkat luar biasa tinggi terhadap reaktan yang dikerjakan dan jenis reaksi
yang dikatalisasikan. Maka reaksi-reaksi yang bersaing dan reaksi-reaksi
sampingan tidak teramati dalam katalisasi enzim (David, 1997).
Enzim dikenal sebagai protein yang berhasil mengurai urease. Urease
adalah enzim yang dapat menguraikan urea menjadi CO2 dan NH3. Dari hasil
penelitian para ahli biokimia ternyata bahwa banyak enzim mempunyai gugus
bukan protein, jadi termasuk golongan protein majemuk. Enzim semacam ini
(holoenzim) terdiri atas protein (apoenzim) dan suatu gugus bukan
protein.gugus bukan protein ini yang dinamakan kofaktor ada yang terikat kuat
pada protein, ada pula yang tidak begitu kuat ikatannya. Gugus yang terikat
kuat pada bagian protein artinya sukar terurai dalam larutan disebut gugus
prostetik, sedangkan yang tidak begitu kuat ikatannya disebut koenzim. Baik
gugus prostetik maupun koenzim merupakan bagian enzim yang
memungkinkan enzim bekerja terhadap substrat, yaitu zat-zat yang dirubah atau
direaksikan oleh enzim. Di dalam tubuh manusia terjadi bermacam-macam
proses biokimia dan tiap proses menggunakan katalis enzim tertentu. Untuk
membedakannya maka tiap enzim diberi nama. Secara umum nama tiap enzim
disesuaikan dengan nama substratnya, dengan penambahan “ase”
dibelakangnya. Substrat adalah senyawa yang bereaksi dengan bantuan enzim
(Poedjiadi, 1994).
Aktivitas enzim lebih dalam fase diam dan nilai adalah 21,78 U / mL
(pada 30 h) dan kadar protein adalah 0,303 mg / mL. Kegiatan amilase
maksimum (38 U / mL) juga ditemukan di fase diam ketika budaya itu tumbuh
pada suhu 37 ° C. Enzim dimurnikan untuk homogenitas dengan pemulihan
keseluruhan 24,2% dan aktivitas spesifik dari 4.133 U / mg. Kondisi asam atau
basa secara signifikan mempengaruhi pertumbuhan dan produksi enzim
(Amutha, 2011).
Pencoklatan enzimatik buah apel (Malus domestica × Borkh.) Adalah
faktor utama bertanggung jawab atas kualitas penurunan diproses produk
seperti jus, irisan segar dan keripik.Irisan segar apel yang dicelupkan ke dalam
1% sebagai larutan asam corbik untuk satu menit dan air panas dengan 50 ° C
selama dua menit. Hasil menunjukkan bahwa kedua panas dan asam askorbat
perawatan bisa secara signifikan mengurangi cut pencoklatan permukaan,
meskipun pengobatan asam askorbat adalah beberapa lebih efektif
(Javdani, 2013).
Blanching biasanya dilakukan dengan tujuan menghambat terjadinya
pencoklatan. Blansir pada dasarnya adalah pemanasan dan dapat
dilakukandengan air panas, selama blansir terjadi inaktifasi enzim polifenolase
yang dapatmenyebabkan pencoklatan. Perendaman dalam larutan sulfit,
vitamin C, asamsitrat, garam atau hidrogen peroksida terutama ditujukan untuk
memperbaikiatau mengurangi terjadinya pencoklatan. Hal ini disebabkan
karena terjadinyapenghambatan reaksi antara enzim polifenolase, oksigen dan
senyawa polifenol.Terjadinya reaksi pencoklatan enzimatis memerlukan
adanya polifenolase,oksigen dan senyawa polifenol (Muchtadi etal, 2010).
Fenolase disebut fenolase kompleks yang terdiri atas tirosinase
danfenoloksidase. Dapat merubah tirosin menjadi dihidroksofenilalanin (dopa),
kemudian difenol ini dioksidasikan menjadi kinon dan akhirnya
terbentuklahmelanin. Fenolase dan tirosinase terdapat banyak sekali dalam
tumbuhan, sepertidalam pisang, kentang, mangga, dsb. Jika dipotong atau diiris
oleh pisau, maka bagian irisan itu timbul warna hitam-coklat. Begitu juga
dengan insekta,pembentukan melanin adalah amat penting berhubung selalu
memberikan warna coklat sebagai pengeras kutikulanya
(Kusnawidjaja, 1983).
Proses perkecambahan merupakan tahap awal dari proses terbentuknya
individu baru pada tumbuhan berbiji. Untuk tetap menjamin kelangsungan
jenisnya, kelompok tumbuhan berbiji menghasilkan biji yang merupakan
propagul untuk tumbuh menjadi individu baru. Di dalam biji tersebut terdapat
berbagai komposisi kimia yang berperan sebagai embrio yang dapat aktif
tumbuh menjadi individu baru apabila berada pada kondisi lingkungan yang
sesuai. Kondisi lingkungan yang sesuai untuk perkecambahan biji ini
mencakup kesesuaian akan air, udara, cahaya dan panas. Proses pengaktifan
komponen-komponen kimiawi dalam biji yang berperan sebagai embrio dan
selanjutnya tumbuh sebagai individu baru dalam bentuk seedling disebut
sebagai proses perkecambahan Secara morfologis, biji yang berkecambah akan
ditandai dengan munculnya akar dan atau daun. Kedua organ tersebut
selanjutnya akan tumbuh secara sempurna dan segera melakukan perannya
masing-masing. Akar akan menyerap zat hara dari dalam tanah, sedangkan
daun akan melakukan proses fotosintesis (Mudiana, 2007).
2. Tinjauan Bahan
Enzimatik apel adalah untuk mengetahui kondisi optimal produksi
enzimatik apel. Enzim pektinase komersial (Pectinex Ultra SP-L) dibantu
dalam proses ekstraksi dan desain eksperimental dengan menggunakan
metodologi respon permukaan (RSM) ini digunakan untuk lebih
mengoptimalkan hasil. Parameter kondisi yang suhu inkubasi (X1, 25, 35, dan
45 ° C) hidrolisis waktu (X2, 60, 120, dan 180 menit) dan konsentrasi enzim
(X3, 1, 2, dan 3% v / w). Kandungan gula pereduksi dapat diprediksi dengan
menggunakan persamaan: gula pereduksi = 12,292 1,776 (x1) 2,296 (x2) 0,612
(x2x3) 1,159 (x12) -2,533 (x32) dengan R2 = 0,781, p0.05)
(Suphamityotin, 2011).
Kacang hijau merupakan bahan pangan dari jenis kacang-kacangan
yang dapat digunakan sebagai sumber protein utama. Banyak peneliti yang
telah menguji kandungan gizi dalam kacang hijau baik bijinya maupun bentuk
olahannya. Pemilihan kacang hijau sebagai sumber enzim α-amilase karena
dalambentuk kecambah mengandung tokoferol (pro vitamin E) 936,4 ppm
fenolik 11,3 ppm. Senyawa tersebut merupakan antioksidan yang sangat
penting terhadap kesehatan terutama balita. Senyawa fenolik dengan
antioksidan lainnya pada konsentrasi rendah dapat melindungi bahan pangan
tersebut dari kerusakan oksidatif. Selain itu, kacang hijau memiliki kelebihan
dari segi ekonomis dan agronomis dibandingkan dengan tanaman kacang-
kacangan lainnya (Sundarram dan Murthy, 2014).
C. Metodologi
1. Alat
a. Beaker glass
b. Kertas filter
c. Mortar
d. Pemanas air
e. Pengaduk
f. Pipet tetes
g. Pipet volume
h. Pisau
i. Propipet
j. Rak tabung reaksi
k. Stopwatch
l. Tabung reaksi
m. Timbangan analitik
2. Bahan
a. Akuades
b. Biji kacang hijau kering 50 g
c. Biji kacang hijau rendaman 12 jam 50 g
d. Buah apel segar 2 buah
e. Buah pisang segar 2 buah
f. Kecambah kacang hijau 12 jam 50 g
g. Kecambah kacang hijau 24 jam 50 g
h. Larutan Na-Bisulfit (NaHSO3) 0,8 %
i. Larutan asam askorbat (vitamin C) 0,5 %
j. Larutan gula pasir (sukrosa) 5%
3. Cara kerja
1.) Isolasi enzim amilase kecambah biji
5 g biji kacang hijau kering
5 g biji kacang hijau rendaman 12 jam
5 g kecambah biji kacang hijau rendaman 12 jam
5 g kecambah biji kacang hijau rendaman 24 jam

Penghancuran dengan mortar

50 ml larutan
Penambahan kedalam gelas beaker
NaCl 0,1 M

Pencampuran, pembiaran dalam 30 menit dan


kadang dilakukan pengadukan

Penyaringan dengan kertas filter

Filtrat enzim kasar


Gambar 4.1 Diagram alir isolasi enzim amilase kecambah biji
2.) Uji Aktivitas Amilase Secara Kualitatif

1 ml larutan substrat pati 4 %

Pemasukan kedalam tabung rekasi

1 ml larutan enzim
Penambahan
yang telah dibuat

3 tetes iod Penambahan

Penginkubasian dalam suhu kamar selama 60


menit dan pengamatan setiap 10 menit

Gambar 4.2 Diagram alir uji Aktivitas Amilase Secara Kualitatif


3.) Reaksi Pencoklatan
1 buah pisang
1 buah apel

Pemotongan masing-masing 6 potong

Larutan Vitamin Perendaman 1 potong dan apel selama 30 detik


C 0,5 %

Larutan Perendaman 1 potong dan apel selama 30 detik


NaH4SO3 0,8 %

Larutan Gula
Perendaman 1 potong dan apel selama 30 detik
(sukrosa) 5 %

Air mendidih Perlakuan blanching 1 potong pisang dan apel


selama 30 detik

Perlakuan blanching 1 potong pisang dan apel


Air mendidih
selama 3 menit

Pendiaman 1 potong pisang dan apel dalam suhu


kamar

Pencatatan dan pengamatan perlakuan warna


setiap 10 menit selama 60 menit

Gambar 4.3 Diagram alir reaksi pencoklatan


D. Hasil dan Pembahasan
Tabel 4.1 Pengamatan Aktivitas Selama Perkecambahan Biji Kacang Hijau
Sampel Waktu

0’ 10’ 20’ 30’ 40’ 50’ 60’

Rendaman +++ ++++ ++++


12 jam
Kecambah - ++ +++ +++ ++++ ++++ ++++
12 jam
Kecambah - +++ +++ +++ ++++ ++++ ++++
24 jam
Kacang +++ ++++
hijau kering
Sumber: Laporan Sementara
Keterangan :
- : biru pekat
+ : warna biru mulai memudar
++ : biru muda
+++ : putih kebiruan
++++ : putih
Amilase merupakan enzim yang menghidrolisa molekul pati untuk
menghasilkan produk bervariasi, salah satunya yaitu dekstrin. Enzim ini memiliki
peranan penting pada aplikasi industri dan bioteknologi dalam makanan, tekstil, dan
industri kertas.α-Amilase termostabil telah mempunyai aplikasi komersil dalam
proses pati, makanan, dan produksi gula, industri tekstil, dan proses deterjen. Untuk
aplikasi industri diperlukan α-amilase yang dapat diproduksi dalam jumlah besar
dan aktivitas yang tinggi dengan biaya produksi yang ekonomis. Amilase termofilik
disukai untuk aplikasi praktis sejak hidrolisis pati diketahui untuk mempercepat laju
pada temperatur tinggi dan menghasilkan banyak produk penting dengan berbagai
sifat kimia dan fisika yang berbeda untuk makanan dan industri (Sarah dkk., 2010).
Enzim amilase dapat memecah ikatan pada amilum hingga terbentuk maltosa. Ada
tiga macam enzim amilase, yaitu α amilase, β amilase dan γ amilase. Yang terdapat
dalam saliva (ludah) dan pankreas adalah α amilase. Enzim ini memecah ikatan 1-4
yang terdapat dalam amilum dan disebut endo amilase sebab enzim ini memecah
bagian dalam atau bagian tengah molekul amilum (Poedjiadi, 2006).
Secara molekuler, pemecahan amilase dibantu oleh residu asam amino pada
sisi aktif enzim. Pada enzim α-amilase yang berasal dari Pseudomonas stutzeri,
pemecahan dibantu oleh tiga residu asam amino yaitu asam glutamat 219, asam
aspartat 294, dan asam aspartat 193. Tahapan pertama merupakan pengikatan
substrat oleh asam aspartat 294. Tahap selanjutnya yaitu asam glutamat 219 dalam
bentuk asam akan mendonorkan proton ke oksigen pada ikatan glikosidik substrat.
Produk dari reaksi tersebut adalah sebuah ion oksokarbonium pada keadaan transisi
yang diikuti dengan pembentukan kovalen intermediet. Molekul H2O kemudian
menyerang ikatan kovalen antara oksigen dan residu asam aspartat 193. Asam
glutamat kemudian menerima H dari molekul H2O dan residu asam aspartat 193
membentuk gugus hidroksil baru pada molekul glukosa
(Nangin dan Aji Sutrisno, 2015).
Larutan NaCl sebagai suatu garam berfungsi sebagai induser protein-protein
substrat atau gugus amino bebas hasil proses hidrolisis untuk mengalami salting-in
atau peningkatan kelarutan dalam suatu garam. Pada aplikasinya, NaCl ternyata
mampu mempengaruhi kelarutan protein (Handayani, 2007). Fungsi dari larutan
iod adalah sebagai indikasi amilum yang sudah terhidrolisis sempurna atau belum.
Pada saat larutan iodine diteteskan jika terdapat warna bening mengindikasikan
bahwa enzim amilase diproduksi oleh isolate sehingga amilum sudah terhidrolisis
sedangkan bila menghasilkan warna biru kehitaman menandakan pati belum
terhidrolisis (Sianturi, 2008). Pati merupakan butiran-butiran kecil yang sering
disebut granula. Fungsi larutan amilum atau pati ini adalah untuk menguji adanya
iod di dalam suatu larutan tertentu (Yulia, 2014).
Berdasarkan Tabel 4.1 di peroleh hasil pada menit ke 0 biji kacang hijau
kering, pada sampel biji kacang hijau rendam 12 jam, kecambah kacang hijau
rendam 12 jam, kecambah kacang hijau rendam 24 jam mengubah pati dengan iod
menjadi biru pekat. Pada semua sampel pada menit ke 60 mengubah pati menjadi
iod menjadi warna putih. Jumlah enzim terbanyak sampai sedikit berturut pada
praktikum biji kacang hijau kering, biji rendaman 12 jam, kecambah 24 jam dan
kecambah 12 jam, Hal ini tidak sesuai teori Suarni dan Patong (2007) yang
menyatakan enzim terbanyak terdapat pada kecambah biji kacang hijau.
Tabel 4.2 Pengamatan Pengaruh Perlakuan yang Berbeda Terhadap Reaksi
Pencoklatan Enzimatis

Perlakuan
Waktu Larut
Kel Sampel Na- Asam
(menit) Kontr an Blanchin Blanchin
bisulfit askor
ol gula g 30 detik g 3 menit
0,8% bat
5%
3 Apel 0 - - - - - -
3 Apel 10 + - + - + +
3 Apel 20 ++ - + - + +
3 Apel 30 ++ - + - ++ ++
3 Apel 40 ++ - + - ++ +++
3 Apel 50 ++ - + - ++ +++
3 Apel 60 ++ - + -
3 Pisang 0 - - - - - -
3 Pisang 10 + - + - + +
3 Pisang 20 + - + - + ++
3 Pisang 30 + - + - ++ ++
3 Pisang 40 + - + - ++ +++
3 Pisang 50 + - + - ++ +++
3 Pisang 60 + - + - +++ +++
Sumber: Laporan Sementara
Keterangan:
- = tidak coklat
+ = agak coklat
++ = coklat
+++ = sangat coklat
Proses browning atau reaksi pencoklatan adalah proses kecoklatan pada
buah yang terjadi akibat proses enzimatik oleh polifenol oksidasi. Reaksi browning
enzimatis terjadi pada jaringan tanaman atau buah-buahan yang masih hidup. Hal
ini disebabkan oleh oksidasi phenol atau poliphenol karena adanya enzim
phenoloksidase yang disebut enzim poliphenol oksidase, phenolase, atau enzim
polyphenolase (Pitojo, 2009). Proses browning terbagi menjadi dua yaitu enzimatik
dan non enzimatik. Reaksi pencoklatan secara enzimatik terjadi pada buah-buahan
yang banyak mengandung substrat senyawa fenolik. Proses pencoklatan enzimatik
akan terjadi apabila adanya reaksi antara enzim fenol oksidase dan oksigen dengan
substrat tersebut. Pada pencoklatan enzimatis seperti pada buah apel dan buah lain
setelah dikupas disebabkan oleh pengaruh aktivitas enzim Polypenol Oxidase
(PPO), yang dengan bantuan oksigen akan mengubah gugus monophenol menjadi
O-hidroksi phenol, yang selanjutnya diubah lagi menjadi O-kuinon. Gugus O-
kuinon inilah yang membentuk warna coklat (Pitojo, 2009).
Dalam tanaman, enzim pencoklatan lebih sering dikenal dengan polifenol
oksidase (PPO). Substrat untuk PPO dalam tanaman biasanya asam amino tirosin
dan komponen polifenolik. Tirosin yang merupakan monofenol, pertama kali
dihidroksilasi menjadi 3,4-dihidroksifenilalanin dan kemudian dioksidasi menjadi
quinon yang akan membentuk warna coklat. Dengan adanya oksigen di udara, enzim
dapat mengkatalisis langkah pertama dalam konversi biokimia fenolat menjadi
quinon, yang selanjutnya menyebabkan polimerisasi yang menghasilkan warna
gelap, yaitu poplimer tak larut yang dikenal sebagai melanin. PPO mengkatalisis
dua reaksi dasar: hidroksiasi dan oksidasi (Rizal, 2010).
Bahan pangan seperti sayuran dan buah-buahan dapat mengalami kerusakan
mekanis (luka dan gesekan) hingga terkena penyakit. Hal ini menyebabkan bahan
pangan mengalami pencoklatan. Pencoklatan enzimatis dapat terjadi pada bahan
pangan (sayuran dan buah-buahan) yang mengandung substrat senyawa fenolase,
seperti katekin dan turunannya (tirosin, asam kafeat dan asam klorogenat) serta
leukoantosianin (Moline, 1998).
Menurut beberapa sumber salah satu upaya untuk mencegah pencoklatan
buah akibat oksidasi enzim dapat digunakan antioksidan untuk mencegah
pencoklatan dan untuk melindungi buah-buahan dan sayuran. Menurut Wisnu
(2006) berdasarkan sumbernya antioksidan terdapat antioksidan yang bersifat alami,
seperti komponen fenolik/flavonoid, vitamin E, vitamin C dan beta-karoten.
Menurut Murniramli (2008), vitamin C (asam askorbat) akan menghambat enzim di
dalam apel untuk bereaksi dengan oksigen atau dengan kata lain kerja enzim dirusak
oleh vitamin C (Handayani, 2009). Selain larutan tersebut, juga ada larutan NaHSO3
atau Na-bisulfit (larutan kapur) yang juga bertujuan memperlambat reaksi
pencoklatan enzimatis, sesuai dengan teori Jeong (2008). Hal ini karena natrium
bisulfit dapat menghambat reaksi pencoklatan yang dikatalis enzim fenolase dan
dapat memblokir reaksi pembentukan senyawa 5 hidroksil metal furfural dari D-
glukosa penyebab warna coklat.
Asam askorbat yang berkonsentrasi rendah memiliki kecepatan laju
pencoklatan awal yang lebih tinggi sebab bila jumlah asam askorbat yang rendah
telah teroksidasi total maka proses oksidasi selanjutnya terjadi pada substrat PPO
yaitu fenol sehingga kadar fenol turun. Hal ini berbeda dengan asam askorbat yang
tinggi, karena asam askorbat pada konsentrasi tinggi lebih banyak teroksidasi
sebelum fenol sehingga laju pencoklatan awal lebih lama. Karena asam askorbat
tersebut mencegah oksidasi fenolmaka semakin tinggi asam askorbat maka semakin
tinggi kadar fenol yang berartilebih banyak fenol yang tidak akan teroksidasi
(Ningsih, 2012).

Proses blanching salah satunya bertujuan untuk menjaga mutu produk,


dengan cara menonaktifkan enzim alami yang terdapat pada bahan pangan. Karena
pada proses blanching terjadi proses pemanasan dimana enzim pada suhu tinggi
(suhu yang melebihi batas maksimum kerja enzim) akan rusak pada proses tersebut.
Enzim tersebut di nonaktifkan karena dapat mengganggu kualitas pangan saat
dilakukan proses pengolahan selanjutnya. Contohnya ialah enzim polifenolase yang
menimbulkan pencoklatan pada bahan pangan buah-buahan (Kanopa dkk., 2012).

Pada Tabel 4.2 untuk sampel apel diperoleh hasil pemberian Na-Bisulfit
0,8% tidak terjadi perubahan warna menjadi coklat, untuk asam askorbat pada juga
tidak terjadi pencoklatan, blanching 30 detik sedikit menjadi coklat setelah 60
menit, untuk larutan gula, kontrol mulai berubah agak coklat pada menit ke 10, dan
blanching 3 menit menyebabkan pencoklatan pada menit ke 10. Urutan metode
paling efektif untuk mencegah pencoklatan yaitu pemberian Na-bisulfit, asam
askorbat, larutan gula, control, blanching 30 detik dan blanching 3 menit. Pada
sampel pisang hasil pemberian Na-Bisulfit 0,8% tidak terjadi perubahan warna
menjadi coklat, untuk asam askorbat juga tidak terjadi pencoklatan, blanching 30
detik sedikit menjadi coklat setelah 10 menit, blanching 3 menit menyebabkan
pencoklatan pada menit ke 10. Hal ini sesuai teori Muchtadi (2010) yang
menyatakan perendaman dalam larutan sulfit, vitamin C, asam sitrat, ditujukan
untuk memperbaiki atau mengurangi terjadinya pencoklatan sedangkan blanching
untuk inaktivasi enzim polifenol sehingga mencegah terjadinya pencoklatan. Hal
ini sesuai Muchtadi (2010) yang menyatakan perendaman dalam larutan sulfit,
vitamin C, asamsitrat, ditujukan untuk memperbaiki atau mengurangi terjadinya
pencoklatan sedanglan blanching untuk inaktivasi enzim polifenol sehingga
mencegah terjadinya pencoklatan. Penerapan dari pelapisan tiap larutan berbeda
tergantung pada jenis buah itu sendiri.
Selain metode yang dipraktikumkan, terdapat beberapa metode lagi untuk
mencegah reaksi pencoklatan. Metode lain yang dapat digunakan yaitu dengan
pelapisan menggunakan garam atau hidroperoksida. Pengaplikasian dalam bidang
pangan yaitu pada buah-buahan yang telah dikeringkan seperti kismis, buah prem
dan buah ara (Ionnou dan ghoul, 2013).
E. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum acara IV “Isolasi Enzim Amilase dari
Kecambah Biji dan Reaksi Pencoklatan Enzimatis” dapat diambil kesimpulan bahwa:
1. Dari hasil praktikum dapat diketahui bahwa biji kacang hijau kering memiliki
aktivitas enzim lebih tinggi. Percobaan ini tidak sesuai teori. Kandungan
amilase yang tinggi menyebabkan iodin cepat memudar dimana perubahan
warna yang terjadi adalah dari biru pekat menjadi biru muda.
2. Pada praktikum dengan buah apel dan pisang perlakuan terbaik yaitu
menggunakan Na-bisulfit 8% dan asam askorbat (vitamin C). Hal ini sesuai
dengan teori, urutan yang paling efektif yaitu Vitamin C dan Natrium Bisulfat.
DAFTAR PUSTAKA
Amutha. 2011. Effect Of pH, Temperature And Metal Ions On Amylase Activity From
Bacillus Subtilis Kcx 006. International Journal of Pharma and Bio Sciences,
Vol. 2, No. 2.
David, S. Page. 1997. Prinsip-Prinsip Biokimia. Erlangga. Jakarta.
Ioannou, Irina Dan Mohamed Ghoul. 2013. Prevention Of Enzymatic Browning In
Fruit And Vegetables. European Scientific Journal, Vol. 9, No. 30, Hal:1857 –
7881
Javdani, Zahra. 2013. A Comparison Of Heat Treatment And Ascorbic Acid
On Controlling Enzymatic Browning Of Fresh-Cuts Apple Fruit. International
Journal of Agriculture and Crop Sciences, Vol., 5, No. 3, 186-193.
Kanopa, Igra., Momuat, Lydia., dan Suryanto, Edi. 2012. Aktivitas Antioksidan
Tepung Pisang Goroho yang Direndam dengan Beberapa Rempah-rempah.
Jurnal MIPA Unstrat Online 1 (1) 29-32.
Kusnawidjaja, Kurnia. 1983. Biokimia. Alumni. Bandung
Moline, H. E., J. G. Buta and I. M. Newman. 1998. Prevention Of Browning Of Banana
Slices Using Natural Products And Their Derivatives. Journal of Agriculture.
Muchtadi, Tien, et.al. 2010. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Alfabeta. Bandung.
Muchtadi, Tien, et.al. 2010. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Alfabeta. Bandung.
Mudiana, Deden. 2007. Perkecambahan Syzygium cumini (L.) Skeels. Jurnal
Biodiversitas, Vol. 8, No. 1, (39-42) anuari 2007.
Nangin, D., dan Sutrisno, A. 2014. Enzim Amilase Pemecah Pati Mentah dari Mikroba;
Kajian Pustaka. Jurnal Pangan dan Agroindustri, Vol. 3, No. 3, Hal: 1032-1039.
Ningsih, Dian Riana., Rastuti, Undri., Kamaludin, Ridlwan. 2012. Karakterisasi Enzim
Amilase dari Bakteri. Prosiding Seminar Nasioal. ISBN: 978-979-9204-79-0.
Pitojo, Setijo., dan Zumiati. 2009. Pewarna Nabati Makanan. Kanisius. Yogyakarta.
Poedjiadi, Anna. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. UI Press. Jakarta.
Rizal, Saifur dkk. 2010. Pengaruh Konsentrasi Natrium Bisulfit Dan Suhu
PengeringanTerhadap Sifat Fisik-Kimia Tepung Biji Nangka(Artocarpus
heterophyllus). Vol. 1, No. 2.
Sarah, Surya Rosa Putra, dan Herdayanto Sulistyo Putro. Isolasi Αlpa -Amilase
Termostabil Dari Bakteri Termofilik Bacillus Stearothermophilus. Fakultas
MIPA. Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Suarni dan Rauf Patong. 2007. Potensi Kecambah Kacang Hijau Sebagai Sumber
Enzim Α-Amilase. Indo. J. Chemistry, Vol. 7, No. 3, Hal: 332-336.
Sundarram, Ajita dan Thirupathihalli Pandurangappa Krishna Murthy. 2014. α-
Amylase Production and Applications: A Review. Journal of Applied &
Environmental Microbiology. Vol. 2, No.4, Hal: 166-175
Suphamityotin, Porrarath. 2011. Optimizing Enzymatic Extraction Of Cereal Milk
Using Response Surface Methodology. Journal Food Science and Technology
Program, Vol. 33, No. 4, Hal: 389-395.
Yulia, Endang. 2014. Pertumbuhan dan Hasil Kacang Hijau (Vigna radiata L.) pada
Beberapa Konsentrasi Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit. Universitas Taman
Siswa Padang.
LAPORAN KIMIA PANGAN
ACARA IV
ISOLASI ENZIM AMILASE DARI BIJI KECAMBAH DAN REAKSI
PENCOKLATAN ENZIMATIS

Disusun Oleh:
MARIS SISMI KHOIRUNNISAA
H3116053
Kelompok 8

PROGRAM STUDI DIII TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2017

Anda mungkin juga menyukai