Anda di halaman 1dari 11

Sistem Agribisnis Tanaman Karet

Disusun untuk memenuhi tugas pada mata kuliah

Pengantar Ilmu Pertanian

Dosen pengampu:

Bapak Azhari Rizal, S.Tr., M.M.A

Disusun oleh:

NAMA : MUHAMMAD FIQI


NIM : 2305063
KELAS : REGULER B

D IV PENGELOLAAN PERKEBUNAN

POLITEKNIK LPP YOGYAKARTA


PENDAHULUAN

Karet merupakan salah satu komoditi pertanian yang sangat penting peranannya, baik
sebagai sumber pendapatan, kesempatan kerja,dan sumber devisa negara. Indonesia
merupakan negara dengan luas areal perkebunan karet terbesar di dunia yaitu 3.4 juta hektar
diikuti Thailand seluas 2.6 juta hektar dan Malaysia 1.02 juta hektar. Hal tersebut berbeda
dengan produksi karet Indonesia yang tercatat sebesar 2.7 juta ton berada dibawah produksi
Thailand yang mencapai 3.1 juta ton, sedangkan produksi karet Malaysia mencapai 951 ribu
ton (BPS 2012). Peningkatan produktivitas tanaman karet sangat perlu dilakukan, melihat
prospek dan pengembangan agribisnis karet sangat bagus. Salah satu langkah yang perlu
dilakukan dalam peningkatan produktivitas tanaman karet adalah dengan menerapkan praktik
pertanian sesuai dengan rekomendasi dari balai penelitian tanaman karet, terutama pada
kegiatan pemeliharaan tanaman khususnya pemupukan. Menurut Siregar dan Suhendry
(2013) efektifitas dan efisiensi pemupukan sangat tergantung pada manajemen atau
pengelolaannya di lapangan, yang nantinya akan sangat berperan dalam menetukan berbagai
proses menuju realisasi produksi. Pemupukan yang tidak tepat merupakan salah satu penyebab
terlambatnya matang sadap dan rendahnya produktivitas tanaman karet. Selain itu,
kekurangan atau kelebihan satu atau lebih unsur hara umumnya akan memperlihatkan gejala
defisiensi. Menurut Soemarno (2013) gejala defisiensi unsur hara pada umumnya adalah
munculnya gejala spesifik pada daun selama periode waktu yang berbeda-beda dalam masa
pertumbuhan, abnormalitas internal, seperti tersumbatnya jaringan pembuluh, dan perbedaan
hasil dengan atau tanapa gejala pada daun. Menurut Samarappuli (2000) pengelolaan
pemupukan di perkebunan karet menjadi sangat penting untuk diperhatikan dari segi ekonomi
dan efisien pupuk yang dimanfaatkan. Penggunaan pupuk akan lebih efisien, jika status hara
tanaman dikoreksi terlebih dahulu sebelum menentukan takaran pemupukan. Analisis hara
tanaman dapat dilakukan secara teratur untuk menetapkan kebutuhan hara tanaman, serta
memperhatikan ketepatan dosis/jumlah pupuk, waktu dan cara pemupukan (Boerhendhy dan
Amypalupy, 2011).

Secara umum permasalahan utama perkebunan karet rakyat adalah masih rendahnya
produktivitas kebun akibat masih luasnya areal karet tua/rusak sebesar 11,93% yang perlu
segera diremajakan,dan fluktuasi harga jual produksi dan tidak stabilnya harga- harga input.
Namun karena lingkungan alam cukup mendukung untuk dikembangkannya tanaman karet
ini, maka perlu didorong upaya-upaya untuk melakukan percepatan peremajaan karet.
Walaupun disadari bahwa untuk mengembangkan usaha replanting tanaman karet ini
dibutuhkan investasi yang relatif besar, oleh sebab itu peneliti tertarik untuk meneliti keadaan
ini, dengan cara menganalisis kelayakan finansial penanaman kembali (replanting) karet dan
menganalisis sensitivitas beberapa faktor yang paling dominan terhadap tingkat kelayakan
terutama menyangkut faktor biaya dan faktor benefit yang akan diperoleh dalam penanaman
Kembali (replanting) karet tersebut.

2
Tinjauan Pustaka

Subsistem Agribisnis

a. Farming
Untuk menanam dan menghasilkan karet yang unggul dan berkualitas serta
mempunyai produktivitas yang tinggi tidaklah mudah, semuanya harus
diperhatikan secara seksama dimulai dari ;
Asal Bibit
Bibit yang bagus untuk karet unggul adalah bibit yang berasal dari
penyerbukan sendiri maupun silang yang dibantu serangga jenis (Nitudulidae,
Phloeridae, Eurculionidae) setelah sebulan terjadinya pembuahan sekitar 30-607
akan gugur secara berangsur-angsur dan sisanya berkembang hingga masak, ini
adalah bibit yang bagus.
Seleksi Bibit
Setelah mendapatkan bibit, tidak langsung dapat disemai tetapi terlebih dahulu
diseleksi untuk memisahkan antara bibit yang bagus dengan bibit yang kualitasnya
jelek, hal ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pemantulan dan perendaman,
apabila bijinya dipantulkan biji tersebut melenting maka biji tersebut berkualitas
bagus dan memiliki daya kecambah + 807. Sedangkan untuk perendaman apabila
biji tersebut direndam dan tidak mengapung/tenggelam maka biji tersebut bagus
dan mempunyai daya kecambah + 80-92%.
Penyemaian
Penyemaian ini tidak bisa dilakukan sembarangan, sebelum penyemaian harus
disediakan media seperti pasir sungai yang bersih dan halus barulah disemai bibit
yang telah disediakan dengan cara menekan biji kedalam media pasir.Penyiapan
lahan
Dewasa ini budidaya karet dikenal beberapa istilah teknis yang berhubungan
dengan penyiapan lahan. Yaitu :
- New Planting (bukaan baru), penanaman karet yang dilaksanakanpada
lahan yang sebelumnya tidak ada penanaman karet.
- Replanting (pembukaan ulang), yaitu penanaman karet pada lahan yang
sebelumnya telah ditanami tanaman karet.
- Konversi, yaitu penanaman karet pada lahan yang sebelumnya ditanami
jenis tanaman keras/perkebunan lain.
Jarak Tanam
Agar pertumbuhan dari karet yang ditanam bagus maka harus ditentu oleh
jarak. Jarak yang biasanya dipakai umum sempit yakni 3m x 3m atau 4m x 4m yaitu
dengan hubungan segitiga sama sisi sehingga jumlah tanaman tiap hektar cukup
banyak. Tetapi dewasa ini jarak yang digunakan 7m x 3m atau 7,14m x 3,33 m atau
8m x 2,5m.

b. Procesing
Setelah umur karet yang ditanam sudah mencapai 5-6 tahun maka karet
tersebut sudah bisa untuk disadap, penyadpan adalah mata rantai pertama dalam
proses produksi. Karet penyadapan dilaksanakan dikebun produksi dengan
3
menyayat atau mengiris (dewasa ini juga dengan cara menusuk) batang dengan
cara tertentu dengan maksud untuk memperoleh lateks atau getah.
Untuk memperoleh karet yang bermutu tinggi, pengumpulan lateks hasil
penyadapan dikebun harus bersih, proses pengolahan ini dimulai dari
mengumpulkan lateks dikebun penerimaan lateks. Pengangkutan lateks,
pengumpulan gumpalan karet mutu rendah menentukan faktor-faktor yang
mempengaruhi kualitas lateks serta bahan-bahan kimia dan air sebagain bahan
pengolahan.

c. Marketing
Setelah semua rangkaian dari proses telah dilaksanakan, kemudian
sampai pada proses/tahap pemasaran. Yang dipasarkan adalah lateks pekat hasil
penguapan, yang disebut Revertex Standar, memiliki kadar zat padat sekitar 73%
dan kadar karet kering 68%. Untuk melakukan pemasaran harus memenuhi
standar yaitu standar ISO dan dapat juga menggunakan mutu standar menurut
ASTN atau BS, meskipun demikian dalam transaksi acapkali spesifikasi mutu
lateks pekat ditentukan atas persetujuan antara penjual dan pembeli.

d. Penelitian dan Pengembangan (R & D)

Dengan kondisi harga karet sekarang ini yang cukup tinggi, maka momen
tersebut perlu dimanfaatkan dengan melakukan peremajaan karet rakyat dengan
menggunakan klon klon unggul, mengembangkan industri hilir untuk
meningkatkan nilai tambah, dan meningkatkan pendapatan petani.
Strategi di tingkat on farm yang diperlukan adalah :
(a) penggunaan klon unggul penghasil lateks dan kayu yang mempunyai
prosuktivitas lateks potensial lebih dari 3000 kg/ha/th, dan menghasilkan
produktivitas kayu karet lebih dari 300 m3/ha/siklus
(b) percepatan peremajaan karet tua seluas 4000 ha sampai dengan tahun
2009 dan 1.2 juta ha sampai dengan 2025;
(c) Diversifikasi usaha tani karet dengan tanaman pangan sebagai tanaman
sela dan ternak untuk meningkatkan pendapatan petani;
(d) peningkatan efisiensi usaha tani.

Strategi di tingkat off farm adalah :


(a) peningkatan kualitas bahan olah karet (bokar) berdasarkan SNI yang
diisyaratkan oleh industri pengolahan.
(b) peningkatan efisiensi pemasaran untuk meninkatkan margin harga
petani;
(c) penyediaan kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) untuk
peremajaan, pengolahan dan pemasaran bersama;
(d) pengembangan infrastruktur;
(e) peningkatan nilai tambah melalui pengembangan industri hilir yang
ramah lingkungan;
(f) peningkatan pendapatan petani melalui perbaikan sistem pemasaran.

e. Pendukung
4
Dalam melakukan pengeksporan karet biasanya dilakukan dengan
menggunakan peti kemas untuk lebih memacu, mempromosikan komoditi karet.
Berkembangnya teknologi otomatisasi dan komputerisasi juga sangat menuntut
pasokan bahan baku yang bermutu konsisten, termasuk juga mutu karet alam.

Subsistem agribisnis yang paling berperan

Subsistem yang paling berperan adalah farming, hal ini dikaitkan dengan
permasalahan dari komoditi tersebut yaitu:
✓ Rendahnya produktivitas
Pertanian indonesia umumnya bersifat tradisional, dengan tingkat teknologi dan skill
inikah menyebabkan pertanian indonesia tidak berkembang dengan pesat,sehingga
produktivitas pertanian rendah.Dengan produktivitas yang rendah ini tidak dapat
menutupi akan kebutuhan
✓ Belum ada sumber dana yang tersedia
Dana atau modal adalah faktor yang sangat penting dalam menjalankan suatu
usaha.Apabila dana tidak ada atau belum tersedia perusahaan tidak dapat berjalan.
Solusinya adalah dengan melakukan sistem perkreditan pada badan atau lembaga yang
dapat meminjamkan modal
✓ Kurangnya IPTEK
Rendahnya tingkat pendidikan di kalangan masyarakat pedesaan tidak dapat
menciptakan petani yang handal. Dengan tingkat IPTEK yang rendah ini sistem
pertanian Indonesia dapat tertingal dengan negara lain.

1. Analisis SWOT
KEKUATAN (strength) dari komoditas karet :
Karet merupakan salah satu komoditi ekspor yang mempunyai harga jual tinggi
juga salah satu penghasil devisa bagi Negara.
Karet yang dihasilkan oleh perkebunan yang ada di Indonesia sudah lulus standar
ISO dan standar ASTN dan BS,
Karet membutuhkan kondisi alam yang subur dan ini sangat sesuai dengan kondisi
alam di Indonesia
Pembukaan lahan karet dapat dilakukan dengan replanting (bukaan Ulangan) dan
konversi.
Karet dapat digunakan sebagai bahan industri mobil, ban, dll.
KELEMAHAN (weaknees) dari komoditas karet :
Karet yang dihasilkan oleh petani desa pada umumnya berkualitas rendah.
Nilai ekspor karet alam Indonesia dalam bentuk bahan baku mempunyai mutu yang
lebih rendah daripada Negara lain.
Apabila datang musim penghujan maka kualitas karet sedikit menurun.
Adanya penjarahan terhadap karet yang siap panen oleh oknum tertemtu.
Kurangnya penguasaan teknologi baik dalam pembibitan, produksi dan pengolahan
5
pasca panen.
Adanya pengurangan terhadap pupuk yang bersubsidi sehingga membuat petani
sedikit kesulitan dalam mencari pupuk yang murah.
Kurangnya perhatian pemerintah terhadap perkebunan karet sehingga yang
mengelola karet hanya petani biasa, tidak seperti Thailand yang dikelola skala
kebunbesar oleh pemerintah.
PELUANG (opportunity) dari komoditas karet :
Adanya lokakarya budidaya karet yang dilaksanakan oleh lembaga perkebunan
Indonesia.
Adanya dukungan pemerintah dengan cara memberikan bibit unggul dengan harga
yang lebih murah.
Diperkirakan Indonesia akan menempati urutan pertama produsen karet alam dunia
ANCAMAN (Threat) dari komoditas karet :
Nilai ekspor karet alam Indonesia dalam bentuk bahan baku lebih rendah
dibandingkan dengan Negara lain.
Kurs dollar yang turun naik.
Belum pulihnya kepercayaan Internasional terhadap Indonesia

Bauran Pemasaran (4P) Komoditi Karet

❖ Produk(Product)
Indonesia merupakan penghasil karet terbesar didunia.hal ini
dikarenakan indonesia menghasilkan jumlah karet yang cukup banyak
dibandingkan negara pesaing yaitu Thailand dan malaysia. Hasil karet tersebut
dijual untuk pasar domestik dan khususnya untuk diekspor ke luar negeri.Untuk
pasar ekspor indonesia bekerja sama dengan mitra usaha yang bergerak dibidang
pengeksporan untuk mengekspor karet ke pasar luar negeri. Hasil panen dari karet
tersebut berupa lateks segar yang dijual ke tengkulak atau pabrik
pengolahan.selanjutnya lateks tersebut diencerkan dengan air sampai kadarnya
20% setelah lateks diencerkan jadilah crepe, setelah kering crepe di pak atau
dibuat bandela-bandela dengn berat 50 kg bandela untuk selanjutnya dipasarkan
ke konsumen dalam dan luar negeri. Budidaya karet dapat mendukung program
pemerintah dibidang sektor pertanian dan perkebunan dan juga menambah devisa
negara.karet merupakan penyumbang terbesar devisa bagi negara.

❖ Penetapan Harga (pricing)


Dalam memproduksi karet ini para petani atau pengusaha berusaha untuk
meminimalkan biaya-biaya dengan cara melakukan perawatan tanaman secara
intensif untuk mengurangi resiko gagal panen. Sehingga produksi karet ini tidak
memakan banyak biaya. Pada akhirnya karet tersebut dapat dijual dengan harga
yang relatif terjangkau bagi konsumen. Selain itu penetapan harga karet juga
berfluktuasi atau berpengaruh terhadap harga dolar saat ini.bila mana dolar
mengalami kenaikan maka harga karet juga akan naik begitu juga sebaliknya yang
terjadi.

6
❖ Promosi (promotion)
Untuk memperkenalkan karet hal ini dirasa tidak perlu akan tetapi
kegiatan promosi disini dilakukan untuk memberitahu kepada konsumen tentang
kualitas dari produk karet tersebut. Kegiatan promosi dan publikasi karet
dilakukan melalui media cetak elektronik yaitu internet. Promosi dilakukan secara
teratur bertujuan untuk memberitahu kepada konsumen tentang kualitas yang
dihasilkan.perusahaan karet menggunakan promosi dalam bentuk : Internet,
perusahaan akan membuat web-site tentang produk karetnya dan hal-hal lain
mengenai perusahaan penghasil. Media internet dipilih karena saat ini internet
merupakan sarana periklanan yang sangat efektif mengingat target pasar dari karet
adalah kalangan menengah atas serta perusahaan negara asing.

❖ Lokasi (place)
Luas areal perkebunan karet di indonesia telah mencapai 3.262.291
hektar.areal perkebunan karet di indonesia menyebar cukup merata karena
terdapat 22 propinsi dari 30 propinsi. Propinsi yang memiliki areal perkebunan
karet yang terluas pada tahun 2004 adalah sumatera selatan yakni mencapai
671.920 hektar.dari total areal perkebunan karet di indonesia tersebut 84,5%
diantaranya merupakan kebun milik rakyat,8,4%milik swasta dan hanya 7,1%
yang milik negara.

Potensi Ekspor Karet

Adanya potensi ekspor komoditi karet di Indonesia,


menurut J.P.Holomoan (1991) destinasi ekspor komoditi karet alam indonesia adalah
Amerika serikat sebesar 40 %,Singapura 32,8%,negara eropa barat sebesar 7,5%, Uni
soviet 5%, Jepang 3,3% dan beberapa negara lain sebesar 11,4%. Dari data di atas
terlihat jelas, bahwa Amerika serikat dan Singapura merupakan pembeli terbesar hasil
karet Indonesia. Peningkatan jumlah permintaan dari ke dua negara ini tentu akan
menyenangkan pihak produsen karet di Indonesia .Namun,bila ke dua negar ini
menurunkan permintaannya, maka produsen karet Indonesia sedikit banyak akan
tertanggu kestabilannya.

Beberapa tahun terakhir ini permintaan dari Amerika serikat cenderung


menurun. Hal ini bisa cukup di mengerti mengingat situasi dalam negri Amerika
Serikat sekarang ini. Kurang stabilnya perekonomian di negara itu mengakibatkan
industri dalam negerinya mengalami hambatan perkembangan. Belum lagi saingan
industri mobil dari Jepang yang memiliki industri mobil negara paman sam tersebut.
Produsen atau eksportir karet alam umumnya adalah negara-negara yang sedang
berkembang seperti Malaysia, Indonesia, Birma ,Thailand, dll.Maka persaingan terjadi
antara sesama negara yang sedang berkembang tersebut. Untuk memperkuat daya
saing karet alam Indonesia di pasaran internasional, perlu diambil langkah-langkah
sebagai tindak lanjut yang konkret. Langkah-langkah ini diantaranya adalah
meningkatkan efektifitas dan efisiensi pengusahaan karet yang meliputi berbagai
bidang:

7
1. Bidang kultur teknis dan teknologi
Peningkatan produktivitas dan efisiensi dalam bidang ini meliputi peningkatan
produktivitas tanaman dan peningkatan mutu. Produktivitas tanaman karet di
Indonesia masih relatif rendah. Untuk memperbaiki teknologi dan manajemen
pengusahaan tanaman karet, fungsi dan partisipasi balai penelitian karet
hendaknya semakin di tingkatkan. Dalam hal ini perlu digalakan peneliitan
terutama dala hal budidaya karet. Cara lain untuk memperkuat daya saing karet
alam Indonesia dipasaran internasional adalah dengan peningkatan mutu. Mutu
karet harus ditingkatkan, baik mutu produksi, mutu kemasan, maupun mutu
pelayanannya.
2. Bidang pembiayaan dan keuangan
Peningkatan efektivitas dan efisiensi dibidang pembiayaan dan keuangan
merupakan upaya penggunaan dana seefektif dan seefisien mungkin agar harga
pokmok kaet yang dihasilkan cukup rendah. Dengan demikian, poroduk karet
itu mampu bersaing pada setiap tingkat harga jual yang terjadi di pasaran
internasional.
3. Bidang pemasaran sebagai ujung tombak.
Tujuan akhir setiap produk adalah penjualan. Oleh karena itu, suatu hal yang
harus dilaksanakan untuk menunjang keberhasilan yang sudah dibuat untuk
mencapai efektifitas dan efisiensi biaya dan mutu adalah pemasaran. Dengan
adanya pemasaran yang baik, maka semua aktivitas yang menyebabakan
tersedotnya dana dan daya perusahaan akan dikembalikan. Bahkan, akan
menaikan modal usaha dengan perolehan peruntungan yang tidak jauh berbeda
dengan yang direncanakan.

Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia.


Perkebunan merupakan satu dari penyedia bahan baku untuk sektor industri, subsektor
perkebunan juga berperan dalam penyerapan tenaga kerja dan penghasil devisa. Karet
merupakan salah satu komoditi yang berkontribusi terhadap subsektor perkebunan. 85,96
persen produksi karet alam Indonesia diekspor ke manca negara, sisanya digunakan sebagai
bahan baku industri dalam negeri.

Permintaan karet diprediksi akan terus mengalami peningkatan pada masa yang akan datang,
sebab kebutuhan barang-barang yang berasal dari karet juga semakin bertambah. Untuk itu,
maka Peluang yang ada harus dimanfaatkan secara optimal untuk mendapatkan nilai tambah,
sehingga manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat khususnya petani karet. Efek ganda
yang muncul setelah itu juga merupakan dampak positif bagi peningkatan pembangunan
ekonomi daerah. Untuk dapat memberikan kontribusi yang tinggi dalam pembangunan
perekonomian daerah, maka pengembangan komoditas karet harus dilaksanakan dengan
pendekatan sistem agribisnis. Pengembangan komoditas karet dengan sistem agribisnis
merupakan acuan dalam penyusunan strategi pengembangan komoditas tersebut. Sehingga
dihasilkan strategi pengembangan komoditas karet yang efektif, efisien dan berkualitas. Untuk
meningkatkan kinerja perusahaan, beberapa perusahaan secara terus menerus melakukan
8
upaya untuk meningkatkan performan agribisnis karet melalui Sistem eksploitasi Tanaman
Menghasilkan (TM), Pemangkasan Tajuk dan Pemeliharaan I Perbaikan tanaman belum
menghasilkan sampai tanaman menghasilkan. Produktivitas diatas 1645 kg/ha/tahun
sebagaimana dicapai pada tahun 2008 masih dapat ditingkatkan lagi karena TBM sekarang
yang mencapai luas 12 42,56 ha terdiri dari klon-klon unggul berproduksi tinggi. Peningkatan
produktivitas ini untuk tahun berikutnya masih sangat memungkinkan karena disamping
diadopsi klon-klon unggul baru, kultur teknik yang diterapkan pada masa TBM sangat
intensif, sehingga masa TBM dapat dipersingkat dengan tingkat homogenitas tanaman yang
cukup tinggi.

Harga karet alam mulai mengalami penurunan pada tahun 2012, sampai saat ini harga
cenderung stagnan. Bahkan, Baffes dan Wu (2018) mencatat pada periode Juli 2017 –
Desember 2018, harga karet mengalami titik terendah pada Desember 2018 (Gambar 6).
Selama tahun 2019, harga karet belum mengalami peningkatan yang signifikan (Pai, 2019).
Akibat harga karet yang rendah, banyak kebun karet rakyat yang dibiarkan tidak disadap
karena pendapatan dari hasil kebun karet tidak memadai untuk kebutuhan sehari-hari. Petani
lebih memilih meninggalkan kebun karetnya dan sementara memilih profesi lain yang lebih
menjanjikan. Bagi perusahaan perkebunan, penuruan harga jual berarti penurunan
pendapatan. Kondisi ini diperparah dengan upah tenaga kerja yang terus meningkat.
Eksploitasi tanaman karet membutuhkan tenaga kerja dalam jumlah banyak. Stimulan lateks,
bahan kimia mengandung etefon, pada awalnya diperkenalkan untuk mengurangi biaya tenaga
kerja melalui pengurangan frekuensi sadap namun produksi tetap dapat dipertahankan. Saat
ini aplikasi stimulan sudah merupakan bagian terintegrasi dari sistem sadap. Dalam kondisi
dimana panjang alur dan frekuensi sadap tidak dapat dimodifikasi, aplikasi stimulan
merupakan kunci pencapaian produksi di lapangan (Atminingsih et al., 2019).

Sumber: Baffes dan Wu (2018)


Gambar 6. Perkembangan harga karet pada periode Juli 2017 – Desember 2018

Tenaga kerja merupakan komponen biaya paling besar di perkebunan karet, mencapai +61%
dari total biaya operasional (Hirohata dan Fukuyo, 2011; Hirohata, 2015). Dari total biaya
tenaga kerja, tenaga penyadap termasuk komponen paling besar karena pada frekuensi sadap
d3 misalnya, dibutuhkan 0,3 penyadap/ha atau kurang lebih 30 penyadap/100 hektar tanaman
(Agustina et al., 2013). Untuk mengurangi biaya tenaga kerja, dua pendekatan dilakukan
bersamaan yaitu menambah jumlah pohon per hanca agar produksi harian di atas biaya
9
penyadapan dan menurunkan frekuensi penyadapan.

Sumber: Hirohata (2015)


Gambar 7. Komponen biaya produksi karet

Harga karet yang rendah juga berdampak pada kegiatan kultur teknis di lapangan.
Dalam kondisi ini, umumnya perusahaan melakukan efisiensi biaya untuk menjaga harga
pokok penjualan. Di beberapa per- usahaan, kegiatan pemeliharaan termasuk pemupukan,
pengendalian gulma dan hama penyakit terpaksa dikurangi baik frekuensi maupun dosisnya.
Efisiensi biaya pemeliharaan dalam jangka pendek tidak akan langsung produksi lateks,
karena sejatinya tanaman karet adalah tanaman hutan yang memiliki toleransi terhadap input
luar yang rendah. Efek pengurangan input akan lebih terlihat pada parameter pertumbuhan
akibat berkurangnya asupan hara dan kompetisi dengan gulma selain itu ketahanan terhadap
penyakit akibat berkurangnya frekuensi pengendalian patogen. Dalam jangka panjang,
kesehatan tanaman akan mempengaruhi produksi lateks.

10
Kesimpulan

Karet merupakan salah satu komoditi perkebunan penting, baik sebagai sumber pendapatan,
kesempatan kerja dan devisa, pendorong pertumbuhan ekonomi sentra-sentra baru di wilayah
sekitar perkebunan karet maupun pelestarian lingkungan dan sumberdaya hayati. Namun
sebagai negara dengan luas areal terbesar dan produksi kedua terbesar dunia, Indonesia masih
menghadapi beberapa kendala, yaitu rendahnya produktivitas, terutama karet rakyat yang
merupakan mayoritas (91%) areal karet nasional dan ragam produk olahan yang masih
terbatas, yang didominasi oleh karet remah (crumb rubber). Rendahnya produktivitas kebun
karet rakyat disebabkan oleh banyaknya areal tua, rusak dan tidak produktif, penggunaan bibit
bukan klon unggul serta kondisi kebun yang menyerupai hutan. Oleh karena itu perlu upaya
percepatan peremajaan karet rakyat dan pengembangan industri hilir.

Melihat perkembangan baik dari segi konsumsi maupun produksi karet dunia, dalam tahun-
tahun mendatang dipastikan masih akan terus meningkat. Indonesia merupakan penghasil
karet sekaligus sebagai salah satu basis manufaktur karet dunia. Tersedianya lahan yang luas
memberikan peluang untuk menghasilkan karet alami yang lebih besar lagi dengan menambah
areal perkebunan karet. Tetapi lebih utama dari itu, produksi karet alam bisa ditingkatkan
dengan meningkatkan teknologi pengolhan karet untuk meningkatkan efisiensi, dengan
demikian output (latex) yang dihasilkan dari input (getah) bisa lebih banyak dan menghasilkan
material sisa yang semakin sedikit.

Kondisi agribisnis karet saat ini menunjukkan bahwa karet dikelola oleh rakyat, perkebunan
negara dan perkebunan swasta. Pertumbuhan karet rakyat masih positif walaupun lambat yaitu
1,58%/tahun, sedangkan areal perkebunan negara dan swasta sama-sama menurun 0,15%/th.
Oleh karena itu, tumpuan pengembangan karet akan lebih banyak pada perkebunan rakyat.
Namun luas areal kebun rakyat yang tua, rusak dan tidak produktif mencapai sekitar 400 ribu
hektar yang memerlukan peremajaan. Persoalannya adalah bahwa belum ada sumber dana
yang tersedia untuk peremajaan. Di tingkat hilir, jumlah pabrik pengolahan karet sudah cukup,
namun selama lima tahun mendatang diperkirakan akan diperlukan investasi baru dalam
industri pengolahan, baik untuk menghasilkan crumb rubber maupun produk-produk karet
lainnya karena produksi bahan baku karet akan meningkat dan ini dapat dilihat pada tahun
2005 perdagangan karet di Indonesia mengalami surplus sebesar US $ 2,9 juta dimana nilai
ekspor lebih besar dibanding nilai impor. Potensi surplus ini masih bisa naik lagi mengingat
kebutuhan karet dunia yang terus meningkat, ditambah lagi apabila didukung pengurangan
volume impor karet dengan tercukupinya kebutuhan karet dalam negeri.

11

Anda mungkin juga menyukai