Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

“SYRAT KERJA DAN JENIS POMPA PERTANIAN”

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dari Dosen Pengampu Mata Kuliah

“ MEKANISME PERTANIAN”

Disusun oleh :

Muhammad Ulil Albab (15542012742)

Bahdi (15542012733)

FAKULTAS ILMU PERTANIAN

UNIVERSITAS ACHMAD YANI BANJARBARU

2017
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tanaman kelapa sawit memiliki nama latin (Elaeis guineensis Jacq) saat ini
merupakan salah satu jenis tanaman perkebunan yang menduduki posisi penting disektor
pertanian umumnya, dan sektor perkebunan khususnya, hal ini disebabkan karena dari
sekian banyak tanaman yang menghasilkan minyak atau lemak, kelapa sawit yang
menghasilkan nilai ekonomi terbesar per hektarnya di dunia (Balai Informasi Pertanian,
1990).
Melihat pentingnya tanaman kelapa sawit dewasa ini dan masa yang akan datang,
seiring dengan meningkatnya kebutuhan penduduk dunia akan minyak sawit, maka perlu
dipikirkan usaha peningkatan kualitas dan kuantitas produksi kelapasawit secara tepat
agar sasaran yang diinginkan dapat tercapai. Salah satu diantaranya adalah pengendalian
hama dan penyakit. (Sastrosayono 2003).
Tanaman kelapa sawit adalah tanaman penghasil minyak nabati yang dapat
menjadi andalan dimasa depan karena berbagai kegunaannya bagi kebutuhan manusia.
Kelapa sawit memiliki arti penting bagi pembangunan nasional Indonesia. Selain
menciptakan kesempatan kerja yang mengarah pada kesejahteraan masyarakat, juga
sebagai sumberdevisa negara. Penyebaran perkebunan kelapa sawit di Indonesia saat ini
sudah berkembang di 22 daerah propinsi. Luas perkebunan kelapa sawit pada tahun 1968
seluas 105.808 hadengan produksi 167.669 ton, pada tahun 2007 telah meningkat
menjadi 6.6 juta ha dengan produksi sekitar 17.3 juta ton CPO (Sastrosayono 2003).
Tanaman kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan primadona Indonesia.
Di tengah krisis global yang melanda dunia saat ini, industri sawit tetap bertahan dan
memberi sumbangan besar terhadap perekonomian negara. Selain mampu menciptakan
kesempatan kerja yang luas, industri sawit menjadi salah satu sumber devisa terbesar bagi
Indonesia.
Data dari Direktorat Jendral Perkebunan (2008) menunjukkan bahwa terjadi
peningkatan luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia, dari 4 713 435 ha pada
tahun 2001 menjadi 7.363.847 ha pada tahun 2008 dan luas areal perkebunan kelapa
sawit ini terus mengalami peningkatan. Peningkatan luas areal tersebut juga diimbangi
dengan peningkatan produktifitas. Produktivitas kelapa sawit adalah 1.78 ton/ha pada
tahun 2001 dan meningkat menjadi 2.17 ton/ha pada tahun 2005. Hal ini merupakan
kecenderungan yang positif dan harus dipertahankan. Untuk mempertahankan
produktifitas tanaman tetap tinggi diperlukan pemeliharaan yang tepat dan salah satu
unsur pemeliharaan Tanaman Menghasilkan (TM) adalah pengendalian hama dan
penyakit. Sektor perkebunan merupakan salah satu potensi dari subsektor pertanian yang
berpeluang besar untuk meningkatkan perekonomian rakyat dalam pembangunan
perekonomian Indonesia. Pada saat ini, sektor perkebunan dapat menjadi penggerak
pembangunan nasional karena dengan adanya dukungan sumber daya yang besar,
orientasi pada ekspor, dan komponen impor yang kecil akan dapat menghasilkan devisa
non migas dalam jumlah yang besar.
Produktivitas kelapa sawit sangat dipengaruhi oleh teknik budidaya yang
diterapkan. Pemeliharaan tanaman merupakan salah satu kegiatan budidaya yang sangat
penting dan menentukan masa produktif tanaman. Salah satu aspek pemeliharaan
tanaman yang perlu diperhatikan dalam kegiatan budidaya kelapa sawit adalah
pengendalian hama dan penyakit. Pengendalian hama dan penyakit yang baik dapat
meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman. Berdasarkan hal tersebut diatas maka
penulis tertarik untuk menyusun makalah ini dengan tema “ Budidaya Kelapa Sawit”.

B. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah budidaya tanaman kelapa sawit ini antara lain :
1. Mengetahui cara penanaman kelapa sawit dengan baik dan benar.
2. Mengetahui cara budidaya tanaman kelapa sawit dan teknik pengendalian hama dan
penyakit.
3. Mengetahui tata cara pengolahan hasil panen tanaman kelapa sawit.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tahap penanaman Kelapa Sawit


1. Persiapan Lahan
Pembukaan lahan merupakan salah satu tahapan kegiatan dalam budidaya
Kelapa Sawit yang sudah ditentukan jadwalnya berdasarkan tahapan pekerjaan yang
akan dilakukan sesuai dengan jenis lahannya (areal) hutan, areal alang-alang, areal
gambut. Supaya areal tersebut dapat ditanami Kelapa sawit maka areal tersebut harus
bersih dari vegetasi atau semak belukar yang akan mengganggu pertumbuhan dan
perkembangan tanaman pokok. Sedangkan untuk memudahkan dalam pengelolaan
tanaman Kelapa sawit dibutuhkan suatu perencanaan tata ruang kebun yang
direncanakan pada saat pembukaan lahan dan sebelum penanaman Kelapa sawit
(Setyamidjaja, 2003).

2. Pembibitan Bibit
merupakan produk yang dihasilkan dari suatu proses pengadaan bahan tanaman
yang dapat berpengaruh terhadap pencapaian hasil produksi pada masa selanjutnya.
Pembibitan merupakan langkah awal dari seluruh rangkaian kegiatan budidaya
tanaman kelapa sawit. Melalui tahap pembibitan sesuai standar teknis diharapkan
dapat dihasilkan bibit yang baik dan berkualitas. Bibit kelapa sawit yang baik adalah
bibit yang memiliki kekuatan dan penampilan tumbuh yang optimal serta
berkemampuan dalam menghadapi kondisi cekaman lingkungan pada saat
pelaksanaan penanaman (transplanting). Menurut Setyamidjaja, (2006), untuk
menghasilkan bibit yang baik dan berkualitas seperti tersebut di atas, diperlukan
pedoman kerja yang dapat menjadi acuan, sekaligus kontrol selama pelaksanaan di
lapang. Untuk itu berikut ini disampaikan tahapan pembibitan, mulai dari persiapan,
pembibitan awal dan pembibitan utama.
3. Pemilihan Lokasi
Penentuan lokasi pembibitan perlu memperhatikan beberapa persyaratan
sebagai berikut:
a. Lokasi Pembibitan mempunyai jalan yang mudah dijangkau dan mempunyai
kondisi baik.
b. Areal harus jauh dari sumber hama dan penyakit, serta mempunyai sanitasi
yang baik.
c. Dekat dengan tenaga kerja lapangan sehingga memudahkan dalam
pengawasan.
d. Dekat dengan tempat pengambilan media tanam untuk pembibitan. Drainase
baik, sehingga pada musim hujan tidak tergenang air.
e. Dekat dengan sumber air dan air tersedia cukup untuk penyiraman, dengan
kualitas yang memenuhi syarat.
f. Areal diusahakan mempunyai topografi datar dan berada di tengah-tengah
Kebun
g. Areal pembibitan harus terletak sedekat mungkin dengan daerah yang
direncanakan untuk ditanami dengan memperhitungkan biaya pengangkutan
bibit

4. Luas Pembibitan
Kebutuhan areal pembibitan umumnya 1,0–1,5% dari luas areal pertanaman
yang direncanakan. Luas areal pembibitan yang dibutuhkan bergantung pada jumlah
bibit dan jarak tanam yang digunakan. Dalam menentukan luasan pembibitan perlu
diperhitungkan pemakaian jalan, yang untuk setiap hektar pembibitan diperlukan
jalan pengawasan sepanjang 200 m dengan lebar 5 m.
5. Sistem Pembibitan
Pembibitan kelapa sawit dapat dilakukan dengan menggunakan satu atau dua
tahapan pekerjaan, tergantung kepada persiapan yang dimiliki sebelum kecambah
dikirim ke lokasi pembibitan. Untuk pembibitan yang menggunakan satu tahap
(single stage), berarti penanaman kecambah kelapa sawit langsung dilakukan ke
pembibitan utama (Main Nursery). Sedangkan pada sistem pembibitan dua tahap
(double stage), dilakukan pembibitan awal (Pre Nursery) terlebih dahulu selama ± 3
bulan pada polybag berukuran kecil dan selanjutnya dipindah ke pembibitan utama
(Main Nursery) dengan polybag berukuran lebih besar. Sistem pembibitan dua tahap
banyak dilaksanakan oleh perusahaan perkebunan, karena memiliki beberapa
keuntungan, antara lain:
a. Terjaminnya bibit yang akan ditanam ke lapangan, karena telah melalui beberapa
tahapan seleksi, baik di pembibitan awal maupun di pembibitan utama.
b. Seleksi yang ketat (10%) di pembibitan awal dapat mengurangi keperluan tanah
dan polybag besar di pembibitan utama.
c. Kemudahan dalam pengawasan dan pemeliharaan serta tersedianya waktu
persiapan pembibitan utama pada tiga bulan pertama.

6. Media Tanam
Media tanam yang digunakan seharusnya adalah tanah yang berkualitas baik,
misalnya tanah bagian atas (top soil) pada ketebalan 10-20 cm. Tanah yang digunakan
harus memiliki struktur yang baik, gembur, serta bebas kontaminasi (hama dan
penyakit, pelarut, residu dan bahan kimia). Bila tanah yang akan digunakan kurang
gembur dapat dicampur pasir dengan perbandingan pasir : tanah = 3 : 1 (kadar pasir
tidak melebihi 60%). Sebelum dimasukkan ke dalam polybag, campuran tanah dan
pasir diayak dengan ayakan kasar berdiameter 2 cm. Proses pengayakan bertujuan
untuk membebaskan media tanam dari sisa-sisa kayu, batuan kecil dan material
lainnya.

7. Kantong Plastik (Polybag)


Ukuran polybag tergantung pada lamanya bibit di pembibitan. Pada tahap
pembibitan awal (Pre-Nursery), polybag yang digunakan berwarna putih atau hitam
dengan ukuran panjang 22 cm, lebar 14 cm, dan tebal 0,07 mm. Setiap polybag dibuat
lubang diameter 0,3 cm sebanyak 12-20 buah. Pada tahap pembibitan utama (Main-
Nursery) digunakan polybag berwarna hitam dengan ukuran panjang 50 cm, lebar 37-
40 cm dan tebal 0,2 mm. Pada setiap polybag dibuat lubang diameter 0,5 cm
sebanyak 12 buah pada ketinggian 10 cm dari bawah polybag.

8. Pembibitan Awal (Pre-Nursery)


Benih yang sudah berkecambah dideder dalam polybag kecil, kemudian
diletakkan pada bedengan-bedengan yang lebarnya 120 cm dan panjang bedengan
secukupnya. Ukuran polybag yang digunakan adalah 12 x 23 cm atau 15 x 23 cm (
lay flat ). Polybag diisi dengan 1,5 – 2,0 kg tanah atas yang telah diayak. Tiap
polybag diberi lubang untuk drainase. Kecambah ditanam sedalam ± 2 cm dari
permukaan tanah dan berjarak 2 cm. Setelah bibit dederan yang berada di prenursery
telah berumur 3 – 4 bulan dan berdaun 4 – 5 helai, bibit dederan sudah dapat
dipindahkan ke pembibitan utama (main-nursery). Keadaan tanah di polybag harus
selalu dijaga agar tetap lembab tapi tidak becek. Pemberian air pada lapisan atas tanah
polybag dapt menjaga kelembaban yang dibutuhkan oleh bibit. Penyiraman dengan
sistem springkel irrigation sangat membantu dalam usaha memperoleh kelembaban
yang diinginkan dan dapat melindungi bibit terhadap kerusakan karena siraman. 2.4.7
Pembibitan Utama ( Main-Nursery ) Untuk penanaman bibit pindahan dari dederan
dibutuhkan polybag yang lebih besar, berukuran 40 cm x 50 cm atau 45 cm x 60 cm
(lay flat), tebal 0,11 mm dan diberi lubang pada bagian bawahnya untuk drainase.
Polybag diisi dengan tanah atas yang telah diayak sebanyak 15 – 30 kg per polybag,
disesuaikan dengan lamanya bibit yang akan dipelihara (sebelum dipindahkan) di
pesemaian bibit (Setyamidjaja, 2006). Bibit dederan ditanam sedemikian rupa
sehingga leher akar berada pada permukaan tanah polybag besar dan tanah sekitar
bibit di padatkan agar bibit berdiri tegak. Bibit pada polybag besar kemudian disusun
di atas lahan yang telah diratakan, dibersihkan dan diatur dengan hubungan sistem
segitiga sama sisi dengan jarak misalnya 100 cm x 100 cm x 100 cm (Setyamidjaja,
2006).

9. Pemeliharaan (pada pembibitan)


Bibit yang yang telah ditanam di prenursery atau nursery perlu dipelihara
dengan baik agar pertumbuhannya sehat dan subur, sehingga bibit akan dapat
dipindahkan ke lapang sesuai dengan umur dan saat tanam yang tepat.
Pemeliharaan bibit meliputi :
a. Penyiraman
1) Penyiraman bibit dilakukan dua kali sehari, kecuali apabila jatuh hujan
lebih dari 7 – 8 mm pada hari yang bersangkutan.
2) Air untuk menyiram bibit harus bersih dan cara menyiramnya harus
dengan semprotan halus agar bibit dalam polybag tidak rusak dan
tanah tempat tumbuhnya tidak padat.
3) Kebutuhan air siraman ± 2 liter per polybag per hari, disesuaikan
dengan umur bibit.
b. Penyiangan
1) Gulma yang tumbuh dalam polybag dan di tanah antara polybag harus
dibersihkan, dikored atau dengan herbisida
2) Penyiangan gulma harus dilakukan 2-3 kali dalam sebulan atau
disesuaikan dengan pertumbuhan gulma.
c. Pengawasan dan seleksi
1) Pengawasan bibit ditujukan terhadap pertumbuhan bibit dan
perkembangan gangguan hama dan penyakit 2.Bibit yang tumbuh
kerdil, abnormal, berpenyakit dan mempunyai kelainan genetis harus
dibuang.
2) Pembuangan bibit (thinning out) dilakukan pada saat pemindahan ke
main nursery, yaitu pada saat bibit berumur 4 bulan dan 9 bulan, serta
pada saat pemindahan bibit ke lapangan. Menurut (Setyamidjaja,
2006), seleksi dilakukan sebanyak tiga kali. Seleksi pertama dilakukan
pada waktu pemindahan bibit ke pembibitan utama. Seleksi kedua
dilakukan setelah bibit berumur empat bulan di pembibitan utama.
Seleksi terakhir dilakukan sebelum bibit dipindahkan ke lapangan.
Bibit dapat dipindahkan ke lapangan setelah berumur 12-14 bulan.
d. Pemupukan
1) Pemupukan bibit sangat penting untuk memperoleh bibit yang sehat,
tumbuh cepat dan subur.
2) Pupuk yang diberikan adalah Urea dalam bentuk larutan dan pupuk
majemuk.

B. Jenis dan teknik Pengendalian Hama penyakit Kelapa Sawit


1. Hama yang menyerang tanaman kelapa sawit
a. Hama Tungau
Penyebab : Tungau merah ( Oligonychus ). Tungau ini berukuran 0,5 mm, hidup
disepanjang tulang anak daun sambil mengisap cairan daun sehingga warna daun
berubah menjadi mengkilat berwarna bronz. Hama ini berkembang pesat dan
membahayakan dalam keadaan cuaca kering pada musim kemarau.Gangguan
tungau pada pesemaian dapat mengakibatkan rusaknya bibit.
Pengendalian : penyemprotan dengan akarisida Tetradifon (Tedion) 0,1 – 0,2 %.
Racun ini dapat digunakan dengan baik karena tidak membunuh musuh alaminya.
b. Hama serangga.
Penyebab : Hama ulat setora (Setora nitens). Kupu-kupu Setora meletakkan
telurnya di bawah permukaan daun dekat pada ujungnya. Ulat Setora memakan
daun dari bawah, sehingga kadang-kadang yang tersisa hanya lidinya saja.
Pengendalian : Ulat ini dapat dikendalikan dengan penyemprotan racun kontak,
misalnya Hostation 25 ULV, Sevin 85 ES, Dursban 20 EC dengan konsentrasi 0,2
– 0,3%
c. Kumbang oryctes
Penyebab : Oryctes rhinoceros. Gejala serangan : Kumbang dewasa masuk ke
dalam daerah titik tumbuh dan memakan bagian yang lunak.bila serangan
mengenai titik tumbuh, tanaman akan mati, tetapi bila makan bakal daun hanya
menyebabkan daun dewasa rusak seperti terpotong gunting.
Pengendalian : untuk mencegah berkembangnya hama ini, kebersihan di sekitar
tanaman harus dijaga baik. Sampah-sampah atau pohon yang mati dibakar agar
larva hama ini mati. Pemberantasan secara biologis dengan menggunakan
cendawan Metharrizium anisopliae dan virus Baculovirus oryctes.
d. The oil palm bunch moth
Penyebab : Ngengat Tirathaba mundella. Gejala serangan : Telur-telur Tirathaba
diletakkan pada tandan buah terutama pada buah-buah yang telah masak atau
busuk. Setelah menetas, ulat atau larva melubangi buah-buah muda atau memakan
permukaan buah yang matang.
Pengendalian : Ulat Tirathaba dapat dikendalikan dengan Dipterex atau
Thiodan. Caranya : 0,55 kg Dipterex atau Thiodan dilarutkan dalam air sebanyak
370 liter (dosis per hektar) dan diaduk sampai merata, selanjutnya disemprotkan
pada kelapa sawit yang terserang ulat Tirathaba tersebut.
e. Mamalia
Hama yang termasuk mamalia (binatang menyusui) adalah babi hutan dan
kera. Hama ini sangat merusak tanaman kelapa sawit. Di beberapa daerah tertentu
di Sumatera, gajah sering menyebabkan kerusakan yang serius pada tanaman
kelapa sawit muda. Selain itu juga tikus (rodentia) merupakan hama yang
merusak (memakan) buah kelapa sawit yang sudah tua.
Pengendalianya : dengan cara biologi yaitu dengan cara memeliraha hewan
peredator yg memangsa hewan tersebut. Salah satu contohnya adalah memelihara
burung hantu atau ular yang bisa(racun) sudah di hilangkan sehingga tidak
membahayakan bagi para pekerjayang tujuannya untuk membasmi hama tikus.

2. Penyakit yang paling sering menyerang tanaman kelapa sawit


a. Penyakit akar Blast disease
Penyebab : cendawan Rhyzoctonia lamellifera dan Phytium sp.
Gejala serangan :
1) Bila menyerang pesemaian dapat menyebabkan kematian bibit secara
mendadak.
2) Bila menyerang tanaman dewasa akan menyebabkan daun menjadi layu,
kemudian tanaman mati.
3) Kalau perakaran tanaman dilihat, tampak adanya pembusukan pada akar.
Pengendalian :
1) Pembuatan pesemaian yang baik agar pertumbuhan bibit sehat dan kuat.
2) Pemberian air irigasi pada musim kemarau dapat mencegah terjadinya
gangguan penyakit ini.
b. Penyakit garis kuning pada daun
Penyebab : cendawan Fusarium oxysporum
Gejala serangan :
1) Infeksi penyakit sudah terjadi pada saat daun belum membuka.
2) Setelah daun membuka akan tampak adanya bulatan-bulatan oval berwarna
kuning pucat mengelilingi warna coklat tempat konidiofora.
3) Bagian-bagian tersebut kemudian mengering.
Pengendalian : Menanam bibit yang bebas dari infeksi penyakit ini
c. Penyakit batang dry basal rot.
Penyebab : cendawan Ceratocyctis paradoxa.
Gejala serangan :
1) Tandan buah yang sedang berbunga mengalami pembusukan.
2) Pelepahnya mudah patah, tetapi daun tetap berwarna hijau untuk beberapa
saat, meskipun pada akhirnya akan membusuk dan mongering.
3) Semua gejala tersebut sesungguhnya disebabkan karena terjadinya
pembusukan (busuk kering) pada pangkal batang.
Pengendalian : Menanam bibit yang bebas dari infeksi penyakit ini.
d. Penyakit busuk tandan (bunch rot)
Penyebab : cendawan Marasmius palmivorus sharples.
Gejala serangan :
1) Penyakit ini menyerang tanaman berumur 3 – 10 tahun.
2) Menyerang buah yang matang dan dapat menembus daging buah, sehingga
menurunkan kualitas minyak sawit.
Pengendalian :
1) Tindakan pencegahan dilakukan dengan melakukan penyerbukan buatan dan
sanitasi kebun terutama pada musim hujan.
2) Membuang semua bunga dan buah yang membusuk dan membakar tandan
buah yang terserang.
3) Dapat disemprot dengan menggunakan Difolatan atau Actidone dengan
konsentrasi
0,2 % atau sebanyak 0,7 liter/ha dengan interval waktu 2 minggu sekali.

C. Pengolahan Hasil Panen Kelapa Sawit


1. Identifikasi Tanaman Siap Panen
Dalam budidaya kelapa sawit panen merupakan salah satu kegiatan penting dan
merupakan saat-saat yang ditunggu oleh pemilik kebun, karena saat panen adalah
indikator akan dimulainya pengembalian inventasi yang telah ditanamkan dalam
budidaya. Melalui pemanenan yang dikelola dengan baik akan diperoleh produksi
yang tinggi dengan mutu yang baik dan tanaman mampu bertahan dalam umur yang
panjang.
Pemanen kelapa sawit yang salah akan mengakibatkan rendahnya produksi dan
pendeknya usia ekonomis. Oleh karena itu, pemanenan harus dilakukan dengan tepat
agar tanaman tetap berproduksi baik dan diperoleh mutu yang baik. Selain itu setelah
panen harus segera dilakukan penanganan pasca panen menginggat tandan buah
kelapa sawit akan cepat mengalami penurunan mutu dalam waktu 24 jam setelah
panen.
Pertanyaan yang pertama kali muncul dalam benak pemilik kebun kepala sawit
adalah kapan panen pertama/perdana dilakukan agar segera diperoleh hasil (baca
uang) dan tidak merusak tanaman kelapa sawit. Penentuan panen pertama secara
umum dilakukan berdasarkan umur tanaman dan dikoreksi melalui performa tanaman.
Hal ini bermakna meskipun tanaman telah memiliki umur yang cukup untuk
menghasilkan tandan buah sawit, tetapi bilamana performa tanaman, khususnya
bonggol dan ukuran tandan buah terlaku kecil (kurang ari 3 kg) maka umur pertama
panen di tunda dengan membuang bunga dan bakal buah yang ada.
Kelapa Sawit sudah mulai berbunga, tetapi tandan buah segar yang dihasilkan
belum mencapai 3 kg sehingga tanaman belum dapat dikategorikan sebagai tanaman
menghasilkan. Bilamana performa/penampilan bonggol batang belum cukup kekar
tetapi sudah berbunga, maka pada tanaman tersebut harus diablasi yaitu pembuangan
bunga untuk membuang tandan kecil (kurang dari 3 kg) pada tanaman baru berbuah
dan untuk mendorong pertumbuhan tanaman agar diperoleh pertumbuhan tanaman
yang seragam. Secara normal kelapa sawit yang tumbuh subur sudah dapat
menghasilkan buah serta siap dipanen pertama pada umur sekitar 3,5 tahun jika
dihitung mulai dari penanaman biji kecambah di pembibitan. Namun jika dihitung
mulai penanaman di lapangan maka tanaman berbuah dan siap panen pada umur 2,5
tahun.

2. Identifikasi Tandan Buah Masak


Jumlah dan mutu minyak yang dihasilkan kelapa sawit bergantung dari berbagai
faktor, dan salah satu faktor terpenting adalah kematangan buah pada saat dipanen dan
penangananya sampai di PKS. Panen harus menghasilkan tandan buah segar pada
kematangan optimal, pemanenan pada tandah buah mentah (belum optimal) cenderung
akan mengakibatkan berkurangnya jumlah minyak yang dihasilkan, dan sebaliknya
pemanenan yang terlalu matang dan penanganan yang lambat atau busuk akan
menghasilkan minyak dengan kandungan Free Fatty Acid (asam lemak bebas) yang
tinggi.
Tanaman kelapa sawit rata-rata menghasilkan buah 20-22 tandan/tahun. Pada
tanaman yang semakin tua produktivitasnya semakin menurun menjadi 12 14
tandan/tahun. Banyaknya buah yang terdapat dalam satu tandan tergantung pada faktor
genetik, umur, lingkungan dan teknik budidaya. Jumlah buah pertandan pada tanaman
yang cukup tua mencapai 1600 buah. Matang panen kelapa sawit dapat dilihat secara
visual dan secara fisiologi. Secara visual dapat dilihat dari perubahan warna kulit buah
menjadi merah jingga, sedangkan secara fisiologi dapat dilihat dari kandungan minyak
yang maksimal dan kandungan asam lemak bebas yang minimal.
Pada saat matang tersebut dicirikan pula oleh membrondolnya buah. Kriteria
tandan buah yang masak pada tanaman muda dan tanaman menghasilkan sedikit
berbeda. Pada tanaman muda yang baru pertama kali dipanen, kriteria matang tandan
matang panen berupa 1-2 brondolan per tandan perlu digunakan mengingat tandan
masih kecil dan cepat masak. Standar ini harus disesuaikan berdasarkan kondisi iklim
setempat dan pengalaman pekerja. Ciri tandan matang panen adalah sedikitnya ada 5
buah yang lepas/jatuh dari tandan yang beratnya kurang dari 10 kg atau sedikitnya ada
10 buah yang lepas dari tandan yang beratnya 10 kg atau lebih.
Ciri-ciri lain yang digunakan adalah apabila sebagian buah sudah membrondol
(jatuh di piringan). Secara alamiah dan bobot rata-rata tandan sudah mencapai 3 kg.
Jumlah brondolan buah inilah yang dijadikan dasar untuk memanen tandan buah, yaitu
tanaman dengan umur kurang dari 10 tahun, jumlah brondolan kurang lebih 10 butir
dan tanaman dengan umur lebih 10 tahun, jumlah brondolan sekitar 15-20 butir.
Namun secara praktis digunakan kriteria umum yaitu pada setiap 1 kg tandan buah
segar (TBS) terdapat 2 brondolan.
Kriteria panen yang diharapkan adalah bila tingkat kematangan buah sudah
mencapai fraksi kematangan 1–3 dimana persentase buah luar yang jatuh sekitar 12,5
%-75 %. Ada dua jenis sistem panen, yaitu sistem giring dan sistem tetap.
3. Persiapan Panen
Teknik panen yang baik bertujuan untuk memperoleh jumlah minyak maksimum
dengan kualitas yang paling baik. Untuk mencapai maksud ini perlu kematangan buah
yang optimum, selang panen yang tepat, metode pengumpulan buah, dan
pengangkutan hasil yang baik ke pabrik pengolahan buah sawit.
Aspek yang paling penting diperhatikan dalam panen dan pengangkutan buah
adalah hal-hal yang mempengaruhi kualitas akhir dari minyak sawit, khususnya
menyangkut kadar asam lemak bebas. Jadi, untuk mendapatkan hasil panen yang
berkualitas tinggi sebaiknya dibuat persiapan panen yang baik.
Tanaman kelapa sawit mulai berbunga dan membentuk buah setelah umur 2-3
tahun. Buah akan menjadi masak sekitar 5-6 bulan setelah penerbukan. Agar panenan
berjalan lancar, tempat pengumpulan hasil (TPH) harus dipersiapkan dan jalan
pengangkutan hasil (pasar pikul) diperbaiki untuk memudahkan pengangkutan hasil
panen dari kebun ke pabrik. Para pemanen juga harus mempersiapkan peralatan yang
akan digunakan. Pemanenan kelapa sawit perlu memperhatikan beberapa ketentuan
umum agar tandan buah segar (TBS) yang dipanen sudah matang, sehingga minyak
kelapa sawit yang dihasilkan bermutu baik.
4. Kriteria Tanaman Menghasilkan
Agar tanaman belum menghasilkan (TBM) dapat digolongkan menjadi tanaman
menghasilkan (TM), maka perlu diperhatikan kriteria berikut.
a) Kerapatan panen telah mencapai 60% atau lebih
b) Bobot tandan rata-rata lebih berat daripada 3 kg.
c) Angka sebaran panen lebih banyak daripada 5.

Tabel. Tingkatan TBS yang dipanen

Tingkat Jumlah Brondolan Kematangan


1-12,5% buah luar membrondol
0. Mentah
12,5-25% buah luar membrondol
1. Kurang matang
25-50% buah luar membrondol
2. Matang I
50-75% buah luar membrondol
3. Matang II
75-100% buah luar membrondol
4. Lewat matang I
Buah dalam juga membrondol, dan
5. Lewat matang II
ada buah yang busuk

Sumber: Pusat Penelitan Marihat, 1983

Jadi, berdasarkan tingkat TBS yang dipanen tersebut di atas, maka derajat
kematangan yang baik adalah jika tandan-tandan yang dipanen berada tingkat 1,2, dan
3.
Secara ideal dengan mengikuti ketentuan dan kriteria matang panen dan
terkumpulnya brondolan serta pengangkutan yang lancar, maka dalam suatu panenan
akan diperoleh komposisi tingkat tandan segar sebagai berikut.
1) Jumlah brondolan di pabrik sekitar 25% dari berat tandan seluruhnya.
2) Tandan yang terdiri atas tingkat kematangan 2 dan 3 minimal 65% dari jumlah
tandan.
3) Tandan yang terdiri atas tingkat kematangan 1 maksimal 20% dari jumlah
tandan.
4) Tandan yang terdiri atas tingkat kematangan 4 dan 5 maksimal 15% dari
jumlah tandan.
Untuk memperoleh tingkat kematangan tandan perlu diatur frekuensi panen atau
putaran panen di suatu kebun. Dalam keadaan yang tidak terhindarkan, dapat saja hasil
panenan dari tingkat kematangan tandan yang lebih tinggi, sehingga komposisi tandan
buah segar (TBS) dengan tingkat kematangan (3 dan 4) : 65%, mulai matang (2) :
20%, dan lewat matang (5) : 15%. Dengan komposisi demikian akan diperoleh
produksi minyak maksimum dengan biaya minimum dan asam lemak bebas (ALB)
masih berada di bawah 5%.
5. Frekuensi panen
Untuk memperoleh keseragaman kematangan pada standar yang dikehendaki,
maka suatu areal pertanaman harus dipanen setiap hari. Karena hal seperti ini tidak
ekonomis, maka perlu diadakan putaran atau rotasi panen.
Untuk menentukan selang atau interval panen yang tepat perlu dievaluasi
kekurangan setiap panen serta kualitas dan kuantitas maksimum. Sebaiknya memanen
tidak perlu terlalu singkat dan terlalu lama untuk memperoleh kuantitas dan kualitas
hasil serta biaya panen yang optimal. Umumnya putaran panen yang dianjurkan adalah
7-10 hari. Jika selang waktu kurang dari 7 hari, banyak buah kurang matang; tetapi
jika selang waktu lebih dari 10 hari, maka banyak buah kelewat matang; sehingga
tandan buah segar tidak merata matangnya.
6. Pengolahan Hasil Panen
Hasil panen dari kebun merupakan tandan buah segar (TBS) yang harus segera
diangkut ke pabrik pengolahan untuk mendapatkan hasil minyak kelapa sawit yang
bermutu tinggi. Proses pengolahan hasil panen ini berlangsung cukup panjang, dimulai
dari pengangkutan TBS dari lahan pertanaman ke pabrik pengolahan sampai
menghasilkan minyak kelapa sawit dan hasil sampingannya.
Hasil olahan utama TBS pada pabrik pengolahan adalah:
a. Minyak sawit yang merupakan hasil pengolahan daging buah,
b. Minyak inti sawit yang dihasilkan dari ekstraksi inti sawit.
7. Pengangkutan TBS ke Pabrik Pengolahan
Tandan buah segar (TBS) yang baru dipanen harus segera diangkut ke pabrik
dapat segera diolah. Buah yang tidak dapat segera diolah akan mengalami kerusakan
atau akan menghasilkan minyak dengan kadar asam lemak bebas tinggi, sehingga
sangat berpengaruh tidak baik terhadap kualitas minyak yang dihasilkan.
Salah satu upaya untuk menghindari terbentuknya asam lemak bebas adalah
pengangkutan buah dari kebun ke pabrik harus dilakukan secepatnya dan
menggunakan alat angkut yang baik, seperti lori, traktor gandengan, atau truk.
Sebaiknya dipilih alat angkut yang besar, cepat, dan tidak terlalu banyak membuat
guncangan selama dalam perjalanan. Hal ini untuk menjaga agar perlukaan pada buah
tidak terlalu banyak.
Segera setelah sampai di pabrik, pengolahan harus secepatnya ditimbang dulu,
kemudian memasuki tahap-tahap pengelolaan selanjutnya. Tandan buah segar yang
diterima dari kebun harus ditimbang dengan cermat yang nantinya perlu di dalam
proses pengendalian mutu, rendemen hasil yang diperoleh.
TBS yang sudah diterima dari kebun dan sudah ditimbang harus secepat
mungkin masuk pengolahan tahap pertama agar gradasi mutu dapat ditekan sekecil
mungkin, yaitu tahap perebusan atau sterilisasi tanda buah.
BAB III

KESIMPULAN

Setelah ditinjau dari pembuatan makalah ini, maka dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Tanaman kelapa sawit merupakan tanaman yang dibudidayakan yang memerlukan kondisi
lingkungan yang baik atau cocok, agar mampu tumbuh subur dan dapat berproduksi secara
maksimal.
2. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan kelapa sawit antara lain keadaan iklim
dan tanah. Selain itu, faktor yang juga mempengaruhi pertumbuhan kelapa sawit adalah faktor
genetis, perlakuan budidaya, dan penerapan teknolgi.
3. Produktifitas dan hasil produksi tanaman turut dipengaruhi oleh serangan hama dan penyakit.
4. Masing-masing hama dan penyakit memberikan serangan dan gejala yang berbeda-beda pada
tiap bagian tanaman kelapa sawit.
5. Hama yang paling sering dijumpai pada tanaman kelapa sawit adalah ulat api, dan tikus sebagai
hama mamalia yang paling banyak dijumpai.
6. Untuk penyakit yang meyerang tanaman ini, bagian yang paling sering diserang yaitu bagian
daun tanaman.
7. Penyakit pada tanaman ini dapat dikendalikan dengan pemberian herbisida atapunu pestisida,
sedangkan untuk pengendalian hama yang menyerang, dapat dikendaliakan dengan pelepasan
predator dari hama itu sendiri, untk menghindari ledakan hama penyerang tanaman ini.
8. Untuk teknik panen yang baik bertujuan untuk memperoleh jumlah minyak yang maksimum
dengan kualitas yang paling baik.
9. Buah yang dipanen itu harus mencapai optimum kematangannya dengan selang panen yang
tepat, sesuai kriteria matangnya dan pengangkutan hasil yang baik ke pabrik pengolahan buah
sawit.
10. Rendemen minyak (RM) yang diperoleh di pabrik sangat dipengaruhi oleh standar kematangan
buah yang mana buah berubah warna dari hitam menjadi merah oranye hingga kematangan
penuh.
11. Hasil panen dari kebun merupakan tandan buah segar (TBS) yang harus segera diangkut ke
pabrik pengolahan untuk mendapatkan hasil minyak kelapa sait yang bermutu tinggi.
DAFTAR PUSTAKA

Setyamidjaja dan Djoehana. 1991. Budidaya Kelapa sawit. Kanisius. Yogyakarta


Pahan, I. 2006.

Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Penebar Swadaya. Jakarta. 410 hal. Perangin-angin, S.A. 2006.

Pengendalian Gulma di Kebun Kelapa Sawit (Elaeis guinensis Jacq.) Kawan Batu Estate, PT.
Teguh Sempurna, Minamas Plantation, Kalimantan Tengah. Zaman, F.F.S.B. 2006.

Manajemen Pengendalian Hama dan penyakit pada Tanaman Belum Mengahasilkan di


Perkebunan Kelapa Sawit (Elaeis guinensis Jacq.) PT.

Sastrosayono, S., 2003. Budidaya Kelapa Sawit. Agromedia Pustaka, Jakarta. Setyamidjaja, D.
2006. Budidaya Kelapa Sawit. Kanisius. Yogyakarta. 62 Hal. Sunarko, 2008. Petunjuk Praktis
Budidaya dan Pengolahan Kelapa Sawit. Agromedia Pustaka, Jakarta.

http://hendrasagio.blogspot.com/2010/10/blog-post.html. Diakses pada tanggal 20 Maret 2012.

http://id.shvoong.com/exact-sciences/agronomy-agriculture/2122285-panen-kelapa-sawit/.
Diakses pada tanggal 22 Maret 2012.

http://isroi.com/2009/07/29/foto-foto-sawit/. Diakses pada tanggal 20 Maret 2012.

http://kabarsawit.wordpress.com/. Diakses pada tanggal 20 Maret 2012.

http://rony-bujangjumendang.blogspot.com/2012/01/manajemen-panen-kelapa-sawit-
tujuan.html. Diakses pada tanggal 22 Maret 2012.

http://sawitgembala.blogspot.com/2010/08/kegiatan-panen-buah-segar-kelapa-sawit.html.
Diakses pada tanggal 22 Maret 2012.

http://sawitku.wordpress.com/2009/10/31/berbagai-hasil-olahan-dari-kelapa-sawit/. Diakses pada


tanggal 20 Maret 2012.

http://wwwbutonutara.blogspot.com/2011/09/kelapa-sawit-butur-untuk-kepentingan.html.
Diakses pada tanggal 20 Maret 2012.

Tim Bina Karya Tani. 2009. Pedoman Bertanam Kelapa Sawit. Yrama Widya. Bandung.

Anda mungkin juga menyukai