Anda di halaman 1dari 10

POTENSI PENGENDALIAN BIOLOGI UNTUK MEMPERTAHANKAN

PRODUKSI TANAMAN KELAPA SAWIT

JENY LOWU
E28122006

TUGAS DAN MIDTEST MATA KULIAH PERLINDUNGAN TANAMAN


JURUSAN AGRETEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan

karunia-Nya kita dapat menyelesaian “makalah potensi pengendalian biologi

untuk mempertahankan produksi tanaman kelapa sawit”. Makalah ini disusun

untuk memenuhi tugas kuliah pada mata kuliah perlindungan tanaman.

Saya berharap makalah ini dapat berguna bagi penulis dan pembaca.

Semoga makalah ini dapat menambah ilmu dan pengetahuan kita mengenai

perlindungan tanaman . Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini

masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu kami mengharapkan saran dan

kritik yang membangun untuk menyempurnakan makalah ini menjadi lebih baik

lagi.

Kendari, 02 Desember 2023

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Posisi Indonesia sebagai produsen komoditi perkebunan sudah lama
dikenal dipasar internasional. Secara kuantitatif luas perkebunan di Indonesia
berkembang dengancepat, dari 2.23 juta hektar pada tahun 1995 menjadi
12.84 juta hektar pada tahun 2006 (meningkat 475%). Pesatnya perkembangan
usaha perkebunan moderen ini, disatu sisi menggembirakan antara lain karena
dapat meningkatkan devisa negara dan perannyadalam penyediaan lapangan
kerja, disisi lain perlu diwaspadai adanya dampak negatif terhadap ekosistem
alam.
Kekhawatiran perkembangan perkebunan moderen ini akan dapat
teratasi dengan mengembangkan konsep perkebunan berkelanjutan, yang pada
intinya selain memperhatikan pemenuhan kebutuhan manusia yang selalu
meningkat dan berubah, sekaligus mempertahankan atau meningkatkan
kualitas lingkungan dan melestarikan sumber daya alam. Perkebunan
berkelanjutan merupakan pengelolaan sumber daya alam yang berorientasi
terhadap perubahan teknologi dan kelembagaan, sehingga dapat menjamin
pemenuhan dan pemuasan kebutuhan manusia secara berkelanjutan bagi
generasi sekarang dan mendatang.
Upaya pengembangan perkebunan di Indonesia di masa mendatang,
sangat ditentukan oleh seberapa besar kemampuan Indonesia untuk secara
terus-menerus melakukan inovasi dalam mengembangkan dan menemukan
teknologi baru yang lebih produktif, efisien, ramah terhadap lingkungan dan
mampu memberikan manfaat kepada masyarakat sekitar kebun.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penyusunan makalah ini yaitu sebagai
berikut:
1. Apa art pentingnya tanaman?
2. Strategi perkembangan dan kontribusi perkembunan kelapa sawit?
3. Hama dan penyakit serta cara mengatasinya pada tanaman kelapa sawit?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Arti Penting Tanaman
Tanaman memiliki banyak kontribusi untuk manusia dan seluruh
makhluk hidup. Bukan hanya menyediakan oksigen gratis, tapi juga menjadi
tempat penyimpanan karbon yang tidak dimiliki oleh makhluk hidup lain di
bumi.
1. Meredam Gas Rumah Kaca
Pohon berperan penting dalam meredam gas rumah kaca yang
menjadi penyebab utama pemanasan global dan perubahan iklim.
2. Sumber Kehidupan Makhluk Hidup
Selain sebagai tempat penyimpanan karbon, pohon juga berfungsi
untuk konservasi tanah, hingga mengatur siklus air.
3. Menjaga Kualitas Udara
Warga Ibu Kota seringkali ketar-ketir melihat angka kualitas udara,
mengingat sangat berkaitan dengan kesehatan sistem pernapasan.
4. Menyimpan Air
Kualitas dan kuantitas air bersih juga ditentukan oleh pohon.
Pohon berfungsi meregulasi siklus air.
5. Menurunkan Suhu Udara
Pohon dapat menurunkan suhu 5-6⁰C. Bayangkan suhu 30⁰C bisa
terasa jadi 24⁰C. Kalau begitu, rumah yang dipenuhi pepohonan rindang
sepertinya tidak perlu pasang pendingin ruangan.
6. Meredam Kebisingan
Untuk kamu yang tidak suka bising, menanam pohon di rumah bisa
jadi solusi. Selain skill menurunkan suhu udara, pohon juga bisa meredam
kebisingan antara 25-80%.
7. Mengurangi Kekuatan Angin
Peribahasa mengatakan, semakin tinggi pohon, semakin kencang
angin menerpanya.
2.2. Peran Strategis Tanaman Kelapa Sawit
Tahun 2017 luas perkebunan sawit Indonesia telah mencapai 16 juta
ton. Tahun ini sekaligus menjadi salah satu milestone baru dalam
perkembangan industri sawit Indonesia, dimana luas perkebunan rakyat
Indonesia telah mencapai 53 persen, dan berada pada urutan kesatu dalam
proporsi kepemilkan luas lahan sawit Indonesia serta berhasil mengalahkan
dominasi perkebunan swasta.
Perkembanan ini lebih cepat dari prediksi sebelumnya. Dengan
perkembangan ini, tidaklah heran jika industri kelapa sawit Indonesia menjadi
topik yang menarik perhatian masyarakat dunia, karena perkembangannya yang
sangat cepat, menyertai perubahan persaingan pasar global minyak nabati
(Purba, 2017), dan berbagai masalah sosial ekonomi dan lingkungan yang telah
terjadi dan dikaitkan dengan industri kelapa sawit. Byerlee dkk. (2017)
menyatakan bahwa saat ini ada revolusi minyak sayur tropis dimana Indonesia
merupakan aktor penting revolusi tersebut.
Perkebunan kelapa sawit di Indonesia merupakan salah satu pendorong
utama pengembangan perkebunan kelapa sawit Indonesia secara keseluruhan.
Sebelum tahun 1980an, pengembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia
relatif lamban, namun karena perkebunan kelapa sawit rakyat telah revolusioner,
Indonesia telah menjadi produsen minyak sawit terbesar di dunia.
2.3. Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit
Sebelum tahun 1980, petani sawit rakyat belum masuk dan belum menjadi
pelaku dalam perkebunan kelapa sawit Indonesia. Berbagai kendala yang dihadapi
petani sawit rakyat seperti akses ke pasar, keterbatasan modal, dan rendahnya
keterampilan yang dibutuhkan untuk mengelola perkebunan kelapa sawit.
Perkebunan kelapa sawit dipercepat setelah model kemitraan pembangunan
sebagai bentuk sinergi antara petani dan perusahaan berhasil dikembangkan, model
kemitraan sehamparan mungkin bisa dikategorikan sebagai strategi big
push. Pengembangan perkebunan kelapa sawit baik melalui dorongan investasi
yang kuat pada awal konstruksi atau melalui dampak multiplier terutama selama
masa produksi dapat menciptakan pertumbuhan yang substansial dan signifikan.
Melalui pengembangan model kemitraan, daerah di bawah kelapa sawit di
Indonesia meningkat dari sekitar 300 ribu ha pada tahun 1980 menjadi sekitar 11,6
juta ha pada tahun 2016 dan produksi meningkat dari sekitar 700 ribu ton menjadi
35 juta ton CPO pada periode yang sama. Pesatnya pertumbuhan produksi CPO
Indonesia, membuat Indonesia menjadi produsen CPO terbesar di dunia sejak 2006
dan pada 2016 pangsa pasar minyak sawit dunia mencapai 54 persen, sementara
Malaysia berada di posisi kedua dengan pangsa 32 persen.
2.4. Produksi dan Potensi Produksi Tanaman Kelapa Sawit
Menjelang tahun 2030 pangsa perkebunan kelapa sawit rakyat diproyeksikan
meningkat menjadi 60 persen dari total luas perkebunan kelapa sawit nasional. Oleh
karena itu masa depan perkebunan kelapa sawit Indonesia terletak pada perkebunan
sawit rakyat.
Namun demikian, perkebunan kelapa sawit kecil masih menghadapi dua
tantangan utama, yaitu (a) bagaimana meningkatkan produktivitas dan (b)
pengelolaan perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan. Upaya peningkatan
produktivitas dari 3 ton / ha minyak (CPO + PKO) menjadi 5-7 ton / ha memerlukan
strategi penanaman kembali dan peningkatan kultur teknis secara bersamaan.
Dalam meningkatkan kesinambungan (sertifikasi ISPO dan RSPO),
permasalahan yang dihadapi petani adalah legalitas lahan, legalitas usaha, akses
sertifikasi. Solusinya adalah kebijakan kepemilikan pemerintah, perluasan kemitraan
sehamparan dengan pencapaian keberlanjutan, dan petani secara kolektif membangun
organisasi dan mengelola perkebunan kelapa sawit di satu wilayah (yurisdiksi)
dengan model kemitraan.
2.5. Hama dan Penyakit Serta Pengendaliannya
Kelapa sawit sebagai tanaman penghasil minyak sawit dan inti sawit merupakan
salah satu primadona tanaman perkebunan yang menjadi sumber penghasil devisa non
migas bagi Indonesia. Cerahnya prospek komoditi minyak sawit dalam perdagangan
minyak nabati dunia telah mendorong Pemerintah Indonesia untuk memacu
pengembangan ekspor minyak kelapa sawit.
Sejalan dengan meningkatnya pengembangan dan perluasan areal penanaman
maka para petani kerap kali menghadapi beragam serangan hama maupun penyakit yang
menyerang tanaman kelapa sawit. Serangan hama dan penyakit tersebut tampak melalui
gejala-gejala fisik yang timbul pada tanaman, jika tidak segera dikendalikan maka dapat
mengakibatkan rendahnya perkembangan dan produktivitas kelapa sawit.
Pada pertanaman kelapa sawit terdapat hama yang menyerang tanaman sawit
diantaranya yaitu tungau, ulat setora, nematoda, kumbang Oryctes rhinoceros.
1. Tungau
Tungau yang menyerang tanaman kelapa sawit adalah tungau merah
(Oligonychus). Bagian diserang adalah daun. Pengendalian terhadap tungau
merah ini dapat dilakukan dengan penyemprotan dengan akarisida yang
berbahan aktif tetradion 75,2 gr/lt (Tedion 75 EC) disemprotkan dengan
konsentrasi 0,1-0,2%.
2. Ulat Api (Setora nitens)
Telur diletakkan berderet 3-4 baris sejajar dengan permukaan daun
sebelah bawah, biasanya pada pelepah daun ke 16 – 17. Beberapa teknik
pengendalian ulat api yang dapat dilakukan adalah sebagai yaitu:
Pengendalian secara mekanik, yaitu pengutipan ulat ataupun pupa di
lapangan kemudian dimusnahkan, penggunaan parasitoid larva seperti
Trichogramma sp dan predator berupa Eocanthecona sp, Penggunaan virus
seperti Granulosis Baculoviruses, MNPV (Multiple Nucleo Polyhedro
Virus), Penggunaan jamur Bacillus thuringiensis.
3. Nematoda Rhadinaphelenchus cocophilus
Hama ini menyerang akar tanaman kelapa sawit. Serangan nematoda
Rhadinaphelenchus cocopilus menimbulkan gejala berupa daun-daun muda
yang akan membuka menjadi tergulung dan tumbuh tegak. Pengendalian
yang dapat dilakukan yaitu dengan cara tanaman yang terserang diracun
dengan natrium arsenit. Untuk memberantas sumber infeksi, setelah
tanaman mati atau kering dibongkar lalu dibakar.
4. Kumbang Oryctes rhinoceros
Serangan hama ini cukup membahayakan jika terjadi pada tanaman
muda, sebab jika sampai mengenai titik tumbuhnya menyebabkan penyakit
busuk dan mengakibatkan kematian. Pengendalian kumbang ini dilakukan
dengan cara menjaga kebersihan kebun, terutama di sekitar tanaman.
Sampah-sampah dan pohon yang mati dibakar, agar larva hama mati.
Pengendalian secara biologi dengan menggunakan jamur Metharrizium
anisopliae dan virus Baculovirus oryctes.

BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Peranan dan Manfaat Perlindungan Perkebunan Kelapa Sawit
Pertumbuhan produksi minyak kelapa sawit memiliki keterkaitan
dan multiplier effect yang kuat terhadap sumber daya lokal
berbasis output, nilai tambah, pendapatan dan tenaga kerja. Hasil studi Amzul
(2011) dan PASPI (2014) menunjukkan bahwa peningkatan produksi CPO di
daerah pedesaan juga terkait dan memiliki dampak signifikan pada sektor
pedesaan.
Manfaat meningkatkan produksi CPO (misalnya karena konsumsi,
investasi hilir, ekspor) menciptakan sekitar 60 persen di perkebunan kelapa
sawit dan 40 persen lainnya memperoleh keuntungan di luar perkebunan
kelapa sawit seperti lembaga keuangan, hotel, restoran, transportasi,
infrastruktur, pertanian, perikanan, peternakan dan sektor lainnya.
Manfaat ekonomi yang diciptakan oleh perkebunan kelapa sawit tidak
hanya dinikmati oleh perkebunan kelapa sawit, namun juga dinikmati oleh
perkebunan kelapa sawit luar. Dengan kata lain, pertumbuhan perkebunan
kelapa sawit rakyat dengan kemitraan meningkatkan kapasitas ekonomi
pedesaan untuk menghasilkan output, pendapatan dan kesempatan kerja baik
di perkebunan kelapa sawit maupun di pedesaan di daerah pedesaan.
Membangun perkebunan kelapa sawit tidak hanya membangun
pedesaan tapi juga bagian dari pembangunan perkotaan. Manfaat perkebunan
kelapa sawit tidak hanya dinikmati oleh masyarakat yang terlibat langsung di
perkebunan kelapa sawit tetapi juga masyarakat yang tidak terlibat langsung di
perkebunan kelapa sawit, baik di daerah pedesaan maupun
perkotaan (inclusive growth).
Perkebunan kelapa sawit (termasuk perkebunan rakyat) memiliki
dampak positif dan signifikan terhadap Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB). Kenaikan produksi CPO jelas mengarah pada peningkatan PDB.
Dengan besarnya elastisitas produksi CPO terhadap PDB sebesar 2,46, yang
berarti bahwa satu persen kenaikan produksi CPO secara langsung (melalui
kontribusi nilai tambah) atau secara tidak langsung (melalui multiplier value
added sektor lain) akan menyebabkan kenaikan dari 2,46 persen dari PDB
(PASPI 2014).
BAB IV
PENUTUP
Uraian diatas memberikan gambaran bahwa membangun perkebunan yang
berkelanjutan bukanlah hal yang mustahil, meskipun itu semua masih
memerlukan penelitian dan kajian lebih lanjut. Bukan hanya kajian ilmiah
mengenai pupuk dan tanaman saja, namun juga ketersediaan bahan baku,
teknologi pembuatan, hitung- hitungan ekonominya dan masih banyak lagi yang
perlu kita pikirkan bersama. Sistem integrasi dengan tujuan untuk menyelaraskan
dengan keadaan lingkungan, menciptakan kelangsungan produksi yang optimal di
masa yang akan datang dan efisiensi dalam rangka mencapai keuntungan yang
optimal. Meningkatnya keragaman akan memperbaiki produktivitas, stabilitas,
dan pengaruh baik lingkungan disamping mengurangi resiko usaha. Selain itu
tingkat produksi bukan parameter tunggal untuk menilai keberhasilan suatu sistim
pengelolaan. Penurunan degradasi tanah (produktifitas tanah terjamin), mutu atau
kualitas produk sebaiknya juga dijadikan tolok ukur di dalam pengelolaan
perkebunan secara berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
Aryantha, I.P. & D.I. Guest, 1995. Plating method incorporated with selective
media as one step isolation of antagonists against P. cinnamomi Rands,
10th Biennial Australasian Plant Pathology Society Conference, Lincoln
Univ., New Zealand, 28-30 August 1995.
Aryantha, I.P and D.I. Guest, 1996, Bokashi (EM made product) as biocontrol
agent to suppress the growth of Phytophthora cinnamomi, Rands, Fifth
Conference on Technology of Effective Microorganisms, Sara Buri,
Thailand, 10-11 December, 1996.
Aryantha, I.P., R. Cross & D.I. Guest, 2000, Suppression of Phytophthora
cinnamomi Rands in potting mixes amended with uncomposted and
composted animal manure's, Phytopathology (J) 90 (7), 775-782.
Chen X, Sun X, Hu Z, Li M, O'Reilly DR, Zuidema D, Vlak JM, 2000, Genetic
engineering of Helicoverpa armigera single-nucleocapsid
nucleopolyhedrovirus as an improved pesticide, J Invertebr Pathol,
76(2):140-6
Jackson MA, Shasha BS, Schisler DA., 1996, Formulation of Colletotrichum
truncatum Microsclerotia for Improved Biocontrol of the Weed Hemp
Sesbania (Sesbania exaltata), Biol Control, 7(1):107-13.
Koul O, Jain MP, Sharma VK., 2000, Growth inhibitory and antifeedant activity
of extracts from Melia dubia to Spodoptera litura and Helicoverpa
armigera larvae. Indian J Exp Biol, 38(1):63-8.
Lomer CJ, Bateman RP, Johnson DL, Langewald J, Thomas M., 2001, Biological
control of locusts and grasshoppers, Annu Rev Entomol, 46:667-702.
Milus, E.A. and C.E Parsons, 1994, Evaluation of foliar fungicides for controlling
Fusarium head blight of wheat, Plant Disease, 78(7): 697-699.
Papavizas, G.C. and R.D. Lumsden, 1980, Biological control of soilborne fungal
propagules, Annu. Rev. Phytopathol., 18 : 389-413.
Sauerborn J, Doumlrr I I, Abbasher A, Thomas H, Kroschel J., 1996, Electron
Microscopic Analysis of the Penetration Process of Fusarium nygamai, a
Hyperparasite of Striga hermonthica, Biol Control, 7 (1):53-9.

Anda mungkin juga menyukai