MASING
OLEH:
FAKULTAS PERTANIAN
2020
1
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN................................................................................1
4.1. Kesimpulan...................................................................................26
4.2. Saran.............................................................................................26
2
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................27
BAB I
PENDAHULUAN
Afrika Barat. Meskipun demikian, ada yang menyatakan bahwa kelapa sawit
berasal dari Amerika Selatan yaitu Brazil karena lebih banyak ditemukan spesies
kelapa sawit hidup subur diluar daerah asalnya, seperti Malaysia, Indonesia,
Thailand, dan Papua Nugini. Tanaman kelapa sawit memiliki arti penting bagi
perolehan devisa negara dan Indonesia merupakan salah satu produsen utama
dan perkebunan lama dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit. Luas lahan
3
kelapa sawit di Indonesia pada tahun 2009 yaitu 48.880.000 ha, pada 2010 yaitu
51.616.000 ha, pada 2011 yaitu 53.498.000 ha, pada tahun 2012 59.957.000 ha,
peningkatan luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia, dari 4 713 435 ha
pada tahun 2001 menjadi 7.363.847 ha pada tahun 2008 dan luas areal perkebunan
kelapa sawit ini terus mengalami peningkatan. Peningkatan luas areal tersebut
adalah 1.78 ton/ha pada tahun 2001 dan meningkat menjadi 2.17 ton/ha pada
tahun 2005. Hal ini merupakan kecenderungan yang positif dan harus
diperlukan pemeliharaan yang tepat dan salah satu unsur pemeliharaan Tanaman
sumber daya yang besar, orientasi pada ekspor, dan komponen impor yang kecil
akan dapat menghasilkan devisa non migas dalam jumlah yang besar.
diterapkan.
penting dan menentukan masa produktif tanaman. Salah satu aspek pemeliharaan
tanaman yang perlu diperhatikan dalam kegiatan budidaya kelapa sawit adalah
4
pengendalian hama dan penyakit. Pengendalian hama dan penyakit yang baik
sangat toleran terhadap kondisi lingkungan yang kurang baik. Namun, untuk
yang tinggi dibutuhkan kisaran lingkungan tertentu (disebut juga syarat tumbuh
tanaman kelapa sawit). Faktor produktivitas utama pada tanaman kelapa sawit
mutu produksi. Gulma yang berasosiasi ini akan saling memperebutkan bahan-
bahan yang dibutuhkannya, apalagi bila jumlah sangat terbatas bagi keduanya
(Moenandir, 1998).
daya saing tanaman pokok dan melemahkan daya saing gulma. Pemeliharaan
5
tanaman memasuki fase TM. Sedangkan pemeliharaan TM dan dapat
BAB II
6
TINJAUAN PUSTAKA
Kelapa sawit menjadi populer setelah Revolusi Industri pada akhir abad
ke-19 yang menyebabkan permintaan minyak nabati untuk bahan pangan dan
industri sabun menjadi tinggi. Kelapa sawit termasuk tanaman keras (tahunan)
yang mulai menghasilkan pada umur 3 tahun dengan usia produktif hingga 25–30
tahun dan tingginya dapat mencapai 24 meter. Produk utama kelapa sawit adalah
CPO dan CPKO, yang selanjutnya menjadi bahan baku industri hilir pangan
maupun non pangan. Kelapa sawit adalah tanaman penghasil minyak nabati yang
dapat diandalkan, karena minyak yang dihasilkan memiliki berbagai keunggulan
dibandingkan dengan minyak yang dihasilkan oleh tanaman lain. Keunggulan
tersebut diantaranya memiliki kadar kolesterol rendah, bahkan tanpa kolesterol.
Prospek pasar bagi olahan kelapa sawit cukup menjanjikan, karena permintaan
dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang cukup besar
(Sastrosayono, 2003).
7
ulat api Setora nitens, Setothosea asigna dan Darna trima harus terus dimonitor
karena suatu waktu dapat menimbulkan ledakan populasi yang mengakibatkan
kerugian secara ekonomis. Tetapi ada juga hama yang bersifat sementara seperti
gajah, babi hutan, landak, dan hama lain yang sering mengganggu tanaman kelapa
sawit.
Ulat Pemakan Daun Kelapa Sawit (UPDKS) khususnya ulat api S. nitens
pada umumnya menyerang daun pada pelepah bagian atas (Taftazani, 2006).
Daun pada pelepah bagian atas mempakan makanan yang sesuai bagi S. nitens
karena daun kelapa sawit masih muda dan lunak.
Selama ini petani dan pihak pemsahaan memakai cara manual dan
menggunakan insektisida dalam mengendalikan ulat api S. nitens. Sudharto
(2001) menyatakan bahwa pemakaian pestisida yang tems menerus dan tidak
bijaksana menyebabkan resistensi hama meningkatnya populasi hama sekunder,
terbunuhnya agens hayati dan berdampak negatif bagi lingkungan.
2.3. Gulma
8
langsung, 13 misalnya menjadi kontaminan produk pertanian, melukai petani,
menaikkan biaya produksi, menyita waktu petani, atau merusak alat—alat
pertanian. Kerugian yang bersifat tidak langsung misalnya menjadi pesaing
tumbuh tanaman sehingga menurunkan hasil pertanian, pencemaran lingkungan
akibat herbisida yang digunakan untuk mengendalikan gulma, atau mempengaruhi
organisme asli suatu daerah akibat habitatnya diganggu oleh gulma
(Sembodo, 2010).
BAB III
PEMBAHASAN
Kingdom : Plantae
Kelas : Angiospermae
9
Ordo : Monocotyledon
Famili : Arecaceae
Subfamily : Cocoidea
Genus : Elaesis
E. Oleifera
E. odora.
Tanaman kelapa sawit dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu bagian
vegetatif dan bagian generatif. Bagian vegetatif kelapa sawit meliputi akar,
batang, dan daun, sedangkan bagian generatif yang merupakan alat
perkembangbiakan terdiri dari bunga dan buah (Fauzi et al., 2008).
Hama yang sering menyerang tanaman kelapa sawit antara lain ulat
api,ulat kantung dan penggerek tandan buah.
a. Ulat Api
Ulat api merupakan salah satu hama penting tanaman kelapa sawit. Terdapat
banyak spesies ulat api yang menyerang pertanaman kelapa sawit di Sumatera
Utara antara lain: Setothosea asigna, Setora nitens, Darna trima, Birthosea
bisura, dll. Hasil pengamatan Kepala Unit Pembinaan Perlindungan Tanaman
(UPPT) Damuli Kabupaten Labuhanbatu Utara menunjukkan bahwa pada Bulan
Januari 2013, terdapat eksplosif serangan hama ulat api di perkebunan kelapa
sawit milik petani di Dusun X Desa Bandar Manis Desa Kuala Beringin
Kecamatan Kualuh Hulu dengan luas serangan berat ±50 Ha dan ringan 100 Ha.
Jenis ulat yang menyerang adalah Setothosea asigna terlihat dari morfologi ulat
yaitu ulat berwarna hijau kekuningan dengan bercak-bercak yang khas di
punggungnya.
10
Gambar 1. Ulat api Setothosea asigna
Berikut ini biologi dari Setothosea asigna (Purba, dkk., 2005) tersebut:
11
Gambar 2. Daun-daun kelapa sawit melidi karena habis dimakan ulat api
Sumber: Laboratorium Lapangan BBP2TP Medan (2011).
Dalam rangka pengendalian hama ulat api yang sudah eksplosif maka
tindakan cepat perlu segera dilakukan untuk mencegah kerusakan yang lebih besar
dan mengingat serangan dapat meluas serta menghabiskan seluruh daun kelapa
sawit yang ada. Tindakan cepat yang perlu dilakukan adalah penyemprotan
insektisida kimia (fongging) dengan insektisida berbahan aktif dari golongan
piretroid sintetis seperti Deltamethrin (Decis) yang bersifat racun kontak dan
lambung. Insektisida ini diaplikasikan pada masa larva mulai instar dua, tiga,
empat dan lima. Pada fase instar kelima, lapisan lilin ulat api sudah menebal,
sehingga diperlukan jumlah produk dengan konsentrasi yang lebih tinggi (Hendro
dan Qayuum, 2012). Aplikasi dilakukan dengan cara fogging pada sore hingga
malam hari yaitu saat imago dan ulat sedang aktif.
12
Gambar 3. Alat fogger untuk mengendalikan
2. Pengendalian hayati
Menggunakan mikroorganisme entomopatogenik
Pemanfaatan mikroorganisme entomopatogenik dapat mengurangi atau
bahkan menggantikan insektisida kimia sintetis. Khususnya untuk pencegahan
atau pengendalian jangka panjang. Pengendalian ulat api menggunakan bahan
alami terbukti lebih efektif dan efisien (hanya 7% dari biaya pengendalian secara
kimiawi).Jenis-jenis organisme entomopatogenik yang dapat digunakan adalah:
13
Gambar 4. Jamur Cordyceps militaris memarasit pupa S. asigna
Jenis-jenis parasitoid dan predator serta tanaman sumber pakan dan tempat
tinggal yang sudah dikenal dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.
Predator
Parasitoid
Brachymeria lasus
2. - Euphorbia
heterophylla
14
3. Spinaria spinator - Cassia tora
tomentosus
15
Gambar 7. Euphorbia heterophylla
b. Ulat Kantung
Ciri khas utama dari ulat kantong adalah hidupnya di dalam sebuah
bangunan mirip kantong yang berasal dari potongan-potongan daun, tangkai
bunga tanaman inang, di sekitar daerah serangan. Ciri khas yang lain yakni
16
pada bagian tubuh dewasa betina kebanyakan spesies ulat kantong mereduksi
dan tidak mampu untuk terbang. Jantan memiliki sayap dan akan mencari
betina karena bau feromon yang dikeluarkan betina untuk menarik serangga
jantan(Utomo et al., 2007). Karena sifat yang khas ini maka dikatakan jenis
ulat ini sebagai ulat kantong. Tingkat populasi kritis adalah 5-6 ekor/pelepah.
17
Ulat kantong dapat dikendalikan dengan penyemprotan atau dengan injeksi
batang menggunakan insektisida. Jenis insektisida yang biasa digunakan
menggunakan bahan aktif Deltametrin. Contoh produknya adalah Decis 25 EC
dengan dosis anjuran 200-300 ml/Ha.
d. Penerapan Sistem Pengendalian Hama Terpadu
Pengendalian hama terpadu merupakan perpaduan atau kombinasi
pengendalian hama secara terpadu (biologi) dan pengendalian secara kimia.
Dalam hal serangan hama yang terjadi di perkebunan kelapa sawit, pihak
perkebunan mempunyai cara masing-masing dalam pengendaliannya seperti
pemakaian insektisida kimia, menggunakan musuh alami serta menggunakan
jebakan hama.
Hama penggerek tandan buah adalah ngengat Tirathaba mundella. Hama ini
meletakkan telurnya pada tandan buah, dan setelah menetas larvanya (ulat) akan
melubangi buah kelapa sawit. Tirathaba mundella banyak menyerang tanaman
kelapa sawit muda berumur 3-4 tahunan, tetapi pada kondisi tertentu juga ditemui
pada tanaman tua. Gejala serangannya berupa bekas gerekan yang ditemukan pada
permukaan buah dan bunga. Bekas gerekan tersebut berupa faeces dan serat
tanaman.
18
tidak aktif karena larva telah berubah menjadi kepompong. Serangan hama ini
dapat menyebabkan buah aborsi.
d. Tungau
19
aplikasi. Hal ini dilakukan karena daur hidup hama ini sekitar 1 bulan.
Aplikasi semprot diusahakan jangan bersamaan pada semua kebun diatur
supaya tidak ikut mati dan menurun populasinya.
* Menurunkan kelembaban dengan pengendalian gulma
* Monitoring serangan hama selalu dilakukan. Monitoring populasi
dilakukan dengan mengamati jumlah dan intensitas serangan pada tandan
buah kelapa sawit, pohon per pohon, setiap sebulan sekali. Pada tanaman
kelapa sawit tua dianjurkan untuk digunakan teropong. Apabila 30% dari
tanaman kelapa sawit dapat dijumpai paling tidak satu tandan buah
terserang hama ini sampai 50% (pada tanaman muda) atau 60% (pada
tanaman tua), maka perlu dilakukan tindakan pengendalian.
Serangan hama ini cukup membahayakan jika terjadi pada tanaman muda,
sebab jika sampai mengenai titik tumbuhnya menyebabkan penyakit busuk dan
mengakibatkan kematian.Pengendalian kumbang ini dilakukan dengan cara
menjaga kebersihan kebun, terutama di sekitar tanaman. Sampah-sampah dan
pohon yang mati dibakar, agar larva hama mati. Pengendalian secara biologi
dengan menggunakan jamur Metharrizium anisopliae dan virus Baculovirus
oryctes.
20
banyaknya gulma yang berbatang keras, sehingga perlu dengan cara mekanik dulu
baru dengan kimia. Jika dilakukan dengan kimia saja banyak gulma yang tidak
mati. Sedangkan alasan petani sampel menggunakan bahan kimia dalam
pengendalian gulma adalah efeknya relatif cepat dibandingkan dengan hanya
menggunakan cara mekanik (Tabel 10).
Jumlah 40 100
21
dengan dosis 1,5 – 2 liter per hektar. Sedangkan untuk Round-Up dilakukan
sekali setahun dengan dosis 2 – 3 liter per hektar.
Peralatan yang digunakan antara lain cangkul, garuk, dan parang babat.
Rotasi dilakukan satu kali dalam satu bulan, dengan keperluan tenaga kerja 1 - 2
HK/ha untuk setiap kali rotasi. Jumlah keperluan tenaga kerja dipengaruhi oleh
jari-jari piringan serta kerapatan tanaman (Syamsuddin et al., 1999).
22
Pengendalian gulma secara manual pada gawangan dilakukan pada waktu
membangun tanaman kacangan penutup tanah, maka penggarukan dimulai pada
saat penanaman kacangan. Rotasi pada 6 bulan pertama setelah penanaman
dapat dilakukan 2 minggu sekali, pada periode 3 bulan pertama memerlukan
tenaga kerja 20 - 30 HK/ha, dan 3 bulan berikutnya memerlukan 4 - 6 HK/ha
untuk setiap rotasi. Rotasi berikutnya dapat dilakukan sebulan sekali dengan
pemakaian tenaga kerja 3 - 4 HK/ha setiap rotasinya (Syamsuddin et al., 1999).
Pengendalian gulma pada gawangan secara manual dilakukan dengan cara
mencabuti dan menggulung gulma yang tumbuh menjalar, gulma berkayu harus
dipotong dan didongkel agar tidak tumbuh kembali (Lubis, 2008).
23
Pengendalian gulma secara kimia pada tanaman kelapa sawit TM dapat
menggunakan herbisida pra tumbuh dan purna tumbuh. Herbisida purna tumbuh
yang dapat digunakan berbahan aktif Fluroksyfyr, Glifosat, Dicamba,
Dalapon,dan Dicamba. Herbisida pra tumbuh yang dapat digunakan berbahan
aktif Alpachlor, Prometryne, Amertryne, dan Triazine (Lubis, 2008).
24
untuk Ganoderma dilakukan dengan pemberianTrichoderma spp. Penyakit
ini juga banyak dijumpai pada tanaman menghasilkan (TM).
Penyakit yang sering dijumpai pada tanaman kelapa sawit menghasilkan (TM),
yaitu:busuk pangkal batang yang disebabkan oleh jamur Ganoderma boninense,
cara pengendaliannya yaitu dengan menggunakan agen hayatiTrichoderma spp.
Layu fusarium yang disebabkan jamur Fusariumoxysporum, cara pengendalian
dengan agen hayati Trichodermaspp. Penyakit lain yang sering dijumpai pada TM
yaitu gejala-gejala kahat hara.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
4.2. Saran
Adapun saran dari kelompok kami untuk mahasiswa ialah untuk lebih
mencari dari banyak sumber tentang bagaimana penanggulangan hama dan gulma
25
pada tanaman kelapa sawit baik pada fase TBM maupun TM,dan untuk petani
agar lebih mengenal dengan tepat bagaimana cara menanggulangi hama dan
gulma pada kelapa sawit yang ditanam demi menghasilkan hasil yang maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
26
Pahan, I. 2008. Panduan Teknis Budidaya Kelapa Sawit. PT Indopalma Wahana
Hutama. Jakarta.
Sulistyo Bambang, dkk. 2010. Budidaya Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa
Sawit (PPKS). Medan.
Taftazani. 2006. Identifikasi Ulat Pemakan Daun Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis
Jacq.) di PT Edakura Indonesia
27