i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya
yang selalu dicurahkan untuk seluruh hamba-Nya. Rasa syukur juga selalu
terpanjatkan karena atas karunia-Nya, Tim Penulis dapat menyelesaikan makalah
dengan judul “Penyakit Busuk Pucuk pada Tanaman Kelapa (Cocos nucifera L.)
Akibat Serangan Jamur Phytophthora palmivora” dengan sebaik-baiknya.
Penyusunan makalah ini sendiri ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas
terkait pada mata kuliah Hama dan Penyakit Penting Tanaman, Program Studi
Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya.
Tim Penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan yang terdapat dalam
susunan makalah ini. Sehubungan dengan hal itu, kami menyampaikan maaf yang
sebesar-besarnya apabila terdapat kesalahan serta kekeliruan dalam penyusunan
makalah ini. Kritik dan saran yang membangun selalu kami perlukan agar mampu
menjadi pedoman untuk kesempatan penyusunan selanjutnya yang lebih baik
kembali. Tim Penulis juga berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
kita semua.
Tim Penulis
iii
BAB I PENDAHULUAN
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Kerajaan : Stramenopila
Kelas : Oomycetes
Ordo : Peronosporales
Famili : Phytiaceae
Genus : Phytopthora
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Class : Monocotyledonae
Ordo : Palmales
Familia : Palmae
Genus : Cocos
4
c. Daun
Daun pada tanaman kelapa mulai terbentuk sejak biji memasuki fase
perkecambahan dimana tanaman membentuk sekitar 4-6 helai daun pada tingkat
pertama pertumbuhan tersebut. Daunnya sendiri memiliki bentuk selubung yang
memudahkan struktur lembaga serta akar untuk menembus area sabut pada waktu
pertumbuhan berlangsung. Daun kelapa secara umum memiliki susunana daun
majemuk menyirip dengan perbedaan warna di tiap fase pertumbuhannya.
Tanaman kelapa yang memasukki fase pohon muda memiliki warna cenderung
kekuningan, sedangkan untuk tanaman yang sudah masuk fase tua akan memiliki
daun berwarna hijau tua.
Daun kelapa sendiri memiliki beragam manfaat, beberapa di antaranya
berupa bahan baku pembuatan hiasan janur, keranjang sampah, sarang ketupat,
maupun sebagai bahan baku sapu lidi. Selain itu, pucuk daun kelapa juga dapat
dimanfaatkan sebagai bahan pangan serta manggar atau pangkal dari pelepah
kelapa dapat dijadikan sebagai salah satu komposisi dari pembuatan ragi dan juga
gula (Yonandra, 2012).
d. Bunga
Tanaman kelapa mulai memasukki fase pembungaan saat usia tanaman
sudah mencapai 3-4 tahun pada kelapa genjah, 4-8 tahun pada kelapa dalam, dan
pembungaan datang setelah tanaman berusia lebih dari 4 tahun merupakan ciri
khas pembungaan pada kelapa Hibrida. Kumpulan atau karangan bunga sendiri
akan muncul dari arah ketiak daun dengan bagian luar terselubung oleh seludang
yang disebut sebagai spatha, yaitu kulit tebal yang melindungi bakal bunga
dengan panjang sekitar 80-90 cm. Bunga kelapa sendiri secara spesifik
dimanfaatkan dalam bentuk tandan bunganya, dimana pemanfaatannya sendiri
berupa bahan baku untuk pembuatan gula. Hal ini diperkuat oleh Erawan, Novia,
& Iskandar (2018) yang menyebutkan bahwa tandan bunga nira menyimpan
kandungan nira atau cairan bening yang disadap dari tandan bunga kelapa yang
belum mengalami pembukaan dalam tahapan yang sempurna pada area
pucuknya.
e. Buah
Tanaman kelapa terkenal akan buah dan manfaat pentingnya. Buah
sendiri akan muncul ketika bunga betina berhasil dibuahi dan memasukki fase
pembuahan sekitar 3-4 minggu setelah kondisi manggarnya mengalami
pembukaan. Menurut perkiraan, ketika sudah memasuki fase pembuahan, sekitar
5
setengah hingga dua pertiga buah muda yang sudah terbentuk akan mengalami
keguguran karena pohon tidak mampu untuk membantu laju pertumbuhannya.
Jika didasarkan pada bentuk buah dan juga asal perkawinannya, pembagian
varietas kelapa tidak jauh beda dengan pembagian tanaman kelapa berdasarkan
batang, dimana varietasnya terbagi menjadi typical atau kelapa dalam, nana atau
kelapa genjah, dan semi dalam atau pada kelapa HIbrida.
Yonandra (2012) menyebutkan bahwa pemanfaatan buah kelapa mampu mengaplikasikan
berbagai macam bagian penyusunnya, mulai dari sabut kelapa, tempurung, daging buah,
hingga air kelapa di dalamnya. Sabut kelapa dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku
pembuatan tali, sedangkan tempurung kelapa dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku
yang diolah menjadi arang batok yang nantinya dapat digunakan sebagai arang aktif
untuk beragam keperluan pengolahan. Selain itu, daging buah juga bermanfaat untuk
bahan pangan serta campuran olahan pangan, dimana untuk air kelapa yang terkandung di
dalamya dapat bermanfaat sebagai media berupa cairan jernih yang memiliki nutrisi serta
nilai terapeutik tinggi dengan kandungan elektrolit serta isotonis yang juga tinggi di
dalamnya (Tih, et al., 2017).
8
mencegah kerusakan lingkungan dan ekosistem menjadi pilihan yang tepat bagi
permasalahan tersebut (Bhermana, et al., 2020).
Konsep PHT tersebut dapat diwujudkan melalui pengaplikasian jamur
antagonis Trichoderma spp. Jamur ini dapat menekan patogen tular tanah melalui
mekanisme mikoparasit dengan menghasilkan antibiotik serta persaingan dalam
ruang dan nutrisi. Mekanisme pengendalian Trichoderma spp. terhadap jamur
patogen bersifat spesifik target, mengkolonisasi rhizosfer dengan cepat,
melindungi akar dari serangan jamur patogen dan menjaga hasil produksi
tanaman, menjadi keunggulan lain sebagai agen pengendali hayati. Aplikasi dapat
dilakukan melalui tanah secara langsung, melalui perlakuan benih maupun
melalui kompos. Berdasarkan potensi yang dimiliki Trichoderma spp., maka
pemanfaatan jamur tersebut sebagai agen hayati untuk pengendalian jamur
patogen Phytophthora palmivora pada tanaman kelapa yang berwawasan
lingkungan dan berkelanjutan sangatlah penting di dalam menunjang program
PHT (Kaunang et al., 2018).
9
BAB III PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Phytophthora palmivora merupakan patogen yang dapat menyebabkan
penyakit penting pada tanaman kelapa, yakni penyakit busuk pucuk. Penyebaran
Phytophthora palmivora dapat terjadi melalui percikan air hujan, angin, serta
serangga hama. Serangannya ditandai dengan terkulainya daun tombak yang dapat
membusukkan dan menghancurkan titik tumbuh, sehingga tanaman lama-
kelamaan akan mati. Cara pengendalian yang dapat dilakukan, yakni melalui
pengendalian hayati dan kultur teknis.
10
DAFTAR PUSTAKA
Bhermana, A., Prasetiyo, S., Irwandi, I., dan Agustini, S. 2020. Proyeksi
Pengembangan Komoditas Kelapa dalam Secara Kewilayahan Berbasis
Sumber Daya Lahan Dalam Rangka Mendukung Pembangunan
Perkebunan di Kalimantan Tengah. AgriPeat, 21(2), 72-80.
Erawan, T. S., Novia, A. Y., & Iskandar, J. 2018. Etnobotani Tanaman Kelapa di
Desa Karangwangi, Cianjur, Jawa Barat. Pros. Sem. Nas. Masy. Biodiv.
Indon. 4(2): 163-168.
Ariyanti, Mira. 2006. Produksi Tanaman Kelapa (Cocos nucifera L.). Ambon:
Badan Penerbit Fakultas Pertanian Universitas Pattimura.
Tih, F., Pramono, H., Hasianna, S. T., Naryanto, E. T., Haryono, A. G., &
Rachman, O. 2017. Efek Konsumsi Air Kelapa (Cocos nucifera)
Terhadap Ketahanan Berolahraga Selama Latihan Lari pada Laki-laki
Dewasa Bukan Atlet. Global Medical Health and Communication 5(1):
33-38.
11
Yonandra, D. V. 2012. Analisis Ekonomi Gula Kelapa di Desa Langkap
Kecamatan Bumiayu Kabupaten Brebes. Purwokerto: Program Studi
Agribisnis. Fakultas Pertanian. Universitas Muhammadiyah
Purwokerto.
12