Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

HAMA DAN PENYAKIT PENTING TANAMAN

Erwin Febriawati 195040200111051


Bayu Muhaimin Caniago 195040200111052
Fitri Desmarianita P. 195040200111129
Ammalia Tyas S. 195040200111135

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2020

i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii

KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 2

2.1 Takson Phytopthora palmivora ................................................................... 2

2.2 Morfologi Phytopthora palmivora ............................................................... 2

2.3 Taksonomi Tanaman Kelapa....................................................................... 3

2.4 Morfologi Tanaman Kelapa ........................................................................ 3

2.5 Penyebaran Phytophthora palmivora secara biologi .................................... 6

2.6 Penyebaran Phytophthora palmivora secara ekologi .................................... 7

2.7 Pengendalian Penyakit yang Disebabkan oleh Phytophthora palmivora ...... 8

BAB III PENUTUP .......................................................................................... 10

4.1 KESIMPULAN ........................................................................................ 10

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 11

ii
KATA PENGANTAR
Segala puji kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya
yang selalu dicurahkan untuk seluruh hamba-Nya. Rasa syukur juga selalu
terpanjatkan karena atas karunia-Nya, Tim Penulis dapat menyelesaikan makalah
dengan judul “Penyakit Busuk Pucuk pada Tanaman Kelapa (Cocos nucifera L.)
Akibat Serangan Jamur Phytophthora palmivora” dengan sebaik-baiknya.
Penyusunan makalah ini sendiri ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas
terkait pada mata kuliah Hama dan Penyakit Penting Tanaman, Program Studi
Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya.

Penyusunan makalah ini menjadi tempat bagi Tim Penulis untuk


menyampaikan rasa terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Siti Rasminah Chailani
Syamsidi selaku dosen pengampu untuk mata kuliah Hama dan Penyakit Tanaman
Penting. Terima kasih kami sampaikan kepada seluruh bagian dari Tim Penulis
untuk kinerja dan kerjasamanya yang maksimal selama penyusunan makalah
berlangsung. Terima kasih juga kami haturkan kepada seluruh teman-teman Tim
Penulis yang ikut serta membantu, baik langsung maupun tidak langsung dalam
penyusunan makalah ini.

Tim Penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan yang terdapat dalam
susunan makalah ini. Sehubungan dengan hal itu, kami menyampaikan maaf yang
sebesar-besarnya apabila terdapat kesalahan serta kekeliruan dalam penyusunan
makalah ini. Kritik dan saran yang membangun selalu kami perlukan agar mampu
menjadi pedoman untuk kesempatan penyusunan selanjutnya yang lebih baik
kembali. Tim Penulis juga berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
kita semua.

Malang, 04 November 2020

Tim Penulis

iii
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tanaman kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan salah satu tanaman yang
banyak dibudidayakan oleh masyarakat. Tanaman kelapa memiliki peran penting
secara ekonomi bagi sebagian masyarakat. Hal tersebut dikarenakan hampir
seluruh bagian dari tanaman kelapa dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-
hari mulai dari buah, daun hingga batang. Selain itu, kelapa juga banyak
digunakan sebagai bahan dalam bidang industri. Untuk memenuhi berbagai
kebutuhan masyarakat terhadap tanaman kelapa ini maka perlu diiringi dengan
meningkatnya produktifitas kelapa di Indonesia. Akan tetapi, produksi tanaman
kelapa di Indonesia sampai saat ini belum dapat maksimal dan masih menghadapi
berbagai hambatan. Hambatan dalam budidaya tanaman kelapa tersebut mulai dari
hama hingga penyakit penting yang menyerang tanaman sehingga menyebabkan
produktifitas menurun baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Berbagai penyakit
pada tanaman kelapa dapat disebabkan oleh serangan virus, bakteri, jamur, dan
patogen. Salah satu penyakit penting pada tanaman kelapa yaitu busuk pucuk
kelapa.

Penyakit busuk pucuk pada tanaman kelapa disebabkan oleh patogen


Phytopthora palmivora. Penyakit busuk pucuk termasuk salah satu penyakit
penting dan mengakibatkan banyak kerugian dalam budidaya tanaman kelapa.
Patogen tersebut menyerang daun tombak pada tanaman kelapa. Penyakit dapat
menyebar hingga ke bagian titik tumbuh tanaman dan dapat mengakibatkan
kematian pada tanaman. Serangan yang berat pada tanaman dapat mengakibatkan
kerugian yang cukup besar berupa kehilangan hasil hingga gagal panen. Untuk
mencegah terjadinya berbagai kerugian yang diakibatkan oleh patogen
Phytopthora palmivora maka perlu dilakukan pemahaman lebih lanjut mengenai
ekologi dan mekanisme infeksi dari Phytopthora palmivora sehingga dapat
dilakukan pengendalian secara tepat (Lolong, 2000).

1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Takson Phytopthora palmivora


Menurut ( Daniel & Guest, 2008) Phytopthora palmivora memiliki
klasifikasi sebagai berikut:

Kerajaan : Stramenopila

Kelas : Oomycetes

Ordo : Peronosporales

Famili : Phytiaceae

Genus : Phytopthora

Spesies : Phytopthora palmivora

2.2 Morfologi Phytopthora palmivora


Phytopthora palmivora merupakan patogen penyebab penyakit busuk
pucuk dan gugur buah pada tanaman kelapa dan penyebab penyakit busuk buah
serta kanker batang pada tanaman kakao. Phytopthora palmivora termasuk
spesies heterolitik yang mempunyai tipe kawin A1 dan A2 sehingga interaksi
yang terjadi antara kedua jenis tersebut pada satu tempat dapat berpotensi
menciptakan fenotip yang lebih virulen (Motulo et al, 2007). P. palmivora
memiliki karakteristik koloni berbentuk bulat dengan pinggiran rata dan berwarna
putih, memiliki sporangium dengan panjang 40-62 m dan lebar 28-43 m. P.
palmivora memiliki sporangia yang berbentuk ovoid atau menyerupai buah pir
dengan ujung terdapat papila yang menonjol dan berfungsi sebagai tempat keluar
zoospore. Tiap sporangium pada Phytopthora palmiora dapat mengandung
banyak zoospora. Zoospora tersebut akan keluar dari sporangium satu persatu
melalui papilia saat telah matang. Zoospora ini merupakan inokulum penting
dalam penyebaran penyakit busuk pucuk. P. palmivora memiliki caducous
dengan ukuran pedikel yang cukup pendek yaitu 4-6 m, cabang sporangiofor
memiliki model percabangan simpel simpodia (Umayah & Purwantara, 2006).
Miselium P. palmivora tidak bersepta dan tumbuh menembus ke sel-sel dari
2
jaringan tanaman inang. Miselium tersebut akan membentuk haustorium untuk
mengarbsorbsi nutrisi dari tanaman inang.
2.3 Taksonomi Tanaman Kelapa
Menurut (Gun, 2006) tanaman kelapa memiliki klasifikasi sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Sub Divisio : Angiospermae

Class : Monocotyledonae

Ordo : Palmales

Familia : Palmae

Genus : Cocos

Species : Cocos nucifera, Linneaeus

2.4 Morfologi Tanaman Kelapa


Tanaman kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan salah satu tanaman yang
termasuk dalam suku Areaceae yang mampu tumbuh di area pantai hingga area
pegunungan dengan ketinggian yang mampu mencapai angka 30 m (Murtadho, 2017).
Tanaman kelapa sendiri dibudidayakan dan menghasilkan produksi panen dengan
manfaat yang beragam bagi manusia, karena hampir seluruh bagian dari tubuh tanaman
tersebut dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari tanpa terkecuali. Hal ini
disebutkan Kriswiyanti (2013) bahwa tanaman kelapa seringkali dimanfaatkan sebagai
bahan baku pangan, bahan bangunan, obat-obatan, bentuk cinderamata atau kerajinan
tangan, sekaligus dimanfaatkan sebagai bahan baku industri, seperti kosmetik, sabun dan
industri lainnya. Hingga saat ini, bagian dari kelapa yang masih menjadi bagian dengan
pemanfaatan paling tinggi adalah buah kelapa. Namun, hal ini tidak menjadikan bagian
lain dari tanaman kelapa tidak memiliki manfaat dalam kehidupan sehari-hari, terutama
jika mencakup secara lengkap berdasarkan morfologi tumbuhannya.
Kelapa sendiri dapat dimanfaatkan mulai dari bagian bunga, batang, daun, buah,
pelepah, hingga akarnya juga dapat dimanfaatkan dengan baik dalam berbagai bidang
kehidupan. Berdasarkan pemanfaatan ini, perlu diketahui dengan baik bagaimana
3
karakteristik morfologi yang dimiliki oleh tanaman kelapa tersebut. Murtadho (2017)
membahas mengenai karakteristik morfologi pada tanaman kelapa dalam pemaparan rinci
sebagai berikut.
a. Akar
Tanaman kelapa yang baru memasuki fase bertunas biasanya memiliki
akar dengan struktur akar tunggang. Perkembangan yang terjadi selama kondisi
tanaman mengalami pertumbuhan dan juga perkembangan mempengaruhi
struktur dari akar kelapa, dimana fungsi serta bentuk dari akar yang sudah
berkembang akan menyerupai akar serabut pada umumnya. Hal ini terjadi karena
perkembangan akar tunggan yang sebelumnya sudah tumbuh mulai dilampaui
oleh perkembangan akar-akar yang lainnya. Akar kelapa sendiri dapat
dimanfaatkan sebagai zat pewarna untuk perabot rumah tangga, juga mampu
untuk dimanfaatkan sebagai komposisi untuk obat-obatan (Yonandra, 2012).
b. Batang
Tanaman kelapa memiliki batang berstruktur tunggal, tetapi ada juga
kelapa yang memiliki struktur lain berupa tumbuhnya cabang di area batang
utama tersebut. Secara umum, batang tanaman kelapa dapat ditemukan dengan
posisi yang mengarah lurus ke atas sekaligus tidak memiliki cabang pada
batangnya. Pertumbuhan tanaman kelapa sendiri akan mengikuti arah sinar
matahari yang datang, sehingga kondisi ini menjadikan tanaman kelapa yang
umum dibudidayakan di area pinggir sungai, tebing, ataupun daerah lainnya akan
melengkung bentuknya karena menyesuaikan dengan arah sinar yang datang.
Karakteristik batang sendiri membagi tanaman kelapa menjadi tdua
macam, yaitu berupa kelapa Dalam (Tall) dan kelapa Genjah (Dwarf). Kelapa
Dalam memiliki ciri khas berupa pangkal batang yang membesar dan batang
yang biasanya memiliki tinggi sekitar 15-30 meter. Ciri khas ini berbeda dengan
kelapa Genjah, dimana pangkalnya tidak mengalami pembesaran dan batangnya
hanya memiliki kisaran tinggi pada angka 5-10 meter. Kedua macam kelapa
tersebut dapat disilangkan satu sama lain yang nantinya menghasilkan varietas
kelapa Hibrida dengan karakteristik yang cenderung menyerupai kelapa Genjah.
Yonandra (2012) menyebutkan bahwa kecepatan tumbuh batang kelapa dapat
diteliti melalui tapak bekas pangkal pelepah daun yang melekat sebelumnya.
Batang kelapa sendiri seringkali dimanfaatkan sebagai bahan baku perabotan
rumah tangga, seperti meja dan kursi, juga dimanfaatkan sebagai bahan baku
untuk membangun rumah.

4
c. Daun
Daun pada tanaman kelapa mulai terbentuk sejak biji memasuki fase
perkecambahan dimana tanaman membentuk sekitar 4-6 helai daun pada tingkat
pertama pertumbuhan tersebut. Daunnya sendiri memiliki bentuk selubung yang
memudahkan struktur lembaga serta akar untuk menembus area sabut pada waktu
pertumbuhan berlangsung. Daun kelapa secara umum memiliki susunana daun
majemuk menyirip dengan perbedaan warna di tiap fase pertumbuhannya.
Tanaman kelapa yang memasukki fase pohon muda memiliki warna cenderung
kekuningan, sedangkan untuk tanaman yang sudah masuk fase tua akan memiliki
daun berwarna hijau tua.
Daun kelapa sendiri memiliki beragam manfaat, beberapa di antaranya
berupa bahan baku pembuatan hiasan janur, keranjang sampah, sarang ketupat,
maupun sebagai bahan baku sapu lidi. Selain itu, pucuk daun kelapa juga dapat
dimanfaatkan sebagai bahan pangan serta manggar atau pangkal dari pelepah
kelapa dapat dijadikan sebagai salah satu komposisi dari pembuatan ragi dan juga
gula (Yonandra, 2012).
d. Bunga
Tanaman kelapa mulai memasukki fase pembungaan saat usia tanaman
sudah mencapai 3-4 tahun pada kelapa genjah, 4-8 tahun pada kelapa dalam, dan
pembungaan datang setelah tanaman berusia lebih dari 4 tahun merupakan ciri
khas pembungaan pada kelapa Hibrida. Kumpulan atau karangan bunga sendiri
akan muncul dari arah ketiak daun dengan bagian luar terselubung oleh seludang
yang disebut sebagai spatha, yaitu kulit tebal yang melindungi bakal bunga
dengan panjang sekitar 80-90 cm. Bunga kelapa sendiri secara spesifik
dimanfaatkan dalam bentuk tandan bunganya, dimana pemanfaatannya sendiri
berupa bahan baku untuk pembuatan gula. Hal ini diperkuat oleh Erawan, Novia,
& Iskandar (2018) yang menyebutkan bahwa tandan bunga nira menyimpan
kandungan nira atau cairan bening yang disadap dari tandan bunga kelapa yang
belum mengalami pembukaan dalam tahapan yang sempurna pada area
pucuknya.
e. Buah
Tanaman kelapa terkenal akan buah dan manfaat pentingnya. Buah
sendiri akan muncul ketika bunga betina berhasil dibuahi dan memasukki fase
pembuahan sekitar 3-4 minggu setelah kondisi manggarnya mengalami
pembukaan. Menurut perkiraan, ketika sudah memasuki fase pembuahan, sekitar

5
setengah hingga dua pertiga buah muda yang sudah terbentuk akan mengalami
keguguran karena pohon tidak mampu untuk membantu laju pertumbuhannya.
Jika didasarkan pada bentuk buah dan juga asal perkawinannya, pembagian
varietas kelapa tidak jauh beda dengan pembagian tanaman kelapa berdasarkan
batang, dimana varietasnya terbagi menjadi typical atau kelapa dalam, nana atau
kelapa genjah, dan semi dalam atau pada kelapa HIbrida.
Yonandra (2012) menyebutkan bahwa pemanfaatan buah kelapa mampu mengaplikasikan
berbagai macam bagian penyusunnya, mulai dari sabut kelapa, tempurung, daging buah,
hingga air kelapa di dalamnya. Sabut kelapa dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku
pembuatan tali, sedangkan tempurung kelapa dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku
yang diolah menjadi arang batok yang nantinya dapat digunakan sebagai arang aktif
untuk beragam keperluan pengolahan. Selain itu, daging buah juga bermanfaat untuk
bahan pangan serta campuran olahan pangan, dimana untuk air kelapa yang terkandung di
dalamya dapat bermanfaat sebagai media berupa cairan jernih yang memiliki nutrisi serta
nilai terapeutik tinggi dengan kandungan elektrolit serta isotonis yang juga tinggi di
dalamnya (Tih, et al., 2017).

2.5 Penyebaran Phytophthora palmivora secara biologi


Penyakit yang disebabkan oleh jamur patogen Phytophthora palmivora
merupakan salah satu jenis penyakit penting pada pertanaman kelapa (Cocos
nucifera L.). Patogen tersebut dapat menyebabkan penyakit busuk pucuk serta
gugur buah pada tanaman kelapa. Kerusakan yang ditimbulkan akibat serangan
penyakit gugur buah, yakni berupa pembusukan jaringan buah tanaman, sehingga
buahnya akan membusuk dan gugur sebelum waktunya. Penyakit gugur buah ini
biasanya menyerang tanaman kelapa dengan umur buah sekitar 3-4 bulan. Pada
kategori serangan berat, penyakit tersebut dapat mengakibatkan gangguan pada
pertumbuhan dan perkembangan tanaman kelapa, yang bahkan dapat menurunkan
produksi kelapa dengan potensi kehilangan hasil hingga 50-75% dan bahkan
kematian total pada tanaman kelapa (Kaunang et al., 2018).
Gejala serangan busuk pucuk pada tanaman kelapa dimulai dari
terkulainya daun tombak yang terlihat sangat jelas. Satu persatu helaian anak daun
tombak mulai terkulai dan pinak daun yang terkulai akan berubah warna menjadi
kuning, kemudian kuning kecokelatan. Keseluruhan daun tombak akan patah dan
terlepas dari tanaman kelapa diikuti oleh daun-daun yang berada di bawah daun
6
tombak. Apabila pinak daun tombak telah terkulai maka hal itu menandakan
tanaman kelapa tidak dapat diselamatkan lagi karena bagian titik tumbuh tanaman
telah busuk dan hancur. Jika tanaman ditebang dan dibuka bagian pucuknya,
maka akan terlihat jaringan berbecak coklat yang lembek dan berbau busuk.
Penyakit busuk pucuk umumnya menyerang tanaman yang sudah berbuah dan
hampir tidak pernah ditemukan pada tanaman muda ataupun bibit kelapa (Motulo,
2018).

2.6 Penyebaran Phytophthora palmivora secara ekologi


Penyebaran spora patogen jamur Phytophthora palmivora pada tanaman
kelapa (Cocos nucifera L.) disebabkan oleh beberapa faktor, di antara percikan air
hujan, angin, serta serangga hama. Percikan air hujan mengakibatkan jamur
membentuk lebih banyak konidium pada jaringan yang terkena percikan air yang
membawa patogen jamur. Ditambah lagi, kelembaban udara yang tinggi akan
semakin memicu pertumbuhan patogen jamur dengan cepat. Selain itu, spora
jamur tersebar oleh sebab terbawa angin, serta untuk jarak yang lebih dekat dapat
terbawa oleh air maupun serangga hama. Spora jamur Phytophthora palmivora
akan menginfeksi bagian tanaman yang terluka, serta tanaman yang
pertumbuhannya cenderung kurang baik (Defitri dan Sulaiman, 2018).
Inokulum yang berada di tanah terangkat ke atas melalui percikan air hujan dan
diterbangkan oleh turbulensi angin ketika hujan. Inokulum yang terbawa angin
akan berpindah ke bagian pucuk tanaman, terutama pada ketiak daun yang banyak
terperangkap sisa-sisa bahan tanaman seperti bunga kelapa. Sisa-sisa bahan
tanaman tersebut menjadi tempat hidup awal dari Phytophthora palmivora untuk
melakukan infasi ke dalam pucuk tanaman. Sporangia akan terlepas dari
tangkainya jika ada air, angin atau kontak dengan vektor vertebrata atau
invertebrata. Sporangia dapat berkecambah jika ada air bebas baik di tanah dan
pada butiran air yang ada di permukaan tanaman dan dapat melepaskan 10-40
zoopora. Zoospora dapat berenang dan akan tertarik secara kimiawi maupun
elektrolit ke tempat penetrasi tanaman.
Zoospora dapat bergerak dalam beberapa jam, namun secara umum akan
berubah menjadi sista dalam waktu 30 menit apabila zoospora telah menemukan
inang tanaman. Dalam proses menjadi sista, zoospora akan melepaskan flagela
7
dan dengan cepat membentuk dinding sel pada zoospora. Sista kemudian
berkecambah membentuk tabung kecambah yang merupa-kan alat penarik menuju
ke bagian penetrasi. Phytophthora palmivora dilakukan dengan tabung
kecambah di antara dua sel epidermis tanpa mem-bentuk appresorium.
Sporangium dapat juga langsung berkecambah (konidiosporangium) membentuk
tabung kecambah. Jika tabung kecambah tidak mendapatkan inang maka akan
tumbuh sporangium baru pada tabung kecambah tersebut (Motulo, 2018).

2.7 Pengendalian Penyakit yang Disebabkan oleh Phytophthora palmivora


Tindakan pengendalian penyakit yang dapat dilakukan untuk mengatasi
serangan jamur patogen Phytophthora palmivora ialah melalui pencegahan
dengan cara eradikasi, penyuntikan fungisida, penanaman kultivar tahan, serta
sosialisasi tentang pentingnya usaha tani terpadu melalui pemanfaatan lahan di
bawah kelapa dengan menanam tanaman sela yang bukan inang dari patogen
penyebab penyakit busuk pucuk, yang dalam hal ini adalah Phytophthora
palmivora (Lolong, 2018).
Namun, beberapa teknik pengendalian serangan penyakit yang disebabkan
oleh Phytophthora palmivora, seperti penggunaan pestisida sintetis, sanitasi
lingkungan, dan penanaman varietas tahan penyakit dinilai belum efektif.
Pengendalian penyakit tanaman dengan pestisida kimiawi sudah saatnya
mereduksi dan penggunaan secara selektif, karena dapat berakibat pada
pencemaran lingkungan, juga mematikan organisme lain yang bermanfaat.
Dengan demikian, diperlukan upaya pengendalian alternatif yang mempunyai
potensi untuk mereduksi penggunaan pestisida kimiawi dengan mengutamakan
pertimbangan terhadap kualitas lingkugan, kesimbangan ekosistem, juga
kesehatan manusia sebagai sebuah metode pengendalian yang efektif dan efisien
(Kaunang et al., 2018). Pengendalian penyakit melalui penggunaan konsep
pengendalian yang sehat serta ramah lingkungan yang dikenal sebagai sistem
Pengendalian Hama Terpadu (PHT), yakni sebuah sistem pengendalian
populasi atau tingkat serangan hama dengan penerapan berbagai teknik
pengendalian yang kompatibel dalam satu kesatuan untuk mencegah
kerusakan tanaman dan timbulnya kerugian secara ekonomis serta

8
mencegah kerusakan lingkungan dan ekosistem menjadi pilihan yang tepat bagi
permasalahan tersebut (Bhermana, et al., 2020).
Konsep PHT tersebut dapat diwujudkan melalui pengaplikasian jamur
antagonis Trichoderma spp. Jamur ini dapat menekan patogen tular tanah melalui
mekanisme mikoparasit dengan menghasilkan antibiotik serta persaingan dalam
ruang dan nutrisi. Mekanisme pengendalian Trichoderma spp. terhadap jamur
patogen bersifat spesifik target, mengkolonisasi rhizosfer dengan cepat,
melindungi akar dari serangan jamur patogen dan menjaga hasil produksi
tanaman, menjadi keunggulan lain sebagai agen pengendali hayati. Aplikasi dapat
dilakukan melalui tanah secara langsung, melalui perlakuan benih maupun
melalui kompos. Berdasarkan potensi yang dimiliki Trichoderma spp., maka
pemanfaatan jamur tersebut sebagai agen hayati untuk pengendalian jamur
patogen Phytophthora palmivora pada tanaman kelapa yang berwawasan
lingkungan dan berkelanjutan sangatlah penting di dalam menunjang program
PHT (Kaunang et al., 2018).

9
BAB III PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Phytophthora palmivora merupakan patogen yang dapat menyebabkan
penyakit penting pada tanaman kelapa, yakni penyakit busuk pucuk. Penyebaran
Phytophthora palmivora dapat terjadi melalui percikan air hujan, angin, serta
serangga hama. Serangannya ditandai dengan terkulainya daun tombak yang dapat
membusukkan dan menghancurkan titik tumbuh, sehingga tanaman lama-
kelamaan akan mati. Cara pengendalian yang dapat dilakukan, yakni melalui
pengendalian hayati dan kultur teknis.

10
DAFTAR PUSTAKA

Bhermana, A., Prasetiyo, S., Irwandi, I., dan Agustini, S. 2020. Proyeksi
Pengembangan Komoditas Kelapa dalam Secara Kewilayahan Berbasis
Sumber Daya Lahan Dalam Rangka Mendukung Pembangunan
Perkebunan di Kalimantan Tengah. AgriPeat, 21(2), 72-80.

Defitri, Y. dan Sulaiman, S. 2018. Inventarisasi Penyakit yang Disebabkan Jamur


pada Tanaman Kelapa dalam (Cocos nucifera L.) di Desa Sungai Jereng
Kecamatan Pengabuan Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Jurnal Media
Pertanian, 3(1), 24-31.

Erawan, T. S., Novia, A. Y., & Iskandar, J. 2018. Etnobotani Tanaman Kelapa di
Desa Karangwangi, Cianjur, Jawa Barat. Pros. Sem. Nas. Masy. Biodiv.
Indon. 4(2): 163-168.

Ariyanti, Mira. 2006. Produksi Tanaman Kelapa (Cocos nucifera L.). Ambon:
Badan Penerbit Fakultas Pertanian Universitas Pattimura.

Kaunang, R. A., Assa, B. H., dan Montong, V. B. 2018. Uji Antagonisme


Trichoderma spp. Terhadap Phytophthora palmivora Penyebab
Penyakit Gugur Buah Kelapa. In COCOS 1 (3).

Kriswiyanti, E. 2013. Keanekaragaman Karakter Tanaman Kelapa (Cocos


nucifera L.) yang Digunakan Sebagai Bahan Upacara Padudusan
Agung. Jurnal Biologi 17(1): 15-20.

Lolong, A. 2000. Identifikasi Isolat Phytophthora Asal Kelapa dengan


Amplifikasi Fragment Length Polimorfis (AFLP).

Lolong, A. 2018. Identifikasi Isolat Phytophthora Asal Kelapa dengan


Amplifikasi Fragment Length Polimorfis (AFLP).

Motulo, H. F. 2018. Penyakit Busuk Pucuk Kelapa: Sejarah, Penyebab dan


Penyebarannya. Buletin Palma, (34).

Murtadho, A. M. 2017. Rancang Bangun Alat Pemanjat Pohon Kelapa. Malang:


Jurusan Teknik Mesin. Fakultas Teknik. Universitas Muhammadiyah
Malang.

Tih, F., Pramono, H., Hasianna, S. T., Naryanto, E. T., Haryono, A. G., &
Rachman, O. 2017. Efek Konsumsi Air Kelapa (Cocos nucifera)
Terhadap Ketahanan Berolahraga Selama Latihan Lari pada Laki-laki
Dewasa Bukan Atlet. Global Medical Health and Communication 5(1):
33-38.
11
Yonandra, D. V. 2012. Analisis Ekonomi Gula Kelapa di Desa Langkap
Kecamatan Bumiayu Kabupaten Brebes. Purwokerto: Program Studi
Agribisnis. Fakultas Pertanian. Universitas Muhammadiyah
Purwokerto.

12

Anda mungkin juga menyukai