Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM MANEJEMEN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN

TERPADU

PERHITUNGAN INTENSITAS SERANGAN PENYAKIT KERITING

DAUN PADA TANAMAN CABAI RAWIT (Capsicum frutescens L.)

Disusun oleh :

Conchita Tinara Efenda Hutahaean

19025010177

Golongan D3

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
SURABAYA
2021
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga Saya dapat menyelesaikan
laporan resmi praktikum ini tepat pada waktunya untuk memenuhi tugas akhir
mata kuliah Praktikum Manajemen Organisme Pengganggu Tanaman Terpadu..
Penulisan laporan resmi praktikum ini dapat saya selesaikan dengan baik.
Penyelesaian penyusunan laporan ini tidak terlepas dari bimbingan, bantuan dan
pastisipasi semua pihak, untuk itu penulis menyampaikan terima kasih pada :
1. Drh. Wiludjeng Widayati, MP selaku dosen pengajar praktikum Manajemen
Pengganggu Organisme Tanaman Terpadu.
2. Muhammad Yusuf Zakka Putra selaku asisten praktikum Manajemen
Organisme Pengganggu Tanaman Terpadu golongan D3.
3. Semua mahasiswa khususnya golongan D3, dosen dan teman-teman lainnya
yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.
Saya menyadari bahwa laporan resmi praktikum ini masih jauh dari
sempurna, untuk itu saya mengharapkan kritik, sara dan masukan yang bersifat
membangun. Sya juga berharap bahwa laporan resmi praktikum ini bermanfaat
bagi pembaca.

Surabaya, 13 Juni 2021

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR............................................................................................iii
DAFTAR TABEL.................................................................................................iv
I.PENDAHULUAN............................................................................................1
1.1 Latar Belakang............................................................................................1
1.2 Tujuan.........................................................................................................2
II.TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................3
III.METODELOGI PRAKTIKUM..................................................................5
3.1 Waktu dan Tempat......................................................................................5
3.2 Alat dan Bahan...........................................................................................5
3.2.1 Alat.......................................................................................................5
3.2.2 Bahan...................................................................................................5
3.3 Cara Kerja...................................................................................................5
IV.HASIL DAN PEMBAHASAN.....................................................................6
4.1 Hasil Pengamatan.......................................................................................6
4.2 Pembahasan................................................................................................7
V.PENUTUP.....................................................................................................10
5.1 Kesimpulan...............................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................11
LAMPIRAN......................................................................................................13

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Tanaman cabai yang terserang penyakit keriting daun..........................6


Gambar 2. Bagian pucuk pada tanaman cabai tidak mengalami keriting daun.......6
Gambar 3. Tanaman cabai tidak terkena penyakit keriting daun.............................7
Gambar 4. Grafik Intensitas Serangan Penyakit Keriting Daun Cabai Rawit.........7

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Hasil pengamatan intensitas serangan penyakit pada tanaman cabai


selama 3 minggu......................................................................................................6

iv
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara agraris yang mayoritas penduduknya bermata
pencaharian sebagai petani. Salah satu unggulan produk pertanian Indonesia
yaitu produk hortikultura baik tanaman buah maupun sayuran, komoditi sayur
yang sangat dibutuhkan oleh hampir semua orang dari berbagai lapisan
masyarakat adalah cabai (Nurfalach, 2010). Cabai (Capsicum annuum L.)
merupakan salah satu jenis sayuran penting yang dibudidayakan secara
komersial di negara-negara tropis, termasuk Indonesia. Produktivitas cabai di
Indonesia pada tahun 2010 hanya mencapai 5 ton/ha (BPS, 2011), walaupun
potensi produktivitas cabai di Indonesia dapat mencapai 12 ton/ha (Purwati et
al. 2000).
Rendahnya produksi cabai antara lain dapat disebabkan oleh organisme
pengganggu tumbuhan (OPT) baik berupa hama, penyakit maupun gulma.
OPT sebagai faktor pembatas dapat menurunkan kualitas dan kuantitas hasil
produksi. Salah satu hama yang sering menimbulkan kerusakan pada tanaman
cabai adalah kutu daun. Kutu daun memiliki warna tubuh yang berbeda-beda
diantaranya kuning, kuning kemerah-merahan, hijau, hijau gelap, hijau
kekuning-kuningan, dan hitam suram (Ayu. 2018). Lebih lanjut dikemukakan
bahwa tanaman cabai seperti halnya tanaman budidaya lainnya juga tidak
terlepas dari infeksi patogen penyebab penyakit. Setiap penyakit, intensitas
serta dampak serangan berbeda-beda, namun pada intinya tetap menurunkan
hasil atau gagal produksi.
Hama kutu daun ada beberapa jenis diantaranya kutu daun coklat
(Toxoptera citricidus Kirk), kutu daun hitam (Toxoptera aurantii), kutu daun
hijau (Myzus persicae dan Aphis gossypii). Siklus hidup kutu daun dimulai
dari telur, nimfa dan imago. Telur menetas pada umur 3 sampai 4 hari setelah
diletakkan di daun, kemudian menjadi nimfa dimana stadia nimfa berumur 14
sampai 18 hari kemudian berubah menjadi imago. Imago kutu daun mulai
bereproduksi pada umur 5 sampai 6 hari setelah perubahan dari nimfa
menjadi imago. Imago kutu daun dapat bertelur sampai 73 butir telur selama
hidupnya. Serangan kutu daun umumnya dimulai dari permukaan daun

1
bagian bawah, pucuk tanaman, kuncup bunga, dan batang muda (Arthur,
2015).
Bagian tanaman yang diserang oleh kutu daun biasanya pucuk tanaman
dan daun muda dengan cara menusukkan bagian stylet lalu menghisap nutrisi
tumbuhan inang. Daun yang diserang akan mengkerut, mengeriting dan
melingkar, menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat dan tanaman
menjadi kerdil. Kutu daun tidak hanya menghisap sari makanan, tetapi juga
berperan sebagai vektor penyebar virus (Meilin, 2014). Virus yang banyak
menyerang tanaman cabai di Indonesia dan menyebabkan kehilangan hasil
secara ekonomis antara lain CVMV (Chili Veinal Mottle Potyvirus), CMV
(Cucumber Mosaic Cucumovirus), PMMV (Peppers Mild Mottle Potyvirus),
dan PYLCV (Peppers Yellow Leaf Curl Begomovirus).

1.2 Tujuan
Praktikum Manajemen Organisme Pengganggu Tanaman Terpadu tentang
“Perhitungan Intensitas Serangan Penyakit Keriting Daun pada Tanaman
Cabai” bertujuan untuk melatih praktikan membuat diagram penyakit secara
skematik dan menetukan skala tingkat serangannya.

2
II. TINJAUAN PUSTAKA
Hama dan penyakit tanaman adalah semua jenis organisme pengganggu
tanaman yang dapat menimbulkan kerusakan fisik yang dianggap merugikan
dan tidak diinginkan kehadirannya dalam kegiatan bercocok tanam. Penyakit
tanaman adalah suatu proses fisiologi tumbuhan yang abnormal dan
merugikan yang disebabkan oleh faktor biotik dan abiotik dan gangguannya
bersifat terus menerus serta akibatnya dinyatakan oleh aktivitas sel/ jaringan
yang abnormal (Novi, 2014). Secara biologis tumbuhan dikatakan sakit bila
tidak mampu melakukan kegiatan fisiologis secara normal, yang meliputi
respirasi, fotosintesis, penyerapan gizi yang diperlukan dan lain-lain. Selain
itu tanaman sakit juga tidak dapat menunjukkan kapasitas genetiknya, seperti
berdaya hasil tinggi, morfologi yang normal dan lain-lain. Menurut
Semangun (2007) penyakit penting pada tanaman cabai merah yang sering
menimbulkan kerugian bagi petani diantaranya adalah penyakit bercak daun,
penyakit antraknosa, penyakit tepung, penyakit busuk leher akar, penyakit
layu fusarium, penyakit keriting daun, dan penyakit rebah semai.
Besarnya atau intensitas penyakit tanaman dapat dinyatakan dalam istilah
keterjadian penyakit dan keparahan penyakit. Intensitas penyakit dinyatakan
dengan keterjadian penyakit apabila penyakitnya bersifat sistemik atau
adanya serangan patogen cepat atau lambat akan menyebabkan kematian atau
tidak berproduksi misalnya penyakit yang disebabkan oleh virus. Besarnya
serangan penyakit sering dikemukakan dengan istilah serangan ringan,
sedang, berat, atau sangat berat. Ungkapan yang demikian masih bersifat
kualitatif, tidak memiliki makna ilmiah. Pernyataan demikian sangat bersifat
subyektif (Prasetyo, 2005).
Cabai rawit merupakan tanaman perdu dari family terong-terongan
(solanaceae) yang memiliki nama ilmiah Capsicum sp. Cabai berasal dari
benua Amerika tepatnya daerah peru dan menyebar ke negara-negara benua
Amerika, Eropa dan asia termaksud Negara Indonesia dan Asia Tenggara
lainnya (Setiadi, 2008). Tanaman cabai rawit dalam bahasa latinnya
Capsicum frustescens L. Tumbuhan ini berasal dari Amerika tropika, yang

3
menyukai daerah kering di temukan pada ketinggian 0,5 hingga 1250 meter di
atas permukaan laut (Said, 2017).
Rendahnya produksi cabai antara lain dapat disebabkan oleh organisme
pengganggu tumbuhan (OPT) baik berupa hama, penyakit maupun gulma.
OPT sebagai faktor pembatas dapat menurunkan kualitas dan kuantitas hasil
produksi. Salah satu hama yang sering menimbulkan kerusakan pada tanaman
cabai adalah kutu daun. Kutu daun memiliki warna tubuh yang berbeda-beda
diantaranya kuning, kuning kemerah-merahan, hijau, hijau gelap, hijau
kekuning-kuningan, dan hitam suram. Peranan kutu daun sebagai vektor virus
penyakit tanaman sangat dikhawatirkan bagi praktisi yang terlibat dalam
perlindungan tanaman.
Hama kutu daun ada beberapa jenis diantaranya kutu daun coklat
(Toxoptera citricidus Kirk), kutu daun hitam (Toxoptera aurantii), kutu daun
hijau (Myzus persicae dan Aphis gossypii). Siklus hidup kutu daun dimulai
dari telur, nimfa dan imago. Telur menetas pada umur 3 sampai 4 hari setelah
diletakkan di daun, kemudian menjadi nimfa dimana stadia nimfa berumur 14
sampai 18 hari kemudian berubah menjadi imago. Imago kutu daun mulai
bereproduksi pada umur 5 sampai 6 hari setelah perubahan dari nimfa
menjadi imago. Imago kutu daun dapat bertelur sampai 73 butir telur selama
hidupnya. Serangan kutu daun umumnya dimulai dari permukaan daun
bagian bawah, pucuk tanaman, kuncup bunga, dan batang muda (Kurnianti,
2015 dalam Kori, 2018)

4
III. METODELOGI PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum “Perhitungan Intensistas Serangan Penyakit Keiritng Daun pada
Tanaman Cabai Rawit” dilaksanakan pada hari Minggu, 02 Mei sampai 16
Mei 2021 di Tebel Barat RT 05 RW 01, Sidoarjo.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
1. Alat tulis
2. Kamera HP
3.2.2 Bahan
1. Tanaman cabai rawit
3.3 Cara Kerja
1. Mencari sampel 5 tanaman yang terserang penyakit.
2. Mengamati serangan kerusakan akibat penyakit pada tanaman selama 3
minggu dengan interval pengamatan setiap seminggu dan mengambil
dokumentasi.
3. Mencatat hasil pengamatan.
4. Membuat grafik dari intensitas serangan penyakit tanaman.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

5
Tabel 2. 1 Hasil pengamatan intensitas serangan penyakit pada tanaman cabai selama 3
minggu

No Penyakit Tanaman Minggu ke- Dokumentasi


1 2 3
1 Keriting daun Cabai 60%
rawit
(Capsisum
frutescens
L.)

Gambar 1. Tanaman cabai


yang terserang penyakit
keriting daun

2 Keriting daun Cabai 60%


merah
(Capsisum
frutescens
L.)

Gambar 2. Bagian pucuk pada


tanaman cabai tidak mengalami
keriting daun

6
3 Keriting daun Cabai 60%
rawit
(Capsicu
m
frutescens
L.)

Gambar 3. Tanaman cabai


tidak terkena penyakit keriting
daun

Gambar 4. Grafik Intensitas Serangan Penyakit Keriting Daun Cabai Rawit

4.2 Pembahasan
Praktikum monitoring penyakit pada tanaman cabai rawit dilakukan di
Tebel Barat RT 05, RW 01, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Cabai rawit
yang ditanam berumur sekitar 2 bulan dan sedang berbuah. Monitoring
penyakit dilakukan dengan menggunakan 5 sampel tanaman cabai rawit.
Tanaman cabai rawit yang terserang virus CMV (Cucumber Mosaic Virus)
terdapat gejala penebalan daun yang tidak merata dan warnanya berubah
menjadi hijau muda bercampur hijau tua dang kuning muda (mosaik). Daun
tanaman tumbuh kerdil, mengeriting dan warna daun agak pucat. Virus ini

7
disebarkan oleh kutu daun (aphid) . Jenis kutu daun yang menjadi vektor
virus CMV adalah kutu daun hijau (Myzus persicae).
Tabel dan grafik serangan penyakit keriting daun pada tanaman cabai
rawit menunjukkan hasil stagnan (tidak ada peningkatan) dari minggu ke-1
sampai minggu ke-3. Berdasarkan hasil monitoring serangan penyakit pada
minggu ke-1, terdapat 3 dari 5 sampel tanaman cabai yang terserang penyakit,
sehingga didapatkan hasil perhitungan intensitas serangan penyakit tanaman
cabai sebesar 60%. Ketiga tanaman yang terserang penyakit keriting daun
terdapat gejala warna daun berubah menjadi hijau muda dan kuning muda
(mosaic) serta tepi daun mengeriting. Monitoring serangan penyakit pada
minggu ke-2 hasil pengamatan tidak mengalami kenaikan atau penurunan
tetap 60%, dikarenakan 2 tanaman lainnya tidak terdapat gejala serangan
penyakit keiritng daun akibat virus CMV, pada belakang daun juga tidak
ditemukan adanya kutu daun sebagai vektor virus CMV. Tanaman cabai
tumbuh sehat dan buahnya lebat. Kori (2018) mengemukakan bahwa
serangan kutu daun yang masih rendah dapat ditoleransi oleh tanaman.
Tanaman masih dapat tumbuh baik, menghasilkan buah yang banyak.
Metabolisme yang ada pada tanaman cabai ditentukan oleh pertumbuhan
cabai itu sendiri. Hasil monitoring pada minggu terakhir yakni minggu ke-3
serangan penyakit sebesar 60%, tidak mengalami kenaikan/stagnan. Tidak
adanya kenaikan intensitas serangan penyakit dikarenakan jarak tanam yang
renggang dan adanya tanaman lain di sekitar tanaman cabai yang menjadi
inang dari hama kutu daun selaku vektor dari virus CMV. Selain itu tanaman
cabai rawit juga tidak diberikan perlakuan khusus seperti penyemprotan
insektisida.
Cucumber mosaic virus (CMV) merupakan penyakit virus yang sangat
penting pada tanaman cabai, karena selalu terdapat diantara virus yang
lainnya, dan mangakibatkan kerugian yang cukup besar. Penurunan produksi
akibat virus mosaik ini dapat dengan cepat tersebar ke pertanaman di sekitar
sumber virus sesuai dengan aktivitas kutu daun (aphids) yang berfungsi
sebagai vektornya.

8
Siklus hidup kutu daun dimulai dari telur, nimfa dan imago. Telur menetas
pada umur 3 sampai 4 hari setelah diletakkan di daun, kemudian menjadi
nimfa berumur 14 sampai 18 hari kemudian berubah menjadi imago. Imago
kutu daun mulai bereproduksi pada umur 5 sampai 6 hari setelah perubahan
dari nimfa menjadi imago. Serangan kutu daun umumnya dimulai dari
permukaan daun bagian bawah, pucuk tanaman, kuncup bunga dan batang
muda (Kurnianti, 2015).
Kutu daun hidup secara berkoloni, menyerang tanaman yang masih muda
seperti pucuk, tunas dan bunga dengan cara menghisap cairan dari tanaman
tersebut, hama ini juga menjadi vektor virus. Gejala yang ditimbulkan sebagai
serangan kutu daun antara lain daun menjadi keriput dan kerdil. Tingkat
serangan yang parah yaitu tanaman bisa layu bahkan mati. Pencegahan
penyakit keriitng daun dapat dilakukan dengan pemakaian bibit sehat, sanitasi
lingkungan, dan mengatur pola tanam. Penanganan hama kutu daun dapat
dilakukan secara teknis dan kimiawi. Penanganan secara teknis yaitu dengan
cara menginfestasikan musuh alami seperti cresson, memotong bagian yang
terkena serangan jika serangan tidak terlalu parah, dan mencabut tanaman
yang terserang hama jika serangan sudah parah serta melakukan tanam
serempak atau menanam tanaman perangkap (barier). Pengendalian secara
kimiawi, gunakan obat yang mengandung insektisida.

9
V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan pada praktikum “
Perhitungan Intensitas Serangan Penyakit Keriting Daun Tanaman Cabai
Rawit dapat ditarik kesimpulan yaitu:
1. Tanaman cabai rawit yang terserang virus CMV (Cucumber Mosaic
Virus) terdapat gejala penebalan daun yang tidak merata dan warnanya
berubah menjadi hijau muda bercampur hijau tua dang kuning muda
(mosaik).
2. Intensistas serangan penyakit keriting daun pada tanaman cabai rawit
menunjukkan hasil stagnan (tidak ada peningkatan) dari minggu ke-1
sampai minggu ke-3 sebesar 60%.
3. Tidak adanya kenaikan intensitas serangan penyakit dikarenakan jarak
tanam yang renggang dan adanya tanaman lain di sekitar tanaman cabai
yang menjadi inang dari hama kutu daun selaku vektor dari virus CMV.
Selain itu tanaman cabai rawit juga tidak diberikan perlakuan khusus
seperti penyemprotan insektisida.
4. Penanganan hama kutu daun dapat dilakukan secara teknis dan kimiawi.

10
DAFTAR PUSTAKA
Arthur, R., Elisabet R.M. Meray., Max, R., dan M.F. Dien. 2015. Inventarisasi
Serangga Hama Pada Tanaman Kubis Di Kelurahan Kumelembuay Kota
Tomohon. Manado: Universitas Sam Ratulangi

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah [BPTP]. 2011. Budidaya dan
Pascapanen Cabai Merah (Capsicum annuum L,) Jawa Tengah (ID) : BPTP
Press.

Kori, A., Ketut, A.Y., D. Widianingsih. 2018. Pengaruh Populasi Kutu Daun pada
Tanaman Cabai (Capsisum Annum L.) terhadap Hasil Panen. E-Jurnal
Agroteknologi Tropika. Vol. 7, No 1

Meilin, A.2014. Hama dan Penyakit Pada Tanaman Cabai Serta


Pengendaliannya. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jambi.

Novi,D.N. 2014. Desain Sistem Pakar Identifikasi Penyakit Tanaman Hortikultura


untuk Mempermudah Penanggulangan Hama. Jurnal Teknologi Informasi.
Vol 2, No. 2

Nurfalach, D.R. 2010. Budidaya Tanaman Cabai Merah (Capsicum annum L.) Di
UPTD Perbibitan Tanaman Hortikultura Desa Pakopen Kecamatan
Bandungan Kabuaten Semarang. [Skripsi]. Surakarta: Fakultas Pertanian.
Universitas Sebelas Maret.

Prasetyo, Joko, et al. 2005. Penuntun Praktikum Epidemologi dan Pengendalian


Penyakit Tumbuhan. Jurusan Proteksi Tanaman – FP, Unila. Bandar
Lampung.

Purwati, E., B. Jaya, A.S. Duriat. 2000. Penampilan beberapa varietas cabai dan
uji resistensi terhadap penyakit virus kerupuk. J. Hort. 10:88-94.

11
Said, A.R. Assagaf. 2017. Pengaruh Sistem Jarak Tanam dan Pemberian EM-4
Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Cabai Rawit (Capsicum
frutescens L.). Jurnal Ilmiah Agribisnis dan perikanan. 10 (2).

Semangun, H. 2007. Penyakit-penyakit Tanaman Hortikultura Di Indonesia.


Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Setiadi. 2008. Bertanam cabai rawit. Penerba swadaya, Jakarta.

12
LAMPIRAN
A. Perhitungan Intensitas Serangan Penyakit Keriting Daun Tanaman Cabai
Minggu ke-1

Penyakit sistemik: P = x 100%

Penyakit sistemik: P = x 100%

P = x 100%

= 60%
Keterangan
P : Presentase tanaman terserang
a : Jumlah tanaman terserang
b : Jumlah tanaman yang diamati

B. Perhitungan Intensitas Serangan Penyakit Keriting Daun Tanaman Cabai


Minggu ke-2

Penyakit sistemik: P = x 100%

P = x 100%

= 60%
C. Perhitungan Intensitas Serangan Penyakit Keriting Daun Tanaman Cabai
Minggu ke-3

Penyakit sistemik: P = x 100%

13
P = x 100%

= 60%

14

Anda mungkin juga menyukai