Oleh:
Febi Junia Putri
1810253008
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur atas kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan
judul “Konsorsium Bakteri Endofit untuk Pengendalian Bengkak Akar oleh
Meloidogyne spp. dan Pertumbuhan Tanaman Tomat”. Shalawat beserta salam
kepada Nabi Muhammad Shalallau’alaihi wassalam sebagai suri tauladan dan rahmat
bagi seluruh alam.
Terimakasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Haliatur Rahma, SSi. MP selaku
pembimbing I dan Bapak Ir. Winarto, MS. sebagai pembimbing II yang telah
memberikan banyak arahan, nasehat, dan saran kepada penulis. Terima kasih juga
penulis sampaikan kepada seluruh pihak yang telah membantu dan memotivasi sehingga
penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari pembaca demi penyusunan yang lebih baik lagi kedepannya.
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR........................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................... ii
DAFTAR TABEL.................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR............................................................................. iv
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................... v
ABSTRAK.............................................................................................. vi
ABSTRACT........................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................... 1
A. Latar Belakang....................................................................... 1
B. Tujuan Penelitian.................................................................... 4
C. Manfaat Penelitian.................................................................. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................... 5
A. Tomat ..................................................................................... 7
B. Meloidogyne spp. .................................................................. 7
C. Bakteri Endofit....................................................................... 9
BAB III METODE PENELITIAN...................................................... 13
A.Waktu dan Tempat.................................................................. 13
B. Metodologi Penelitian............................................................. 13
C. Pelaksanaan Penelitian........................................................... 14
D. Pengamatan ........................................................................... 20
E. Analisis Data........................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA............................................................................ 44
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pertanian merupakan roda penggerak ekonomi nasional. Salah satu hasil
pertanian di Indonesia adalah tomat (Alfredo, 2020). Tanaman tomat merupakan salah
satu komoditas hortikultura yang sangat potensial untuk dikembangkan karena
mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi (Prasetyo et al, 2014). Tomat (Lycopersicon
esculentum) merupakan tanaman hortikultura yang yang kaya vitamin dan mineral.
Tomat tidak hanya digunakan sebagai sayuran buah saja, tetapi juga sebagai pelengkap
bumbu masak, minuman segar, dan bahan pewarna alami. Tomat juga dapat digunakan
sebagai bahan dasar kosmetik atau obat-obatan (Purwati dan Khairunisa, 2007).
Produktivitas tanaman tomat di Indonesia pada tahun 2017- 2019 berturut-turut
yaitu 15,31 ton/ha, 17,31 ton/ha, 18,14 ton/ha (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2020).
Produktivitas tomat di provinsi Sumatera Barat pada tahun 2017 yaitu 30,21 ton/ha,
mengalami peningkatan pada tahun 2018 yaitu 36,60 ton/ha dan mengalami penurunan
pada tahun 2019 yaitu 34,79 ton/ha (Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal
Hortikultura, 2020).
Salah satu kendala dalam peningkatan produksi tomat di Indonesia adalah
serangan hama dan patogen penyebab penyakit. Patogen utama yang menyerang
tanaman tomat adalah Fusarium oxysporum, Ralstonia solanacearum, Meloidogyne sp.
yang dapat menyebabkan kerugian ekonomi. (Amini 2009; Lixuan et al. 2010). Endah
dan Novizan (2002) menyebutkan infeksi berat yang disebabkan oleh serangan
nematoda bengkak akar dapat menyebabkan tanaman layu dan mati, pertumbuhan
tanaman terhambat, kerdil, dan bengkak pada akar tanaman. Nematoda Meloidogyne
spp. menyebabkan kerusakan pada tanaman tomat dengan tingkat kerusakan sebesar
68,3% (Khotimah et al., 2020).
Pengendalian nematoda parasit yang banyak dilakukan adalah mengunakan
nematisida sintetik yang dianggap dapat mengendalikan nematoda secara cepat dan
praktis. Namun, menggunakan nematisida sintetik ternyata kurang efektif karena
memberikan beberapa dampak negatif (Harni, 2016). Penggunaan pestisida kimia terus
menerus dapat mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan, patogen menjadi
lebih resisten, mengganggu keberadaan mikroba dalam tanah yang bermanfaat, maupun
kesehatan manusia. Penggunaan pestisida juga memberikan efek residu sehingga dapat
merugikan. Sehubungan dengan itu perlu dikembangkan suatu sistem produksi
pertanian yang berwawasan lingkungan termasuk sistem pengendalian penyakit
tumbuhan salah satunya dengan mengoptimalkan penggunaan agensia hayati bakteri
endofit (Munif.2011).
Bakteri endofit merupakan bakteri yang hidup dalam jaringan tanaman tanpa
menimbulkan kerusakan pada tanaman (Hallmann, 2001). Keunggulan bakteri endofit
sebagai agens hayati nematoda diantaranya ialah bakteri endofit mudah untuk
dikulturkan pada media buatan, dapat digunakan sebagai seed treatments (perlakuan
benih), mengurangi kerusakan akar lebih awal, tidak bersifat fitotoksik (tidak beracun
bagi tanaman), meningkatkan pertumbuhan tanaman, dan menginduksi ketahanan
tanaman (Hallmann, 2001; Siddiqui dan Saukat, 2003; Bacon dan Hinton 2007; Sikora
et al., 2007).
Kemampuan Bakteri endofit dalam menekan penyakit dan meningkatkan
pertumbuhan dapat ditingkatkan dengan pengaplikasian konsorsium bakteri endofit
(James et al., 2003 ; Resti et al., 2016). Bakteri endofit Bacillus cereusAJ34, Serratia
marsescens AR1 dan Alcaligenes faecalis AJ14 merupakan bakteri endofit asal tanaman
jagung yang mampu menginduksi ketahanan tanaman jagung terhadap penyakit layu
stewart oleh Pantoea stewartii subsp. stewartii dengan efektivitas 50.00-54.85%(Rahma
et al., 2014)
Munif dan Giyanto (2015) melaporkan konsorsium bakteri endofit efektif
menekan kerusakan akar akibat infeksi Pratylenchus coffeae pada tanaman kopi.
Penekanan kerusakan akar kopi oleh konsorsium bakteri endofit dilaporkan lebih baik
dibandingkan dengan penekanan oleh isolat tunggal. Selanjutnya, pada laporan terpisah,
Varkey et al. (2018) melaporkan konsorsium bakteri endofit efektif menekan tingkat
infeksi M. incognita pada tanaman tomat. Penggunaan konsorsium mikroba cenderung
memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan penggunaan isolat tunggal, karena
diharapkan kerja enzim dari tiap jenis mikroba dapat saling melengkapi untuk dapat
bertahan hidup menggunakan sumber nutrient yang tersedia (Komarawidjaja, 2009).
Berdasarkan latar belakang diatas perlu dikaji pengaruh dari konsorsium bakteri
endofit dalam menekan perkembangan penyakit bengkak akar oleh Meloidogyne spp.
Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian dengan judul “Konsorsium Bakteri
Endofit untuk Pengendalian Bengkak Akar oleh Meloidogyne spp dan
Pertumbuhan Tanaman Tomat”.
B. Tujuan
Penelitian bertujuan untuk mendapatkan konsorsium bakteri endofit yang
mampu mengendalikan nematoda bengkak akar oleh Meloidogyne spp. dan
meningkatkan pertumbuhan serta hasil tanaman tomat.
C. Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah konsorsium bakteri endofit
untuk pengendalian penyakit pengendalian nematoda bengkak akar oleh Meloidogyne
spp. dan meningkatkan pertumbuhan serta hasil tanaman tomat.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tomat
Tomat (lycopersicum esculentum mill.) merupakan salah satu komoditas sayuran
famili Solanacea yang banyak dibudidayakan di dunia (Kimura & Neelima, 2008).
Tomat diperlukan oleh manusia untuk menunjang kebutuhan hidup. Hal ini disebabkan
kandungan gizi buah tomat yang kaya vitamin dan mineral yang bermanfaat untuk
mempertahankan kesehatan (Sari dkk, 2017). Buah tomat selain dimanfaatkan sebagai
sayuran juga dimanfaatkan sebagai pelengkap bumbu masak, minuman, bahan dasar
kosmetik, dan obat-obatan (Purwati dan Khairunisa, 2007).
Tanaman tomat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio:
Spermatophyta, Sub Divisio: Angiospermae, Kelas: Dicotyledonae, Ordo: Solanales,
Famili: Solanaceae, Genus: Lycopersicum, Spesies: Lycopersicum esculentum Mill
(Jones, 2008).
Tanaman tomat berbentuk perdu atau semak dengan tinggi mencapai 2 m dan
berakar tunggang dengan akar samping yang menjalar ke tanah seperti tanaman dikotil
lainnya. Termasuk tanaman setahun yang berarti umurnya hanya untuk satu kali periode
panen. (Tim penulis PS, 2009).
Budidaya tomat terdiri dari persiapan lahan, pemilihan benih, penyemaian,
penanaman, pemupukan, pemeliharaan tanaman hingga panen dan pasca panen.Benih
tomat diperoleh dari buah tomat yang sehat, sebelum disemai benih direndam dahulu
dalam air hangat selama 30 menit. Benih disebar rata pada bedengan persemaian dengan
media berupa campuran tanah pupuk kandang dengan perbandingan 1:1. Penyiraman
dilakukan setiap hari, bibit siap dipindahkan kelapangan setelah berumur 3 minggu
(Astari et al., 2014).
Tomat merupakan komoditas sayuran yang dibudidayakan didaerah dataran
rendah sampai dataran tinggi yang dapat dilakukan dilahan sawah maupun lahan kering
(Laksmawati, 2014). Umumnya, tanaman tomat tumbuh baik pada ketinggian 600-900
m dpl (Marliah et al., 2012). Tomat termasuk tanaman yang tidak sulit memilih tempat
hidup. Selain ditanam langsung ditanah, tomat juga dapat ditanam dalam polibag yang
ditata rapi dalam luasan lahan tertentu (Tim penulis PS, 2009).
Pengolahan tanah dilakukan dengan mencangkul tanah sedalam 25-30 cm atau
lebih. Semakin dalam semakin baik karena perakaran tomat cukup dalam. Tanaman
tomat yang telah ditanam memerlukan pemeliharaan seperti penyiraman, pemberian ajir
dan pemupukan. Penyiraman dapat dilakukan rutin pagi dan sore sedangkan untuk
tanaman di dataran tinggi penyiraman dapat dilakukan sehari sekali karena tingkat
penguapannya tidak setinggi penguapan di dataran rendah (Tim penulis PS, 2009).
Bibit tanaman tomat yang disemai dalam polybag, wadah yang digunakan
terlebih dahulu dilepaskan dan semua media tanam dimasukkan tanpa mencabut akar
tanaman. Kemudian ditutup dan ratakan dengan tanah. Sedangkan bibit yang ditanam di
persemaian bedeng, tanaman dimasukkan ke lubang tanam lalu ditimbun dengan tanah
bekas galian lubang. Tanah diratakan dan disiram dengan air untuk menjaga
kelembabannya. Tanaman tomat dipasang ajir setelah berumur 21 hari setelah tanam
yang bertujuan untuk pemopang agar tanaman tetap tumbuh tegak (Susila, 2006). Selain
itu, juga memudahkan dalam pemeliharaan dan pemetikan buahnya. (Tim penulis PS,
2009).
Dosis yang dilakukan pada pemupukan tanaman tomat yaitu, NPK mutiara (3
gr/polybag/lubang tanam), Urea (3 gr/polybag/lubang tanam) diberikan dari tanaman
berumur 1 minggu setelah tanam. Pemberian pupuk NPK mutiara dan urea dilakukan 1
kali dalam 2 minggu yang dilakukan di pagi atau sore hari. (Sutariati et al., 2014).
Buah tomat dapat dipanen apabila telah memenuhi kriteria panen, yaitu warna
kulit buah telah berubah dari hijau menjadi kekuningan, tepi daun-daun tua mengering
dan batang telah mulai menguning. Panen dapat dilakukan umur 60-90 hari setelah
tanam, tergantung pada kultivar dan kondisi iklim terutama suhu (Zulkarnain, H. 2016).
Pemetikan tomat dilakukan secara langsung dengan tangan selama 10-15 kali permusim
tanam dengan selang 2-3 hari. (Maskar dan Gafur, 2006). Pengendalian gulma
dilakukan secara mekanik dengan mencabuti gulma-gulma yang tumbuh disekitar
pertanaman (Pardosi et al., 2016).
Salah satu kendala dalam peningkatan produksi tomat di Indonesia adalah hama
dan patogen penyebab penyakit. Patogen utama yang menyerang tanaman tomat adalah
Fusarium oxysporum (penyebab layu fusarium), Ralstonia solanacearum (penyebab
penyakit layu bakteri), Meloidogyne spp. (nematoda puru akar). Ketiga patogen tersebut
dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang tinggi (Amini 2009; Lixuan et al. 2010).
Salah satu jenis penyakit yang banyak ditemukan menyerang tanaman tomat dan
menimbulkan kerugian ekonomis cukup besar adalah penyakit puru akar yang
disebabkan oleh nematoda Meloidogyne spp (Amin, N. 2010). Meloidogyne spp.
merupakan nematoda parasit tumbuhan yang bersifat polifagus dan populasinya telah
menyebar di seluruh dunia sehingga termasuk dalam golongan hama yang berbahaya
(Adiputra, 2006).
Nematoda merupakan salah satu jenis parasit penting yang dapat menyerang
berbagai jenis tanaman utama di Indonesia. Nematoda dapat menyebabkan kerusakan
pada akar karena nematoda menghisap sel-sel akar, sehingga pembuluh jaringan
terganggu akibatnya translokasi air dan hara terhambat (Raihana et al,. 2017).
Di Indonesia diidentifikasi terdapat 26 spesies nematoda parasit yang menyerang
tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan. Diantara nematoda tersebut
Pratylenchus, Radopholus, Globodera dan Meloidogyne merupakan nematoda parasite
yang paling merusak (Mustika, 2005).
Salah satu penyakit penting yang disebabkan oleh nematoda pada tanaman
Solanaceae ialah penyakit bengkak akar yang disebabkan Meloidogyne spp. Nematoda
Meloidogyne spp. terdapat hampir diseluruh dunia dan merupakan nematoda penting
terutama di daerah tropika. Kerusakan tanaman yang ditimbulkan oleh Meloidogyne
spp. Dapat menyebabkan penurunan produksi antara 15 - 60%, bahkan dapat mencapai
75% bila tanaman yang diserang rentan. Populasi larva Meloidogyne spp. antara 500
dan 800 ekor per kg tanah dapat menyebabkan turunnya produksi buah tomat sampai
40%. ( Khotimah.dkk, 2020).
Meloidogyne berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari Mel, oid, o, gyne. Mel
berasal dari melon yang artinya apel atau labu. Oid berasal dari oides yang berarti
menyerupai, gyne berarti betina. Maka Meloidogyne dapat diartikan sebagai betina
menyerupai apel atau labu. Nematoda ini juga dikenal dengan nama nematoda bengkak
akar atau nematoda puru akar (Winarto, 2015).
Meloidogyne termasuk dalam Filum: Nemathelminthes, Kelas: Nematoda,
Subkelas: Secernantea, Ordo: Tylenchida, Superfamily: Tylencoidea, Famili:
Heteroderoidae, dan Genus: Meloidogyne. Meloidogyne spp. memiliki ukuran tubuh
yang kecil dan tidak dapat dilihat secara langsung dengan mata telanjang sehingga
dibutuhkan bantuan mikroskop untuk melihat ciri morfologi yang dimilikinya. Spesies
jantan dan betina memiliki bentuk tubuh yang berbeda satu sama lain. Nematoda jantan
memiliki bentuk tubuh memanjang seperti cacing, sedangkan nematoda betina pada saat
dewasa memiliki bentuk tubuh seperti buah pear atau sferoid (Agrios, 2005).
Gejala serangan Meloidogyne sp. pada bagian atas tanaman umumnya tidak
spesifik, tanaman terlihat kerdil, pertumbuhan terhambat, ukuran dan cabang primer
mengecil, daun tua berwarna kuning yang secara perlahan akhirnya rontok dan tanaman
mati (Harni, 2014).
Umumnya kerusakan yang disebabkan oleh Meloidogyne sp. akan menghambat
penyerapan unsur hara dan air serta translokasi oleh sistem perakaran. Infeksi sekunder
oleh patogen lain menyebabkan gejala busuk yang meluas dari daerah infeksi nematoda
(Moens et al.,2009).
Siklus hidup Meloidogyne spp. dari telur hingga dewasa berlangsung tiga
minggu sampai beberapa bulan.Namun, tergantung suhu lingkungan dan tumbuhan
inangnya (Dropkin, 1991). Telur yang berbentu oval diletakkan pada permukaan akar
dalam bentuk kelompok telur (egg mass) yang dibungkus matrik gelatin. Gelatin
berfungsi melindungi telur dari keadaan yang kurang baik. Dalam kelompok telur bisa
berisi 400-1000 telur atau lebih dan bisa mencapai 2800 apabila tanaman inang dan
lingkungan yang cocok (Winarto, 2015). Fase perkembangbiakan nematoda setelah
telur yaitu juvenile 1 (J1) yang mengalami pergantian kulit di dalam telur. Setelah telur
menetas, nematoda akan berkembang menjadi juvenile 2 (J2). J2 masuk ke dalam akar
dan merusak sel-sel akar dengan stiletnya. J2 akan hidup menetap pada sel-sel tersebut,
mengalami pertumbuhan dan pergantian kulit menjadi J3 dan J4 yang selanjutnya akan
menjadi nematoda jantan dan betina dewasa (Dropkin, 1991)
Nematoda Meloidogyne spp. biasanya berada disekitar perakaran tanaman dan
menginfeksi jaringan perakaran tanaman sehingga mengakibatkan gejala berupa
pembengkakan pada bagian akar. Suhu serta jenis tumbuhan inang mempengaruhi
perkembangan nematoda Meloidogyne spp. pada tanah. di suhu rendah siklus hidup
enematoda yaitu 40 hari dan di suhu tinggi siklus hidup nematoda lebih cepat yaitu 35
hari (Duggal, 2017).
Infeksi Meloidogyne spp. pada perakaran tanaman terjadi karena adanya
interaksi antara akar tanaman dengan nematoda yang memiliki stilet dan sekresi enzim
yang dikeluarkan nematoda pada saat nematoda makan, stilet digunakan sebagai alat
untuk menembus perakaran pada jenis nematoda parasit (Munif dan Harni, 2011).
Meloidogyne spp. dapat mengeluarkan enzim sellulose yang dapat
menghidrolisa sellulosa, dengan terurainya bahan penyusun dinding sel, maka dinding
sel akan rusak dan terjadilah luka pada jaringan sel akar, selanjutnya terjadi proses
parasitisme yaitu nematoda bergerak diantara sel-sel menuju areal pemanjangan sel dan
akan memulai makan dengan menyuntikkan sekresi kelenjar esofagus ke dalam sel-sel
akar (Rahmawati et al., 2018).
Pengendalian nematoda telah dilakukan dengan teknik kultur
(penggunaan bahan tanam bebas nematoda), nematisida, varietas tahan (CABI, 2015),
penanaman kembali kopi setelah 5 tahun masa bera (Trinh, 2011) dan agens hayati
menggunakan bakteri endofit (Vega dkk., 2005; Harni & Khaerati, 2013). Nematoda
parasit tanaman dapat dikendalikan dengan cara sanitasi, pergiliran tanaman, pemilihan
waktu tanam, tanaman resisten, secara kimiawi dan secara hayati yaitu dengan
menggunakan agen biotik maupun abiotik (Sayre, 1980a; 1980b).
C. Bakteri Endofit
Amin, N. 2010. Pengaruh Perlakuan Bubuk Biji Pepaya (Carica papaya L.) Terhadap
Serangan Nematoda Meloidogyne spp. pada Tanaman Tomat. J. Fitomedika.
7 (1): 9-14.
Agrios, G. N. 2005. Plant Pathology. 5th Edition. New York : Academic Press. 903 p.
Ashraf, S., Afzal, M., Naveed, M., Shahid, M., dan Ahmad, Z. 2018. Endophytic
bacteria enhance remediation of tannery effluent in constructed wetlands
vegetated with Leptochloa fusca. International Journal of Phytoremediation.
20(2): 121-128. doi: 10.1080/15226514.2017.1337072
Duggal, P., S. Ram., A.K. Bathia., dan J. Patil. 2017. Life Cycle and Pathogenicity of
Meloidogyne incognita on Capsicum frutescens under Poly-House as
Compared to Screen-House Conditions. International Journal of Pure and
Applied Bioscience. 5(2) : 1017-1024.
Harni, R., Supramana, S.M. Sinaga, Giyanto dan Supriadi. 2012. Mekanisme Bakteri
Endofit Mengendalikan Nematoda Pratylenchus brachyurus pada Tanaman
Nilam. Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. 23(1):102- 114
Kimura, S & Neelima, S. 2008. Solanum lycopersicum: A Model Fruit Bearing Crop.
Cold Spring Harbor Laboratory Press, 3(11):1-9).
Khotimah, N., Nyoman, W., Made, S. 2020. Perkembangan Populasi Nematoda Puru
Akar (Meloidogyne spp.) dan Tingkat Kerusakan Pada Beberapa Tanaman
Familia Solanaceae. Bali: Universitas Udayana.
Marliah, A., M. Hayati, & I. Muliansyah. 2012. Pemanfaatan pupuk organik cair
terhadap pertumbuhan dan hasil beberapa varietas tomat (Lycopersicum
esculentum L.). Jurnal Agrista 16(3):122- 128.
Maskar. dan Gafur, S. 2006. Budidaya Tomat. Agro Inovasi. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah: Sulawesi Tengah.
Mukherjee, G., Saha, C., Naskar, N., Mukherjee, A., Mukherjee, A., Lahiri, S.,
Munif A. 2001. Studies on the importance of endophytic bacteria for the biological
control of the root-knot nematode Meloidogyne incognita on tomato.
[disertasi]. Jerman (GM): Institut fur Pflanzen krankheiten der Rheinischen
Friedrich-Wilhelms. Universitat Bonn.
Munif, A., Wiyono, S., & Suwarno. (2012). Isolasi Bakteri endofit asal tanaman padi
gogo dan potensinya sebagai agens biokontrol dan pemacu pertumbuhan
tanaman. J Fitopatol Indones, 8(3), 57-64.
Moens, M., R.N. Perry, and J.L Starr. 2009. Meloidogyne species – a diverse group of
novel and important plants parasitic. Di dalam: Perry R. N., M.Moens, andJ.
L.Starr, editor. Root-Knot Nematodes. Wallingford (GB): CABI publishing.
1-13.
Pardosi, S.K., Rustikawati. dan Suryati., D 2016. Keragaan Pertumbuhan dan Hasil
Enam Belas Genotipe Tomat (Solanum lycopersicum L.) di Dataran Rendah.
Jurnal Akta Agrosia, 19 (2): 118 – 128.
Purwati, E dan Khairunisa. 2007. Budidaya Tomat Dataran Rendah dengan Varietas
Unggul serta Tahan Hama dan Penyakit. Penebar Swadaya. Jakarta. 67 hlm.
Rahma,H., Aprizal Zaina., M Surahman., Meity S.Sinaga, dan Giyanto. 2014. Potensi
Bakteri Endofit dalam Menekan Penyakit Layu Stewart (Pantoea stewartii
subsp. stewartii) pada Tanaman Jagung. J. HptTropika. 14( 2): 121 – 137.
Rahmawati, I., Murti, R.H. dan Indarti, S. 2018. Ketahanan Enam Hibrida Tomat
Terhadap Nematoda Puru Akar (Meloidogyne spp.). Seminar Nasional. Peran
Keanekaragaman Hayati untuk Mendukung Indonesia sebagai Lumbung
Pangan Dunia 2(1): 1-7.
Raihana et al,. 2017. Aplikasi Perkembangan Stadia Hidup Nematoda Puru Akar
(Meloidogyne spp) Mulai Dari Fase Telur Sampai Dewasa pada Pertanaman
Tomat (Solanum lycopersicum L.) di Kota Banjarbaru. Universitas Lampung.
JTAM AGROEKOTEK VIEW Vol.1(2)
Ryan RP, Germaine K, Franks A, Ryan DJ, dan Dowling DN, 2007. Bacterial
Endophytes: Recent Developments and Applications. Federation of European
Microbiological Societies, 278(2008): 1-9.
Sari, A.W., A. Azwir, Z. Anizam. 2017. Respon Pertumbuhan dan Produksi Tanaman
Tomat . Jurnal Jurusan Biologi FMIPA UNP
Schulz, B.J.E and C.J.C. Boyle. 2006. What are endophytes? In B.J.E.Schulz, C.J.C.
Boyle, and T.N. Sieber (Eds.). Microbial Root Endophytes, Springer-Verlag,
Berlin pp. 1–13.
Susila, A.D. 2006. Panduan Budidaya Tanaman Sayuran. Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB.
Sutariati, G.A.K., Rakian, T.C., Agustina., Sopacua, N., Lamudi., dan Haq, M. 2014.
Kajian Potensi Rizobakteri Pemacu Pertumbuhan Tanaman yang Diisolasi
dari Rizosfer Padi Sehat. Jurnal Agroteknos. 4 (2): 71-77.
Tim Penulis PS. 2009. Budidaya Tanaman Tomat Secara Komersil. Niaga Swadaya.
Varkey, S., Anith, K., Narayana, R., dan Aswini, S. 2018. A consortium of
rhizobacteria and fungal endophyte suppress the root-knot nematode parasite
in tomato. Rhizosphere. 5: 38-42. doi: 10.1016/j.rhisph.2017.11.005.