Anda di halaman 1dari 24

PROPOSAL PENELITIAN

KONSORSIUM BAKTERI ENDOFIT UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT


BENGKAK AKAR OLEH Meloidogyne spp. DAN PERTUMBUHAN TANAMAN
TOMAT

Oleh:
Febi Junia Putri
1810253008

Usulan penelitian sebagai salah satu syarat


Untuk mendapatkan gelar sarjana

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan
judul “Konsorsium Bakteri Endofit untuk Pengendalian Bengkak Akar oleh
Meloidogyne spp. dan Pertumbuhan Tanaman Tomat”. Shalawat beserta salam
kepada Nabi Muhammad Shalallau’alaihi wassalam sebagai suri tauladan dan rahmat
bagi seluruh alam.
Terimakasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Haliatur Rahma, SSi. MP selaku
pembimbing I dan Bapak Ir. Winarto, MS. sebagai pembimbing II yang telah
memberikan banyak arahan, nasehat, dan saran kepada penulis. Terima kasih juga
penulis sampaikan kepada seluruh pihak yang telah membantu dan memotivasi sehingga
penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari pembaca demi penyusunan yang lebih baik lagi kedepannya.

Padang, November 2021

Febi Junia Putri


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR........................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................... ii
DAFTAR TABEL.................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR............................................................................. iv
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................... v
ABSTRAK.............................................................................................. vi
ABSTRACT........................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................... 1
A. Latar Belakang....................................................................... 1
B. Tujuan Penelitian.................................................................... 4
C. Manfaat Penelitian.................................................................. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................... 5
A. Tomat ..................................................................................... 7
B. Meloidogyne spp. .................................................................. 7
C. Bakteri Endofit....................................................................... 9
BAB III METODE PENELITIAN...................................................... 13
A.Waktu dan Tempat.................................................................. 13
B. Metodologi Penelitian............................................................. 13
C. Pelaksanaan Penelitian........................................................... 14
D. Pengamatan ........................................................................... 20
E. Analisis Data........................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA............................................................................ 44
BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pertanian merupakan roda penggerak ekonomi nasional. Salah satu hasil
pertanian di Indonesia adalah tomat (Alfredo, 2020). Tanaman tomat merupakan salah
satu komoditas hortikultura yang sangat potensial untuk dikembangkan karena
mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi (Prasetyo et al, 2014). Tomat (Lycopersicon
esculentum) merupakan tanaman hortikultura yang yang kaya vitamin dan mineral.
Tomat tidak hanya digunakan sebagai sayuran buah saja, tetapi juga sebagai pelengkap
bumbu masak, minuman segar, dan bahan pewarna alami. Tomat juga dapat digunakan
sebagai bahan dasar kosmetik atau obat-obatan (Purwati dan Khairunisa, 2007).
Produktivitas tanaman tomat di Indonesia pada tahun 2017- 2019 berturut-turut
yaitu 15,31 ton/ha, 17,31 ton/ha, 18,14 ton/ha (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2020).
Produktivitas tomat di provinsi Sumatera Barat pada tahun 2017 yaitu 30,21 ton/ha,
mengalami peningkatan pada tahun 2018 yaitu 36,60 ton/ha dan mengalami penurunan
pada tahun 2019 yaitu 34,79 ton/ha (Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal
Hortikultura, 2020).
Salah satu kendala dalam peningkatan produksi tomat di Indonesia adalah
serangan hama dan patogen penyebab penyakit. Patogen utama yang menyerang
tanaman tomat adalah Fusarium oxysporum, Ralstonia solanacearum, Meloidogyne sp.
yang dapat menyebabkan kerugian ekonomi. (Amini 2009; Lixuan et al. 2010). Endah
dan Novizan (2002) menyebutkan infeksi berat yang disebabkan oleh serangan
nematoda bengkak akar dapat menyebabkan tanaman layu dan mati, pertumbuhan
tanaman terhambat, kerdil, dan bengkak pada akar tanaman. Nematoda Meloidogyne
spp. menyebabkan kerusakan pada tanaman tomat dengan tingkat kerusakan sebesar
68,3% (Khotimah et al., 2020).
Pengendalian nematoda parasit yang banyak dilakukan adalah mengunakan
nematisida sintetik yang dianggap dapat mengendalikan nematoda secara cepat dan
praktis. Namun, menggunakan nematisida sintetik ternyata kurang efektif karena
memberikan beberapa dampak negatif (Harni, 2016). Penggunaan pestisida kimia terus
menerus dapat mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan, patogen menjadi
lebih resisten, mengganggu keberadaan mikroba dalam tanah yang bermanfaat, maupun
kesehatan manusia. Penggunaan pestisida juga memberikan efek residu sehingga dapat
merugikan. Sehubungan dengan itu perlu dikembangkan suatu sistem produksi
pertanian yang berwawasan lingkungan termasuk sistem pengendalian penyakit
tumbuhan salah satunya dengan mengoptimalkan penggunaan agensia hayati bakteri
endofit (Munif.2011).
Bakteri endofit merupakan bakteri yang hidup dalam jaringan tanaman tanpa
menimbulkan kerusakan pada tanaman (Hallmann, 2001). Keunggulan bakteri endofit
sebagai agens hayati nematoda diantaranya ialah bakteri endofit mudah untuk
dikulturkan pada media buatan, dapat digunakan sebagai seed treatments (perlakuan
benih), mengurangi kerusakan akar lebih awal, tidak bersifat fitotoksik (tidak beracun
bagi tanaman), meningkatkan pertumbuhan tanaman, dan menginduksi ketahanan
tanaman (Hallmann, 2001; Siddiqui dan Saukat, 2003; Bacon dan Hinton 2007; Sikora
et al., 2007).
Kemampuan Bakteri endofit dalam menekan penyakit dan meningkatkan
pertumbuhan dapat ditingkatkan dengan pengaplikasian konsorsium bakteri endofit
(James et al., 2003 ; Resti et al., 2016). Bakteri endofit Bacillus cereusAJ34, Serratia
marsescens AR1 dan Alcaligenes faecalis AJ14 merupakan bakteri endofit asal tanaman
jagung yang mampu menginduksi ketahanan tanaman jagung terhadap penyakit layu
stewart oleh Pantoea stewartii subsp. stewartii dengan efektivitas 50.00-54.85%(Rahma
et al., 2014)
Munif dan Giyanto (2015) melaporkan konsorsium bakteri endofit efektif
menekan kerusakan akar akibat infeksi Pratylenchus coffeae pada tanaman kopi.
Penekanan kerusakan akar kopi oleh konsorsium bakteri endofit dilaporkan lebih baik
dibandingkan dengan penekanan oleh isolat tunggal. Selanjutnya, pada laporan terpisah,
Varkey et al. (2018) melaporkan konsorsium bakteri endofit efektif menekan tingkat
infeksi M. incognita pada tanaman tomat. Penggunaan konsorsium mikroba cenderung
memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan penggunaan isolat tunggal, karena
diharapkan kerja enzim dari tiap jenis mikroba dapat saling melengkapi untuk dapat
bertahan hidup menggunakan sumber nutrient yang tersedia (Komarawidjaja, 2009).
Berdasarkan latar belakang diatas perlu dikaji pengaruh dari konsorsium bakteri
endofit dalam menekan perkembangan penyakit bengkak akar oleh Meloidogyne spp.
Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian dengan judul “Konsorsium Bakteri
Endofit untuk Pengendalian Bengkak Akar oleh Meloidogyne spp dan
Pertumbuhan Tanaman Tomat”.

B. Tujuan
Penelitian bertujuan untuk mendapatkan konsorsium bakteri endofit yang
mampu mengendalikan nematoda bengkak akar oleh Meloidogyne spp. dan
meningkatkan pertumbuhan serta hasil tanaman tomat.
C. Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah konsorsium bakteri endofit
untuk pengendalian penyakit pengendalian nematoda bengkak akar oleh Meloidogyne
spp. dan meningkatkan pertumbuhan serta hasil tanaman tomat.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tomat
Tomat (lycopersicum esculentum mill.) merupakan salah satu komoditas sayuran
famili Solanacea yang banyak dibudidayakan di dunia (Kimura & Neelima, 2008).
Tomat diperlukan oleh manusia untuk menunjang kebutuhan hidup. Hal ini disebabkan
kandungan gizi buah tomat yang kaya vitamin dan mineral yang bermanfaat untuk
mempertahankan kesehatan (Sari dkk, 2017). Buah tomat selain dimanfaatkan sebagai
sayuran juga dimanfaatkan sebagai pelengkap bumbu masak, minuman, bahan dasar
kosmetik, dan obat-obatan (Purwati dan Khairunisa, 2007).
Tanaman tomat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio:
Spermatophyta, Sub Divisio: Angiospermae, Kelas: Dicotyledonae, Ordo: Solanales,
Famili: Solanaceae, Genus: Lycopersicum, Spesies: Lycopersicum esculentum Mill
(Jones, 2008).
Tanaman tomat berbentuk perdu atau semak dengan tinggi mencapai 2 m dan
berakar tunggang dengan akar samping yang menjalar ke tanah seperti tanaman dikotil
lainnya. Termasuk tanaman setahun yang berarti umurnya hanya untuk satu kali periode
panen. (Tim penulis PS, 2009).
Budidaya tomat terdiri dari persiapan lahan, pemilihan benih, penyemaian,
penanaman, pemupukan, pemeliharaan tanaman hingga panen dan pasca panen.Benih
tomat diperoleh dari buah tomat yang sehat, sebelum disemai benih direndam dahulu
dalam air hangat selama 30 menit. Benih disebar rata pada bedengan persemaian dengan
media berupa campuran tanah pupuk kandang dengan perbandingan 1:1. Penyiraman
dilakukan setiap hari, bibit siap dipindahkan kelapangan setelah berumur 3 minggu
(Astari et al., 2014).
Tomat merupakan komoditas sayuran yang dibudidayakan didaerah dataran
rendah sampai dataran tinggi yang dapat dilakukan dilahan sawah maupun lahan kering
(Laksmawati, 2014). Umumnya, tanaman tomat tumbuh baik pada ketinggian 600-900
m dpl (Marliah et al., 2012). Tomat termasuk tanaman yang tidak sulit memilih tempat
hidup. Selain ditanam langsung ditanah, tomat juga dapat ditanam dalam polibag yang
ditata rapi dalam luasan lahan tertentu (Tim penulis PS, 2009).
Pengolahan tanah dilakukan dengan mencangkul tanah sedalam 25-30 cm atau
lebih. Semakin dalam semakin baik karena perakaran tomat cukup dalam. Tanaman
tomat yang telah ditanam memerlukan pemeliharaan seperti penyiraman, pemberian ajir
dan pemupukan. Penyiraman dapat dilakukan rutin pagi dan sore sedangkan untuk
tanaman di dataran tinggi penyiraman dapat dilakukan sehari sekali karena tingkat
penguapannya tidak setinggi penguapan di dataran rendah (Tim penulis PS, 2009).
Bibit tanaman tomat yang disemai dalam polybag, wadah yang digunakan
terlebih dahulu dilepaskan dan semua media tanam dimasukkan tanpa mencabut akar
tanaman. Kemudian ditutup dan ratakan dengan tanah. Sedangkan bibit yang ditanam di
persemaian bedeng, tanaman dimasukkan ke lubang tanam lalu ditimbun dengan tanah
bekas galian lubang. Tanah diratakan dan disiram dengan air untuk menjaga
kelembabannya. Tanaman tomat dipasang ajir setelah berumur 21 hari setelah tanam
yang bertujuan untuk pemopang agar tanaman tetap tumbuh tegak (Susila, 2006). Selain
itu, juga memudahkan dalam pemeliharaan dan pemetikan buahnya. (Tim penulis PS,
2009).
Dosis yang dilakukan pada pemupukan tanaman tomat yaitu, NPK mutiara (3
gr/polybag/lubang tanam), Urea (3 gr/polybag/lubang tanam) diberikan dari tanaman
berumur 1 minggu setelah tanam. Pemberian pupuk NPK mutiara dan urea dilakukan 1
kali dalam 2 minggu yang dilakukan di pagi atau sore hari. (Sutariati et al., 2014).
Buah tomat dapat dipanen apabila telah memenuhi kriteria panen, yaitu warna
kulit buah telah berubah dari hijau menjadi kekuningan, tepi daun-daun tua mengering
dan batang telah mulai menguning. Panen dapat dilakukan umur 60-90 hari setelah
tanam, tergantung pada kultivar dan kondisi iklim terutama suhu (Zulkarnain, H. 2016).
Pemetikan tomat dilakukan secara langsung dengan tangan selama 10-15 kali permusim
tanam dengan selang 2-3 hari. (Maskar dan Gafur, 2006). Pengendalian gulma
dilakukan secara mekanik dengan mencabuti gulma-gulma yang tumbuh disekitar
pertanaman (Pardosi et al., 2016).
Salah satu kendala dalam peningkatan produksi tomat di Indonesia adalah hama
dan patogen penyebab penyakit. Patogen utama yang menyerang tanaman tomat adalah
Fusarium oxysporum (penyebab layu fusarium), Ralstonia solanacearum (penyebab
penyakit layu bakteri), Meloidogyne spp. (nematoda puru akar). Ketiga patogen tersebut
dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang tinggi (Amini 2009; Lixuan et al. 2010).
Salah satu jenis penyakit yang banyak ditemukan menyerang tanaman tomat dan
menimbulkan kerugian ekonomis cukup besar adalah penyakit puru akar yang
disebabkan oleh nematoda Meloidogyne spp (Amin, N. 2010). Meloidogyne spp.
merupakan nematoda parasit tumbuhan yang bersifat polifagus dan populasinya telah
menyebar di seluruh dunia sehingga termasuk dalam golongan hama yang berbahaya
(Adiputra, 2006).

B. Nematoda bengkak akar (Meloidogyne spp.)

Nematoda merupakan salah satu jenis parasit penting yang dapat menyerang
berbagai jenis tanaman utama di Indonesia. Nematoda dapat menyebabkan kerusakan
pada akar karena nematoda menghisap sel-sel akar, sehingga pembuluh jaringan
terganggu akibatnya translokasi air dan hara terhambat (Raihana et al,. 2017).
Di Indonesia diidentifikasi terdapat 26 spesies nematoda parasit yang menyerang
tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan. Diantara nematoda tersebut
Pratylenchus, Radopholus, Globodera dan Meloidogyne merupakan nematoda parasite
yang paling merusak (Mustika, 2005).
Salah satu penyakit penting yang disebabkan oleh nematoda pada tanaman
Solanaceae ialah penyakit bengkak akar yang disebabkan Meloidogyne spp. Nematoda
Meloidogyne spp. terdapat hampir diseluruh dunia dan merupakan nematoda penting
terutama di daerah tropika. Kerusakan tanaman yang ditimbulkan oleh Meloidogyne
spp. Dapat menyebabkan penurunan produksi antara 15 - 60%, bahkan dapat mencapai
75% bila tanaman yang diserang rentan. Populasi larva Meloidogyne spp. antara 500
dan 800 ekor per kg tanah dapat menyebabkan turunnya produksi buah tomat sampai
40%. ( Khotimah.dkk, 2020).
Meloidogyne berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari Mel, oid, o, gyne. Mel
berasal dari melon yang artinya apel atau labu. Oid berasal dari oides yang berarti
menyerupai, gyne berarti betina. Maka Meloidogyne dapat diartikan sebagai betina
menyerupai apel atau labu. Nematoda ini juga dikenal dengan nama nematoda bengkak
akar atau nematoda puru akar (Winarto, 2015).
Meloidogyne termasuk dalam Filum: Nemathelminthes, Kelas: Nematoda,
Subkelas: Secernantea, Ordo: Tylenchida, Superfamily: Tylencoidea, Famili:
Heteroderoidae, dan Genus: Meloidogyne. Meloidogyne spp. memiliki ukuran tubuh
yang kecil dan tidak dapat dilihat secara langsung dengan mata telanjang sehingga
dibutuhkan bantuan mikroskop untuk melihat ciri morfologi yang dimilikinya. Spesies
jantan dan betina memiliki bentuk tubuh yang berbeda satu sama lain. Nematoda jantan
memiliki bentuk tubuh memanjang seperti cacing, sedangkan nematoda betina pada saat
dewasa memiliki bentuk tubuh seperti buah pear atau sferoid (Agrios, 2005).
Gejala serangan Meloidogyne sp. pada bagian atas tanaman umumnya tidak
spesifik, tanaman terlihat kerdil, pertumbuhan terhambat, ukuran dan cabang primer
mengecil, daun tua berwarna kuning yang secara perlahan akhirnya rontok dan tanaman
mati (Harni, 2014).
Umumnya kerusakan yang disebabkan oleh Meloidogyne sp. akan menghambat
penyerapan unsur hara dan air serta translokasi oleh sistem perakaran. Infeksi sekunder
oleh patogen lain menyebabkan gejala busuk yang meluas dari daerah infeksi nematoda
(Moens et al.,2009).
Siklus hidup Meloidogyne spp. dari telur hingga dewasa berlangsung tiga
minggu sampai beberapa bulan.Namun, tergantung suhu lingkungan dan tumbuhan
inangnya (Dropkin, 1991). Telur yang berbentu oval diletakkan pada permukaan akar
dalam bentuk kelompok telur (egg mass) yang dibungkus matrik gelatin. Gelatin
berfungsi melindungi telur dari keadaan yang kurang baik. Dalam kelompok telur bisa
berisi 400-1000 telur atau lebih dan bisa mencapai 2800 apabila tanaman inang dan
lingkungan yang cocok (Winarto, 2015). Fase perkembangbiakan nematoda setelah
telur yaitu juvenile 1 (J1) yang mengalami pergantian kulit di dalam telur. Setelah telur
menetas, nematoda akan berkembang menjadi juvenile 2 (J2). J2 masuk ke dalam akar
dan merusak sel-sel akar dengan stiletnya. J2 akan hidup menetap pada sel-sel tersebut,
mengalami pertumbuhan dan pergantian kulit menjadi J3 dan J4 yang selanjutnya akan
menjadi nematoda jantan dan betina dewasa (Dropkin, 1991)
Nematoda Meloidogyne spp. biasanya berada disekitar perakaran tanaman dan
menginfeksi jaringan perakaran tanaman sehingga mengakibatkan gejala berupa
pembengkakan pada bagian akar. Suhu serta jenis tumbuhan inang mempengaruhi
perkembangan nematoda Meloidogyne spp. pada tanah. di suhu rendah siklus hidup
enematoda yaitu 40 hari dan di suhu tinggi siklus hidup nematoda lebih cepat yaitu 35
hari (Duggal, 2017).
Infeksi Meloidogyne spp. pada perakaran tanaman terjadi karena adanya
interaksi antara akar tanaman dengan nematoda yang memiliki stilet dan sekresi enzim
yang dikeluarkan nematoda pada saat nematoda makan, stilet digunakan sebagai alat
untuk menembus perakaran pada jenis nematoda parasit (Munif dan Harni, 2011).
Meloidogyne spp. dapat mengeluarkan enzim sellulose yang dapat
menghidrolisa sellulosa, dengan terurainya bahan penyusun dinding sel, maka dinding
sel akan rusak dan terjadilah luka pada jaringan sel akar, selanjutnya terjadi proses
parasitisme yaitu nematoda bergerak diantara sel-sel menuju areal pemanjangan sel dan
akan memulai makan dengan menyuntikkan sekresi kelenjar esofagus ke dalam sel-sel
akar (Rahmawati et al., 2018).
Pengendalian nematoda telah dilakukan dengan teknik kultur
(penggunaan bahan tanam bebas nematoda), nematisida, varietas tahan (CABI, 2015),
penanaman kembali kopi setelah 5 tahun masa bera (Trinh, 2011) dan agens hayati
menggunakan bakteri endofit (Vega dkk., 2005; Harni & Khaerati, 2013). Nematoda
parasit tanaman dapat dikendalikan dengan cara sanitasi, pergiliran tanaman, pemilihan
waktu tanam, tanaman resisten, secara kimiawi dan secara hayati yaitu dengan
menggunakan agen biotik maupun abiotik (Sayre, 1980a; 1980b).

C. Bakteri Endofit

Bakteri endofit merupakan bakteri berasosiasi dengan jaringan tanaman tanpa


menimbulkan gejala atau memberikan kerugian pada tanaman. Bakteri endofit
umumnya berada dalam ruang interseluler dan pembuluh xilem (Rosenblueth dan
Romero, 2004). Bakteri endofit memiliki peran positif, diantaranya adalah sebagai agen
biokontrol yang menunjang aktivitas metabolisme dalam jaringan tanaman (Ryan et al.,
2007). Bakteri endofit masuk ke jaringan tanaman melalui beberapa bagian tanaman
seperti buah, batang, biji, jaringan pembuluh, namun paling umum yang menjadi tempat
kolonisasi bakteri endofit yaitu akar (Simarmata dkk, 2007), Bakteri endofit dapat
ditemukan di berbagai jenis tanaman seperti tanaman hortikultura, perkebunan, pangan,
dan kehutanan (Munif et al., 2012).
Dengan kemampuan bakteri endofit banyak peneliti yang mengembangkan
potensi bakteri endofit sebagai agens hayati. Peran bakteri endofit sebagai agens
pengendali hayati telah banyak dilaporkan (Kloepper et al., 2004), Bakteri endofit yang
sering ditemukan mengkolonisasi jaringan tanaman berasal dari genus Enterobacter,
Bacillus, Methylobacteri, Agrobacteriu, Serratia, Acinetobacter, Arthrobacter, dan
Pseudomonas (Hallman et al., 2000 ; Praca et al., 2012).
Bakteri endofit Bacillus cereus termasuk golongan bakteri Gram positif yang
mempunyai ukuran lebar 1,0 µm – 1,2 µm dan panjang 3 µm – 5 µm, dengan suhu
pertumbuhan maksimum 37°C – 48°C dan minimum 5°C –20°C serta pH pertumbuhan
yang sesuai berkisar 5,5 – 8,5. B. cereus mampu menginduksi ketahanan tanaman
jagung terhadap penyakit layu stewart oleh Pantoea stewartii subsp. stewartii sebesar
48,95–55,60% (Rahma et al., 2014). Dilaporkan mekanisme keefektifan bakteri endofit
B. cereus sebagai agen hayati terhadap Pratylenchus brachyurus dan dapat memacu
pertumbuhan tanaman (Harni et al ,2012).
Bakteri endofit Alcaligenes faecalis melaporkan keberhasilannya dalam
menekan penyakit yang disebabkan P. Brachyurus pada tanaman nilam (Harni et al.,
2012). A. faecalis AJ14 juga dapat menginduksi ketahanan tanaman jagung terhadap
penyakit layu stewart oleh Pantoea stewartii subsp. stewartii sebesar 48,95–55,60%
(Rahma et al., 2014).
Aplikasi agens biokontrol dalam bentuk konsorsium dilaporkan lebih efektif
dibandingkan dengan penggunaan agens biokontrol secara tunggal (Ashraf et al., 2018).
Pada penelitian sebelumnya, Munif dan Giyanto (2015) melaporkan konsorsium bakteri
endofit efektif menekan kerusakan akar akibat infeksi Pratylenchus coffeae pada
tanaman kopi. Penekanan kerusakan akar kopi oleh konsorsium bakteri endofit
dilaporkan lebih baik dibandingkan dengan penekanan oleh isolat tunggal. Selanjutnya,
pada laporan terpisah, Varkey et al. (2018) melaporkan konsorsium bakteri endofit
efektif menekan tingkat infeksi M. incognita pada tanaman tomat. Aplikasi beberapa
isolat bakteri endofit secara bersamaan dalam bentuk konsorsium dilaporkan lebih
efektif dibandingkan dengan aplikasi bakteri endofit secara tunggal. Hal ini disebabkan
aktifitas fisiologi bakteri endofit dalam bentuk konsorsium lebih tinggi, dan metabolit
sekunder yang dihasilkannya lebih beragam (Mukherjee et al., 2018).
Pada bidang perkebunan Halimah et al. (2015) melaporkan konsorsium bakteri
endofit dapat menekan tingkat infeksi nematoda Pratylenchus coffeae. Selain menekan
tingkat infeksi P. coffeae konsorsium bakteri endofit juga dilaporkan meningkatkan
pertumbuhan tanaman kopi. Pertumbuhan tajuk dan panjang akar tanaman kopi yang
diberi perlakuan konsorsium bakteri endofit mengalami peningkatan. Munif et al.
(2015) juga melaporkan bahwa konsorsium bakteri endofit yang diisolasi dari tanaman
kehutanan efektif meningkatkan pertumbuhan tanaman tomat. Tinggi tanaman, berat
segar, dan panjang akar tanaman tomat yang diberi perlakuan bakteri endofit mengalami
peningkatan sampai dengan 37%.
Peningkatan pertumbuhan bibit tomat yang diberi perlakuan dengan konsorsium
bakteri endofit diduga karena bakteri endofit mampu menambat nitrogen, meningkatkan
aktivitas fotosintesis, dan memproduksi hormon pertumbuhan seperti indole acetic acid
(IAA) (Prakamhang et al. 2009; Phetcharat & Duangpaeng 2012).
Keberhasilan introduksi bakteri endofit sebagai agens pengendali hayati telah
banyak dilaporkan oleh peneliti di antaranya, Rahma et al., (2014), melaporkan enam
isolat bakteri endofit yaitu AN6, AR1, AJ15, AJ34, AJ14, AJ19, memiliki kemampuan
dalam meningkatkan ketahanan tanaman jagung terhadap serangan Pantoea stewartii
subps. stewarti dengan menekan keparahan penyakit layu stewart yang berkisar 48,95–
55,60%.
BAB. III METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat


Penelitian dilaksanakan Laboratorium Mikrobiologi Program Studi
Proteksi Tanaman dan UPT Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas
Andalas.
B. Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan adalah tiga isolat bakteri endofit terdiri
dari Serratia marcescens AR1, Bacillus cereus AJ34, Alcaligenes faecalis AJ14
merupakan koleksi Ibu Dr. Haliatur Rahma, S, Si. MP), media nutrient agar
(NA), aquades steril, alkohol 70%, KOH 3%, tanah steril, pupuk kandang,
plastik wrapping, tanaman jagung, bunga pukul empat (Merabilis jalapa), tissue,
air kelapa, kertas label, alumnium foil, polybag 10 kg,
Alat-alat yang digunakan pada penelitian adalah aluminium foil,
autoclave, dandang, cawan petri, hand tally counter, jarum okulasi, gelas ukur,
kaca pembesar, microwave, mikroskop binokuler, modifikasi corong Baermann,
plastik bening, pinset, spatula, seedtray, sprayer, laminar air flow cabinet, tabung
reaksi, vortex, wrapping, alat tulis, meteran, ajir. dan tali raffia.
C. Metodologi Penelitian
Penelitian dilakukan bersifat eksperimen menggunakan rancangan acak lengkap
(RAL) dengan 7 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan terdiri atas 4 konsorsium
bakteri endofit, kontrol dan nematisida sebagai berikut :
A= S. Marcescens AR1 + B.cereus AJ34
B = S. marcescens AR1 + A. faecalis AJ14
C = B.cereus AJ34 + A. faecalis AJ14
D = S. marcescens AR1 + B.cereus AJ34 + A. faecalis AJ14
E = Nematisida dengan bahan aktif Carbofuron
F = Kontrol + (Tanpa perlakuan dan tidak diinokulasikan Meloidogyne spp.).
G = Kontrol - ( Tanpa perlakuan dan diinokulaskan Meloidogyne spp.).
D. Pelaksanaan Penelitian
1. Persiapan Bakteri Endofit
a. Peremajaan
Adapun bakteri endofit yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Serratia
marcescens AR1, Bacillus cereus AJ34, Alcaligenes faecalis AJ14 ( Rahma et
al,2019) Isolat diremajakan dengan metode gores pada media NA, kemudian
diinkubasi 2x24 jam. Kemudian isolate tersebut dikonfirmasi dengan uji Gram
dan reaksi hipersensitif.
b. Konfirmasi isolat (Uji Gram dan Reaksi Hipersensitif)
i. Uji Gram
Uji Gram bertujuan untuk mengetahui bakteri bersifat Gram positif atau
negatif. Larutan KOH 3% diteteskan di atas kaca objek dan ditambahkan satu koloni
tunggal biakan bakteri endofit yang telah berumur 2 x 24 jam. Apabila terjadi
penggumpalan dan terasa lengket ketika jarum ose diangkat maka bakteri tersebut
bersifat Gram negatif, sebaliknya apabila tidak terjadi penggumpalan dan tidak
lengket maka bakteri tersebut bersifat Gram positif (Schaad et al., 2001).
ii. Reaksi Hipersensitif
Reaksi hipersensitif bertujuan untuk mengetahui sifat bakteri yang tergolong patogen
terhadap tanaman. Isolat bakteri endofit disuspensikan menggunakan akuades steril
dengan kerapatan 108 sel/ml dan dihomogenkan dengan vortex. Diinfiltrasikan pada
permukaan bawah daun bunga pukul empat (Mirabilis jalapa) menggunakan jarum
suntik. Bagian daun yang diinfiltrasi diselubungi dengan plastik bening dan diinkubasi
selama 2x24 jam. Apabila terjadi nekrotik dalam waktu 2x24 jam artinya bakteri
bersifat HR positif (tergolong patogen) dan sebaliknya. Bakteri yang akan digunakan
adalah yang bersifat HR negatif (Klement et al. 1990).

c. Perbanyakan Isolat Bakteri Endofit dan Pembuatan Konsorsium Bakteri


Endofit

Pembuatan konsorsium bakteri endofit dilakukan dengan perbanyakan isolat


bakteri endofit yang terdiri dari 2 tahap yaitu: (1) pre-culture, 1 koloni tunggal bakteri
endofit dimasukkan ke 5 ml media NB dalam botol kultur dan diinkubasi di atas rotary
shaker dengan kecepatan 150 rpm selama 1 x 24 jam. Pembuatan konsorsium dilakukan
dengan (2) main culture, yaitu dengan mengambil 1 ml suspensi pre-culture dimasukkan
ke botol kultur yang berisi 48 ml air kelapa steril pada konsorsium 2 jenis isolat bakteri
endofit berbeda. Sedangkan pada konsorsium dengan 3 jenis isolat bakteri endofit yang
berbeda dengan mengambil 1 ml suspensi pre-culture dimasukkan ke botol kultur yang
berisi 47 ml air kelapa steril dan diinkubasi di atas rotary shaker dengan kecepatan 150
rpm selama 3 x 24 jam pada suhu kamar konsorsium siap diaplikasikan dengan populasi
108 CFU/ml

2. Persiapan Inokulum Nematoda


Inokulum berupa kelompok telur Meloidogyne spp. yang diperoleh dari
perakaran tanaman tomat yang terinfeksi di Nagari Alahan Panjang, Kabupaten Solok,
Sumatera Barat. Pengamatan akar tanaman tomat yang bergejala bengkak dilakukan
dilaboratorium. Kelompok telur tersebut dikumpulkan ke dalam cawan petri.
Perbanyakan dilakukan pada tanaman tomat yang sudah berumur 21 hari dengan
menginokulasikan 5 kelompok telur pada pertanaman. Setelah tanaman berumur 45
hari, tanaman tomat dicabut dan dibersihkan diambil kelompok telurnya sebagai sumber
inokulum.

3. Uji Konsorsium Bakteri Endofit

a. Persiapan media tanam


Media tanam yang digunakan adalah campuran tanah dan pupuk kandang
dengan perbandingan (2:1). Campuran tanah diletakkan ke dalam plastik berukuran 5 kg
dan disterilkan dalam dandang selama 1 jam pada suhu 100o C. Selanjutnya tanah
didinginkan 1 hari.
b. Introduksi Konsorsium Bakteri Endofit
Konsorsium bakteri endofit yang digunakan diintroduksi pada benih dan bibit
tomat. Benih tomat distrerilisasi permukaan dengan menggunakan aquades selama
satu menit dan direndam dengan larutan NaOCl 1% selama 1 menit, dan dibilas
menggunakan akuades 2 kali dikeringanginkan. Selanjutnya benih tomat direndam
dalam konsorsium bakteri endofit dengan kepadatan populasi 108 sel/ml, selama 15
menit dan dikeringanginkan selama ± 5 menit. Untuk kontrol, benih tomat direndam
dengan akuades steril dengan waktu yang sama. Bibit dipelihara selama 21 hari,
penyiraman pada pagi dan sore hari (disesuaikan dengan kondisi tanaman).
Introduksi konsorsium bakteri endofit dilakukan pada bibit tomat yang telah
berumur 21 hari.Bibit dicabut dan dibersihkan perakarannya dari sisa tanah,
direndam dalam suspense bakteri endofit selama 15 menit (Khaeruni et al., 2014).
Untuk kontrol bibit direndam dalam akuades steril dengan waktu yang sama. Bibit
tomat ditanam 1 bibit tiap polybag yang berisi tanah dan pupuk kandang (2:1) steril
dengan jarak tanam tomat yaitu 40 cm x 60 cm.
c. Inokulasi Telur Meloidogyne spp. pada Media Tanah
Tanaman tomat diinokulasi dengan menuangkan 10 ml suspensi yang berisi ±
500 telur Meloidogyne spp disekitar tanaman tomat yang berumur 1 minggu setelah
tanam (mst) (Harni dan Samsudin, 2005).
d. Pemeliharaan dan Pemupukan Tanaman Tomat
Pemeliharaan tanaman tomat dilakukan dengan penyiraman, pemupukan dan
pengendalian gulma dan hama. Tanaman tomat disiram 2 hari sekali ( disesuaikan
dengan kondisi tanah), pemupukan dilakukan sesuai dengan metode sutariati et al.
(2014), yaitu N (3 g/polybag), P (4,5 g/polybag) dan K (3 g/polybag) (Sutariati et
al., 2014). Pemupukan dilakukan 2 minggu setelah tanam. Gulma yang tumbuh
disekitar tanaman tomat dikendalikan secara mekanik untuk menurunkan kompetisi
unsur hara dan hama juga dikendalikan secara mekanik.
E. Pengamatan dan Analisis Data
1. Pengamatan
a. Perkembangan Meloidogyne spp pada Perakaran Tanaman Tomat
Pengamatan dilakukan pada 45 hari setelah tanam dengan mencabut dan mencuci akar
dengan air mengalir. Kemudian, dilakukan pengamatan sebagai berikut:
a1. Jumlah Bengkak Akar
Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah bengkak akar tomat yang
telah dicuci pada masing-masing perlakuan dengan bantuan kaca pembesar dan Hand
Tally Counter.
a.2. Jumlah Kelompok Telur
Jumlah kelompok telur dihitung bersamaan dengan perhitungan jumlah bengkak
akar. Kelompok telur terlihat jelas pada permukaan akar yang bengkak dengan kaca
pembesar.
a.3. Jumlah Telur dalam Kelompok Telur
Pengamatan ini dilakukan dengan mengambil 3 Kelompok telur/ulangan,
kemudian satu kelompok telur dilarutkan 2-3 tetes NaOCL 5% untuk melarutkan
gelatinnya, kemudian diamati dengan mikroskop binokuler dan dihitung dengan Hand
Tally Counter.
a4. Jumlah Nematoda dalam Tanah Sampel
Perhitungan dilakukan menggunakan metode ekstraksi corong Baermann yang
telah dimodifikasi, dengan mengambil 300 gram sampel tanah pada masing-masing
perlakuan.
b. Pengamatan Pertumbuhan Tanaman
b.1 Tinggi Tanaman
Tinggi tanaman tomat diukur setiap minggu setelah tanaman tomat dipindahkan
ke polybag hingga umur tanaman 49 hari. Tinggi diukur dari pangkal batang sampai
titik tumbuh batang utama.
b.2. Jumlah Daun
Pengamatan dilakukan setiap minggu sekali setelah tanaman berumur 14 hari
setelah tanam sampai muncul bunga pertama.
b.3 Umur Berbunga (hari)
Muncul bunga pertama diamati setiap hari sampai bunga pertama muncul dan
mekar sempurna.
2. Analisis data
Analisis data dengan sidik ragam, jika berbeda nyata dilanjutkan dengan Least
significant Different (LDS). Penghitungan efektivitas untuk masing-masing perlakuan
dilakukan sebagai berikut:
a. Efektivitas Masing-masing Perlakuan Terhadap Perkembangan Meloidogyne
spp.
Efektivitas masing-masing konsorsium bakteri endofit dihitung menggunkan
rumus Sivan dan Chet (1986) , yaitu:
E = Kn - P x 100% …………… ( Rumus 1 )
Kn
Keterangan : E = efektivitas
P = Perlakuan
Kn= kontrol negatif
b. Efektivitas Masing-masing perlakuan Terhadap Pertumbuhan Tanaman
Tomat
Efektivitas masing-masing konsorsium bakteri endofit dihitung menggunakan rumus
Sivan dan Chet (1986) , yaitu :
E = P - Kn x 100% …………… ( Rumus 2 )
Kn
Keterangan: E = efektivitas
P = Perlakuan
Kn= kontrol negatif
c. Pertumbuhan Fase Generatif (Muncul Bunga Pertama)
Efektivitas masing-masing konsorsium bakteri endofit dihitung menggunakan rumus
Sivan dan Chet (1986) yaitu :
E = Kn - P x 100% …………… ( Rumus 3 )
Kn
Keterangan: E = efektivitas
P = Perlakuan
Kn= kontrol negatif
DAFTAR PUSTAKA

Adiputra, M. G. (2006). Pengantar Nematologi Tumbuhan. Jurusan Hama dan


Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Udayana, Denpasar.

Amin, N. 2010. Pengaruh Perlakuan Bubuk Biji Pepaya (Carica papaya L.) Terhadap
Serangan Nematoda Meloidogyne spp. pada Tanaman Tomat. J. Fitomedika.
7 (1): 9-14.

Amini J. 2009. Physiological Race of Fusarium oxysporum F. sp. Lycopersici in


Kurdistan Province of Iran and Reaction of Some Tomato Cultivars to Race 1
of Pathogen. Plant Pathol J. 8(2):68-73.

Agrios, G. N. 2005. Plant Pathology. 5th Edition. New York : Academic Press. 903 p.

Ashraf, S., Afzal, M., Naveed, M., Shahid, M., dan Ahmad, Z. 2018. Endophytic
bacteria enhance remediation of tannery effluent in constructed wetlands
vegetated with Leptochloa fusca. International Journal of Phytoremediation.
20(2): 121-128. doi: 10.1080/15226514.2017.1337072

Astari, W., K. I. Purwani dan W. Anugerahani. 2014. Pengaruh Aplikasi Pupuk


Hayati terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas Tanaman Tomat (Solanum
lycopersicum L.) Var. Tombatu di PT Petrokimia Gresik. Sains dan Seni
Pomits 2 (1): 1-4.

Dropkin, V. H. 1991. Pengantar Nematologi Tumbuhan. Yogyakarta: UGM Press.


366 hlm.

Duggal, P., S. Ram., A.K. Bathia., dan J. Patil. 2017. Life Cycle and Pathogenicity of
Meloidogyne incognita on Capsicum frutescens under Poly-House as
Compared to Screen-House Conditions. International Journal of Pure and
Applied Bioscience. 5(2) : 1017-1024.

Halimah D, Munif A, Giyanto. 2015. Effectiveness of endophytic bacterial


consortium of coffee plant on mortality of Pratylenchus coffeae in vitro.
Pelita Perkebunan. 31(3):175-185.

Harni, R., Supramana, S.M. Sinaga, Giyanto dan Supriadi. 2012. Mekanisme Bakteri
Endofit Mengendalikan Nematoda Pratylenchus brachyurus pada Tanaman
Nilam. Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. 23(1):102- 114

Harni, R. 2014. Prospek Penggunaan Bakteri Endofit untuk Pengendalian Nematoda


Pratylenchus brachyurus pada Tanaman Nilam. Perspektif 13 (1) : 1-12
Jones, B. 2008. Tomato Plant Culture In The Field, Greenhouse, and Home Garden,
Second Edition. CRS. Pers: New York.

Kimura, S & Neelima, S. 2008. Solanum lycopersicum: A Model Fruit Bearing Crop.
Cold Spring Harbor Laboratory Press, 3(11):1-9).

Khotimah, N., Nyoman, W., Made, S. 2020. Perkembangan Populasi Nematoda Puru
Akar (Meloidogyne spp.) dan Tingkat Kerusakan Pada Beberapa Tanaman
Familia Solanaceae. Bali: Universitas Udayana.

Laksmawati Purbaningrum, Tonny K. Moekasan, Witono Adiyoga, Herman De


Putter. 2014. Panduan Praktis Budidaya Tomat Berdasarkan Konsep
Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Jakarta: PT Penebar Swadaya.

Marliah, A., M. Hayati, & I. Muliansyah. 2012. Pemanfaatan pupuk organik cair
terhadap pertumbuhan dan hasil beberapa varietas tomat (Lycopersicum
esculentum L.). Jurnal Agrista 16(3):122- 128.

Maskar. dan Gafur, S. 2006. Budidaya Tomat. Agro Inovasi. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah: Sulawesi Tengah.

Majumder, A.L., dan Seal, A. 2018. An endophytic bacterial consortium modulates


multiple strategies to improve arsenic phytoremediation efficacy in Solanum
nigrum. Scientific Reports. 8(1): 1-16. doi: 10.1038/s41598-018- 25306-x.

Mukherjee, G., Saha, C., Naskar, N., Mukherjee, A., Mukherjee, A., Lahiri, S.,

Munif A. 2001. Studies on the importance of endophytic bacteria for the biological
control of the root-knot nematode Meloidogyne incognita on tomato.
[disertasi]. Jerman (GM): Institut fur Pflanzen krankheiten der Rheinischen
Friedrich-Wilhelms. Universitat Bonn.

Munif, A. dan Harni, R. 2011.Keefektifan Bakteri Endofit untuk Mengendalikan


Nematoda Parasit Meloidogyne incognita pada Tanaman Lada. Institut
Pertanian Bogor. Buletin RISTRI. 2(3)

Munif, A., Wiyono, S., & Suwarno. (2012). Isolasi Bakteri endofit asal tanaman padi
gogo dan potensinya sebagai agens biokontrol dan pemacu pertumbuhan
tanaman. J Fitopatol Indones, 8(3), 57-64.

Munif, A., dan Giyanto, G. 2015. Effectiveness of endophytic bacterial consortium of


coffee plant on mortality of Pratylenchus coffeae in vitro. Pelita Perkebunan.
31(3): 175-185.
Mustika, I. 2005. Konsepsi dan Strategi Pengendalian Nematoda Parasit Tanaman
Perkebunan di Indonesia. Prespektif. 4(1):20-35.

Moens, M., R.N. Perry, and J.L Starr. 2009. Meloidogyne species – a diverse group of
novel and important plants parasitic. Di dalam: Perry R. N., M.Moens, andJ.
L.Starr, editor. Root-Knot Nematodes. Wallingford (GB): CABI publishing.
1-13.

Pardosi, S.K., Rustikawati. dan Suryati., D 2016. Keragaan Pertumbuhan dan Hasil
Enam Belas Genotipe Tomat (Solanum lycopersicum L.) di Dataran Rendah.
Jurnal Akta Agrosia, 19 (2): 118 – 128.

Phetcharat P, Duangpaeng A. 2012. Screening of endophytic bacteria from organic


rice tissue for indole acetic acid production. Pro Eng. 32:177-183. doi:
10.1016/j.proeng.2012.01.1254.

Prakamhang J, Minamisawa K, Teamtaisong K, Boonkerd N, Teaumroong N. 2009.


The communities of endophytic diazotrophic bacteria in cultivated rice
(Oryza sativa L.). Appl Soil Ecol. 42(2):141-149. doi: 10.1016/j.apsoil.
2009.02.008.

Purwati, E dan Khairunisa. 2007. Budidaya Tomat Dataran Rendah dengan Varietas
Unggul serta Tahan Hama dan Penyakit. Penebar Swadaya. Jakarta. 67 hlm.

Rahma,H., Aprizal Zaina., M Surahman., Meity S.Sinaga, dan Giyanto. 2014. Potensi
Bakteri Endofit dalam Menekan Penyakit Layu Stewart (Pantoea stewartii
subsp. stewartii) pada Tanaman Jagung. J. HptTropika. 14( 2): 121 – 137.

Rahmawati, I., Murti, R.H. dan Indarti, S. 2018. Ketahanan Enam Hibrida Tomat
Terhadap Nematoda Puru Akar (Meloidogyne spp.). Seminar Nasional. Peran
Keanekaragaman Hayati untuk Mendukung Indonesia sebagai Lumbung
Pangan Dunia 2(1): 1-7.

Raihana et al,. 2017. Aplikasi Perkembangan Stadia Hidup Nematoda Puru Akar
(Meloidogyne spp) Mulai Dari Fase Telur Sampai Dewasa pada Pertanaman
Tomat (Solanum lycopersicum L.) di Kota Banjarbaru. Universitas Lampung.
JTAM AGROEKOTEK VIEW Vol.1(2)
Ryan RP, Germaine K, Franks A, Ryan DJ, dan Dowling DN, 2007. Bacterial
Endophytes: Recent Developments and Applications. Federation of European
Microbiological Societies, 278(2008): 1-9.

Rosenblueth, M., Martinez., Romero, E. 2004. Rhizobium etlimaize populationsand


their competitiveness for root colonization. Archive of Microbiology.181 (1):
337-344.

Sari, A.W., A. Azwir, Z. Anizam. 2017. Respon Pertumbuhan dan Produksi Tanaman
Tomat . Jurnal Jurusan Biologi FMIPA UNP

Schulz, B.J.E and C.J.C. Boyle. 2006. What are endophytes? In B.J.E.Schulz, C.J.C.
Boyle, and T.N. Sieber (Eds.). Microbial Root Endophytes, Springer-Verlag,
Berlin pp. 1–13.

Simarmata R, Lekatompessy S, Sukiman H.2007Isolasi mikroba endofitik dari


tanaman obat sambung nyawa (Gymura procumbens) dan analisis
potensinya sebagai antimikroba. BerkPenel Hayati; (13):85-90.

Susila, A.D. 2006. Panduan Budidaya Tanaman Sayuran. Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB.

Sutariati, G.A.K., Rakian, T.C., Agustina., Sopacua, N., Lamudi., dan Haq, M. 2014.
Kajian Potensi Rizobakteri Pemacu Pertumbuhan Tanaman yang Diisolasi
dari Rizosfer Padi Sehat. Jurnal Agroteknos. 4 (2): 71-77.

Tim Penulis PS. 2009. Budidaya Tanaman Tomat Secara Komersil. Niaga Swadaya.

Varkey, S., Anith, K., Narayana, R., dan Aswini, S. 2018. A consortium of
rhizobacteria and fungal endophyte suppress the root-knot nematode parasite
in tomato. Rhizosphere. 5: 38-42. doi: 10.1016/j.rhisph.2017.11.005.

Winarto. 2015. Nematologi Tumbuhan. Padang: Minangkabau Press. 249 hlm.

Zulkarnain, H. 2016. Budidaya Sayuran Tropis. Bumi Aksara.

Anda mungkin juga menyukai