Anda di halaman 1dari 22

PENGENDALIAN PENYAKIT BULAI (Peronosclerospora spp.

) PADA TANAMAN
JAGUNG MANIS (Zea mays saccharata) SECARA TERPADU

diajukan untuk memenuhi Sidang Masa Kaderisasi Klinik Tanaman XIX

Disusun oleh:
Nama: Sylvia Nika Puspitasari
NPM: 150510200157

KLINIK TANAMAN
DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT
TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2021
KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya yang tak terhingga sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan karya tulis ilmiah yang berjudul: “Pengendalian Penyakit Bulai
(Peronosclerospora spp.) pada Tanaman Jagung Manis (Zea Mays Saccharata) Secara
Terpadu”. Penyusunan karya tulis ilmiah ini merupakan salah satu tugas untuk memenuhi
Sidang Masa Kaderisasi Klinik Tanaman XIX yang biasanya diadakan pada akhir tahun. Dalam
melakukan penyusunan karya tulis ilmiah ini, penulis telah mendapatkan banyak masukan,
bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak yang sangat mendukung dan memberikan banyak
manfaat. Oleh karena itu, pada kesempatan yang baik ini dengan berbesar hati, penulis ingin
mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya dan sebesar-besarnya kepada :

1. Pembingmbing penulisan LKTI saya, yaitu Ceu Fitika


2. Akang Eceu pengurus harian Klintan 2020/2021
3. Akang eceu Anggota Muda angkatan XIX tahun 2021
4. Keluarga saya yang sudah mendukung keberlangsungan acara MKKT XIX

Penulis berharap naskah karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pemahaman dan

informasi kepada khalayak ramai.

Jatinangor, 08 November 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i

DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii

DAFTAR GAMBAR......................................................................................................... iii

DAFTAR TABEL.............................................................................................................. iv

BAB I. PENDAHULUAN.............................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang Masalah............................................................................................... 1

1.2 Tujuan........................................................................................................................... 2

BAB II. PEMBAHASAN................................................................................................... 3

2.1. Informasi Umum Komoditas........................................................................................ 3

2.2 Informasi Umum OPT................................................................................................... 7

2.3 Gejala Kerusakan........................................................................................................... 8

2.4 Pengendalian................................................................................................................. 10

BAB III PENUTUP............................................................................................................ 14

Kesimpulan......................................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................... 15

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur Kimia Allisin………………………................................................ 5

Gambar 2.Grafik Perkembangan keterjadian penyakit bulai terhadap perlakuan bawang


putih..…………………………………………………………………………. 6
Gambar 3. Gejala khas penyakit bulai dengan ditemukannya lapisan tepung putih
pada permukaan bawah daun di pagi hari lapangan......................................... 8
Gambar 4. Gejala serangan di lapangan (1) P.maydis, (2) P.sorghi sub-bundar, hialin,
dan berdinding tipis, (3) P. philippinensis......................................................................... 9
Gambar 5. Bentuk konidiofor dan konidia dari (1) P.maydis, (2) Konidia
P.sorghi sub-bundar, hialin, dan berdinding tipis, (3) Morfologi
P. philippinensis……………………………………........................................... 9

Gambar 6. Siklus hidup penyakit oleh P.sorghi………………………………....................... 9

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Produksi Bahan Kering Jerami Jagung Manis pada Berbagai Perlakuan (g/m2) ....... 11
Tabel 2. Keterjadian penyakit bulai pada tanaman jagung manis varietas Bonanza F1
yang diberi perlakuan P.polymyxa, Trichoderma sp.................................................... 11

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Jagung manis merupakan komoditas pertanian yang sangat popular. Menurut
catatan Karantina Pertanian Belawan, membuktikan adanya peningkatan konsumsi jagung
manis selama pandemi virus corona. Di tahun 2020, sebanyak 111 ton telah dikirimkan
pada konsumen sedangkan pada tahun 2019, hanya sebanyak 91 ton (Ashari,2020). Oleh
karenanya, budidaya jagung manis berpeluang memberikan untung yang tinggi, namun
sifat ketahanan jagung manis yang rendah terhadap hama dan penyakit tumbuhan
merupakan permasalahan utama dalam budidaya jagung manis (Sudarsana, 2000).
Produksi tanaman jagung manis di Indonesia pada tahun 2020 mengalami
perbedaan yang mengkhawatirkan dari segi produktivitasnya. Tanaman jagung manis yang
terkena serangan OPT pada 2020 cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak
terserang oleh OPT. Jika dibandingkan dengan yang tidak terkena serangan OPT. Rata-
rata produktivitas jagung yang terserang OPT melebihi rata-rata produktivitas yang tidak
terserang OPT. Namun, dari hasil Survei Ubinan 2020 menunjukkan hal yang berlawanan.
Idealnya produktivitas jagung yang tidak terserang OPT akan menghasilkan produktivitas
yang lebih tinggi. Oleh karenanya, diperlukan kajian lebih lanjut mengenai pengendalian
penyakit tanaman jagung manis secara terpadu.
Salah satu penyebab penurunan hasil tersebut ialah penyakit bulai. Kasus
kehilangan dari penyakit bulai pada tanaman jagung dapat mencapai 50-80% di berbagai
sentra penghasil di Indonesia. Menurut kasus di Kabupaten Jombang, sejumlah petani
mengeluh karena jagung tidak tumbuh normal, yaitu daun beserta batangnya berwarna
putih (Mamduh,2020). Penyakit bulai menginfeksi dan menyebar diseluruh bagian
tanaman hingga menyebabkan penyimpangan berupa tanaman kerdil dan tongkol rusak.
Penyakit ini terus meningkat pada setiap tanaman terserang dan menyebar pada seluruh
bagian tanaman seiring dengan waktu pertumbuhan tanaman. Hal ini akhirnya berakibat
pada tanaman jagung yang tidak sanggup lagi berproduksi. Penyakit bulai pada jagung
disebabkan oleh jamur Peronosclerospora spp.
Sampai saat ini pengendalian penyakit bulai dilakukan dengan cara perlakuan
benih menggunakan fungisida sintetik. Akan tetapi, penggunaan fungisida sintetik yang
berlebihan justru menimbulkan permasalahan baru seperti, resistensi patogen, pencemaran
lingkungan, dan residu pada tanaman yang berbahaya untuk kesehatan (Djojosumarto,

1
2004). Oleh karena itu, diperlukan pengendalian alternatif yang efektif tetapi juga ramah
lingkungan. Salah satu alternatif pengendalian tersebut adalah penggunaan fungisida
nabati. Fungisida nabati adalah fungisida yang bahan dasarnya berasal dari tanaman atau
tumbuhan. Banyak tanaman yang dapat digunakan sebagai fungisida nabati, salah satunya
ialah bawang putih.
Pengendalian menggunakan fungisida nabati dapat berpotensi menimbulkan
serangan OPT susulan. Oleh karenanya, diperlukan adanya pengendalian hama terpadu
(PHT) yang menekankan pada pemantauan populasi OPT sebagai pedoman pengendalian.
Salah satunya ialah pengendalian secara kultur teknis dengan menggunakan pupuk
organik berupa ampas teh.
Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari sisa-sisa tanaman dan hewan
yang sudah mengalami perombakan, misalnya pupuk kandang, kompos, sisa hijauan dan
guano (Rinsema, 1986). Pupuk organik mampu meningkatkan kesuburan kimiawi tanah
selain dapat pula bermanfaat untuk meningkatkan kesuburan fisik serta biologi tanah
(Adianto, 1993).
Ampas teh dapat dibuat menjadi bahan dasar pembuatan kompos melalui proses
fermentasi dengan isi rumen. Agrios (1996) mengemukakan bahwa N dan P berpengaruh
terhadap perkembangan penyakit. Oleh karenanya, akan berpengaruh pada laju
pertumbuhan dan tingkat kesiapan tanaman inang untuk bertahan terhadap patogen.
Sedangkan bawang putih, mengandung allisin dan diallil sulfida yang bermanfaat sebagai
bakterisida dan fungisida.
Tanaman jagung manis yang terserang bulai dapat disebabkan oleh banyak
faktor, salah satunya adalah jumlah populasi musuh alami yang rendah sehingga tidak
mampu memberikan respon cepat untuk mengimbangi peningkatan populasi OPT. Agensia
hayati berfungsi untuk menekan populasi pathogen, sehingga berakibat pada perbaikan
pertumbuhan tanaman(Sopialena,2018).
Dari uraian tersebut maka perlu dilakukan studi kasus efektivitas ekstrak ampas
teh sebagai pengendalian secara kultur teknis bawang putih sebagai fungisida nabati dan
agen hayati untuk mengendalikan penyakit bulai pada tanaman jagung manis secara
terpadu.

1.2 Tujuan

Berdasarkan latar belakang tersebut tujuan dari karya tulis ini adalah:
Mengetahui keefektifan PHT secara kultur teknis, biologi, dan kimia dalam
2
mengendalikan penyakit bulai pada tanaman jagung manis.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Informasi Umum Komoditas

2.1.1 Jagung Manis


Jagung manis hampir sama dengan jagung biasa, perbedaannya yang mencolok adalah
mengandung zat gula yang lebih tinggi (5 ± 6%) dibanding dengan jagung biasa sekitar (2 ±
3%) dan umur panennya rata-rata 60 ± 70 hari setelah tanam. Jagung manis termasuk dalam
golongan famili graminae dengan nama latin Zea mays saccarata L. Menurut Rukmana
( 2009), secara sistematika para ahli botani mengklasifikasikan sebagai berikut : kingdom
Plantae, diviso Spermatophyta, sub-divisio Angiospermae, kelas Monocotyledoneae, famili
Graminae, genus Zea, spesies Zea mays saccarata Linn.
Jagung manis sulit dibedakan dengan jagung biasa. Perbedaannya terletak pada warna
bunga jantan dan bunga betina. Bunga jantan pada jagung manis berwarna putih, sedangkan
jagung biasa berwarna kemerahan. Jagung manis siap dipanen ketika tanaman berumur antara
60-70 hari (Admaja, 2006). Karakteristik umum yang dimiliki jagung manis, antara lain

2.1.1.1 Akar

Tanaman jagung manis berakar serabut, menyebar ke samping dan


ke bawah sekitar 25 cm perakaran yang terdiri atas akar primer, sekunder
dan lateral. Proses penyebaran akar mulai jagung berkecambah, akar berasal
dari calon akar dekat biji yang menempel pada tongkol. Tanaman jagung
dewasa memiliki sistem perakaran yang terdiri dari akar-akar radikal atau
akar primer ditambah dengan akar-akar lateral yang muncul sebagai akar
adventif. Akar yang tumbuh dari bagian atas pangkal batang disebut akar
koronal, sedangkan akar yang tumbuh dari buku-buku di atas permukaan
tanah disebut akar udara (Rukmana 2009).

2.1.1.2 Batang

Batang tanaman jagung manis berbentuk silindris, tidak berlubang


dan beruas-ruas (biasanya 8 – 20 cm) dengan diameter 3 – 4 cm. tanaman
ini memiliki tinggi yang bervariasi tergantung dari varietasnya, biasanya
antara 1 – 3 m dari permukaan tanah.

2.1.1.3 Daun
3
Struktur daun tanaman jagung manis terdiri dari tangkai, daun, lidah
daun dan telinga daun. Tangkai daun adalah pelepah yang berfungsi
membungkus batang tanaman. Telinga daun berbentuk seperti pita yang
tipis memanjang. Daun jagung tumbuh melekat pada buku-buku batang.
Permukaan daun jagung manis berbulu dengan jumlah daun pada umumnya
12 – 18 helai. Ukuran daun juga bervariasi tergantung dengan panjang daun,
yaitu antara 30 – 150 cm dengan lebar 15 cm (Adisarwanto dan Widyastuti,
2000).

2.1.1.4 Bunga

Tanaman jagung manis termasuk dalam golongan tanaman berumah


satu (monoceus), yaitu dalam satu tanaman terdapat bunga jantan dan bunga
betina. Bunga jantan (staminate) terbentuk pada ujung batang, sedangkan
bunga betina (tongkol) terletak pada bagian tengah batang di ketiak daun.
Bunga jantan terdiri atas tepung sari, sekam kelopak (glumae), sekam tajuk
atas (palae), sekam tajuk bawah (lemma), dan kantong sari tiga pasang yang
panjangnya 6 mm. Bunga betina terdiri dari sel telur (ovari) yang dilindungi
carpel. Carpel ini tumbuh menjadi rambut. Tangkai kepala putik merupakan
rambut yang sering disebut rambut jagung (Rukmana, 2009).

2.1.2 Bawang Putih (Allium sativum)

Bawang putih adalah herba semusim berumpun yang mempunyai


ketinggian sekitar 60 cm. Tanaman ini banyak ditanam di ladang-ladang di daerah
pegunungan yang cukup mendapat sinar matahari (Syamsiah dan Tajudin, 2003).
Taksonomi Bawang Putih (Allium sativum), antara lain : kingdom Plantae, sub
kingdom Tracheobionta, divisio Spermatophyta, sub divisio Angiospermae, divisi
Magnoliophyta, kelas Monocotyledonae, bangsa Liliales, family Liliaceae, genus
Allium, spesies Allium sativum (Syamsiah dan Tajudin, 2003).

Bawang putih termasuk salah satu rempah yang telah terbukti dapat
menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Golongan senyawa yang diperkirakan
memiliki aktivitas antimikroba pada bawang putih, seperti allisin, ajoene, dialil
sulfida, dialil disulfida, yang termasuk dalam golongan senyawa tiosulfinat.
Tiosulfinat adalah golongan senyawa yang mengandung 2 atom belerang yang

4
saling berikatan rangkap dengan atom oksigen seperti allisin.

Gambar 1. Struktur Kimia Allisin ((Block,1992) dalam Hadittama (2009,


hlm. 11))

Akar bawang putih terbentuk di pangkal bawah batang sebenimya (discus).


Di atas discus terbentuk batang semu yang dapat berubah bentuk dan fungsinya
sebagai tempat penyimpanan makanan cadangan atau disebut “umbi”. Umbi
bawang putih terdiri atas beberapa bagian bawang putih yang disebut “siung”.
Siung –siung ini terbungkus oleh selaput tipis yang kuat, sehingga tampak dari luar
seolah – olah umbi yang berukuran besar. Daun bawang putih berupa helai- helai
seperti pita yang memanjang ke atas. Jumlah daun yang dimiliki oleh tiap
tanamannya dapat mencapai 10 buah. Bentuk daun pipih rata, tidak berlubang,
runcing di ujung atasnya dan agak melipat ke dalam (arah panjang/membulur)
(Meyers dan Michelle, 2006).

2.1.3 Tanaman Teh (Camellia sinensis)

Dalam dunia tumbuh-tumbuhan, komoditas tersebut menurut Nazaruddin


(1993) termasuk dalam kingdom Plantae, divisio Spermatophyta, sub Divisio
Angiospermae, kelas Dicotyledone, ordo Guttiferales, famili Theaceae, genus
Camellia, dan spesies Camellia sinensis.

Tanaman teh membutuhkan iklim yang lembab dan tumbuh baik pada
temperatur yang berkisar antara 10-30°C pada daerah dengan curah hujan 2000 mm
per tahun dengan ketinggian 600-2000 mdpl. Tanaman teh di perkebunan ditanam
secara berbaris dengan jarak tanam satu meter Tanaman teh yang tidak dipangkas
akan tumbuh kecil setinggi 50-100 cm dengan batang tegak dan bercabang-cabang
(Setyamidjaja, 2000).

Camellia sinensis, suatu tanaman yang berasal dari famili Theaceae,


merupakan pohon berdaun hijau yang memiliki tinggi 10 - 15 meter di alam bebas
dan tinggi 0,6 - 1,5 meter jika dibudayakan sendiri. Daun dari tanaman ini
berwarna hijau muda dengan panjang 5 - 30 cm dan lebar sekitar 4 cm. Tanaman

5
ini memiliki bunga yang berwarna putih dengan diameter 2,5 - 4 cm dan biasanya
berdiri sendiri atau saling berpasangan dua-dua (Mahmood et al., 2010). Buahnya
berbentuk pipih, bulat, dan terdapat satu biji dalam masing-masing buah dengan
ukuran sebesar kacang (Mahmood et al., 2010).

2.1.4 Kandungan Senyawa Kimia Bawang Putih dan Ampas Teh


Bawang putih mengandung allisin dan diallil sulfida yang bermanfaat
sebagai bakterisida dan fungisida(Giofanny dkk, 2015), bahwa aplikasi ekstrak
tanaman dilakukan setiap 3 hari sekali selama 5 minggu pada sore hari.
Keterjadian Penyakit (%)
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0 12 15 18
3 6 9 21 24 27 30 33 35
Hari setelah inokulasi
Gambar 2.Grafik Perkembangan keterjadian penyakit bulai terhadap perlakuan bawang
putih, = control, = ekstrak bawang putih

Keterjadian penyakit bulai pada tanaman jagung manis meningkat pada setiap hari
pengamatan. Dilihat dari grafik perkembangan keterjadian penyakit bulai (Gambar 1)
bahwa pada pengamatan 3-33 his keterjadian penyakit bulai yang diberi perlakuan
ekstrak bawang putih lebih rendah dibandingkan keterjadian penyakit bulai pada control.
Hal ini membuktikan bahwa ekstrak bawang putih efektif dalam menekan
keterjadian penyakit bulai dikarenakan kandungan alisin dan dialil sulfida yang
bermanfaat sebagai bakterisida dan fungisida. Di dalam bawang putih, kandungan alisin
dan dialil sulfida memiliki mekanisme molekuler yang dapat memblokade aktifitas enzim
cysteine proteinase pada jamur yang merupakan penyebab utama infeksi dan gangguan
metabolisme tanaman. Sedangkan pada ampas teh, mengandung 26,67% protein kasar
(Sukria et al,1994). Protein kasar pada jaringan tanaman sangat mudah mengalami
pelapukan dan hasil pelapukan tersebut berupa senyawa NH4 dan NO4 yang merupakan
bentuk nitrogen yang tersedia dan muda terserap oleh tanaman dalam jumlah yang
6
banyak (Kozlowski,1984).

2.2 Informasi Umum OPT

Jamur (Peronosclerospora spp.) menyerang tanaman jagung yang masih muda


dengan gejala lokal dan sistemik sehingga terkadang tanaman tidak bisa menghasilkan
tongkol (Semangun 1993). Patogen ini menyebar luas di wilayah tropis dan subtropis yang
mengembangkan tanaman jagung. Penyakit bulai masih mendominasi penyebab kegagalan
panen pada pertanaman jagung seperti di Filiphina, Thailand, India, Indonesia, Afrika, dan
Amerika. Akhir-akhir ini banyak dilaporkan terjadinya ledakan penyakit bulai pada tanaman
jagung seperti yang terjadi di Kediri (Jawa Timur), Simalungun (Sumatera Utara), dan
Bengkayang (Kalimantan Barat). Penyakit bulai yang sudah mewabah akan menyebabkan
kehilangan hasil minimal 30 % bahkan tanaman tidak akan menghasilkan sama sekali.
Dengan berkembangnya teknik-teknik penelitian baru dan semakin bertambahnya
karakteristik-karakteristik yang dapat diamati secara lebih objektif, serta dengan adanya
analisis filo genetik dengan menggunakan sekuens DNA, klasifikasi sedikit banyak
mengalami perubahan dari sebelumnya (Voglmayr 2008). Adapun susunan taksonomi dari
bulai menurut Kirk (2018) termasuk dalam kingdom Chromista, filum Stramenopiles, kelas
Oomycetes, ordo Peronosporales, famili Peronosporaceae, genus Peronosclerospora,
spesies P. maydis; P. sorghi; P. phillipinensis.
Family peronosporaceae mempunyai sporangiosfor yang berbeda jelas dari hifa
yang biasa. Sporangiosfor mempunyai sumbu yang jelas, umumnya mempunyai
percabangan. Sporangiosfor waktu permukaan berembun, miselium membentuk konidiofor
yang keluar melalui mulut kulit (Semangun, 2000). Dari satu stomata dapat keluar satu
konidiofor atau lebih. Konidium yang masih muda berbentuk bulat, sedang yang sudah
masak dapat menjadi jorong, konidium berukuran 12-19 x 10-23 μm dengan rata-rata 19,2 x
17,0 μm. Konidium tumbuh dengan membentuk pembuluh kecambah. Sporangiosfor pada
sclerospora panjang dan bercabang-cabang dekat dengan ujung. Sporangium tumbuh pada
ujung cabang-cabang. Peronosporaceae tidak menghasilkan sporangium terus menerus
tetapi sekali saja. Sporangium boleh dikatakan seragam, semuanya serupa jeruk nipis
(Dwidjoseputro 1978).
Peronosclerospora spp. dan beberapa spesies penyebab bulai lainnya, secara umum
dibedakan dengan ciri-ciri morfologinya, termasuk struktur konidiofor dan bentuk serta
ukuran dari konidia. Mereka dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan bentuk konidia: bulat,
ovoid hingga sedikit memanjang, dan bentuk panjang, tetapi biasanya hanya terdapat sedikit
7
perbedaan morfologi. Spesies dibedakan hanya dengan variasi ukuran dan bentuk konidia
dan konidiofornya, perbedaan inang, kehadiran oospora, dan perbedaan morfologi lain
(Bonde et al., 1992). Di Indonesia, ditemukan tiga spesies Peronosclerospora yang
memiliki bentuk konidia yang berbeda(Gambar 3).

1 2

Gambar 3. Bentuk konidiofor dan konidia dari (1) P.maydis, (2) Konidia
P.sorghisub-bundar, hialin, dan berdinding tipis, (3) Morfologi P. philippinensis
(Muis dkk,2018)

2.3 Gejala kerusakan

Pada tahap ini biasanya pada permukaan bawah daun jagung terdapat lapisan
berwarna putih seperti tepung yang merupakan kumpulan spora Peronosclerospora maydis.
Gejala sistemik terjadi apabila infeksi patogen mencapai titik tumbuh, sehingga semua daun
baru akan mengalami klorosis, dan akhirnya tanaman menjadi kerdil(Gambar 1).

8
Gambar 4. Gejala khas penyakit bulai dengan ditemukannya lapisan tepung putih pada
permukaan bawah daun di pagi hari

Gejala oleh P.Sorghi akan menghasilkan konidia pada daun jagung muda dan
menghasilkan oospore pada daun jagung tua(Gambar 5).Sementara P.philippinensis,
memiliki perbedaan dengan gejala yang disebabkan oleh P.maydis,yaitu daun lebih
berklorotik bergaris-garis, batang jarang memanjang dan cenderung membentuk kipas
(Gambar 8).

Gambar 5. Gejala serangan di lapangan (1) P.maydis, (2) P.sorghisub-bundar,


hialin, dan berdinding tipis, (3) P. philippinensis (Muis dkk,2018)

Gambar 6. Siklus hidup penyakit oleh P.sorghi

9
Gejala yang terjadi dapat menyebabkan gangguan pada pertumbuhan tongkol jagung
bahkan bisa tidak bertongkol sama sekali. Contohnya yaitu saat penyakit menyerang tanaman
jagung yang kurang dari 1 bulan, maka akan mengakibatkan kematian. Sedangkan pada tanaman
yang tua, tongkol berbentuk lebih Panjang dengan kelobot yang tidak menutup pada ujungnya
dan hanya membentuk sedikit biji (Semangun, 1996)

2.4 Pengendalian Hama Terpadu

Pengendalian Hama Terpadu (PHT) adalah suatu sistem pengelolaan Organisme


Pengganggu Tanaman(OPT) dengan pendekatan ekologi untuk mengelola populasi hama
dan penyakit dengan memanfaatkan taktik secara kompatible agar menjadi kesatuan yang
terkoordinir. Pengendalian memiliki prinsip yang terdiri dari pengendalian kultur teknis,
hayati, dan kimiawi.

2.4.1 Pengendalian Penyakit Bulai Jagung dengan ekstrak ampas teh dan bawang putih

2.4.1.1 Kultur teknis

Kultur teknis dapat dilakukan dengan pemanfaatan pupuk organik


yang berasal dari ampas teh. Pemberian pupuk organik dilakukan sebelum
penanaman. Ampas teh mengandung 26,67% protein kasar (Sukria et al.,
1994). Protein kasar pada jaringan tanaman sangat mudah mengalami
pelapukan dan hasil pelapukan tersebut berupa senyawa amonium (NH4)
dan nitrat (NO4) yang merupakan bentuk nitrogen yang tersedia dan mudah
terserap oleh tanaman dalam jumlah yang banyak (Kozlowski, 1984.).
Bahan organik akan meningkatkan ketersediaan hara N, P, dan S. Menurut
Soepardi (1983) bahwa bahan organik akan mempengaruhi sifat fisik tanah
yaitu merangsang granulasi dan akan meningkatkan kemampuan menahan
air. Hal tersebut telah terbukti pada penelitian yang telah dilakukan oleh
Widyati-Slamet (2005).
Perlakuan
Ulangan Tanpa Kompos 10 Kompos 15 Kompos 20
Kompos ton/ha ton/ha ton/ha
1 661,85 467,22 681,03 808,50
2 588,39 665,79 601,40 904,45
3 632,60 844,99 610,58 735,39
4 627,20 579,24 739,07 619,79
5 664,09 785,27 884,57 821,71
Rerata 634,83 668,50 703,33 777,97
Tabel 1. Produksi Bahan Kering Jerami Jagung Manis pada Berbagai Perlakuan
10
(g/m2)

Pemupukan kompos ampas teh menjadi energi kimia sehingga


meningkatkan proses fotosintesis (Jumin,1994). Semakin banyak kompos
ampas teh yang diberikan, setelah mengalami proses dekomposisi akan
semakin banyak N tersedia bagi tanaman. N tersedia diserap oleh akar
tanaman dalam bentuk Nitrat, garam ammonium, dan senyawa N yang
organic. Di dalam tubuh tanaman nitrat direduksi menjadi nitrit untuk
Menyusun asam amino sebagai komponen protein. Penyusutan ini melalui
hasil antara NO2, kemudian terbentuklah NH3 sebagai hasil akhir
(Dwijoseputro,1978).

Untuk pembuatan kompos ampas teh, antara lain menggunakan isi


rumen ternak yang berguna sebagai starter sebanyak 10% BK dan
menambahkan dedak 1% kemudian ditambahkan secara terus menerus
hingga kadar air mencapai ±35%, kemudian dimampatkan sampai 02 sekecil
mungkin dan dieras selama 4 minggu dalam ember plastik besar.
Pengaplikasian pupuk organik tersebut dilakukan sebelum penanaman.

Komponen dasar berupa pengaturan populasi 66.000-75.000


tanaman/ha. Populasi tanaman ditentukan oleh jarak tanam dan mutu benih
yang digunakan. Jarak tanam yang dianjurkan adalah 70-75cm x 20 cm (1
biji per lubang) atau 70-75 cm x 40 cm (2 biji per lubang). Benih yang
mempunyai daya tumbuh >95% dapat memenuhi populasi tersebut. Dalam
budidaya jagung, tidak dianjurkan menyulam karena pengisian biji dari
tanaman sulaman tidak optimal. Selain itu perlu dilakukan adanya
penanaman secara serentak dan melakukan periode waktu bebas tanam.

2.4.1.2 Pengendalian Hayati

Beberapa mikroorganisme dilaporkan dapat berperan sebagai agen


pengendali hayati seperti Paenibacillus polymyxa dan Trichoderma sp.
Seperti data penelitian yang telah dibuktikan oleh Komang Sutama,
Suskandini Ratih, Tri Maryono & Cipta Ginting (2015)
11
Keterjadian penyakit bulai (%) pada umur tanaman
Perlakuan jagung
16 hari 23 hari 30 hari 37 hari
P0(kontrol) 25 40 55 55
P1(Polymyxa) 5 25 30 30
P2(Trichoderma sp.) 10 20 45 35
Nilai F 0,05 634,83 668,50 703,33 777,97
BNT 1,84 1,84

Tabel 2. Keterjadian penyakit bulai pada tanaman jagung manis varietas Bonanza F1
yang diberi perlakuan P.polymyxa, Trichoderma sp.
Peran Trichoderma sp. terhadap penekanan penyakit bulai jagung
diduga Trichoderma sp. Memicu jumlah enzim peroksidase tanaman.
Selanjutnya penguatan dinding sel tanaman akan menghambat infeksi
patogen. Kieu Oanh et al. (2006) menyatakan bahwa Trichoderma sp.
meningkatkan ketahanan tanaman cabai dengan cara mengaktifkan gen-gen
ketahanan dalam tanaman sehingga menghasilkan enzim-enzim yang
berperan dalam ketahanan tanaman.
Aplikasi P. polymyxa dapat mendukung pertumbuhan tanaman karena
bakteri P.polymyxa memproduksi hormon pemacu pertumbuhan tanaman
(IAA), auksin, dan sitokinin serta dapat memfiksasi nitrogen (Siregar et al.,
2007). Menurut Widham et al. (1986, dalam Nurbailis et al., 2016)
penggunaan Trichoderma sp. dapat memicu pertumbuhan benih tomat dan
tembakau dengan jenis metabolit sekunder yang dihasilkannya. Jenis
metabolit sekunder tersebut belum diketahui secara spesifik golongannya.
Selanjutnya Herlina & Pramesti (2009 dalam Oktaria, 2011) juga menyatakan
bahwa Trichoderma sp.dapat berperan sebagai stimulator pertumbuhan
tanaman melalui cara menghasilkan asam organik yang dapat menyuburkan
tanaman.

2.4.1.3 Pengendalian secara kimiawi berupa pengaplikasian ekstrak bawang putih


Pengendalian secara kimiawi dapat menimbulkan resistensi pada
jamur penyebab bulai tanaman jagung manis (Burharuddin,2009).Oleh
karenanya ekstrak bawang putih dapat menjadi solusi pengendalian jamur
secara efektif (Giofanny dkk,2014).
Bawang putih yang digunakan adalah bawang putih yang telah
dikupas kulitnya kemudian dicuci menggunakan aquades. Selanjutnya
12
bawang putih dikeringkan dalam oven pada suhu 50°C selama 36 jam.
Kemudian diblender dan diayak untuk mendapatkan tepung yang halus.
Bahan tersebut ditimbang sebanyak 20 gram lalu ditambahkan dengan
akuades steril sebanyak 100 ml, kemudian dihomogenkan selama 1 jam.
Hasil homogenisasi tersebut disaring menggunakan saringan teh kemudian
ditambahkan akuades steril hingga volumenya menjadi 100 ml, selanjutnya
larutan ekstrak tersebut siap digunakan untuk aplikasi.Setiap tanaman atau
perpolybag disemprotkan sebanyak 20 ml ekstrak bawang putih dengan hand
sprayer

BAB III

13
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pengaturan komponen dasar penanaman pada aspek PHT menjadikan hasil jagung
meningkat per satuan luas lahan. Pengendalian dari segi kultur teknis menyediakan energi
kimia yang bermanfaat bagi proses fotosintesis dan pertumbuhan tanaman. Dalam hal
pencegahan penyakit bulai, tanaman jagung manis membutuhkan enzim yang bersifat
antifungi dan antimikroba. Bakteri P.polymyxa dan enzim pada bawang putih, seperti allisin,
ajoene, dialil sulfida terbukti dapat mengendalikan jamur penyebab bulai pada jagung
manis.Akibatnya maka dinding sel jamur pun akan melemah kemudian sel mengalami lisis
dan mati.

Adapun kekurangan dari pengendalian yang disebutkan yaitu terletak pada aplikasi
ampas teh dan ekstrak bawang putih yang menyebabkan kelembaban tanah meningkat.Tanah
dapat mengalami pemadatan sehingga air yang diberikan tidak meresap sepenuhnya ke dalam
tanah. Adanya pemadatan tanah juga menyebabkan sirkulasi udara dalam tanah tidak lancar,
sehingga air dalam tanah tidak meresap secara optimal.

14
DAFTAR PUSTAKA

Adianto.(1993).Biologi Perairan (Pupuk Kandang, Pupuk Organik nabati, dan


insektisida).Edisi kedua. Alumni-Anggota IKAP:Bandung.
Admaja. 2006. Jagung. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. 156
hal
Agrios, G.N. 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan, Gajah Mada University Press,Yogyakarta.
Alfandri,D., Joko P., Tri Maryono.2014. Pengaruh Ekstrak Kunyit, Kencur, Jahe, Dan
Lengkuas Terhadap Penyakit Bulai Pada Tanaman Jagung Manis (Zea Mays
Saccharata).2(2),1.Diakses melalui
https://www.neliti.com/publications/233163/pengaruh-ekstrak-kunyit-kencur-jahe-
dan-lengkuas-terhadap-penyakit-bulai-pada-ta.
Anonim.2019.Pengendalian Hama dan Penyakit pada Tanaman Jagung. Diakses melalui
http://cybex.pertanian.go.id/mobile/artikel/81434/Pengendalian-Hama-dan-Penyakit-
pada-Tanaman-Jagung/.
Anonim.2019. Pengendalian Hama dan Penyakit pada Tanaman Jagung.Diakses melalui
http://cybex.pertanian.go.id/mobile/artikel/81434/Pengendalian-Hama-dan-Penyakit-
pada-Tanaman-Jagung/.
Ashari.2020. Ekspor Jagung Meningkat Saat Pandemi Covid-19.Diakses melalui
https://pse.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php/covid-19/berita-covid19/508-ekspor-
jagung-meningkat-saat-pandemi-covid-19.
Burhanuddin. 2009. Fungisida Metalaksil Tidak Efektif Menekan Penyakit Bulai
(Peronosclerospora maydis) di Kalimantan Barat dan Alternatif Pengendaliannya.
Prosiding Seminar Nasional
Djojosumarto, P. 2008. Pestisida dan aplikasinya.AgroMedia Pustaka : Jakarta
Dwidjoseputro.1978.Dasar-Dasar Mikrobiologi.Jakarta:Djambatan.
Giofanny,W., Joko,P., dan Efri. Efri.2014.PENGARUH BEBERAPA EKSTRAK TANAMAN
TERHADAP PENYAKIT BULAI PADA JAGUNG MANIS (Zea mays
saccharata).Diakses melalui https://media.neliti.com/media/publications/233098-
pengaruh-beberapa-ekstrak-tanaman-terhad-74a18da5.pdf.
Hadittama, N. (2009). Studi Penggunaan Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum Linn) Pada
Pengawetan Bakso Dengan Asam Asetat. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Ikayanti,F.2018.Mengenal Jagung di Indonesia. Diakses melalui
https://pertanian.pontianakkota.go.id/artikel/47-mengenal-jagung-di-indonesia.html.
Jurhana, Usman M., dan Ichwan M.2017.PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN
JAGUNG MANIS (Zea mays saccharata) PADA BERBAGAI DOSIS PUPUK
ORGANIK.Diakses melalui https://media.neliti.com/media/publications/247650-none-
654256e3.pdf.
Jumin,H.B.1994. Dasar-dasar Agronomi Raja Grafindo Persada Jakarta.
Khoiril,S.,Abdiantun.,dkk.2021. Insidensi dan Keparahan Penyakit Bulai pada Tanaman
Jagung Lokal Madura di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, ROJIFUL

15
MAMDUHIndonesia.Diakses melalui
https://ojs.unpatti.ac.id/index.php/agrologia/article/download/1295/645.
Kozlowski, T.T. (1984) Extent, Causes, and Impact of Flooding in Flooding and Plant
Growth. Academic Press, London, UK, 9-45.
Mahmood et al. 2010, Outcomes of 3% Green Tea Emulsion on Skin Sebum Production in
Male Volunteers. Bosnian Journal Of Basic Medical Sciences 2010; 10 (3): 260-264.
Mamduh,R.2020.Diserang Penyakit Bulai, Jagung Dicabuti.Diakses melalui
https://radarjombang.jawapos.com/berita-daerah/08/11/2020/diserang-penyakit-bulai-
jagung-dicabuti.
Maryani,Y.2021. RESPON PERTUMBUHAN DAN HASIL JAGUNG MANIS (Zea mays
saccharata Sturt) TERHADAP ASAM HUMAT DAN RHIZOBAKTERIA.Diakses
melalui https://e-journal.janabadra.ac.id/index.php/JA/article/download/1396/950.
MSYIB.2015. Potensi Tanaman Jagung dan Gulma Sangket sebagai Perangkap Hama
Pemakan Polong Kedelai.Diakses melalui
https://balitkabi.litbang.pertanian.go.id/infotek/potensi-tanaman-jagung-dan-gulma-
sangket-sebagai-perangkap-hama-pemakan-polong-kedelai/.
Muis, A. Suriani, dkk. PENYAKIT BULAI PADA TANAMAN JAGUNG DAN UPAYA
PENGENDALIANNYA.Diakses melalui http://balitsereal.litbang.pertanian.go.id/wp-
content/uploads/2018/12/bulai4.pdf.
Nurbailis, Maertinius, Hardiansyah A. 2016. Colonization Capability of Trichoderma viride
(T1sk) on several banana cultivar roots and its effect against development of
Fusarium Wilt disease and plant growth. J.Biopest 9(2) : 196-203.
Pham Thi Kieu Oanh et.al. (2016). The Use of Body Language in Speaking by the English
Majors at Thai Nguyen University of Education, Vietnam. Proceedings of the 4th
ICLEHI international conference, Bali, Indonesia, ISBN: 978-967-14467-0-6, p.133-
149.
Rahma,T.,I.2020.Inovasi Pengendalian S. frugiperda Berbasis PHT pada Tanaman Jagung
Menggunakan Agen Hayati M. anisopliae.Diakses melalui
http://protan.faperta.unej.ac.id/inovasi-pengendalian-s-frugiperda-berbasis-pht-pada-
tanaman-jagung-menggunakan-agen-hayati-m-anisopliae/.
Rinsema, WP. 1986. Pupuk dan Cara Pemupukan. Bharata Karya Aksara. Jakarta.103
halaman.
Rukmana, R. 2009. Budidaya Buncis. Penerbit Kanisius. Jakarta
Saenong, Z.2016. Pedoman Umum PTT Jagung.Diakses melalui
https://pangan.litbang.pertanian.go.id/files/pedumpajale/pttjagung.pdf.
Setyamidjaja, Dj. 2000. Budidaya dan Pengolahan Teh Pascapanen. Kanisius, Yogyakarta:
Hal 122-129.
Sudarsana, N. K. 2000. Pengaruh efektifitas microorganisme-4 (EM-4) dan kompos terhadap
produksi jagung manis (Zea mays saccharate Sturt) pada tanah entisol. Diakses di :
http://w w w. u n m u l . a c . i d / d a t / p u b / f r o n t i r /sudarsana.pdf. pada tanggal
20 November 2012.
Sukria, H.A. dan R. Krisnan. 2009.Sumber dan Ketersediaan Bahan Baku Pakan di
Indonesia. IPB Press. Bogor.

16
Sopialena.2018. PENGENDALIAN HAYATI dengan Memberdayakan Potensi Mikroba. Diakses
melalui https://faperta.unmul.ac.id/web/wp-content/uploads/2019/01/PENGENDALIAN-
HAYATI-dengan-Memberdayakan-Potensi-Mikroba.pdf.

17

Anda mungkin juga menyukai