Anda di halaman 1dari 27

EFEKTIVITAS MASERASI AKAR TUBA SERTA

PENGGUNAAN TWEEN 80 SEBAGAI SURFAKTAN


UNTUK MENGATASI (Spodoptera frugiperda)
LEPIDOPTERA NOCTUIDAE PADA TANAMAN
JAGUNG (Zea mays)

PROPOSAL PENELITIAN

FIKRI HAIKAL

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2022

I
Judul : Efektifitas Maserasi Aakar Tuba Serta Penggunaan Tween
80 Sebagai Surfaktan Untuk Mengatasi Ulat Lepidoptera
(Spodoptera frugiperda) Noctuidae pada tanaman jagung
(Zea mays)
Nama : Fikri Haikal

Stambuk : E 281 18 296

Program Studi : Agroteknologi

Fakultas : Pertanian

Palu, April 2022


Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Ir, Moh. Yunus, M ,P Dr. Hasriyanty, SP, M.Si


NIP.195702171985111001 NIP. 197210272000122001

Ketua Program
Studi Agroteknologi

Dr. Irwan Lakani, S.P., M.SI


NIP.197010152002121001

II
‫يم رْ حَ مِ ن ال ه َّهلِال ال ه ِبْ ِس م‬

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, taufiq, hidayah, serta
inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ” Efektifitas
Meserasi Akar Tuba Serta penggunaan Tween 80 Sebagai Surfaktan Untuk
Mengatasi Ulat (Spodoptera fungiperda) Tanaman Jagung (Zea mays)”. Shalawat
serta salam semoga tercurahkan kepada teladan kita Sang Pelopor Ilmu Pengetahuan
untuk membaca tanda-tanda kekuasaan-Nya, Nabi Muhammad SAW.

Selama proses penyusunan hingga selesainya skripsi ini penulis telah banyak
mendapat bantuan, bimbingan, pengarahan, dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh
karena itu penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir, Moh. Yunus, M ,P selaku dosen pembimbing pertama

2. Ibu Dr. Hasriyanty, SP, M.Si selaku dosen pembimbing kedua

3. Bapak Dr. Irwan Lakani, S.P., M.SI sebagai ketua prodi Fakultas Pertanian

Universitas Tadulaku Palu

Palu, April 2022


Penulis,

Fikri Haikal

III
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL........................................................................................... i
HALAMAN JUDUL.............................................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iv
DAFTAR ISI ......................................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................... vi

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................. 1
1.2 Tujuan.............................................................................................. 3
1.3 Manfaat ........................................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Penelitian terdahulu ........................................................................ 5
2.2 Deskripsi S. frungiperda ................................................................ 7
2.2.1 Spodoptera frungiperd ............................................................ 7
2.3 Deskripsi S.frugiperda..................................................................... 9
2.3.1 Telur.......................................................................................... 7
2.3.2 Larva......................................................................................... 10
2.3.3 Pupa.......................................................................................... 10
2.3.4 Imago Jantan............................................................................. 10
2.3.5 Imago Betina............................................................................. 11
2.4 Penyebaran S. frungiperda.............................................................. 11
2.2.5 Tanaman Tuba.......................................................................... 12
2.6 Tween 80 ........................................................................................ 13
2.7 Hipotesis.......................................................................................... 14

BAB III BAHAN DAN METODE


3.1 Bahan dan Metode....................................................................................... 11
3.2 Alat dan Bahan............................................................................................. 11
3.3 Metode penelitian......................................................................................... 11
3.4 Pelaksanaan Penelitian................................................................................. 14
3.4.1 Pembuatan Ekstrak Aakar Tuba......................................................... 14
3.4.2 P Persiapan Ekstrak Akar tuba........................................................... 14
3.4.3 variabel Pengamatan .......................................................................... 15
DAFTRA PUSTAKA

IV
1 PENDAHULUAN

1.1 . Latar belakang

Beberapa daerah di Indonesia menjadikan jagung sebagai bahan pangan utama

sekaligus sebagai bahan sumber pakan ternak. Andil jagung sebagai bahan pakan

ternak lebih besar dibanding dengan bahan yang lainnya (Dewanto, dkk 2013).

Jagung merupakan tanaman multifungsi (banyak kegunaan). Hampir seluruh bagian

dari tanaman jagung dapat dimanfaatkan seperti biji bahkan kelobotnya. Itulah yang

menyebabkan jagung memiliki peran penting pada industri pangan di Indonesia

(Bakhri, 2013).

Komuditas jagung merupakan komoditas nasional yang cukup strategis,dan saat

ini termasuk ke dalam program kementrian pertanian Republik Indonesia yaitu upaya

khusus padi, jagung dan kedelai (UPSUS PAJALE). Pada tahun 2020, produksi

jagung di Kabupaten Pasangkayu mencapai 59.524 ton/ha serta produktifitas sebesar

5.73 ton. Dengan luas panen sebesar 10.181 hektar (BPS, 2020)

Industri pangan jagung meningkat seiring berkembangnya waktu. Hal ini

menyebabkan kebutuhan pasar akan tanaman jagung juga ikut meningkat. Meskipun

menjadi salah satu bahan pangan yang penting, produksi jagung belum berbagai

mampu mencukupi kebutuhan nasional. Hal ini disebabkan karena peningkatan

produksinya menghadapi masalah (Wahyudin, dkk 2016). Menurut hasil penelitian

(Sutoro, 2015) jagung di Indonesia sebenarnya dapat menghasilkan 10- 11 ton ha,

1
namun kenyataannya produktivitas di lahan petani hanya berkisar antara 3,2-8 ton ha

(Bakhri, 2013).

Menurut Purwono, (2006) klasifikasi jagung secara umum adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledone

Ordo : Graminae

Famili : Graminaceae

Genus : Zea

Spesies : Zea Mays L

Di Indonesia di ketahui sekitar 50 spesies serangga yang menyerang tanaman

jagung diantaranya adalah lalat bibit (Atherigona.sp), ulat penggerek batang jagung

(Ostrinia furnacalis) dan ulat pengerek tongkol (Helicoverpa armigera) sehingga

dapat menurunkan produksi jagung hingga 80 % (Achmad dkk, 2011).

Spodoptera frugiperda pertama kali ditemukan di daerah Sumatera Barat pada

tahun 2019 (Kementan, 2019). S. frugiperda merupakan hama invasif dan memiliki

kisaran inang yang sangat luas. S. frugiperda memiliki karakteristik yang lebih

spesifik yakni terdapat bentuk seperti huruf “Y” terbalik pada caput dan pola titik

hitam abdomennya (Maharani dkk, 2019).

2
S. frugiperda menjadi hama yang berbahaya karena kebanyakan menyerang

tanaman budidaya dan memiliki siklus hidup yang pendek. Dalam siklus hidupnya,

induk betina dapat menghasilkan 900-1200 telur (Subiono, 2020). Meskipun kisaran

inangnya terbilang luas, tanaman jagung menjadi inang kesukaan serangga ini

(Barros, dkk 2010). Serangan S. frugiperda dapat mengakibatkan daun muda menjadi

gagal terbentuk (Maharani, dkk 2019). Larva akan masuk ke tanaman dan aktif

makan, sehingga sulit dideteksi apabila populasinya sedikit. Imago ulat grayak

merupakan penerbang yang kuat dengan daya jelajah yang luas (CABI, 2019). Di

negara Afrika, pengendaliannya terbilang sulit karena resisten terhadap banyak

insektisida (Subiono, 2020).

Pengendalian ini dilakukan dengan strategi dan taktik PHT harus pula

berdasarkan pada kondisi ekologi, ekonomi dan sosial. Strategi dan taktik PHT di

antaranya adalah strategi tanpa tindakan, mengurangi jumlah populasi hama,

mengurangi kerentanan tanaman terhadap hama serta kombinasi mengurangi jumlah

populasi hama dan mengurangi kerentanan tanaman terhadap hama (Tenrirawe,

2010).

Masayarakat pada umumnya di wilayah kabupaten pasangkayu tepatnya di Desa

Kasoloang menggunakan metode kimia untuk mengendalikan populasi serangga

penggangu. Metode ini dinilai kurang aman bagi lingkungan, hingga adanya

pengendalian dan dari penggunaan pestisida tersebut (Ari, 2015) oleh karena itu

masyarakat lebih menginginkan metode yang ramah bagi lingkungan sejalan dengan

3
penelitian ini menggunakan meserasi akar tuba dan tween 80 sebagai pengendalian

berbasis hayati.

Organisme penggangu tanaman atau hama merupakan masalah di dalam budi

daya jagung tersebut. Ulat grayak merupakan salah satu hama yang kerap

mengganggu pertanian di Indonesia, termasuk pertanaman jagung. Saat ini ada jenis

ulat grayak baru yang tengah mewabah di dunia yakni Fall Armyworm (FAW) atau

S. frugiperda. Hama tersebut termasuk ke dalam ordo Lepidoptera, famili Noctuidae.

S. frugiperda menyerang tanaman pangan seperti jagung, padi, dan gandum. Hama

ini termasuk yang sulit dikendalikan, karena imagonya cepat menyebar, bahkan

termasuk penerbang kuat dapat mencapai jarak yang cukup jauh dalam satu minggu.

Kalau dibantu angin bisa mencapai 100 km. Hama tersebut telah mewabah dalam

waktu cepat dari benua Amerika pada tahun 2016, masuk ke benua Afrika dan

menyebar di wilayah Asia hingga ke Thailand pada tahun 2018 (Harahap, 2018).

1.2 Tujuan dan manfaat


Efektifitas Maserasi akar tuba serta penggunaan tween 80 sebagai surfaktan

untuk mengatasi ulat (Spodoptera frugiperda) pada tanaman jagung (Zea mays)

Penelitian ini dapat bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan mengenai

meserasi akar tuba serta penggunaan tween 80 dalam penggunaan pestisida nabati

1.3 Manfaat
Efektifitas Maserasi akar tuba serta penggunaan tween 80 sebagai surfaktan

untuk mengatasi ulat (Spodoptera frugiperda) pada tanaman jagung (Zea mays)

4
Penelitian ini dapat bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan mengenai

meserasi akar tuba serta penggunaan tween 80 dalam penggunaan pestisida nabati

5
II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Pernelitian ini di tunjang oleh penelitian-penelitian terdahulu yang telah dilakuakan

berkaitan dengan penelitian saat ini berikut riview dari beberapa penelitian terdahulu (table 1)

Tabel 1. Peneltian Terdahulu yang berkaitan dengan Penelitian Saat ini

N Judul Hasil Penelitian Perbedaan dengan


Penelitian Penelitian saat ini
(Nama/Tahun)
o

1. Pengaplikasian akar tuba Interaksi perlakuan kosentrasi Penelitian ini


(Derris eliptica) untuk dosis akar tuba dan interval bertujuan untuk
pengendalian hama waktu aplikasi berpengaruh mengetahui pengaruh
Plutella xylostella pada terhadap semua parameter pemberian ekstraksi
akar tuba Derris
tanaman (Brasssica pengamatan,dimana perlakuan
eliptica pada
oleracea Var. Capita) terbaik pada kosentrasi dosis tanaman kubis
akar tuba 75 ml/l dan interval Brassica oleracea
waktu apaliaksi 5 hari sekali Var. Capita
(T3W1)

2. Pemanfaatan biopestisida perlakuan akar tuba 50 WP Tujuan akhir dari


untuk mengendalikan hama konsentrasi 4 g/l air kegiatan ini adalah
tanaman sayuran (Anis menyebabkan intensitas menekan
Fahri, 2018) serangan pada tanaman kubis penggunaan
sebesar 52% yang berbeda pestisida sintetis
tidak nyata dengan perlakuan dan meningkatkan
larutan akar tuba 20 ml/l air penggunaan
dengan intensitas seragan biopestisida dalam
sebesar 45,20% proses produksi
tanaman sayuran,
khusus dalam
pengendalian hama
dan meningkatkan

6
produksi sayuran
melalui
penggunaan
biopestisda.

3. Optimasisasi tween 80 Tween 80 meningkatkan nilai Penelitian ini


dan spam 80 dalam daya sebar, viskositas, pH dan bertujuan untuk
kesediaan krim ekstrak aktivitas antibakteri. Tween Kombinasi tween
etanol daun iler (Coleus 80 lebih berpengaruh pada 80 dan span 80
atropurpureus (L) Benth) aktivitas antibakteri, daya diharapkan dapat
dan efektifitas antibakteri sebar dan pH. menghasilkan
Staphylococcus aureus sediaan krim
ATCC 25923 dengan
karakteristik fisik
yang baik serta
dapat
meningkatkan
aktivitas
antibakteriekstrak
etanol daun iler
melalui kulit.

7
2.2 Landasan Teori

2.2.1 Spodoptera frungiperda

Ulat grayak jagung S. frugiperda merupakan serangga invasif yang telah

menjadi hama pada tanaman jagung (Zea mays) di Indonesia. Serangga ini berasal

dari Amerika dan telah menyebar di berbagai negara. Pada awal tahun 2019, hama ini

ditemukan pada tanaman jagung di daerah Sumatera (Kementan 2019). Hama ini

menyerang titik tumbuh tanaman yang dapat mengakibatkan kegagalan pembetukan

pucuk/daun muda tanaman. Larva S. frugiperda memiliki kemampuan makan yang

tinggi. Larva akan masuk ke dalam bagian tanaman dan aktif makan disana, sehingga

bila populasi masih sedikit akan sulit dideteksi. Imagonya merupakan penerbang

yang kuat dan memiliki daya jelajah yang tinggi (CABI 2019).

Ulat ini muncul dipertanaman setelah 11 – 30 HST. Serangan pada tanaman

muda dapat menghambat pertumbuhan tanaman bahkan dapat mematikan tanaman.

Serangan berat pada pertanaman dapat mengakibatkan tinggal tulang-tulang daun

saja. Ngengat betina meletakkan kelompok- kelompok telur yang ditutupi bulu-bulu

halus berwarna merah sawo pada permukaan bawah daun. Setiap kelompok telur

terdiri dari 100 – 300 butir. Seekor ngengat betina mampu bertelur 1000 – 2000 butir.

Masa telur 3 – 4 hari, ulat 17 – 20 hari, kepompong 10 – 14 hari. Siklus hidupnya 36

– 45 hari (Kalshoven 1981).

S. frugiperda bersifat polifag, beberapa inang utamanya adalah tanaman pangan

dari kelompok Graminae seperti jagung, padi, gandum, sorgum, dan tebu sehingga

8
keberadaan dan perkembangan populasinya perlu diwaspadai. Adapun kerugian yang

terjadi akibat serangan hama ini pada tanaman jagung di negara Afrika dan Eropa

antara 8,3 hingga 20,6 juta ton per tahun dengan nilai kerugian ekonomi antara US$

2.5-6.2 milyar per tahun (FAO & CABI 2019).

Biologi dan Ekologi S. frugiperda Telur diletakkan pada malam hari pada daun

tanaman inang, menempel pada permukaan bagian bawah dari daun bawah, dalam

kelompok 100-300 butir dan kadang-kadang dalam dua lapisan, biasanya ditutupi

dengan lapisan pelindung rambut abdomen. Penetasan telur membutuhkan 2-10 hari

(biasanya 3-5).

Larva muda makan jauh ke dalam lingkaran pucuk tanaman; instar pertama

makan secara berkelompok pada bagian bawah daun muda yang menyebabkan efek

skeletonizing atau 'windowing' yang khas, dan titik pertumbuhannya dapat terbunuh.

Larva yang lebih besar bersifat kanibal, sehingga hanya ada satu atau dua larva per

whorl biasa. Tingkat perkembangan larva melalui enam instar dipengaruhi oleh

kombinasi dari makanan dan kondisi suhu, dan biasanya membutuhkan waktu 14-21

hari. Larva yang lebih besar nokturnal kecuali saat ketika mencari sumber makanan

lain. Pupasi terjadi di dalam tanah, atau jarang di daun tanaman inang, dan

membutuhkan waktu 9-13 hari. Imago dewasa muncul pada malam hari, dan biasanya

menggunakan periode pra-oviposisi alami untuk terbang sejauh beberapa kilometer

sebelum oviposit, kadang-kadang bermigrasi untuk jarak yang jauh. Rata-rata, imago

hidup selama 12-14 hari (CABI 2017).

9
Pada suhu ambang batas 10,9 °C diperlukan 559 hari untuk perkembangan.

Tanah berpasir atau tanah liat-pasir cocok untuk kepompong dan kemunculan imago.

Munculnya imago pada tanah berpasir dan tanah liat berbanding lurus dengan suhu

dan berbanding terbalik dengan kelembaban. Di atas 30° C sayap imago cenderung

cacat. Pupa membutuhkan suhu ambang 14,6 ° C dan 138 hari untuk menyelesaikan

perkembangannya (Ramirez-Garcia, dkk 1987).

S. frugiperda adalah spesies tropis, suhu optimal untuk perkembangan larva

dilaporkan 28°C, tetapi lebih rendah untuk oviposisi dan pupation. Di daerah tropis,

perkembangbiakan dapat berkelanjutan dengan empat hingga enam generasi per

tahun, tetapi di wilayah utara hanya satu atau dua generasi yang berkembang; pada

suhu yang lebih rendah, aktivitas dan perkembangan berhenti, dan ketika pembekuan

terjadi, semua tahapan biasanya mati. Di AS, S. frugiperda biasanya hanya ada pada

musim dingin di Texas selatan dan Florida. Pada musim dingin yang ringan, pupa

bertahan di lokasi utara.

2.3 Deskripsi S. frugiperda

2.3.1 Telur

Berbentuk bulat (diameter 0,75 mm); berwarna hijau pada saat oviposisi dan

menjadi coklat muda sebelum eklosi. Telur mentas membutuhkan 2-3 hari (20-30

°C). Telur biasanya diletakkan dalam kelompok sekitar 150-200 telur yang diletakkan

dalam dua hingga empat lapisan di permukaan daun. Massa telur biasanya ditutupi

10
dengan lapisan pelindung, seperti abu-abu-merah muda (setae) dari dari abdomen

imago betina. Hingga 1000 telur dapat diletakkan oleh setiap betina.

2.3.2 Larva
Larva berwarna hijau muda sampai coklat tua dengan garis memanjang. Pada

instar keenam, larva panjangnya 3-4 cm. Larva memiliki delapan proleg dan sepasang

proleg pada segmen adbominal terakhir. Saat menetas larva berwarna hijau dengan

garis-garis hitam dan bintik-bintik, dan ketika tumbuh tetap berwarna hijau atau

menjadi coklat kecoklatan dan memiliki garis punggung hitam dan garis-garis spiral.

Jika dengan kepadatan populasi tinggi dan kekurangan makanan, instar terakhir bisa

hampir hitam dalam fase larvanya. Larva besar dicirikan oleh bentuk Y terbalik

berwarna kuning di kepala, pinacula punggung hitam dengan setae primer panjang

(dua setiap sisi setiap segmen dalam zona punggung pucat) dan empat bintik hitam

pada segmen abdomen terakhir.

2.3.3 Pupa

Pupa lebih pendek dari larva dewasa (1,3-1,5 cm pada jantan dan 1,6-1,7 cm

pada betina di Meksiko), dan berwarna cokelat mengkilap.

2.3.4 Imago Jantan

Panjang tubuh imago jantan 1,6 cm dan lebar sayap 3,7 cm, dengan sayap depan

bercak (coklat muda, abu-abu, jerami) dengan sel discal yang mengandung warna

jerami pada tiga perempat area dan coklat tua pada seperempat area.

11
2.3.5 Imago betina

Panjang tubuh imago betina adalah 1,7 cm dan lebar sayap 3,8 cm, sayap depan

berbintik-bintik (coklat tua, abu-abu), warna jerami dengan margin coklat gelap.

2.4 Penyebaran S. frugiperda

S. frugiperda adalah migran reguler tahunan di Amerika, tersebar di seluruh AS

dan terbang ke Kanada selatan hampir setiap musim panas. Penggunaan periode pra-

oviposisi (pematangan) untuk penyebaran luas tampaknya sangat efektif. Di AS,

ngengat dewasa telah direkam menggunakan aliran jet tingkat rendah, yang

membawanya dari Mississippi ke Kanada dalam 30 jam. Larva sering bertindak

sebagai ulat tentara pada akhir musim panas atau awal musim gugur dan dengan

demikian penyebaran lokal berhasil, yang membantu mengurangi kematian larva.

Penyebaran larva sampai di Eropa melalui angkutan udara bersama dengan sayur atau

buah; kadang-kadang juga terikut pada tanaman hias dan herba (Seymour dkk, 1985).

S. frugiperda ditemukan secara luas di seluruh bagian dunia yang beriklim lebih

hangat. Kerusakan terjadi karena memakan daun, populasi hama yang besar dapat

menyebabkan defoliasi dan mengakibatkan kehilangan hasil; larva kemudian

bermigrasi ke daerah yang berdekatan.

12
2.5 Tanaman Tuba

Tuba Derris elliptica adalah sejenis tumbuhan merambat dan membelit hingga

setinggi 10 m dan racunnya di manfaatkan sebagai insektisida organik untuk megatasi

kutu-kutu dan ulat yang menjadi hama di perkebunan , selain dapat membunuh

serangga penggangu, ekstrak akar tuba dapat di manfaatkan sebagai pengawet barang

rumah tangga yang terbuat dari kayu mahono terhadap serangan rayap kayu kering,

hal ini di buktikan dari penlelitian yang di lakukan oleh (Astuti, 2015) pada

tumbuhan tuba Derris elliptica di temukan bioaktif rationane ( C23H22O6) yang

terebukti dapat bermanfaat sebagai insektisida. Tumbuhan tuba di bidang pertanian

dan perkebunan telah di gunakan sebagai pengendali ulat (Tryawati, 2007).

Hasil penelitian terdahulu di dapatkan ekstrak akar tuba mengandung 4 jenis

retinoid yitu retone dengan kadar 0,3% - 12% deguelin dengan kadar 0.15 - 2.9%,

elipton dengan kadar 0,35% - 4,6% dan toksikarol dengan kadar 0% - 4,4% (Dubouet

J G 1988). Mengikuti pernyataan bahwa insektisida nabati di katakana efektif jika

dapat menyebapkan kematian pada hama sebesar 80% (Dadang, dkk 2008)

Tumbuhan tuba D. elliptica mengandung senyawa bioaktif yang dapat

membunuh serangga phitopahagous dan aman terhadap serangga non target (Sarwar,

2015).

13
2.6 Tween 80 (Surfaktan)

Surfaktan (surface active agent) merupakan senyawa kimia yang mampu

menurunkan tegangan permukaan cairan (Harti dkk, 2016). Surfaktan biasanya

senyawa organik yang amphifilik. Oleh karena itu, oleh karena itu mereka larut dalam

pelarut organic dan air. Merka mengadsorpsi dan berkonsentrasi di permukaan

fluida/cairan unutk mnegubah sifat permukaan secara signifikan, khususnya untuk

mengurangi tergangan permukaan atau tegangan antar muka (IFT) (Sheng dkk.,

2015)

Tween 80 merupakan surfaktan yang banyak digunakan, karena memiliki sifat

tidak toksik dan stabil terhadap adanya pengaruh pH. Berdasarkan latar belakang

tersebut perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh konsentrasi tween 80 sebagai

surfaktan terhadap karakteristik fisik sediaan nanoemulgel ibuprofen. Karakteristik

fisik nanoemulgel yang perlu diketahui adalah organoleptis, homogenitas, pH, daya

sebar, daya lekat, viskositas, daya proteksi, ukuran partikel, dan indeks polidispersita

(Rowe, dkk 2006)

Tween 80 dan Poli Etilen Glikol (PEG) merupakan surfaktan dan kosurfaktan

non ionik. Keduanya berfungsi sebagai emulsifier, agen pelarut, dan pembasah.

Tween 80 tidak memiliki muatan pada gugus hidrofobiknya, sehingga permukaan

droplet deltametrin yang diselimuti oleh surfaktan ini cenderung tidak bermuatan.

Tween 80 dan Poli Etilen Glikol (PEG) tidak mudah dipengaruhi oleh kondisi asam

14
maupun elektrolit sehingga tetap aktif sebagai lapisan permukaan antara deltametrin

dengan air (Wahyuningsih dkk.2015).

2.7 Hipotesis

Efektifitas maserasi akar tuba dalam mematikan ulat (Spodoptera fungiperda)

pada tanaman jagung (Zea mays) serta penggunaan tween 80 sebagai surfaktannya .

15
III BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian ini akan di lakukan dilahan petani Desa Kasoloang Kec.Bambaira

Kab.Pasangkayu Sulawesi Barat di lahan milik sendiri Kenapa saya melakuan

penelitian ini di tempat saya kareana serangan hama S.frugiperda sering terjadi di

lahan petani terutama saat masuk musim kemarau (kering),serta memberikan

pemahaman mengenai pestisida nabati ke petani. Penelitian ini di lakukan selama 3

bulan dari bulan April sampai Juli. selanjutnya dilakukan penanaman jagung dan

aplikasi meserasi akar tuba dan tween 80 pada umur 14 hst.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang di gunakan dalam penlitian ini spatula, gelas erlemeyer timbangan

digital, pisau, gunting dan alat tulis serta di lakukan di rumah sendiri.

Bahan yang di gunakan dalam penelitian ini yaitu benih jagung farietas Pioneer

35, akar tuba, alkohol 95, dan tween 80.

3.3 Metode Penelitian

Metode penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK), kenapa

mengunakan RAK agar ada interaksi antara maserasi akar tuba dan tween 80.

Menggunakan 5 perlakuan dengan 3 ulangan ditambah satu perlakuan menggunakan

tween 80 , metode ini di pilih untuk mengetahui berbagai tingkatan konsentrasi serta

16
toksisitas pestisida nabati terhadap ulat (S. fungiperda) pada tanaman jagung (Zea

mays). Berdasarkan uji terdahulu yang di lakukan semakin tinggi konsentrasi maka

tingkat kematian akan semakin tinggi (Sholahuddin 2018)

D0 : kontrol

D1 : maserasi akar tuba 10 ml

D2 : maserasi akar tuba 30 ml dan surfaktan tween 80 4 ml/L air

D3 : maserasi akar tuba 50 ml dan surfaktan tween 80 6 ml/L air

D4 : maserasi akar tuba 70 ml dan surfaktan tween 80 8ml/L air

17
D1 D2 D3 D4 D1

D3 DO D1 DO D2
3.4 Pelaksaaan Penelitian

3.4.1 Pembuatan Ekstrak Akar Tuba


DO D1 D4 D2 D3

D2 D3 DO D1 DO

Metode ekstraksi yang di gunakan adalah metode maserasi yang di modifikasi


D4 D4 D2 D3 D4

(Shahabuddin dkk, 2013). Akar tuba yang digunakan adalah akar tuba yang sudah

besar dengan warna kecoklatan . akar yuba yang sudah diambil dibersihkan terlebih

dahulu kemudian di keringkan selama 3 hari. Akar yang sudah di keringkan

dipotong-potong kecil-kecil setelah itu dihaluskan dengan belender hingga menjadi

18
ekstrak. EAT (Ekstrak Akar Tuba) di timbang 400 gram dan di masukan kedalam 2

liter air lalu diaduk selama 6 menit dan dan direndam selama 24 jam. Larutan hasil

perendaman disaring dan diambil airnya dan di jadikan larutan stok. Selanjutnya

dilakukan pengenceran sesuai dengan konsentrasi perlakuan dengan memadukan

dengan tween 80 saat aplikasi di lakukan.

19
3.4.2 Aplikasi perlakuan

Aplikasi perlakuan meserasi akar tuba D.elliptica. Aplikasi pertama masing-

masing maserasi di lakukan pada minggu ke-2 (14 hst) sampai minggu ke-6 (45 hst)

dengan selang waktu 7 hari sekali. Aplikasi perlakuan di lakukan di pagi hari dengan

menyemprot secara merata masing-masing bedeng perlakuan. Selanjutnya perlakuan

pengamatan dan menghitung jumlah ulat S. frgiperda yang mati pada setiap bedeng.

20
DAFTRA PUSTAKA

Adharini, G. 2008. Uji Kemampuan Ekstrak Akar Tuba Derris elliptica (Roxb.)
Benth) Untuk Pengendalian Rayap Tanah Coptotermes curvignathus Holmgren.
Departemen Silvi kultur Fakultas Kehutanan Insitut Pertanian Bogor. Bogor.
Astuti IW. E Efektifitas Ekstraksi Akar tuba (Darris. sp) Sebagai Bahan Pengawet
Alami Pada Peroses Pengawetan Kayu Mahoni (Swetenia macrophylla) Untuk
Mencegah Serangan Rayap Kayu Kering ( Cryptotermes litura F) Secara in-
vitro. Malang:Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UMM;2007.
Achmad.T & J Tandiabang , 2011.Dinamika Populasi Hama Utama Tanaman Jagung
Pada Pola Tanam Berbasis Jagung. Balai Penelitian tanaman Serealia. Maros
Sulawesi Selatan.
BPS, 2020. Produksi Tanaman Padi dan Palawija Sulawesi Barat .
Barros, E, Torres, J.B.; Ruberson, J.R., Oliveira, M.D. 2010. Development of S.
frugiperda on different hosts and damage to reproductive structures in cotton.
Entomologia Experimentalis et Applicata 137: 237- 245.
CABI. 2017. General Information on Fall Army Worm. Entomol. 76:1052-4.
CABI.2019.Community-Based Fall Armyworm S. frugiperda Monitoring,Early
Warning and Management.
CABI. 2019. Spodoptera frugiperda (Fall Armyworm)..
Dewanto, Frobel, Londok J.J.W.R, Kaunang, W.B. 2013. Pengaruh Pemupukan
Anorganik Dan Organik Terhadap Produksi Tanaman Jagung Sebagai Sumber
Pakan. Jurnal Zootek (“Zootek”Journal), Vol.32, No.
Erwin, A.J, Hasanuddin I, dan A.A. Arsunan. 2012. Uji Efektivitas Ekstrak Akar
Tuba Derris elliptica Terhadap Mortalitas Larva Anopheles.sp. Bagian
Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakart, Universitas
Hasanuddin, Makassar.
kalshoven, L.G.E. 1981. Pest of in Indonesia. Resived and translated by P.A. van der
Laan, University of Amsterdam. PT Ichtiar B
[Kementan] Kementerian Pertanian. 2019. Pengenalan Fall Armyworm (Spodoptera
frugiperda J. E. Smith) Hama Baru pada Tanaman Jagung di Indonesia. Jakarta
(ID): Balai Penelitian Tanaman Serealia. 64 p.

21
Prijono, D dan H. Triwidodo 1993. Pemanfaatan Insektisida Nabati di Tingkat Petani.
Di dalam: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Dalam Rangka Pemanfaatan
Pestisida Nabati, Bogor 1- 2 Desembar 1993. Balitro, Bahan Litbang Pertanian,
Bogor.
Prijono,O.1994. Teknik,Pemanfaatan Pestisida Botanis: Pcnuntun Praktikum. Pelatihan
Peningkaran Pengetahuan dan Keterampilan Para Teknisi dalam Manajemen
Penelitian PJ-lT, Bogor 13 Juni – 9 Juli 1994.

Purwono dan R. Hartono. 2006. Bertanam Jagung Unggul. Penebar Swadaya :


Jakarta.

Ramirez-Garcia L, Bravo Mojica H, Llanderal Cazares C, 1987. Development of


Spodoptera frugiperda (J.E. Smith) (Lepidoptera: Noctuidae) under different
conditions of temperature and humidity. Agrociencia, 67:161-171
Rowe, R.C. et Al. (2006). Handbook Of Pharmaceutical Excipients, 5th Ed, The
Pharmaceutical Press, London.
Rowe, R.C., Sheskey, P.J. and Owen, S.C., 2009. Handbook of Pharmaceutical
Excipients, 6 th Edition, Pharmaceutical Press and American Pharmacist
Association, London.
Seymour PR, Roberts H, Davis ME (Compilers), 1985. Insects and other
invertebrates found in plant material imported into England and Wales, 1984.
Reference Book, Ministry of Agriculture, Fisheries and Food, UK, 442/84
Sae-Yun, A.C, Ovatlarnporn, A, Itharat and R. Wiwattanapatapee. 2006. Extraction
of rotenon from Derris elliptica and Derrismalaccensis by Pressurized Liquid
Extraction Compared With Maceration. Chromatogr A. 2006 Sep 1;1125(2):172-
6. Epub 2006 Jun 19. Indonesia Medicus Veterinus 2015 4(2) : 122-128 ISSN :
2301-7848 128 Department of Pharmaceutical Technology, Faculty of
Pharmaceutical Sciences, Prince of Songkla University, Hat Yai, Songkhla
90112, Thailand.
Sahabuddin, Johannes, dan P. Elijonnahdi. 2005. Toksisitas Ekstrak Akar Tuba
Derris elliptica (Roxb.) Terhadap Larva Nyamuk Aedes sp. Vektor Penyakit
Demam Berdarah. Jurnal Agroland, 12: 39-44.
Silaen, P.C. 2008. Daya Racun Ekstrak akar Tuba Derris elliptica (Roxb.) Benth)
Terhadap rayap Tanah (Coptotermes curvignatus Holmgren). Departemen
Kehutanan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara. Medan

22
Sinaga, R. 2009. Uji Efektivitas Pestisida Nabati terhadap Hama Spodoptera litura
(Lepidoptera: Noctuidae) pada Tanaman Tembakau (Nicotiana tabaccum L.). FP
Universitas Sumatera Utara. Medan. [Skripsi]
Shahabuddin dan Kahasanah, N., 2013 Eefktifitas Biji Mahkota Dewa (Phaleria
Papapuena Warb) Dalam Mengendalikan Hama Spodoptera exoigua Hubner
(Lepidoptera: Noktuidae) Pertanaman Bawang Merah J.Agroland 17 (3) :21-
27,April 2013.
Sheng JJ, Bemd L, Nasser A. 2015. “Status OF Polymer Flooding Technology”.
Journal of Canadian Petroleum Technology.
Sutoro.2015. Determinan Agronomis Produktivitas Jagung (The Agronomic Factors
Determining Maize Productivity). Jurnal IPTEK Tanaman Pangan 10(1): 39-46.
Subiono,Tjajuk.2020. Preferensi S. frugiperda (Lepidoptera: Noctuidae) pada
Beberapa sumber Pakan. Jurnal Agroekoteknologi Tropika LembabVolume 2,
Nomor 2, Februari 2020 Halaman 130-134.
Tandiabang,J. 1996. Kehilangan hasil oleh kumbang bubuk Sitophilus zeamais
dengan penundaan panen. Hasil Penel. Hama dan Penyakit 1995/96. Balai
Penelitian Tanaman Jagung dan Serealia Lain. Hal. 36 – 39.
Triyawati, M. 2007. Pengaruh Pemberian Ekstrak Akar Tuba Derris elliptica (Roxb.)
Bent) Terhadap Mortalitas Ulat Grayak (Spodoptera Litura F.) Secara In-Vitro.
Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan Pendidikan Matematika Dan Ilmu
Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan. Universitas
Muhammadiyah, Malang.
Wahyuningsih, I., & Putranti, W. (2015). Optimasi Perbandingan Tween 80 dan
Polietilenglikol 400 pada Formula Self Nanoemulsifying Drug Delivery System
(SNEDDS) Minyak Biji Jinten Hitam. Pharmacy, 12(2).
Zubairi, S. I, M., Sarmadi. R. A,. Aziz, M. K. A,. Ramli, R,.Latip and N. I. A.
Nordin. 2004. Siposium Kimia Analisis Kebangsaan..26-28.

23

Anda mungkin juga menyukai