Anda di halaman 1dari 30

USUL PENELITIAN

UJI KONSENTRASI PESTISIDA ASAP CAIR TEMPURUNG


KELAPA TERHADAP MORTALITAS ULAT GRAYAK
(Spodoptera litura F.)

OLEH:
SRI DWI LESTARI
2054212001

JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LANCANG KUNING
PEKANBARU
2023
USUL PENELITIAN

UJI KONSENTRASI PESTISIDA ASAP CAIR TEMPURUNG


KELAPA TERHADAP MORTALITAS ULAT GRAYAK
(Spodoptera litura F.)

OLEH:
SRI DWI LESTARI
2054212001

Diajukan sebagai salah satu syarat


untuk melaksanakan penelitian

JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LANCANG KUNING
PEKANBARU
2023

ii
USUL PENELITIAN
HALAMAN PENGESAHAN

UJI KONSENTRASI PESTISIDA ASAP CAIR TEMPURUNG


KELAPA TERHADAP MORTALITAS ULAT GRAYAK
(Spodoptera litura F.)

OLEH:
SRI DWI LESTARI
2054212001

Menyetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Dra. Seprita Lidar, M.Si Dr. Indra Purnama, M.Sc


NIP. 1015096101 NIP. 196911111999031010

Kepala Program Studi

Dra. Neng Susi, MP


NIP. 196204131992032001

iii
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha

Esa, karena kasih dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

proposal penelitian ini yang berjudul “Uji Konsentrasi Pestisida Asap Cair

Tempurung Kelapa Terhadap Mortalitas Ulat Grayak (Spodoptera litura F.)”.

Proposal penelitian ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat

memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Agroteknologi di

Universitas Lancang Kuning. Dalam penyusunan proposal penelitian ini, penulis

mengalami kesulitan dan penulis menyadari dalam penulisan proposal penelitian

ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis sangat mengharapkan kritik

dan saran yang membangun demi kesempurnaan proposal penelitian ini.

Maka, dalam kesempatan ini pula penulis menyampaikan ucapan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Indra Purnama, M.Sc dan Ibu Dra.

Seprita Lidar, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak

memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis selama proses penyelesaian

proposal penelitian ini. Penulis sangat berharap semoga proposal penelitian ini

bermanfaat bagi kita semua.

Pekanbaru, 27 Oktober 2023

Sri Dwi Lestari

iv
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL.................................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN...................................................................... iii
KATA PENGANTAR................................................................................. iv
DAFTAR ISI................................................................................................ v
DAFTAR GAMBAR................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................ vii

I PENDAHULUAN................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang................................................................................ 1
1.2 Tujuan Penelitian............................................................................ 4
1.3 Hipotesis......................................................................................... 4

II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................ 5
2.1 Tanaman Jagung Manis (Zea mays saccharata)............................. 5
2.2 Ulat Grayak (Spodoptera litura F.)................................................. 6
2.3 Asap Cair Tempurung Kelapa........................................................ 9

III METODOLOGI.................................................................................... 12
3.1 Tempat dan Waktu.......................................................................... 12
3.2 Bahan dan Alat................................................................................ 12
3.3 Metodologi penelitian..................................................................... 12
3.4 Pelaksanaan penelitian.................................................................... 13
3.5 Parameter Pengamatan.................................................................... 15
3.6 Analisis Data................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 19
LAMPIRAN................................................................................................. 22

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. Jagung yang terserang hama ulat grayak................................................. 6
2. Ulat grayak............................................................................................... 8
3. Asap cair.................................................................................................. 10

vi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman
1. Waktu kegiatan penelitian........................................................................ 22
2. Denah Sampel Penelitian......................................................................... 23

vii
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jagung manis atau dalam bahasa latinnya (Zea mays saccharata) merupakan

jenis tanaman yang cukup banyak dibudidayakan diindonesia. Jagung manis

termasuk salah satu komoditas palawija yang layak dan banyak dijadikan produk

unggulan agrobisnis. Saat ini, jagung manis banyak dimanfaatkan terutama dalam

industri pangan dengan berbagi olahan. Jagung manis memiliki kandungan gizi

dan serat yang cukup memadai, salah satunya mengandung sumber karbohidrat

yang tinggi. Menurut Prasannan et al. (2001), jagung memiliki kandungan protein

sebanyak 9.5% lebih tinggi dibandingkan dengan beras yaitu 7.4%. Selain itu,

jagung juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak dan industri. Seperti

data yang diperoleh Mulyani et al. (2011), menunjukkan bahwa 63% kebutuhan

jagung digunakan untuk pangan, 30.5% untuk pakan dan sisanya untuk industri.

Tanaman jagung manis termasuk tanaman annual atau semusim, yang

umumnya memiliki umur panen dibawah satu tahun dan hanya bisa dilakukan

satu kali panen. Angka konsumsi tanaman jagung berkembang pesat namun tidak

seiring dengan angka peningkatan hasil produksi ditiap tahunnya. Diindonesia,

produksi jagung pernah mengalami fluktuatif pada tahun 2012 hingga 2015.

Penurunan produksi terjadi di Jawa sebesar 0.62 juta ton dan di luar Jawa sebesar

0.26 juta ton (BPS, 2016). Produksi jagung diriau tahun 2014 adalah 28.651

ton/tahun dengan luas lahan 12.057 ha. Tahun 2015 mengalami penurunan

produksi yaitu 25.896 ton/tahun dengan luas lahan 10.441 ha. Penurunan hasil

produksi ini dapat disebabkan oleh beberapa factor. Salah satu factor yang dapat

menjadi peyebab menurunnya hasil produksi tanaman jagung manis adalah


serangan organisme pengganggu tanaman jagung. Hama utama yang sering

menyerang tanaman jagung adalah ulat grayak (Spodoptera litura F.).

Ulat grayak ((Spodoptera litura F.) merupakan hama utama yang

menyerang tanaman jagung manis. Menurut Rusisah (2021), hama S. frugiperda

mulai menyerang pertanaman jagung pada umur 1 minggu. Hama ini menyerang

mulai dari munculnya daun muda pada (fase vegetatif) hingga ke pembungaan

(fase generatif). Gejala serangan hama Spodoptera litura F. yaitu adanya lubang-

lubang bekas gigitan dan kotoran pada daun muda yang masih menggulung. Pada

permukaan atas daun atau sekitaran pucuk tanaman jagung ditemukan serbuk

kasar seperti serbuk gergaji, dan ketika populasi dari ulat grayak ini sudah sangat

tinggi maka bagian tongkol jagung juga akan diserang oleh hama ini Nonci et . al

(2019). Ulat grayak atau Spodoptera litura F.merupakan salah satu serangga hama

yang dikenal karena kemampuannya untuk menyebabkan kerusakan yang cukup

berat. Pada tanaman jagung, Spodoptera litura F. dapat merusak hampir semua

bagian tanaman jagung (akar, daun, bunga jantan, bunga betina serta tongkol).

Ulat grayak dapat menyebabkan kehilangan hasil yang signifikan apabila tidak

ditangani dengan baik.

Pengendalian hama ulat grayak dapat dilakukan dengan beberapa teknik,

dan teknik pengendalian yang sering digunakan oleh petani jagung manis adalah

teknik pengendalian kimia. Teknik pengendalian kimia biasa menggunakan

pestisida kimia sintetik yang dapat membunuh hama secara cepat dan instan.

Namun, tindakan pengendalian kimia dengan pestisida sintetik yang berlebihan

dan terus menerus dapat menimbulkan dampak negatif seperti pencemaran air dan

tanah, matinya musuh alami dari organisme penggaanggu tanaman, kemungkinan

2
terjadinya serangan hama sekunder, kematian organisme lain (seperti lebah) yang

bermanfaat bagi lingkungan, dan timbulnya kekebalan OPT terhadap pestisida

sintetis (Novizan, 2002). Efek negatif yang ditimbulkan dari penggunaan pestisida

kimia sintetik ini dapat dicegah dengan beralih menggunakan pestisida botani

untuk mengendalikan hama. Salah satu limbah biomassa yang dapat digunakan

sebagai bahan baku pembuatan pestisida organik untuk mengendalikan hama

adalah tempurung kelapa.

Tempurung kelapa merupakan salah satu bagian dari buah kelapa yang

berfungsi sebagai perlindungan inti buah. Tempurung kelapa terletak pada bagian

dalam kelapa setelah serabut dan merupakan bagian yang keras dengan ketebalan

3-5 mm (Suhartana, 2006). Tempurung kelapa banyak dimanfaatkan sebagai

souvenir, arang, dan briket arang. Menurut Noor (2008), Tempurung kelapa

dikategorikan sebagai kayu keras dan memiliki komposisi kadar lignin lebih

tinggi sedangkan kadar selulosa lebih rendah yang terdiri atas 26,60 % Sellulosa,

29,40 % Lignin, 27,70 % Pentosan, 4,20 % Solvent ekstraktif, 3,50 % Uronat

anhidrid, 0,62 % Abu, 0,11 % Nitrogen, dan 8,0 % Air. Dengan beberapa

kandungan senyawa tersebut, tempurung kelapa dapat dimanfaatkan menjadi

pestisida organik berupa asap cair.

Asap cair adalah larutan dispersi asap dalam air yang dihasilkan dari proses

pirolisis tempurung kelapa. Asap cair berwarna kecoklatan dan memiliki bau yang

khas (Bridgwater, 2004). Asap cair biasanya digunakan sebagai pengganti metode

pengasapan konvensional karena asap cair adalah hasil pendinginan dan pencairan

asap partikel padat biomassa yang dibakar dalam tabung tertutup. Pembuatan asap

cair menggunakan metode pirolisis berarti peruraian dengan bantuan panas tanpa

3
adanya oksigen atau dengan jumlah oksigen yang terbatas yang digunakan untuk

membuat asap cair. Dalam proses pirolisis, biasanya terjadi tiga produk: gas,

minyak yang terbakar, dan arang. Porsi masing-masing produk tergantung pada

metode pirolisis, sifat biomassa, dan parameter reaksi (Hidayat, DJ, 2013). Asap

cair tempurung kelapa memiliki kandungan yang didominasi asam asetat dan

fenol yang lebih besar dibandingkan pada biomassa lain serta kandungan lainnya

yaitu asam asetat dan karbonil yang dapat dimanfaatkan sebagai pestisida dimana

mampu membasmi hama pada tanaman (Isa et al., 2019).

Berdasarkan informasi yang diatas, asap cair dapat dijadikan sebagai

pestisida organik karena bersifat parsinogenik yang mampu menjadi racun yang

menyerang pencernaan pada hama ulat grayak. Tetapi, perlu dilakukan pengujian

lanjutan terhadap konsentrasi terbaik dalam memberantas hama ulat grayak. Maka

dari itu, penulis tertarik untuk mengambil judul tugas akhir ‘‘Pengaruh

Konsentrasi Pestisida Asap Cair Tempurung Kelapa Terhadap Mortalitas Ulat

Grayak (Spodoptera litura F.).

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi pestisida asap cair

tempurung kelapa yang tepat dan efektif untuk meningkatkan mortalitas total ulat

grayak (Spodoptera litura F.).

1.3 Hipotesis

Pemberian pestisida asap cair dari tempurung kelapa dengan konsentrasi yang

tepat diduga dapat meningkatkan mortalitas total ulat grayak (Spodoptera litura

F.)

4
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Jagung Manis (Zea mays saccharata)

Jagung manis (Zea mays saccharata) merupakan salah satu komoditas

sayuran yang cukup popular dan sudah cukup lama di budidayakan oleh

masyarakat Indonesia (Syukur dan Rifanto, 2013). Jagung manis mulai

dibudidayakan dan dikembangkan di Indonesia pada tahun 1980. Pada awalnya

jagung manis mulai dibudidayakan dalam skala kecil hanya untuk memenuhi

kebutuhan hotel dan restoran, namun karena rasanya yang manis dan aromanya

yang lebih harum menjadikan jagung manis sebagai salah satu makanan pokok

yang digemari masyarakat serta aman dikonsumsi oleh penderita diabetes karena

mengandung gula sukrosa dan rendah lemak. Taksonomi dan klasifikasi tanaman

jagung manis adalah sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisi: Spermatophyta,

Sub divisi: Angiospermae, Kelas: Monocotyledon, Ordo: Geraminae, Famili:

Graminaeae, Genus: Zea, Spesies: Zea Mays Saccharata Sturt L. (Rukmana,

2010).

Tanaman jagung manis berasal dari daerah tropis dan dapat tumbuh

didaerah yang terletak diantara 0o-50o LU hingga 0o-40o LS. Penanaman jagung

manis dengan produksi yang optimal umumnya dilakukan pada musim panas

karena tanaman jagung manis menghendaki penyinaran matahari yang penuh.

Suhu optimum yang dibutuhkan tanaman jagung manis adalah 21 o-34oC dan

kondisi curah hujan yang ideal saat penanaman jagung manis adalah 85-200

mm/bulan dan harus merata. Tanaman jagung manis dapat tumbuh hampir

disemua jenis tanah, namun agar mendapatkan hasil yang optimal kemasaman
tanah (PH) yang dibutuhkan adalah sekitar 5,6 – 7,5 (Tim Karya Tani Mandiri,

2010).

Budidaya tanaman jagung manis memiliki permasalahan utama yaitu

serangan hama dan penyakit yang mampu menyebabkan kerusakan hingga

kematian pada tanaman sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan serta

berdampak terhadap penurunan hasil produksi tanaman jagung manis. Ulat grayak

(Spodoptera litura F.) merupakan salah satu hama utama tanaman jagung,

kerugian yang diakibatkan hama ini dapat mencapai 15-73% pada saat daun

tanaman jagung masih muda atau masih dalam keadaan menggulung (Nonchi et

al., 2019). Gejala serangan hama ulat grayak yaitu pada daun yang belum

membuka penuh (kuncup) tampak berlubang dan terdapat banyak kotoran fases

larva (Gambar 1), Jika daun sudah terbuka maka akan terlihat banyak bagian daun

yang rusak, berlubang bekas gerekan larva (Ahmad et.al, 2020).

Gambar 1. Jagung yang terserang hama ulat grayak

2.2 Ulat Grayak (Spodoptera litura F.)

Ulat grayak merupakan salah satu hama utama yang menyerang tanaman

jagung di Indonesia. Hama ini berasal dari Amerika dan kini telah menyebar di

berbagai negara. Pada awal tahun 2019, hama ini ditemukan pada tanaman jagung

6
di daerah Sumatera (Kementan, 2019). Umumnya hama ini menyerang pada

semua fase tanaman jagung , namun penyerangan paling intensif terjadi pada fase

muda hingga fase pembungaan (generative), (Ahmad et.al, 2020). Spodoptera

litura F. menggerek atau melubangi daun muda sehingga dapat mengganggu

proses fisiologis pada tanaman jagung manis yang apabila tidak segera ditangani

maka akan mempengaruhi produksi dan pada akhirnya akan mengakibatkan

kehilangan hasil panen. Klasifikasi ulat grayak adalah sebagai berikut: Kingdom:

Animalia, Filum: Arthropoda, Kelas: Insekta, Ordo: Lepidoptera, Famili:

Noctidae, Genus: Spodoptera, Spesies: Spodoptera litura F. Ulat grayak memiliki

metamorfosis sempurna yaitu telur, 6 instar larva, pupa, dan imago.

Imago pada ulat grayak (Spodoptera litura F.) akan hinggap ke daun muda

(Gambar 2) pada tanaman jagung dan melakukan proses perkembang biakan,

setelah itu ngengat betina Spodoptera litura F. akan meletakkan telurnya secara

acak dan berkelompok pada atas atau bawah permukaan daun muda atau daun

yang masih kuncup (menggulung). Telur dari Spodoptera litura F. berwarna putih

bening atau hijau pucat ketika baru diletakkan oleh ngengat betina dan pada hari

berikutnya berubah warna menjadi hijau kecoklatan, pada kemudian hari saat telur

akan menetas terjadi perubahan warna lagi menjadi coklat.Telur akan menetas

dalam 2-3 hari (Nonci et al., 2019). Pada kondisi iklim yang hangat, ngengat

betina mampu mengahasilkan telur 6 sampai 10 kelompok telur yang terdiri dari

100 hingga 300 butir telur, dan semasa hidupnya (2-3 minggu) ngengat betina

menghasilkan 1.500 hingga 2.000 telur. Namun, Seperti kebanyakan yang terjadi

pada hama lain, sebagian besar telur tidak dapat berkembang hingga dewasa

7
karena terjadi kematian di berbagai siklus hidupnya (FAO 2019, Nonci et al.,

2019).

Gambar 2. Ulat grayak

Telur dari Spodoptera litura F. yang menetas akan menjadi larva, larva dari

Spodoptera litura F. terdiri dari enam instar yakni instar I sampai VI. Larva instar

I berwarna kehijauan dengan kepala hitam, panjangnya sekitar 2,0 sampai 2,74

mm dan lebar 0,2-0,3 mm, kemudian akan mengalami sedikit perubahan pada

instar ke II yaitu kepala dengan warna yang mulai memutih. Pada larva instar II

terutama instar III, permukaan dorsal tubuh pada larva menjadi kecoklatan dan

mulai tampak terbentuknya garis-garis putih lateral, panjang tubuh 8,0-15,0 mm

dengan lebar 0,5-0,6 mm (Tampubolon et al., 2013). Larva instar ke IV sampai ke

VI, panjang tubuh larva sekitar 13-20 mm, 23-35 mm, dan 35-50 mm. Kepala dari

larva instar IV hingg VI berubah warna menjadi coklat kemerahan, memiliki

garis-garis lateral dan terdapat bintik-bintik putih pada tubuhnya. Bintik-bitik

berwarna gelap yang terdapat pada punggungnya biasanya akan menonjol hingga

mengeluarkan duri. Wajah larva dewasa juga ditandai dengan "Y" terbalik dan

epidermis larva kasar atau granular. Durasi tahap larva cenderung sekitar 14 hari

selama musim panas dan 30 hari selama cuaca dingin (Capinera, 2017).

8
Larva instar VI akan membentuk pupa didalam tanah. Perkembangan pupa

dapat berlangsung selama 12-14 hari, sebelum tahap dewasa muncul (Nonci et al.,

2019). Pembentukan pupa biasanya terjadi di dalam tanah, pada kedalaman 2

sampai 8 cm. Larva membangun sebuah kepompong berbentuk oval dan

panjangnya 20 sampai 30 mm, dengan mengikat partikel tanah dengan sutera. Jika

tanah terlalu keras, larva mungkin merekat bersama-sama serpihan daun dan

bahan lain untuk membentuk kepompong di permukaan tanah. Pupa berwarna

coklat kemerahan, dan ukuran panjang 14 sampai 18 mm dan lebar sekitar 4,5

mm. Durasi tahap kepompong adalah sekitar delapan sampai sembilan hari selama

musim panas, tetapi mencapai 20 untuk 30 hari selama musim dingin di Florida.

Tahap kepompong tidak dapat bertahan lama dalam cuaca dingin (Capinera, 2017)

Tahap perkembangan selanjutnya dari siklus Spodoptera litura F. setelah

pupa adalah imago atau ngengat. Ngengat dari Spodoptera litura F. memiliki

panjang tubuh sekitar 10 sampai 14 mm dengan jarak rentang sayapnya berkisar

antara 25 mm sampai 30 mm. Sayap depan Spodoptera litura F. berwarna coklat

keperak-perakkan dan sayap belakanganya berwarna putih dengan bercak hitam

(Cahyono, 2005). Dan pada malam hari, ngengat dapat terbang sejauh lima

kilometer.

2.3. Asap Cair Tempurung Kelapa

Asap cair pertama kali diproduksi pada tahun 1980 oleh sebuah pabrik

farmasi di Kansas, yang dikembangkan dengan metode destilasi kering (pirolisis)

dari bahan kayu. Asap merupakan sistem yang kompleks, yang terdiri dari fase

cairan terdispersi dalam medium gas sebagai pendispersi (Gambar 3). Asap

terbentuk karena pembakaran yang tidak sempurna, yaitu pembakaran dengan

9
jumlah oksigen terbatas yang melibatkan reaksi dekomposisi bahan polimer

menjadi komponen organik dengan bobot yang lebih rendah, karena pengaruh

panas. Jika oksigen tersedia cukup, maka pembakaran menjadi lebih sempuma

dengan menghasilkan gas CO2, uap air, dan abu, sedangkan asap tidak terbentuk

(Haji et al., 2007).

Gambar 3. Asap cair


Proses pembuatan asap cair melalui proses pirolisis. Pirolisis adalah proses

pemanasan suatu zat dengan oksigen terbatas sehingga terjadi penguraian

komponen-komponen penyusun kayu keras (Yaman, 2004). Pada proses pirolisis

energi panas mendorong terjadinya oksidasi sehingga molekul karbon yang

kompleks terurai sebagian besar menjadi karbon atau arang. Istilah lain dari

pirolisis adalah destructive distillation atau destilasi kering, dimana merupakan

suatu proses yang tidak teratur dari bahan-bahan organik disebabkan oleh

pemanasan yang tidak berhubungan dengan udara luar. Tempurung sebagai

limbah pembuatan minyak kelapa dapat disebut sebagai salah satu biomassa. Asap

cair yang dihasilkan dari tempurung kelapa mengandung kadar benzopiriena yang

cukup tinggi sehingga asap cair dari tempurung kelapa sangat layak digunakan

dalam pembuatan pestisida asap cair.

10
Di dalam asap cair terdapat berbagai macam senyawa seperti asam, fenol,

dan furan. Dekomposisi lignin dan selulosa melalui proses pirolisis dapat

menghasilkan asap cair yang menngandung senyawa-senyawa kimia anti bakteri

seperti formaldehida, asetaldehida, asam-asam karboksilat, fenol, kresol, dan

keton (Abidin et al., 2021). Menurut (Hadanu dan Apituley, 2016) menambahkan

bahwa kandungan asap cair dari pirolisis yaitu senyawa fenol 90,75%, karbonil

3,71% dan alkohol 1,81%. Pada senyawa fenol memberikan zat aktif yang berefek

insektisida dan anti mikroba. Cara fenol masuk kedalam tubuh serangga melalui

sistem pernapasan sehingga melemahkan sistem saraf dan merusak sistem

pernapasan sehingga serangga tidak dapat bernapas dan akhirnya mati. Selain itu

terdapat beberapa senyawa aktif lainnya seperti karbonil, keton, aldehid.

11
III. METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian ini akan dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian,

Universitas Lancang Kuning, Kecamatan Rumbai, Kota Pekanbaru , Provinsi

Riau. Penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan selama 3 bulan, yang dimulai

dari bulan November 2023 sampai bulan Januari 2024

3.2 Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah tempurung

kelapa, pestisida organik asap cair tempurung kelapa, serbuk gergaji, ulat grayak

(Spodoptera litura F.) instar 3, dan daun muda tanaman jagung manis, benih

jagung, polibag, pupuk kandang, pupuk npk, air dan tanah.

Alat-alat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sarung tangan,

masker, hand sprayer atau kep, alat pirolisis, tabung kondensor, tabung gas,

jerigen, timbangan digital, pemantik api, thermometer, toples, gelas pop es, botol,

pinset, gelas ukur, SPSS, POLO-PC, petridish, Kayu pemukul, cangkul, gembor,

ayakan, sungkup, alat tulis dan kamera untuk dokumentasi selama kegiatan.

3.3 Metodologi penelitian

Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak

Kelompok (RAK) non Faktorial dengan 1 faktor perlakuan 4 taraf dan 4 ulangan

total percobaan sebanyak 18 plot. Penelitian ini dilakukan dengan metode

penyemprotan. Perlakuan konsentrasi pestisida asap cair tempurung kelapa yang

digunakan adalah sebagai berikut:


P0 = Tanpa perlakuan (kontrol)

P1 = Larutan asap cair tempurung kelapa 1% ( 10 ml/liter)

P2 = Larutan asap cair tempurung kelapa 3% ( 30ml/liter)

P3 = Larutan asap cair tempurung kelapa 5% (50ml/liter)

P4 = Larutan asap cair tempurung kelapa 8% (80ml/liter)

P5 = Larutan asap cair 10% (100ml/liter)

3.4 Pelaksanaan penelitian

3.4.1 Pembuatan pestisida asap cair

a. persiapan

Mempersiapkan alat dan bahan seperti tempurung kelapa sebanyak 25kg.

Beberapa alat yang digunakan seperti alat pirolisis, tabung kondensasi, drum air ,

tabung gas, pemantik api, jerigen, botol, alat tulis dan kamera untuk dokumentasi.

b. pelaksanaan

Tempurung kelapa di masukkan kedalam goni dan dipukul menggunakan

kayu, hal ini bertujuan untuk memperkecil ukuran dari bahan biomassa.

Kemudian bahan biomassa tempurung kelapa sebanyak 25kg dimasukkan

kedalam tabung pirolisis. Pembakaran dilakukan selama 3 jam dengan suhu

mencapai 200 derajat celsius. Hasilnya berupa cairan berwarna coklat kemerahan

dengan bau khas asap yang menyengat yang keluar dari pipa kemudian ditampung

kedalam jeregen berukuran 30L. Setelah itu dimasukkan kedalam botol dan

ditimbang menggunakan timbangan digital.

13
3.4.2 Pembuatan media hidup larva ulat grayak

Spodoptera litura F. yang disediakan didapat dari hasil pembiakan massal.

Larva Spodoptera litura F. diambil dari areal pertanaman jagung atau tanaman

lainnya. Larva dimasukkan ke dalam wadah toples dan diberi pakan dalam kurun

waktu dua hari sekali. Selama proses pembiakan kelembaban wadah larva dijaga

agar larva tidak terserang bakteri yang menyebabkan kematian. Makanan yang

diberikan untuk pemeliharaan larva ini adalah daun jagung manis segar yang

diganti setiap 2 hari sekali. Saat larva akan memasuki stadia pupa yang ditandai

dengan berkurangnya aktivitas makan dan gerak, maka larva-larva tersebut

dipindahkan ke dalam toples yang telah diisi dengan serbuk gergaji.

Imago diberikan larutan madu 10 % sebagai makanan yang diganti setiap

hari. Imago dibiarkan berpopulasi dan meletakkan telur pada kain kasa atau

dinding toples. Telur-telur tersebut dipindahkan kedalam petridish untuk

penetasan larva, kemudian larva dipindahkan lagi ke dalam kotak pemeliharaan

yang diisi dengan daun jagung manis segar sebagai makanan larva. Larva-larva

terus dipelihara dengan diberikan makanan seperti daun jagung segar sehingga

memasuki pada tahap instar 3 (Hasnah et al., 2012).

3.4.3 Kalibrasi

Kalibrasi dilakukan dengan cara melakukan penyemprotan pada Spodoptera

litura F. hingga seluruh tubuh larva dan media hidup larva basah sambil

menghitung berapa semprotan yang dibutuhkan untuk membasahi tubuh larva dan

media hidupnya. Kalibrasi dilakukan sebanyak 4 kali ulangan.

14
3.4.4 Aplikasi pestisida asap cair tempurung kelapa

Asap cair yang telah terlebih dahulu disemprotkan pada tanaman masuk ke

dalam tubuh Spodoptera litura F. yang dimakan selama 24 jam. Spodoptera litura

F. mati dikarenakan racun yang masuk melalui daun yang dimakan oleh S.

frugiperda dan kemudian menghambat metabolisme sel yang menghambat

transport elektron dalam mitokondria sehingga pembentukan energi dari makanan

sebagai sumber energi dalam sel tidak terjadi dan sel tidak dapat beraktifitas,

sehingga ulat grayak mati. Hal ini yang menyebabkan hama Spodoptera litura F.

mengalami kematian. Menurut (Nurlia et al., 2020) bahwa senyawa yang

terkandung dalam asap cair tersebut dikelompokkan ke dalam senyawa fenol,

asam serta senyawa karbonil.

3.5 Parameter Pengamatan

3.5.1 Pengamatan awal kematian

Pengamatan awal kematian dilakukan dengan cara setelah pengaplikasian

pestisida asap cair tempurung kelapa pengamat menentukan waktu kematian

pertama salah satu sampel larva Spodoptera litura F. pada setiap perlakuan.

Pengamatan dilakukan 12 jam setelah aplikasi dan dilanjutkan setiap 12 jam

berikutnya. Ciri – ciri larva Spodoptera litura F. yang sudah mati adalah seluruh

tubuh larva tersebut menghitam, dan larva tidak bergerak lagi.

3.5.2 Lethal time (LT50) (jam)

Pengamatan lethal time (LT50) dilakukan dengan cara menghitung waktu

yang dibutuhkan setiap perlakuan untuk mematikan 50% sampel Spodoptera

litura F. Pengamatan LT50 dilakukan setiap 12 jam setelah diberikan perlakuan

15
sampai ada 50% larva Spodoptera litura F. yang mati dari setiap sampel

perlakuan.

3.5.3 Lethal concentrate (LC50)(%)

Pengamatan lethal concentrate (LC50) dilakukan dengan cara menghitung

larva Spodoptera litura F. yang mati 12 jam setelah diberikan perlakuan dan

dilanjutkan setiap 12 jam berikutnya, lalu dihitung mortalitas pada masing-masing

perlakuan. Data probit yang sudah didapatkan lalu dianalisis untuk menentukan

LC50 dengan POLO-PC.

3.5.4 Pengamatan mortalitas harian

Pengamatan mortalitas harian pada sampel larva Spodoptera litura F.

dilakukan dengan cara menghitung larva Spodoptera litura F. yang mati setiap

harinya selama 7 hari setelah aplikasi pestisida asap cair tempurung kelapa.

Perhitungan mortalitas harian menggunakan rumus menurut Dewi et al., (2017),

berikut:

x− y
MH = x 100 %
x

Keterangan:

MH = Mortalitas harian larva Spodoptera litura F.

x = Jumlah larva Spodoptera litura F. yang diuji

y = Jumlah larva Spodoptera litura F. yang hidup

3.5.5 Mortalitas total

Pengamatan mortalitas total pada sampel larva Spodoptera litura F.

dilakukan dengan cara menghitung total jumlah sampel larva Spodoptera litura F.

yang mati setelah 7 hari aplikasi pestisida asap cair tempurung kelapa. Mortalitas

16
total dihitung dengan menggunakan rumus menurut Dewi et al., (2017). sebagai

berikut:

N
P= x 100 %
n

Keterangan:

P = Mortalitas total larva Spodoptera litura F.

N = Jumlah larva Spodoptera litura F. yang mati

n = Jumlah larva Spodoptera litura F. yang diuji

3.5.6 Suhu dan Kelembaban

Pengamatan suhu dan kelembaban udara di lokasi penelitian diukur

menggunakan termohygrometer. Suhu dan kelembaban diukur setiap harinya

selama jadwal pengamatan. Pengukuran suhu dan kelembaban dilakukan pada

pagi, siang, dan sore hari. Suhu dan kelembaban dapat dihitung menggunakan

rumus menurut Nawawi (2001):

( 2 x suhu pagi ) + suhu pagi+ suhu sore


T (0 C)=
4

( 2 x RH pagi ) + RH siamh+ RH sore


RH (%)=
4

Keterangan:

T = Suhu (°C)

RH = Kelembaban (%)

3.6 Analisis Data

Data mortalitas harian yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis secara

deskriptif dan ditampilkan dalam bentuk grafik, lethal concentrate dianalisis

17
probit menggunakan POLO-PC, lethal time dan mortalitas total dianalisis secara

statistik dengan menggunakan sidik ragam menggunakan program SPSS Model

linear yang digunakan sebagai berikut:

Yij = μ + τi + ε ij

Keterangan =

Yij = Nilai pengamatan perlakuan konsentrasi pestisida asap cair

tempurung kelapa ke-i terhadap suatu percobaan pada ulangan ke-j

μ = Nilai tengah umum

τi = Pengaruh dari pemberian konsentrasi pestisida asap cair tempurung

kelapa ke-i

εij = Pengaruh galat percobaan pada perlakuan konsentrasi pestisida asap

cair tempurung kelapa ke-i dan ulangan ke-j

Data hasil analisis sidik ragam yang berpengaruh nyata diuji lanjut dengan

beda nyata terkecil (BNT) pada taraf 5%.

18
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad. N. L. 2020. Serangan Ulat Grayak Jagung (Spodoptera frugiperda) pada


Tanaman Jagung di Desa Petir, Kecamatan Daramaga, Kabuoaten Bogor,
dan Potensi Pengendaliannya Menggunakan Metharizium rileyi. Jurnal
Pusat Inovasi Masyarakat. 2(6): 931-939.

Badan Pusat Statistik. 2016. Data Produktivitas Jagung. http://www.bps.go.id.


Diakses pada tanggal 25 Oktober 2023.

Bridgwater, A. V. 2004. Biomass Fast Pyrolysis. Thermal Science. 8(2), 21–49.

Cahyono, B. 2005. Kubis dan Bunga Broccoli Teknik Budidaya dan Analisis
Usaha Tani. Kanisius. Yogyakarta.

Capinera, JL. 2017. Fall Armyworm, Spodoptera frugiperda (J.E Smith) (Insecta:
Lepidoptera: Noctuidae). IFAS Extension, University of Florida. Carey,
JR. 1993. Applied demography for biologist with special emphasis on
insect. Oxford University Press. New York

Dewi, A. Y. M., D. Salbiah, dan A. Sutikno. 2017. Uji beberapa tepung biji
pinang (Areca catechu L.) terhadap mortalitas larva penggerek tongkol
jagung manis (Helicoverpa armigera Hubner). JOM Faperta. 4(1): 1-11

Food and Agriculture Organization, CABI. 2019. Community-Based Fall


Armyworm (Spodoptera frugiperda) Monitoring, Early Warning and
Management. Training of Trainers Manual, First Edition.

Hadani, R., dan D. A. N. Apituley. 2016. Volatile Compounds Detected in


Coconut Shell Liquid Smoke through Pyrolysis at a Fractioning
Temperature of 350-420C. Makara Journal of Science. 20(3): 95-100.

Haji, A.G., Alim, Z., Lay, B.W., Sutjahjo, S.H., Pari, G., dkk, 2007. Karakteristik
Asap Cair Hasil Pirolisis Sampah Organik Padat. J. Tek. Ind. Pertan. 16.
111– 118.

Hanasah, Sussana dan S. Husain. 2012. Keefektifan Cendawan Beauvaria


bassiana Vuil Terhadap Mortalitas Kepik Hijau Nezara viridula L. Pada
Stadia Nimfa dan Imago. J. Floratek. 7. 13-24.

Hidayat, D.J. 2013. Pembuatan Asap Cair Dengan Metoda Pirolisis Sebagai
Bahan Pengawet Makanan.

Isa, I., Musa, W. J. A., & Rahman, S. W. 2019. Pemanfaatan asap cair tempurung
kelapa sebagai pestisida organik terhadap mortalitas ulat grayak
(Spodoptera litura F.). Jambura Journal of Chemistry, 01(1), 15–20.

19
Kementerian Pertanian. 2019. Pengenalan Fall Armyworm (Spodoptera
frugiperda J. E. Smith) Hama Baru pada Tanaman Jagung di Indonesia.
Jakarta (ID). Balai Penelitian Tanaman Serealia. Jakarta.

Abidin, M.R., R. Nur, E. M. Mayzarah, and R. Umar. 2021. Estimating and


Monitoring the Land Surface Temperature (LST) Using Landsat OLI 8
TIRS, Int. J. Environ. Eng. Educ. 3(1): 17-24.

Mulyani, A., Ritung, S., Las, I. 2011. Potensi dan Ketersediaan Sumber Daya
Lahan Untuk Mendukung KetaHanan Pangan. J. Litbang Pertan.
30(2):73-80.

Nawawi, G. 2001. Pengantar Klimatologi Pertanian.


http://belajar.internetsehat.org/ pustaka/ pendidikan/ materikejujuran/
pertanian/ mekanisasi pertanian/ pengantar/ klimatologi-pertanian.pdf.
Diakses tanggal 20 Oktober 2023.

Nonci, N., Kalgutny, Hary, S., Mirsam, H., Muis, A., Azrai, M., & Aqil, M.
(2019). Pengenalan Fall Armyworn (Spodoptera frugiperda J.E. Smith)
Hama Baru Pada Tanaman Jagung Di Indonesia. In Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian Balai Penelitian Tanaman Serealia (Vol. 73).

Noor, E., Laditama, C., & Pari, G. 2008. Jurnal Departemen Teknologi Industri
Pertanian. Isolasi dan Pemurnian Asap Cair Berbahan Dasar Tempurung
dan Sabut Kelapa Secara Pirolisis dan Distilasi. Fakultas Teknologi
Pertanian-Institut Pertanian Bogor. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Hasil Hutan Bogor.

Novizan. 2002. Membuat dan Memanfaatkan Pestisida Ramah Lingkungan.


Agromedia Pustaka. Depok.

Nurlia, Andi Muhamad Irfan Taufan Asfar, Andi Muhamad Iqbal Akbar Asfar, A.
Sri Rahayu, Nurwahyuni, and Muh. Ilham Ridwan. 2020. Pemanfaatan
Tempurung Kelapa, Tongkol Jagung Dan Sekam Padi Sebagai Pestisida
Ramah Lingkungan. Prosiding Seminar Nasional Pengabdian Kepada
Masyarakat Universitas Lancang Kuning, no. 2018: 59–65.

Prasanna, B., Vasal, S., Kasahun, B., Singh N.N. 2001. Quality protein maize.
Curr. Sci. 81: 1308-1319.

Rukmana. 2010. Prospek Jagung Manis. Pustaka Baru Press. Yogyakarta

Rusisah, A. M. 2021. Studi Perilaku Petani Terhadap Serangan Hama Spodoptera


frugiperda J.E Smith (Lepidoptera: Noctuidae) Di Pertanaman Jagung
Lingkungan Lare’e Kecamatan Pammana Kabupaten Wajo. Skripsi
[Tidak dipublikasikan] Universitas Hasanudin. Makassar.

Suhartana. 2006. Pemanfaatan Tempurung Kelapa Sebagai Bahan Baku Arang


Aktif Untuk Penjernihan Air Sumur Di Desa Belor Kecamatan

20
Ngaringan Kabupaten Grobongan. Penerbit Laboraturium Kimia Organik
FMIPA UNDIP. Semarang.

Syukur, M dan Azis Rifianto. 2013. Jagung Manis. Penebar Swadaya. Jakarta.

Tampubolon, D. Y., Y. Pangestiningsih., F. Zahara., F. Manik. 2013. Uji


Patogenesis Bacillus thuringiensis dan Metarhizium anisopliae Terhadap
Mortalitas Spodoptera litura Fabr (Lepidoptera: Noctuidae) di
Laboratorium. Jurnal Online Agroekoteknologi. 1(2):783-793.

Tim Karya Tani Mandiri. 2010. Pedoman Bertanam Jagung. Nuansa Aulia.
Bandung.

Yaman, S. 2004. Pyrolysis of Biomass to Produce Fuels and Chemical


Feedstocks. Energy Conversion and Management. 45: 651-671.

21
LAMPIRAN

Lampiran 1. Waktu kegiatan penelitian

N November Desember Januari


Kegiatan
o 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Persiapan lava ulat grayak
2. Persiapan pestisida asap cair
Pengaplikasian pestisida asap
3. cair
4. Pengamatan hasil perlakuan
5. Analisis data

22
Lampiran 2. Denah Sampel Penelitian

P5 P0 P3 P3

P0 P1 P2 P1

P3 P4 P0 P5

P1 P0 P2 P4
4

P2 P2 P4 P5

P1 P5 P3 5 cm P4
5 cm

Keterangan:

P = Perlakuan
P0 = Tanpa perlakuan (kontrol)
P1 = Larutan asap cair tempurung kelapa 1% ( 10 ml/liter)
P2 = Larutan asap cair tempurung kelapa 3% ( 30ml/liter)
P3 = Larutan asap cair tempurung kelapa 5% (50ml/liter)
P4 = Larutan asap cair tempurung kelapa 8% (80ml/liter)
P5 = Larutan asap cair 10% (100ml/liter)

23

Anda mungkin juga menyukai