Anda di halaman 1dari 28

USUL PENELITIAN

UJI KONSENTRASI PESTISIDA ASAP CAIR TEMPURUNG


KELAPA TERHADAP MORTALITAS ULAT GRAYAK
(Spodoptera litura F.)

OLEH:
SRI DWI LESTARI
2054212001

JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LANCANG KUNING
PEKANBARU
2023
USUL PENELITIAN

UJI KONSENTRASI PESTISIDA ASAP CAIR TEMPURUNG


KELAPA TERHADAP MORTALITAS ULAT GRAYAK
(Spodoptera litura F.)

OLEH:
SRI DWI LESTARI
2054212001

Diajukan sebagai salah satu syarat


untuk melaksanakan penelitian

JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LANCANG KUNING
PEKANBARU
2023

ii
USUL PENELITIAN
HALAMAN PENGESAHAN

UJI KONSENTRASI PESTISIDA ASAP CAIR TEMPURUNG


KELAPA TERHADAP MORTALITAS ULAT GRAYAK
(Spodoptera litura F.)

OLEH:
SRI DWI LESTARI
2054212001

Menyetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Dra. Seprita Lidar, M.Si Dr. Indra Purnama, M.Sc


NIP. 1015096101 NIP. 1019058906

Kepala Program Studi

Dra. Neng Susi, MP


NIP. 196204131992032001

iii
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha

Esa, karena kasih dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

proposal penelitian ini yang berjudul “Uji Konsentrasi Pestisida Asap Cair

Tempurung Kelapa Terhadap Mortalitas Ulat Grayak (Spodoptera litura F.)”.

Proposal penelitian ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat

memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Agroteknologi di

Universitas Lancang Kuning. Dalam penyusunan proposal penelitian ini, penulis

mengalami kesulitan dan penulis menyadari dalam penulisan proposal penelitian

ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis sangat mengharapkan kritik

dan saran yang membangun demi kesempurnaan proposal penelitian ini.

Maka, dalam kesempatan ini pula penulis menyampaikan ucapan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dra. Seprita Lidar, M.Si dan Bapak Dr.

Indra Purnama, M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak

memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis selama proses penyelesaian

proposal penelitian ini. Penulis sangat berharap semoga proposal penelitian ini

bermanfaat bagi kita semua.

Pekanbaru, 27 Oktober 2023

Sri Dwi Lestari

iv
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL.................................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN...................................................................... iii
KATA PENGANTAR................................................................................. iv
DAFTAR ISI................................................................................................ v
DAFTAR GAMBAR................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................ vii

I PENDAHULUAN................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang................................................................................ 1
1.2 Tujuan Penelitian............................................................................ 3
1.3 Hipotesis......................................................................................... 4

II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................ 5
2.1 Tanaman Padi (Oriza Sativa L.)..................................................... 5
2.2 Ulat Grayak (Spodoptera litura F.)................................................. 6
2.3 Asap Cair Tempurung Kelapa........................................................ 8

III METODOLOGI.................................................................................... 11
3.1 Tempat dan Waktu.......................................................................... 11
3.2 Bahan dan Alat................................................................................ 11
3.3 Metodologi penelitian..................................................................... 11
3.4 Pelaksanaan penelitian.................................................................... 12
3.5 Parameter Pengamatan.................................................................... 14
3.6 Analisis Data................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 18
LAMPIRAN................................................................................................. 20

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Serangan hama ulat grayak pada tanaman padi 8

2. Asap cair.................................................................................................. 9

vi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Waktu kegiatan penelitian 20

2. Denah Sampel Penelitian........................................................................ 21

vii
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pangan yang sangat penting di

dunia setelah gandum dan jagung. Padi merupakan tanaman pangan yang sangat

penting karena beras masih digunakan sebagai makanan pokok bagi sebagian

besar penduduk dunia terutama Asia sampai sekarang. Beras merupakan

komoditas strategis di Indonesia karena beras mempunyai pengaruh yang besar

terhadap kestabilan ekonomi dan politik (Purnamaningsih, 2006).

Dalam lima tahun terakhir, produksi padi tidak menunjukkan peningkatan

yang signifikan bahkan cenderung menurun. Pemenuhan bahan pangan terutama

beras kedepan akan terus menjadi masalah apabila produksi tidak dapat

ditingkatkan. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), produksi padi pada tahun

2015 mencapai 75,39 juta ton gabah kering giling atau mengalami peningkatan

6,65 persen dibandingkan produksi pada 2014 yang mencapai 70,8 juta ton,

namun pada tahun 2018 jumlah produksi hanya mencapai angka 56,53 juta t/ha

(BPS, 2018). Sementara itu, di Provinsi Riau dalam kurun waktu 2011-2016 padi

mengalami penurun sebanyak 6,7% yang disebabkan oleh serangan OPT. Hama

utama yang sering menyerang tanaman padi adalah ulat grayak (Spodoptera litura

F.).

Pengendalian hama ulat grayak dapat dilakukan dengan beberapa teknik,

dan teknik pengendalian yang sering digunakan oleh petani padi adalah teknik

pengendalian kimia. Teknik pengendalian kimia biasa menggunakan pestisida

kimia sintetik yang dapat membunuh hama secara cepat dan instan. Namun,

tindakan pengendalian kimia dengan pestisida sintetik yang berlebihan dan terus
menerus dapat menimbulkan dampak negatif seperti pencemaran air dan tanah,

matinya musuh alami dari organisme penggaanggu tanaman, kemungkinan

terjadinya serangan hama sekunder, kematian organisme lain (seperti lebah) yang

bermanfaat bagi lingkungan, dan timbulnya kekebalan OPT terhadap pestisida

sintetis (Novizan, 2002). Efek negatif yang ditimbulkan dari penggunaan pestisida

kimia sintetik ini dapat dicegah dengan beralih menggunakan pestisida botani

untuk mengendalikan hama. Salah satu limbah biomassa yang dapat digunakan

sebagai bahan baku pembuatan pestisida organik untuk mengendalikan hama

adalah tempurung kelapa.

Tempurung kelapa merupakan salah satu bagian dari buah kelapa yang

berfungsi sebagai perlindungan inti buah. Tempurung kelapa terletak pada bagian

dalam kelapa setelah serabut dan merupakan bagian yang keras dengan ketebalan

3-5 mm (Suhartana, 2006). Tempurung kelapa banyak dimanfaatkan sebagai

souvenir, arang, dan briket arang. Menurut Noor (2008), Tempurung kelapa

dikategorikan sebagai kayu keras dan memiliki komposisi kadar lignin lebih

tinggi sedangkan kadar selulosa lebih rendah yang terdiri atas 26,60 % Sellulosa,

29,40 % Lignin, 27,70 % Pentosan, 4,20 % Solvent ekstraktif, 3,50 % Uronat

anhidrid, 0,62 % Abu, 0,11 % Nitrogen, dan 8,0 % Air. Dengan beberapa

kandungan senyawa tersebut, tempurung kelapa dapat dimanfaatkan menjadi

pestisida organik berupa asap cair.

Asap cair adalah larutan dispersi asap dalam air yang dihasilkan dari proses

pirolisis tempurung kelapa. Asap cair berwarna kecoklatan dan memiliki bau yang

khas (Bridgwater, 2004). Asap cair biasanya digunakan sebagai pengganti metode

pengasapan konvensional karena asap cair adalah hasil pendinginan dan pencairan

2
asap partikel padat biomassa yang dibakar dalam tabung tertutup. Pembuatan asap

cair menggunakan metode pirolisis berarti peruraian dengan bantuan panas tanpa

adanya oksigen atau dengan jumlah oksigen yang terbatas yang digunakan untuk

membuat asap cair. Dalam proses pirolisis, biasanya terjadi tiga produk: gas,

minyak yang terbakar, dan arang. Porsi masing-masing produk tergantung pada

metode pirolisis, sifat biomassa, dan parameter reaksi (Hidayat, 2013). Asap cair

tempurung kelapa memiliki kandungan yang didominasi asam asetat dan fenol

yang lebih besar dibandingkan pada biomassa lain serta kandungan lainnya yaitu

asam asetat dan karbonil yang dapat dimanfaatkan sebagai pestisida dimana

mampu membasmi hama pada tanaman (Isa et al., 2019).

Menurut Usman (2023) Aplikasi asap cair dengan dosis 3% pada hama ulat

grayak berpengaruh nyata terhadap mortalitas ulat dan berpengaruh terhadap

kecepatan kematian hama ulat grayak. Berdasarkan informasi yang ini, asap cair

dapat dijadikan sebagai pestisida organik karena bersifat karsinogenikdaun yang

mampu menjadi racun yang menyerang pencernaan pada hama ulat grayak.

Tetapi, perlu dilakukan pengujian lanjutan terhadap konsentrasi terbaik dalam

memberantas hama ulat grayak. Maka dari itu, penulis tertarik untuk mengambil

judul tugas akhir ‘‘Pengaruh Konsentrasi Pestisida Asap Cair Tempurung Kelapa

Terhadap Mortalitas Ulat Grayak (Spodoptera litura F.)’’.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi pestisida asap cair

tempurung kelapa yang tepat dan efektif untuk meningkatkan mortalitas total ulat

grayak (Spodoptera litura F.).

3
1.3 Hipotesis

Pemberian pestisida asap cair dari tempurung kelapa dengan konsentrasi yang

tepat diduga dapat meningkatkan mortalitas total ulat grayak (Spodoptera litura

F.)

4
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Padi (Oryza sativa L.)

Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman semusim yang tergolong ke

dalam rumput-rumputan ditandai dengan batang tersusun dari beberapa ruas.

Salah satu ciri lainnya adalah terdapat lidah daun pada percabangan daun dan

batang. Pertumbuhan tanaman padi dibagi menjadi tiga fase yaitu, pertama adalah

fase vegetatif yang merupakan fase pertumbuhan organ-organ vegetatif. Kedua

yaitu fase reproduktif merupakan proses tanaman bereproduksi, fase reproduktif

diawali dengan pemanjangan ruas teratas batang tanaman sampai terjadinya

pembungaan. Ketiga yaitu fase pematangan dimana dalam fase ini terjadi proses

pengisian gabah sampai pematangan gabah (Makarim dan Suhartatik, 2009).

Berikut ini taksonomi tanaman padi: Kingdom : Plantae, Divisi : Spermatophyta,

Subdivisi : Angiospermae, Kelas : Monocotyledoneae, Ordo : Poales, Famili :

Gramineae, Genus : Oryza, Spesies : Oryzasativa L.

Tanaman padi akan berproduksi baik di daerah bersuhu panas dan

mengandung uap air. Tanaman padi membutuhkan curah hujan berkisar 200

mm/bulan atau lebih, dengan distribusi selama 4 bulan. Sedangkan curah hujan

yang dikehendaki per tahun 1. 500 - 2000 mm. Tanaman padi dapat tumbuh pada

dataran rendah sampai tinggi di dataran rendah padi dapat tumbuh pada ketinggian

0 - 650 mdpl dengan temperatur 22,5 - 26,5ºC, sedangkan dataran tinggi padi

dapat tumbuh baik pada ketinggian antara 650 – 1.500 mdpl dan membutuhkan

tempeatur berkisar 18,7 - 22,5ºC (Makarim dan Suhartatik, 2009). Padi dapat

tumbuh baik pada tanah yang ketebalan lapisan atasnya antara 18 - 22 cm dengan

pH berkisar antara 4 - 7. Pada lapisan tanah atas untuk pertanian pada umumnya
mempunyai ketebalan antara 10 - 30 cm dengan warnatanah coklat sampai

kehitam-hitaman, tanah tersebut gembur sedangkan kandungan air dan udara

didalam pori-pori tanah 25%.

Inpari 42 merupakan jenis padi sawah irigasi dengan usia panen sekitar 112

hari dan potensi hasil 10,85 ton/ha. Inpari 42 memiliki bentuk gabah ramping

dengan tingkat kerontokan medium dan tekstur nasi pulen dengan kadar amilosa

18,84%. Jumlah anakan sebanyak kurang lebih 18 rumpun dengan tinggi tanaman

± 93 cm dan anjuran tanam di lahan sawah dengan ketinggian 0-600 mdpl.

Memiliki bentuk tanaman tegak dengan jumlah gabah/malai ± 123 butir dan

berat/1000 butirnya ± 24,41 gram (Puslitbangtan, 2016). Padi Inpari 42 memiliki

keunggulan seperti memiliki daya hasil yang tinggi pada kondisi optimum

maupun sub optimum serta memiliki ketahanan terhadap berbagai hama seperti

wereng, kepik, walang sangit, penggerek batang padi. VUB ini memiliki

ketahanan terhadap banyak jenis hama, namun ada juga beberapa hama yang

masih menjadi kendala utama dalam budidaya VUB padi var Inpari 42, bahkan

apabila serangannya tidak ditangani dengan baik maka akan mampu menyebabkan

kehilangan hasil yang signifikan pada tanaman padi var Inpari 42 ini. Salah satu

hama yang masih menjadi hama utama dari tanaman padi var Inpari 42 adalah

ulat grayak (Spodoptera litura. F)

2.2 Ulat Grayak (Spodoptera litura F.)

Spodoptera litura di temukan di Eropa, Asia, Afrika, Australia, Amerika,

dan biasanya banyak terdapat pada daerah yang beriklim panas. Di daerah tropis

yang di temukan di Negara-negara seperti Indonesia, India, Arab, bagian selatan

Yaman, Somalia, Ethopia, Sudan, Nigeria, Mali, Kamerun dan Madagaskar (Hera,

6
1995). Larva Spodoptera litura mulai ditemukan pada saat tanaman berumur dua

minggu setelah tanam. Populasi Spodoptera litura mulai meningkat pada umur

tanaman 3 minggu setelah tanam. Pada musim kemarau populasi Spodoptera

litura sangat tinggi dan kemampuan imagonya meletakkan telur sangat tinggi.

Pada periode tersebut rata-rata populasi larva adalah 11,52 ekor per rumpun

tanaman dengan intensitas serangan 63 % pada umur tanaman 7 minggu setelah

tanam (Hera, 1995).

Dalam sistematika klasifikasi, Menurut Nugroho (2013) Spodoptera litura

dapat diklasifikasikan sebagai berikut; Kingdom : Animalia, Filum : Arthropoda

Kelas : Insekta, Ordo : Lepidoptera, Famili : Noctuidae, Genus : Spodoptera,

Spesies : Spodoptera litura. Spodoptera litura (Lepidoptera: Noctuidae)

merupakan hama yang penting pada tanaman pangan maupun pada tanaman

perkebunan, karena larva hama ini bersifat polifag. Larva hama ini sering

menyebabkan kerusakan daun pada tanaman kacang-kacangan, jagung padi,

bawang, slada, sawi, kapas, tembakau, dan tebu. Siklus hidup berkisar antara

30−60 hari. Larva yang baru keluar dari kelompok telur pada mulanya

bergerombol sampai instar III (Erwin, 2000).

Larva berwarna hijau kelabu hitam. Larva terdiri V-VI instar. Lama stadia

larva 17 - 26 hari, yang terdiri dari larva instar I antara 5 - 6 hari, instar 2 antara 3

- 5 hari, instar 3 antara 3 - 6 hari, instar 4 antara 2 - 4 hari, dan instar 5 antara 3 - 5

hari (Erwin, 2000). Larva mempunyai warna yang bervariasi, memiliki kalung

(bulan sabit) berwarna hitam pada segmen abdomen keempat dan kesepuluh. Pada

sisi lateral dorsal terdapat garis kuning. Ulat yang baru menetas berwarna hijau

muda, bagian sisi coklat tua atau hitam kecoklatan, dan hidup berkelompok.

7
Beberapa hari setelah makan, larva menyebar dengan menggunakan benang sutera

dari mulutnya. Pada siang hari, larva bersembunyi di dalam tanah atau tempat

yang lembab dan menyerang tanaman pada malam hari atau pada intensitas

cahaya matahari yang rendah. Biasanya ulat berpindah ke tanaman lain secara

bergerombol dalam jumlah besar (Erwin, 2000).

Kerusakan daun yang diakibatkan larva yang masih kecil merusak daun dan

meninggalkan sisa-sisa daun bagian atas, transparan dan tinggal tulang-tulang

daun saja. Larva instar lanjut merusak tulang daun dan buah. Pada serangan berat

menyebabkan gundulnya tanaman (Gambar 2) (Sudarmo, 1992). Larva

Spodoptera litura disebut juga ulat grayak. Ngengat meletakkan telur pada

permukaan daun bagian bawah sejak tanaman menghasilkan 4-5 daun. Saat keluar

dari telur, ulat hidup bergerombol di sekitar permukaan daun sampai instar ke-III,

dan fase ini ulat memakan daun dengan gejala transparan. Pada instar ke-IV ulat

menyebar ke bagian tanaman atau tanaman sekitarnya (Subandrijo et al., 1992).

Gambar 1. Serangan hama ulat grayak pada tanaman padi

2.3. Asap Cair Tempurung Kelapa

Asap cair pertama kali diproduksi pada tahun 1980 oleh sebuah pabrik

farmasi di Kansas, yang dikembangkan dengan metode destilasi kering (pirolisis)

8
dari bahan kayu. Asap merupakan sistem yang kompleks, yang terdiri dari fase

cairan terdispersi dalam medium gas sebagai pendispersi (Gambar 2). Asap

terbentuk karena pembakaran yang tidak sempurna, yaitu pembakaran dengan

jumlah oksigen terbatas yang melibatkan reaksi dekomposisi bahan polimer

menjadi komponen organik dengan bobot yang lebih rendah, karena pengaruh

panas. Jika oksigen tersedia cukup, maka pembakaran menjadi lebih sempuma

dengan menghasilkan gas CO2, uap air, dan abu, sedangkan asap tidak terbentuk

(Haji et al., 2007).

Gambar 2. Asap cair


Proses pembuatan asap cair melalui proses pirolisis. Pirolisis adalah proses

pemanasan suatu zat dengan oksigen terbatas sehingga terjadi penguraian

komponen-komponen penyusun kayu keras (Yaman, 2004). Pada proses pirolisis

energi panas mendorong terjadinya oksidasi sehingga molekul karbon yang

kompleks terurai sebagian besar menjadi karbon atau arang. Istilah lain dari

pirolisis adalah destructive distillation atau destilasi kering, dimana merupakan

suatu proses yang tidak teratur dari bahan-bahan organik disebabkan oleh

pemanasan yang tidak berhubungan dengan udara luar. Tempurung sebagai

limbah pembuatan minyak kelapa dapat disebut sebagai salah satu biomassa. Asap

cair yang dihasilkan dari tempurung kelapa mengandung kadar benzopiriena yang

9
cukup tinggi sehingga asap cair dari tempurung kelapa sangat layak digunakan

dalam pembuatan pestisida asap cair.

Di dalam asap cair terdapat berbagai macam senyawa seperti asam, fenol,

dan furan. Dekomposisi lignin dan selulosa melalui proses pirolisis dapat

menghasilkan asap cair yang menngandung senyawa-senyawa kimia anti bakteri

seperti formaldehida, asetaldehida, asam-asam karboksilat, fenol, kresol, dan

keton (Abidin et al., 2021). Menurut (Hadanu dan Apituley, 2016) menambahkan

bahwa kandungan asap cair dari pirolisis yaitu senyawa fenol 90,75%, karbonil

3,71% dan alkohol 1,81%. Pada senyawa fenol memberikan zat aktif yang berefek

insektisida dan anti mikroba. Cara fenol masuk kedalam tubuh serangga melalui

sistem pernapasan sehingga melemahkan sistem saraf dan merusak sistem

pernapasan sehingga serangga tidak dapat bernapas dan akhirnya mati. Selain itu

terdapat beberapa senyawa aktif lainnya seperti karbonil, keton, aldehid.

10
III. METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Fakultas Pertanian,

Universitas Lancang Kuning, Kecamatan Rumbai, Kota Pekanbaru, Provinsi Riau.

Penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan selama 3 bulan, yang dimulai dari

bulan November 2023 sampai bulan Januari 2024.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah tempurung

kelapa, pestisida organik asap cair tempurung kelapa, serbuk gergaji, ulat grayak

(Spodoptera litura F.) instar 3, dan tanaman padi, pakan ulat grayak dan air.

Alat-alat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sarung tangan,

masker, hand sprayer atau kep, alat pirolisis, tabung kondensor, tabung gas,

jerigen, timbangan digital, pemantik api, thermometer, toples, gelas pop es, botol,

pinset, gelas ukur, SPSS, POLO-PC, petridish, Kayu pemukul, sungkup, alat tulis

dan kamera untuk dokumentasi selama kegiatan.

3.3 Metodologi penelitian

Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak

Lengkap (RAL) non Faktorial dengan 1 faktor perlakuan 6 taraf dan 4 ulangan

total percobaan sebanyak 24 unit. Satu unit terdapat 10 gelas pop ice dan masing-

masing gelas di isi dengan 1 ekor larva instar 3 ulat grayak. Penelitian ini

dilakukan dengan metode penyemprotan. Perlakuan konsentrasi pestisida asap cair

tempurung kelapa yang digunakan adalah sebagai berikut:

P0 = Tanpa perlakuan (kontrol)


P1 = Larutan asap cair tempurung kelapa 1% ( 10 ml/liter)

P2 = Larutan asap cair tempurung kelapa 3% ( 30ml/liter)

P3 = Larutan asap cair tempurung kelapa 5% (50ml/liter)

P4 = Larutan asap cair tempurung kelapa 8% (80ml/liter)

P5 = Larutan asap cair tempurung kelapa 10% (100ml/liter)

3.4 Pelaksanaan penelitian

3.4.1 Pembuatan pestisida asap cair

a. persiapan

Mempersiapkan alat dan bahan seperti tempurung kelapa sebanyak 25kg.

Beberapa alat yang digunakan seperti alat pirolisis, tabung kondensasi, drum air ,

tabung gas, pemantik api, jerigen, botol, alat tulis dan kamera untuk dokumentasi.

b. pelaksanaan

Tempurung kelapa di masukkan kedalam goni dan dipukul menggunakan

kayu, hal ini bertujuan untuk memperkecil ukuran dari bahan biomassa.

Kemudian bahan biomassa tempurung kelapa sebanyak 25kg dimasukkan

kedalam tabung pirolisis. Pembakaran dilakukan selama 3 jam dengan suhu

mencapai 200 derajat celsius. Hasilnya berupa cairan berwarna coklat kemerahan

dengan bau khas asap yang menyengat yang keluar dari pipa kemudian ditampung

kedalam jeregen berukuran 30L. Setelah itu dimasukkan kedalam botol dan

ditimbang menggunakan timbangan digital.

3.4.2 Pembuatan media hidup larva ulat grayak

Spodoptera litura F. yang disediakan didapat dari hasil pembiakan massal.

Larva Spodoptera litura F. diambil dari areal pertanaman jagung atau tanaman

12
lainnya. Larva dimasukkan ke dalam wadah toples dan diberi pakan dalam kurun

waktu dua hari sekali. Selama proses pembiakan kelembaban wadah larva dijaga

agar larva tidak terserang bakteri yang menyebabkan kematian. Makanan yang

diberikan untuk pemeliharaan larva ini adalah daun jagung manis segar yang

diganti setiap 2 hari sekali. Saat larva akan memasuki stadia pupa yang ditandai

dengan berkurangnya aktivitas makan dan gerak, maka larva-larva tersebut

dipindahkan ke dalam toples yang telah diisi dengan serbuk gergaji.

Imago diberikan larutan madu 10 % sebagai makanan yang diganti setiap

hari. Imago dibiarkan berpopulasi dan meletakkan telur pada kain kasa atau

dinding toples. Telur-telur tersebut dipindahkan kedalam petridish untuk

penetasan larva, kemudian larva dipindahkan lagi ke dalam kotak pemeliharaan

yang diisi dengan daun jagung manis segar sebagai makanan larva. Larva-larva

terus dipelihara dengan diberikan makanan seperti daun jagung segar sehingga

memasuki pada tahap instar 3 (Hasnah et al., 2012).

3.4.3 Kalibrasi

Kalibrasi dilakukan dengan cara melakukan penyemprotan pada Spodoptera

litura F. hingga seluruh tubuh larva dan media hidup larva basah sambil

menghitung berapa semprotan yang dibutuhkan untuk membasahi tubuh larva dan

media hidupnya. Kalibrasi dilakukan sebanyak 4 kali ulangan.

3.4.4 Aplikasi pestisida asap cair tempurung kelapa

Asap cair yang telah terlebih dahulu disemprotkan pada daun yang terdapat

pada tiap unit masuk ke dalam tubuh Spodoptera litura F yang dimakan selama 24

jam. Spodoptera litura F. mati dikarenakan racun yang masuk melalui daun yang

13
dimakan oleh S. frugiperda dan kemudian menghambat metabolisme sel yang

menghambat transport elektron dalam mitokondria sehingga pembentukan energi

dari makanan sebagai sumber energi dalam sel tidak terjadi dan sel tidak dapat

beraktifitas, sehingga ulat grayak mati. Hal ini yang menyebabkan hama

Spodoptera litura F. mengalami kematian. Menurut (Nurlia et al., 2020) bahwa

senyawa yang terkandung dalam asap cair tersebut dikelompokkan ke dalam

senyawa fenol, asam serta senyawa karbonil.

Untuk melihat intensitas serangan hama ulat grayak dan hasil produksi pada

umur tanaman padi Inpari 42 beberapa Minggu menjelang panen maka asap cair

akan diaplikasikan pada tanaman padi Inpari 42 yang ada dilahan persawahan

yang berlokasi di kabupaten Siak Sri Indrapura.

3.5 Parameter Pengamatan

3.5.1 Pengamatan awal kematian

Pengamatan awal kematian dilakukan dengan cara setelah pengaplikasian

pestisida asap cair tempurung kelapa pengamat menentukan waktu kematian

pertama salah satu sampel larva Spodoptera litura F. pada setiap perlakuan.

Pengamatan dilakukan 12 jam setelah aplikasi dan dilanjutkan setiap 12 jam

berikutnya. Ciri – ciri larva Spodoptera litura F. yang sudah mati adalah seluruh

tubuh larva tersebut menghitam, dan larva tidak bergerak lagi.

3.5.2 Lethal time (LT50) (jam)

Pengamatan lethal time (LT50) dilakukan dengan cara menghitung waktu

yang dibutuhkan setiap perlakuan untuk mematikan 50% sampel Spodoptera

litura F. Pengamatan LT50 dilakukan setiap 12 jam setelah diberikan perlakuan

14
sampai ada 50% larva Spodoptera litura F. yang mati dari setiap sampel

perlakuan.

3.5.3 Lethal concentrate (LC50)(%)

Pengamatan lethal concentrate (LC50) dilakukan dengan cara menghitung

larva Spodoptera litura F. yang mati 12 jam setelah diberikan perlakuan dan

dilanjutkan setiap 12 jam berikutnya, lalu dihitung mortalitas pada masing-masing

perlakuan. Data probit yang sudah didapatkan lalu dianalisis untuk menentukan

LC50 dengan POLO-PC.

3.5.4 Pengamatan mortalitas harian

Pengamatan mortalitas harian pada sampel larva Spodoptera litura F.

dilakukan dengan cara menghitung larva Spodoptera litura F. yang mati setiap

harinya selama 7 hari setelah aplikasi pestisida asap cair tempurung kelapa.

Perhitungan mortalitas harian menggunakan rumus menurut Dewi et al., (2017),

berikut:

x− y
MH = x 100 %
x

Keterangan:

MH = Mortalitas harian larva Spodoptera litura F.

x = Jumlah larva Spodoptera litura F. yang diuji

y = Jumlah larva Spodoptera litura F. yang hidup

3.5.5 Mortalitas total

Pengamatan mortalitas total pada sampel larva Spodoptera litura F.

dilakukan dengan cara menghitung total jumlah sampel larva Spodoptera litura F.

15
yang mati setelah 7 hari aplikasi pestisida asap cair tempurung kelapa. Mortalitas

total dihitung dengan menggunakan rumus menurut Dewi et al., (2017). sebagai

berikut:

N
P= x 100 %
n

Keterangan:

P = Mortalitas total larva Spodoptera litura F.

N = Jumlah larva Spodoptera litura F. yang mati

n = Jumlah larva Spodoptera litura F. yang diuji

3.5.6 Suhu dan Kelembaban

Pengamatan suhu dan kelembaban udara di lokasi penelitian diukur

menggunakan termohygrometer. Suhu dan kelembaban diukur setiap harinya

selama jadwal pengamatan. Pengukuran suhu dan kelembaban dilakukan pada

pagi, siang, dan sore hari. Suhu dan kelembaban dapat dihitung menggunakan

rumus menurut Nawawi (2001):

( 2 x suhu pagi ) + suhu pagi+ suhu sore


T (0 C)=
4

( 2 x RH pagi ) + RH siamh+ RH sore


RH (%)=
4

Keterangan:

T = Suhu (°C)

RH = Kelembaban (%)

16
3.6 Analisis Data

Data mortalitas harian yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis secara

deskriptif dan ditampilkan dalam bentuk grafik, lethal concentrate dianalisis

probit menggunakan POLO-PC, lethal time dan mortalitas total dianalisis secara

statistik dengan menggunakan sidik ragam menggunakan program SPSS Model

linear yang digunakan sebagai berikut:

Yij = μ + τi + ε ij

Keterangan =

Yij = Nilai pengamatan perlakuan konsentrasi pestisida asap cair

tempurung kelapa ke-i terhadap suatu percobaan pada ulangan

ke-j

μ = Nilai tengah umum

τi = Pengaruh dari pemberian konsentrasi pestisida asap cair

tempurung kelapa ke-i

εij = Pengaruh galat percobaan pada perlakuan konsentrasi pestisida

asap cair tempurung kelapa ke-i dan ulangan ke-j

Data hasil analisis sidik ragam yang berpengaruh nyata diuji lanjut dengan

beda nyata terkecil (BNT) pada taraf 5%.

17
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, M.R., R. Nur, E. M. Mayzarah, and R. Umar. 2021. Estimating and


Monitoring the Land Surface Temperature (LST) Using Landsat OLI 8
TIRS, Int. J. Environ. Eng. Educ. 3(1): 17-24.

Badan Pusat Statistik Provinsi Riau. 2016. Provinsi Riau dalam Angka.
http://www.riau.bps.go.id.

Badan Pusat Statistik. 2018. Data Produksi Padi, Jagung dan Kedelai tahun 2018.
Berita Resmi Statistik.

Bridgwater, A. V. 2004. Biomass Fast Pyrolysis. Thermal Science. 8(2), 21–49.

Dewi, A. Y. M., D. Salbiah, dan A. Sutikno. 2017. Uji beberapa tepung biji
pinang (Areca catechu L.) terhadap mortalitas larva penggerek tongkol
jagung manis (Helicoverpa armigera Hubner). JOM Faperta. 4(1): 1-11

Erwin. 2000. Hama dan Penyakit Tembakau Deli. Balai Penelitian Tembakau Deli
PTPN II (Persero) Tanjung Morawa. Medan.

Hadanu, R., dan D. A. N. Apituley. 2016. Volatile Compounds Detected in


Coconut Shell Liquid Smoke through Pyrolysis at a Fractioning
Temperature of 350-420C. Makara Journal of Science. 20(3): 95-100.

Haji, A.G., Alim, Z., Lay, B.W., Sutjahjo, S.H., Pari, G., dkk, 2007. Karakteristik
Asap Cair Hasil Pirolisis Sampah Organik Padat. J. Tek. Ind. Pertan. 16.
111– 118.

Hanasah, Sussana dan S. Husain. 2012. Keefektifan Cendawan Beauvaria


bassiana Vuil Terhadap Mortalitas Kepik Hijau Nezara viridula L. Pada
Stadia Nimfa dan Imago. J. Floratek. 7. 13-24.

Hera. 1995. Ulat Grayak (Spodoptera litura) Makalah Hama dan Penyakit
Tumbuhan. Penebar Swadaya. Jakarta.

Hidayat, D.J. 2013. Pembuatan Asap Cair Dengan Metoda Pirolisis Sebagai
Bahan Pengawet Makanan.

Isa, I., Musa, W. J. A., & Rahman, S. W. 2019. Pemanfaatan asap cair tempurung
kelapa sebagai pestisida organik terhadap mortalitas ulat grayak
(Spodoptera litura F.). Jambura Journal of Chemistry, 01(1), 15–20.

Makarim, A., E. Suhartatik. 2009. Morfologi dan Fisiologi Tanaman. Padi. Balai
Besar Penelitian Tanaman Padi. Sukabumi. Subang.

Nawawi, G. 2001. Pengantar Klimatologi Pertanian.


http://belajar.internetsehat.org/ pustaka/ pendidikan/ materikejujuran/

18
pertanian/ mekanisasi pertanian/ pengantar/ klimatologi-pertanian.pdf.
Diakses tanggal 20 Oktober 2023.

Noor, E., Laditama, C., & Pari, G. 2008. Jurnal Departemen Teknologi Industri
Pertanian. Isolasi dan Pemurnian Asap Cair Berbahan Dasar Tempurung
dan Sabut Kelapa Secara Pirolisis dan Distilasi. Fakultas Teknologi
Pertanian-Institut Pertanian Bogor. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Hasil Hutan Bogor.

Novizan. 2002. Membuat dan Memanfaatkan Pestisida Ramah Lingkungan.


Agromedia Pustaka. Depok.

Nugroho, B. A. 2013. Pengenalan dan Pengendalian Hama Ulat Grayak Pada


Tanaman Kapas. BBPPTP Surabaya. Surabaya.

Purnamaningsih, R. 2006. Induksi Kalus dan Optimasi Regenerasi Empat Varietas


Padi Melalui Kultur In Vitro. Jurnal Agrobiogen. 2(2):74-80.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Puslitbangtan). 2016. Buku Saku


Deskripsi Varietas Unggul Tanaman Pangan 2010-2016. Kementerian
Pertanian. Jakarta.

Subandrijo, S. H., Istdijoso., dan Suwarso. 1992. Pengendalian Serangga Hama


Tembakau. Badan Penelitian dan Pengembangan Tembakau dan
Tanaman Serat. Malang. Sudarmo, S. 1992. Tembakau. Penerbit
Kanisius. Yogyakarta.

Suhartana. 2006. Pemanfaatan Tempurung Kelapa Sebagai Bahan Baku Arang


Aktif Untuk Penjernihan Air Sumur Di Desa Belor Kecamatan
Ngaringan Kabupaten Grobongan. Penerbit Laboraturium Kimia Organik
FMIPA UNDIP. Semarang.

Usman. 2023. Pemanfaatan Asap Cair Tempurung Kelapa Untuk Pengendalian


Ulat Grayak (Spodoptera litura L) Pada Tanaman Cabai Merah
(Capsicum annum L.). Skripsi [Tidak dipublikasikan]. Fakultas
Pertanian. Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara. Medan.

Yaman, S. 2004. Pyrolysis of Biomass to Produce Fuels and Chemical


Feedstocks. Energy Conversion and Management. 45: 651-671.

19
LAMPIRAN

Lampiran 1. Waktu kegiatan penelitian

N November Desember Januari


Kegiatan
o 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Persiapan lava ulat grayak
2. Persiapan pestisida asap cair
Pengaplikasian pestisida asap
3. cair
4. Pengamatan hasil perlakuan
5. Analisis data

20
Lampiran 2. Denah Sampel Penelitian

P5 P0 P3 P3

P0 P1 P2 P1

P3 P4 P0 P5

P1 P0 P2 P4
4

P2 P2 P4 P5

P1 P5 P3 5 cm P4
5 cm

Keterangan:

P = Perlakuan
P0 = Tanpa perlakuan (kontrol)
P1 = Larutan asap cair tempurung kelapa 1% ( 10 ml/liter)
P2 = Larutan asap cair tempurung kelapa 3% ( 30ml/liter)
P3 = Larutan asap cair tempurung kelapa 5% (50ml/liter)
P4 = Larutan asap cair tempurung kelapa 8% (80ml/liter)
P5 = Larutan asap cair tempurung kelapa 10% (100ml/liter)

21

Anda mungkin juga menyukai