Anda di halaman 1dari 41

USULAN PENELITIAN

ANALISIS SISTEM DISTRIBUSI PUPUK BERSUBSIDI


DI KABUPATEN SIMALUNGUN, SUMATERA
UTARA

(STUDI KASUS CV. MAS AYU LESTARI)

BHAKTI AGRIFAIDO LUMBAN GAOL


NIM 1706511104

KONSENTRASI PENGEMBANGAN BISNIS


PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2020

i
Lembar Persetujuan

ANALISIS SISTEM DISTRIBUSI PUPUK BERSUBSIDI DI KABUPATEN


SIMALUNGUN, SUMATERA UTARA

(STUDI KASUS CV. MAS AYU LESTARI)

Bhakti Agrifaido Lumban Gaol

NIM. 1706511104

Usulan Penelitian Skripsi ini Telah Disetujui pada tanggal

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. IGAA Lies Anggreni, M.Par. Dr.Gede Mekse Korri Arisena,SP.,M.Agb


NIP. 196210681988032003 NIP.19850311 201404 1 001

Mengetahui

Ketua Program Studi Agribisnis

Fakultas Pertanian

Universitas Udayana

Dr. Ir. I Dewa Putu Oka Suardi, M.Si


NIP. 196011141986031

ii
KATA PENGANTAR

Pertama- tama penulis ingin menyampaikan Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha
Esa , dikarenakan rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan usulan
penelitian yang berjudul “Analisis Sistem Distribusi Pupuk Bersubsidi di
Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara ( Studi Kasus CV. Mas Ayu Lestari )”.
Usulan penelitian ini dibuat sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana
pertanian pada Fakultas Pertanian di Universitas Udayana.

Selama penulisan usulan penelitian ini, penulis banyak menerima bantuan dan
dukungan sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Ir. Nyoman Gede Ustriyana, MM selaku Dekan Fakultas Pertanian


Universitas Udayana beserta staf, atas segala kelancaran administrasi.
2. Dr. Ir. I Dewa Putu Oka Suardi, M.Si. selaku Koordinator Program Studi
Agribisnis, atas segala bantuan dan bimbingan selama mengikuti
perkuliahan di Program Studi Agribisnis.
3. Ir. I GAA. Lies Anggreni, M.Par dan Dr.Gede Mekse Korri
Arisena,SP.,M.Agb selaku Pembimbing I dan Pembimbing II yang telah
mengarahkan dan membimbing saya dalam penyelesaian proposal usulan
penelitian ini.
4. Bapak/Ibu staff pengajar dan Tata Usaha Program Studi Agribisnis yang
telah memberikan bantuan untuk kelancaran studi penulis.
5. Orangtua dan seluruh keluarga besar beserta sahabat yang telah memberikan
doa, bantuan, dan dukungan yang menjadi motivasi penulis untuk
menyelesaikan proposal usulan penelitian ini.
6. Karyawan Pimpinan dan Staf Pabrik Kelapa Sawit Ajamu PT Perkebunan
Nusantara IV yang telah mengizinkan penulis untuk melaksanakan
penelitian ini dan melengkapi data-data yang dibutuhkan dalam penelitian.

iii
Penulis menyadari bahwa usulan penelitian ini masih jauh dari sempurna karena
adanya keterbatasan ilmu dan pengalaman yang dimiliki. Oleh karena itu, semua
kritik dan saran yang bersifat membangun akan penulis terima dengan senang hati.
Penulis berharap, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
memerlukan.

Denpasar, 23 Juli 2021

Bhakti Agrifaido Lumban Gaol

iv
DAFTAR ISI

USULAN PENELITIAN ...................................................................................... i

Lembar Persetujuan ............................................................................................. ii

KATA PENGANTAR ........................................................................................ iii

DAFTAR ISI ....................................................................................................... v

DAFTAR TABEL ............................................................................................. vii

BAB I: PENDAHULUAN ................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang....................................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah.................................................................................. 7

1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................... 7

1.4. Manfaat Penelitian ................................................................................. 8

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ...................................................................... 8

BAB II: TINJAUAN PUTAKA ........................................................................... 9

2.1. Distribusi ............................................................................................... 9

2.2. Pupuk .................................................................................................. 10

2.3. Sistem Distribusi Pupuk ....................................................................... 12

2.4. Pupuk Bersubsidi ................................................................................. 15

2.5. Permasalahan Pupuk Bersubsidi ........................................................... 17

2.6. Penelitian Terdahulu ............................................................................ 19

2.7. Kerangka Pemikiran ............................................................................ 20

2.8. Hipotesis .............................................................................................. 24

BAB III: METODE PENELITIAN .................................................................... 25

3.1. Lokasi Penelitian ................................................................................. 25

3.2. Data Penelitian..................................................................................... 25

v
3.2.1. Jenis dan sumber penelitian ............................................................... 25

3.2.2. Sumber data ...................................................................................... 26

3.2.3. Metode pengumpulan data................................................................. 26

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian............................................................ 28

3.4. Variabel Penelitian dan Pengukuran ..................................................... 29

3.4.1. Variabel penelitian ........................................................................ 29

3.4.2. Pedoman wawancara..................................................................... 31

3.5. Metode Analisis ................................................................................... 31

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 33

vi
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 .............................................................................................................. 4


Tabel 3.1 ............................................................................................................ 29

vii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan pertanian adalah hal yang penting yang harus diperhatikan


pemerintah di Indonesia karena dengan adanya perhatian lebih dalam pembangunan
pertanian maka kesejahteraan masyarakat Indonesia dimana mayoritas penduduk
bergerak di bidang pertanian akan meningkat. Bustanul Arifin (2013) di dalam
bukunya menjelaskan pada tahun 2008 sektor pertanian Indonesia mengalami
keadaan yang cukup berbahaya dimana mengalami kondisi ekstrem dalam setahun,
yaitu pada semester pertama naik tajam tetapi pada semester kedua turun tajam.
Pada kejadian itu masyarakat mengalami kesulitan dikarenakan harga produk
pertanian yang cukup anjlok. Dengan adanya fenomena ini petani mudah menilai
apakah kinerja pemerintah berfokus pada pembangunan pertanian atau malah
kurang memperhatikannya. Keberhasilan kinerja pemerintah dalam pembangunan
pertanian sebenarnya cukup mudah dilihat. Keberhasilan dapat dilihat dari
kesejahteraan petani itu sendiri apakah meningkat, tetap, atau bahkan terjadi
penurunan kesejahteraan. Banyak hal yang harus diperhatikan dalam pembangunan
pertanian, mulai dari hulu hingga hilir, oleh karena itu perlu perhatian lebih agar
memahami apa saja kendala dalam pembangunan pertanian di Indonesia.

Berhubungan dengan koteks pembangunan di Indonesia, pupuk adalah


salah satu hal yang penting dalam usahatani. Untuk meningkatkan produksi dan
produktivitas pupuk menjadi salah satu kunci utama keberhasilan dalam sistem
usahatani. Hadi (2007) menjelaskan bahwa pupuk adalah salah satu input yang
penting dalam produktivitas usahatani, karena kalau tidak ada pupuk maka input
yang lain seperti bibit unggul, air, tenaga kerja hanya akan sedikit mempengaruhi
produktivitas sehingga pendapatan petani rendah. Agar memperoleh ketersediaan
bahan pangan yang mencukupi dibutuhkan sarana dan prasarana yang memadai
sehingga dapat diakses mudah oleh masyarakat. Dengan adanya hal ini dibutuhkan
bantuan dari pemerintah sebagai jembatan untuk mencapai tujuan tersebut seperti

1
subsidi pupuk. Pupuk menjadi salah satu sarana produksi yang sangat penting agar
produktivitas pertanian meningkat sehingga ketahanan pangan dapat tercapai.
Fasilitas dari pemerintahan dalam sektor pertanian berupa penyediaan pupuk
subsidi telah diberlakukan sejak tahun 2003. Pemerintah memberlakukan fasilitas
ini dengan harapan produktivitas tani dapat meningkat diikuti dengan kesejahteraan
petani. Dengan adanya pupuk subsidi ini tujuan dalam mencapai ketahanan pangan
dan kesejahteraan petani diharapkan akan tercapai. Untuk menjamin ketersediaan
pupuk bersubsidi, pada tahun 2018 melalui Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2017
tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Tahun Anggaran 2018 yang
ditindaklanjuti dengan Peraturan Presiden Nomor 107 Tahun 2017 tentang Rincian
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2018, dimana program
telah diamanatkan dalam Pengelolaan Subsidi Pupuk.

Pupuk bersubsidi adalah pupuk yang pengadaan dan peredarannya


mendapat subsidi dari pemerintah untuk kebutuhan petani yang dilaksanakan
berdasarkan program pemerintah (SK Menperindag 306 / MPP / Kep / 4/2003).
Pupuk yang disubsidi pemerintah tidak diberikan secara cuma-cuma tapi bisa dibeli
dengan harga terjangkau. Pupuk yang disubsidi pemerintah adalah pupuk Urea, SP-
36, ZA, NPK Phonska dan pupuk organik. Produsen yang memproduksi pupuk
organik dan anorganik bersubsidi untuk kebutuhan nasional yaitu: PT. Pupuk
Sriwijaya (Pusri), PT. Pupuk Kaltim (PKT), PT. Pupuk Iskandar Muda (PIM), PT.
Pupuk Petro Kimia Gresik (PKG), dan PT. Pupuk Kujang (PK). Industri pupuk
merupakan salah satu industri strategis yang berperan penting dalam mendukung
produksi pangan nasional. Dalam konteks sistem agribisnis, keberadaan industri ini
dikenal dengan industri agribisnis back stream yang memberikan input produksi
untuk usahatani. Industri hulu merupakan salah satu jenis industri yang
diklasifikasikan berdasarkan proses produksinya. Industri hulu adalah sebutan
untuk industri yang hanya menyediakan bahan baku untuk digunakan oleh industri
lain. Sedangkan untuk industri hulu, artinya mengolah bahan menjadi bahan baku
lainnya. Ketersediaan pupuk yang tepat akan sangat menentukan keberhasilan
produksi pertanian. Pemerintah memberikan pupuk bersubsidi kepada petani guna
mendukung ketahanan pangan nasional. Pemberian pupuk bersubsidi harus

2
memenuhi enam prinsip utama yang telah dicanangkan atau disebut 6T, yaitu jenis
yang tepat, jumlah yang tepat, harga yang tepat, tempat yang tepat, waktu yang
tepat, dan kualitas yang tepat. Oleh karena itu sangat penting untuk membangun
sistem distribusi pupuk yang effisien sehingga ketersediaan pupuk dalam layanan
6T (tepat jenis, jumlah, mutu, harga, waktu, dan tempat) dapat dinikmati petani.

Cravens (1997) menjelaskan bahwa sistem distribusi merupakan bagian


dari upaya memasarkan produk yang dihasilkan oleh suatu industri. Dengan sistem
distribusi yang baik diharapkan pemasaran produk dapat mencapai tujuannya.
Pendapat senada tentang pentingnya membangun sistem distribusi produk yang
efisien juga ditegaskan oleh Kotler dan Armstrong (1997) menjelaskan bahwa
walaupun perusahaan sukses menciptakan produk berkualitas tinggi, dengan harga
terjangkau dan promosi yang gencar, semuanya tidak akan berarti apa-apa, jika
konsumen merasa kesulitan. . untuk mendapatkan produk karena sistem
distribusinya yang macet dan tidak efisien. PT. Pupuk Indonesia (Persero) selalu
memerhatikan penyaluran distribusi pupuk subsidi agar sasaran sesuai dengan yang
dituju, yaitu petani. Salah satu hal yang diterapkan agar tercapai tujuan tersebut
ialah dengan sistem distribusi tertutup untuk mencegah penyelewengan pupuk
subsidi ke pihak lain. Kepala Corprate Communication PT. Pupuk Indonesia
(Persero) Wijaya Laksana (2017) menjelaskan bahwa Menteri Pertanian
menerapkan distribusi pupuk subsidi dengan sistem tertutup dengan menggunakan
Rencana Defenitif Kebutuhan Kelompok (RDKK). Dengan adanya sistem ini
sangat membantu menjaga dari kecurangan, sehingga prinsip 6T yang dicanangkan
sesuai sehingga sampai ke tangan petani.

Produsen pupuk, termasuk anak perusahaan Pupuk Indonesia bertanggung


jawab untuk mendistribusikan pupuk subsidi sampai ke level lini IV atau dengan
kata lain hingga ke tingkatan kios-kios di Indonesia. Wijaya (2017) menjelaskan
bahwa produsen bekerja sama dengan pemerintah untuk mengawasi pupuk subsidi
sampai ke tangan petani. Dengan adanya pola RDKK penyaluran sistem distribusi
pupuk subsidi akan terhindar dari permasalahan yang dulu sering terjadi. Dengan
adanya skema pola RDKK, hanya petani yang telah terdaftar yang mendapatkan

3
pupuk subsidi tersebut, sesuai dengan peraturan-peraturan yang telah ditentukan
oleh Dinas Pertanian sekitar. Hal ini menjadi jawaban bahwa pemerintah tidak
hanya melepas pupuk subsidi ke daerah, tetapi juga mengawasi penyalurannya
hingga sampai ke petani.

Metode RDKK yang dimaksud ialah, kelompok tani atau gapoktan harus
mencatat petani yang menjadi anggota-anggotanya kemudian menyusun kebutuhan
pupuk mereka. Setelah itu nantinya kebutuhan akan diajukan ke dinas setempat.
Data yang menjadi kebutuhan petani akan menjadi dasar perencanaan dalam
penyaluran pupuk subsidi yang akan dirangkum oleh produsen pupuk. Dengan alur
lini I sampai ke lini IV produsen bersama pemerintah bertanggung jawab atas
penyaluran pupuk. Selain itu, masyarakat juga dapat ikut serta mengawasi alur
pendistribusian pupuk subsidi melalui website . Untuk menjamin tersedianya
kebutuhan pupuk subsidi maka pendistribusian pupuk subsidi harus sesuai dengan
luas lahan. Maka dari itu penyaluran pupuk subsidi harus proporsional. Kelompok
tani bersama dengan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) harus menyusun RDKK
sesuai dengan luas lahan mereka. Pemerintah Kabupaten Simalungun menetapkan
realokasi pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian antar kecamatan di Kabupaten
Simalungun tahun anggaran 2020 berdasarkan tabel berikut :

Tabel 1.1

Realokasi Keenam Kebutuhan Pupuk Bersubsidi Antar Kecamatan


Kabupaten Simalungun Tahun Anggaran 2020

Tabel 1

JENIS PUPUK ALOKASI (TON)


UREA 15,685.00
SP-36 3,299.00
ZA 3,563.00
NPK 12,369.00
ORGANIK 2,620.00

4
Sumber: Surat keputusan Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Simalungun
Nomor : 520/5674/20.2/2020

Dalam realokasi kebutuhan pupuk bersubsidi diatas dijelaskan bahwa


kebutuhan pupuk tertinggi di Kabupaten Simalungun ialah urea (15,685,00 ton).
Diikuti dengan NPK (12,369.00 ton), ZA (3,563.00 ton), SP-36 (3,299.00 ton) dan
yang paling rendah ialah organik (2,620.00 ton). Alokasi pupuk seperti yang
dicantumkan di tabel diatas dapat berubah-ubah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Petunjuk Pelaksanaan Penyediaan dan Penyaluran Pupuk
Bersubsidi tahun 2018 menjelaskan bahwa alokasi pupuk subsidi harus sesuai
dengan RDKK yang berlaku. Selain itu, penjualan pupuk subsidi yang dijual dari
lini IV seperti kios resmi ke petani harus berdasarkan atas HET (Harga Eceran
tertinggi) yang berlaku dalam aturan Menteri Pertanian.

Dalam hal ini disimpulkan bahwa prinsip 6T (Tepat Jumlah, Tepat Harga,
Tepat Waktu, Tepat Tempat, Tepat Mutu) harus diterapkan dalam penyaluran
pupuk subsidi tersebut. Yang menjadi permasalahan dalam hal ini ialah panjangnya
alur pendistribusian pupuk subsidi sehingga menyebabkan pengawasan
pendistribusian pupuk subsidi semakin rentan terjadi penyelewengan di Indonesia.
Permasalahan-permasalahan yang terjadi dapat di alami di berbagai pihak yang
terkait dengan pendistribusian pupuk. Petani contohnya, Petani kita selalu
dirundung banyak persoalan, salah satunya adalah masalah kelangkaan pupuk.
Pasokan pupuk selalu mengalami kekurangan dari tahun ke tahun.

Kelangkaan pupuk terjadi dikarenakan penyebab yang tidak menentu,


seperti keterlambatan dalam penyaluran atau hilang entah kemana, sedangkan
petani harus memperhatikan masa tanam. Permasalahan lainnya yang terjadi ialah
tidak sesuainya harga pupuk subsidi dengan HET (Harga Eceran Tertinggi). HET
yang seharusnya sekitar RP 1.800 per kilogram urea bisa melonjak tinggi hingga
RP 3.600 per kilogram urea di pasaran. Persoalan ini menjadi peristiwa yang sering
terjadi sehingga sulit untuk keluar dari persoalan ini tanpa adanya solusi yang
memadai. Permasalahan ini malah akan membalikkan tujuan pemerintah yang
tadinya ingin membangun pertanian Indonesia dengan meningkatkan produktivitas

5
dan produksi usaha tani, menyejahterakan dan meningkatkan pendapatan petani.
Menurut PATTIRO (2011) dijelaskan bahwa Persoalan dalam pendistribusian
pupuk subsidi secara umum dimana berkaitan dengan penjualan pupuk subsidi ialah
adanya pupuk yang dijual melebihi HET, Dijual bebas di mana produk tersebut
tidak terdaftar dalam RDKK dan masih ada petani yang belum mengerti tentang
ketentuan HET. Selain itu penyimpangan-penyimpangan dalam penyaluran pupuk
subsidi pada tingkat distributor dan kios misalnya ialah pendistribusian terlambat,
pengecer yang tidak menentukan papan HET dan papan nama pengecer, adanya
kelangkaan pupuk, pupuk bersubsidi yang diganti kemasannya, terdapat kios
ataupun pengecer yang tidak resmi hingga terjadinya penimbunan pada pupuk
subsidi.

Pada akhirnya masih ada penyimpangan-penyimpangan dalam penyaluran


pupuk bersubsidi ini seperti pada saat pendataan RDKK, pemberian pupuk subsidi
pada pihak-pihak yang tidak berhak, penghitungan pada volume penyaluran,
pengadaan serta pendistribusian pupuk subsidi, perhitungan pada subsidi pupuk,
dan pengawasan program pupuk subsidi. Sebagian besar penyimpangan-
penyimpangan dalam pendistribusian pupuk subsidi ialah terjadi pada tingkat
pengecer, distributor dan pula produsen serta lemahnya sistem pelaksanaan dalam
pengawasan pupuk subsidi. Sebagian besar regulasi sudah mengatur bagaimana
mekanisme dalam pendistribusian pupuk subsidi secara memadai, namun
persoalan-persoalan masih terjadi karena pelaksanaannya belum berjalan sesuai
dengan ketentuan, lemahnya dalam pengawasan dari lembaga-lembaga yang
berwenang dan lemaknya kontrol pada masyarakat luas.

CV. Mas Ayu Lestari adalah salah satu perusahaan distributor pupuk
bersubsidi di beberapa kecamatan di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara.
Pupuk yang akan dikirim berasal dari produsen pupuk PT. Pupuk Iskandar Muda
(PIM) yang berada di daerah Lhokseumawe, Aceh yang kemudian disalurkan
kepada pihak Usaha Dagang yang berada di wilayah Simalungun. CV. Mas Ayu
Lestari hanya menyediakan pupuk bersubsidi berupa urea sebagaimana PT. Pupuk
Iskandar Muda menyediakan subsidi berupa urea. Perusahaan ini akan menjadi

6
tempat peneliti untuk mencari informasi tentang bagaimana sistem pendistribusian
pupuk ini dilakukan. Penelitian dilakukan berdasarkan atas beberapa penelitian
terdahulu yang saya baca dengan maksud sebagai referensi dalam pembuatan
penelitian saya ini. Salah satu penelitian terdahulu sebagai referensi saya ialah
penelitian yang dilakukan oleh Windy Novita Azhari dengan tujuan penelitian
Menganalisis sistem distribusi pupuk bersubsidi di Gunung Kidul dan
mengidentifikasi dan menganalisis permasalahan yang dihadapi dalam sistem
distribusi pupuk bersubsidi di Gunung Kidul.

Atas dasar latar belakang yang sudah dikemukakan di atas maka penulis
tertarik untuk menganalisis bagaimana sistem pendistribusian pupuk bersubsidi di
Kabupaten Simalungun. Peneliti juga tertarik untuk menindak lanjuti bagaimana
permasalahan-permasalahan yang terjadi pada saat menjalankan pendistribusian
dengan memperhatikan prinsip utama yang telah dicanangkan atau disebut dengan
6T, yakni Tepat Jumlah, Tepat Harga, Tepat Waktu, Tepat Tempat, Tepat Mutu.
Dengan adanya penelitian diharapkan menjadi sumber informasi bagi pihak-pihak
yang bersangkutan ataupun pihak yang memerlukan. Terutama bagi pihak instansi
terkait yaitu CV. Mas Ayu Lestari dan pula pihak pemerintah dalam mengambil
langkah yang tepat untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas dalam proses
penyaluran pupuk subsidi.

1.2. Rumusan Masalah

Perumusan masalah berdasarkan latar belakang diatas dapat ditulis sebagai berikut:

1. Bagaimana sistem distribusi pupuk bersubsidi di Kabupaten Simalungun,


Sumatera Utara ?

2. Bagaimana permasalahan distribusi pupuk bersubsidi di Kabupaten


Simalungun, Sumatera Utara ?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Mengidentifikasi sistem distribusi pupuk bersubsidi di Kabupaten


Simalungun, Sumatera Utara.

7
2. Mengidentifikasi permasalahan distribusi pupuk bersubsidi di Kabupaten
Simalungun, Sumatera Utara.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini diharapkan menjadi referensi, acuan, dan informasi yang


dapat menambah bahan kajian teori bagi peneliti selanjutnya yang tertarik
tentang penyaluran pupuk bersubsidi

2. Hasil penelitian ini diharapkan akan memberi masukan kepada instansi


terkait, yaitu CV. Mas Ayu Lestari dalam meningkatkan efektivitas dan
efisiensi pendistribusian pupuk bersubsidi

3. Penelitian ini juga diharapkan sebagai informasi kepada pemerintah dan


masyarakat sekitar terkait penyaluran distribusi pupuk bersubsidi beserta
permasalahan-permasalahannya.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis sistem distribusi pupuk


bersubsidi di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara dimana sistem distribusi
merujuk kepada bagaimana alur pendistribusian pupuk bersubsidi. Dengan
dilatarbelakangi masalah yang terjadi pada saat penyaluran sistem distribusi pupuk
bersubsidi, peneliti akan mengidentifikasi permasalahan yang terjadi khususnya
pada CV. Mas Ayu Lestari pada saat pendistribusiannya berdasarkan beberapa
aspek, yaitu: tepat harga, tepat jumlah, tepat tempat, tepat jenis, tepat mutu dan tepat
waktu. Penelitian akan dilakukan di CV. Mas Ayu Lestari dan berbagai kios,
kelompok tani dan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL). Dengan adanya responden
ini akan mendapat permasalahan yang dialami pada saat penyaluran pupuk subsidi
secara menyeluruh.

8
BAB II

TINJAUAN PUTAKA

2.1. Distribusi

Dalam referensi kata bahasa Indonesia, distribusi menurut bahasa Indonesia


adalah penyampaian barang dagangan ke banyak orang atau ke beberapa tempat.
Dalam kehidupan sehari-hari, distribusi biasanya ditandai sebagai tindakan
menyebarkan produk ke individu atau pemberian kepada pihak yang memiliki
wewenang untuk mendapatkannya. Misalnya, dalam keadaan kesulitan moneter,
pemerintah menyebarkan bahan makanan kepada pegawai pemerintah dan
penduduk; Pada sektor pembangkit tenaga listrik terdapat area distribusi yang
berhubungan dengan penggunaan daya di seluruh wilayah. Dalam tindakan
moneter, distribusi adalah menyesuaikan atau menyebarkan produk, namun
memiliki signifikansi yang lebih luas. Hal ini termasuk pertukaran, perdagangan,
penyimpanan, pengangkutan, dan lain-lain hingga barang yang bersangkutan
diperoleh pembeli dalam kondisi baik. Oleh karena itu, distribusi mencakup semua
perlakuan terhadap barang dari saat penyaluran produsen sampai produk tersebut
diterima oleh pembeli. Meskipun makna distribusi sangat luas, namun cenderung
sekilas dikatakan bahwa apa yang tersirat adalah pekerjaan untuk menyampaikan
produk dari produsen ke pembeli.

Distribusi adalah sudut vital untuk kelancaran sirkulasi produk dari pembuat
ke pembeli. Menurut Winardi (2005), distribusi adalah pertemuan orang-orang
perantara dalam penyebarluasan barang kepada pembeli (buyer) yang terkait erat
satu sama lain. Sementara itu, menurut Kotler (2007), distribusi adalah kumpulan
asosiasi yang membuat siklus penyebaran produk atau jasa yang disiapkan untuk
digunakan atau dimanfaatkan oleh pelanggan (pembeli). Jadi distribusi adalah
suatu gerakan menyebarkan barang dagangan atau administrasi dari produsen ke
pembeli untuk mendapatkan produk yang diinginkan dapat diakses sesuai jadwal.

9
Kotler (2007) menyatakan bahwa saluran distribusi adalah siklus-siklus
yang membuat suatu barang dan jasa siap untuk digunakan atau dikonsumsi
dimana suatu proses tersebut saling berkesinambungan. Menurut Winardi (2005),
yang saluran distribusi adalah banyaknya perantara yang menyampaikan barang
kepada pembeli yang memiliki hubungan yang akrab satu sama lain. Saluran
distribusi dasarnya adalah mediator yang menjadi jembatan antara pembuat dan
pelanggan. Perantara ini dapat dibagi menjadi dua pertemuan, untuk lebih spesifik
ialah agen perantara dan pedagang perantara. Perbedaan antara agen perantara dan
pedagang perantara terletak pada interaksi pengaturan dalam pertukaran barang
yang tersebar dan perspektif kepemilikan.

Agen Perantara

Agen perantara ini tidak memiliki hak kepemilikan atas semua barang yang mereka
tangani. Mereka dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, lebih spesifiknya:

1) Agen penunjang:

2) Agen pelengkap;

Pedagang perantara

Pedagang perantara ini bertanggung jawab atas produk yang barang dagangannya
dipasarkan maksudnya adalah pedagang memiliki hak untuk bertanggung jawab
atas barang dagangan. Yang termasuk ke dalam kelompok pedagang perantara
ialah pengecer dan pedagang besar.

2.2. Pupuk

Untuk mendapatkan mutu dan hasil yang diharapkan perlu adanya


pemberian pupuk pada lahan, dimana pemberian pupuk memberikan efek yang
baik tanah secara kimia, biologis maupun fisika. Sebagai media tempat tumbuhnya
tanaman, tumbuhan pasti memerlukan kebutuhan yang bagus baik secara
anorganik maupun organik. Kebutuhan organik berawal dari pengumpulan
karbondioksida dan melepas uap air. Asupan anorganik berasal dari tanah melalui
akar tanaman yang diserap berbentuk ion

10
Terdapat dua jenis pupuk, buatan dan juga alami, dimana dampak dari
pemakaian pupuk alami akan membuat unsur hara dan juga mineral yang ada pada
tanah dapat membaik dan kealamian tanah dapat meningkat. Dalam hal lain
pembuatan pupuk buatan di industri yang terkandung didalamnya suplemen
ataupun unsur hara. Encyclopedia Britannica (2009) menjelaskan bahwa pupuk
adalah unsur kimia yang berguna untuk menaikkan produktivitas dan pertumbuhan
tanah baik itu secara alami maupun secara buatan. Pupuk menggantikan unsur-
unsur kimia dari tanah yang diambil sebelumnya atau meningkatkan kesuburan
secara alami yang terdapat di tanah. Pemakaian pupuk kompos mungkin sudah
dikatakan tua dalam pertanian. Pupuk buatan sudah diciptakan dengan mencakup
beberapa unsur penting dari nutrisi tumbuhan seperti fosfor, kalium ataupun
nitrogen.

Dalam hal ini pupuk memiliki setiap kegunaan dan ciri dari sesuai dengan
kebutuhannya. Pupuk juga memerlukan cara penyimpanan yang berbeda beda pada
setiap jenisnya. Jenis-jenis pupuk ialah urea, ZA, SP-36, NPK, dan organik. Urea
ialah pupuk yang paling banyak diminati oleh petani. Pupuk ini terbuat dari
campuran gas asam arang dan gas amoniak (NH3). Sifat dari pupuk ini ialah
higroskopis, dengan kata lain pupuk mudah diserap tumbuhan dan juga mudah
larut. ZA mengandung sekitar 24 persen sulfur dam 21 persen nitrogen. Manfaat
dari penggunaan pupuk ZA dapat menambah unsur hara tanaman, menambah
produktivitas dan menambah kualitas tanaman. SP-36 ialah pupuk yang dapat
menambah hasil yang lebih banyak. Kelebihan dari penggunaan pupuk SP-36 ialah
memperbaiki kualitas, mempercepat pematangan buah, memperkuat batang pada
tanaman, dan juga memperbesar jaringan-jaringan sel. NPK pada umumnya
dipakai petani sebagai penyeimbang unsur hara baik itu mikro ataupun makro pada
tanaman. Unsur hara yang dikandung dari NPK ialah fosfat, nitrogen, magnesium,
kalium dan kalsium. Kegunaan dari pemakaian pupuk NPK ini ialah untuk
mencegah tumbuhan supaya tidak kerdil. Pupuk organik ialah pupuk yang berasal
dari makhluk hidup baik itu kotoran ataupun pelapukan kayu. Kegunaan dari
pemakaian pupuk organik ialah dapat menaikkan kadar bahan organik dari tanah
dan meningkatkan produktivitas tanah pertanian.

11
Apakah tanaman benar-benar peduli dari mana mereka mendapatkan
nutrisi? Ya, karena pupuk organik dan sintetis memberikan nutrisi dengan cara
yang berbeda. Pupuk organik dibuat dari endapan mineral alami dan bahan
organik, seperti tepung tulang atau tumbuhan atau pupuk kandang. Pupuk sintetis
dibuat dengan mengolah bahan mentah secara kimiawi. Secara umum, nutrisi
dalam pupuk organik tidak larut dalam air dan dilepaskan ke tanaman secara
perlahan selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Untuk alasan ini,
pupuk organik paling baik diterapkan pada musim gugur sehingga nutrisi akan
tersedia pada musim semi. Pupuk organik ini merangsang mikroorganisme tanah
yang bermanfaat dan memperbaiki struktur tanah. Mikroba tanah memainkan
peran penting dalam mengubah pupuk organik menjadi nutrisi terlarut yang dapat
diserap oleh tanaman Anda. Dalam kebanyakan kasus, pupuk organik dan kompos
akan menyediakan semua nutrisi sekunder dan mikro yang dibutuhkan tanaman
Anda.

Pupuk sintetis larut dalam air dan dapat segera diserap oleh tanaman.
Faktanya, menerapkan terlalu banyak pupuk sintetis dapat "membakar" dedaunan
dan merusak tanaman Anda. Pupuk sintetis memberi tanaman dorongan cepat
tetapi tidak banyak membantu memperbaiki tekstur tanah, merangsang kehidupan
tanah, atau meningkatkan kesuburan jangka panjang tanah Anda. Karena pupuk
sintetis sangat larut dalam air, mereka juga dapat larut ke sungai dan kolam. Pupuk
sintetis memang memiliki beberapa keunggulan di awal musim semi. Karena larut
dalam air, mereka tersedia untuk tanaman bahkan ketika tanah masih dingin dan
mikroba tanah tidak aktif. Untuk itu, beberapa pupuk berbahan organik, juga
mengandung sedikit pupuk sintetis untuk menjamin ketersediaan unsur hara.
Untuk kesehatan jangka panjang taman Anda, memberi makan tanaman Anda
dengan membangun tanah dengan pupuk organik dan kompos adalah yang terbaik.
Ini akan memberi Anda tanah yang kaya bahan organik dan penuh dengan
kehidupan mikroba.

2.3. Sistem Distribusi Pupuk

12
Hoolsen (2010) menjelaskan bahwa sistem distribusi diartikan sebagai ranai
penghubung dimana menghubungkan produsen dan konsumen dalam
mendistribusikan barang atau jasanya agar sampai ke tangan konsumen secara
efektif dan efisien. Sistem distribusi merupakan bagan dari keseluruhan sistem
pemasaran. Dikatakan demikian karena saluran distribusi diartikan sebagai
perangkat organisasi sebagai kemungkinan barang dan jasa tersebut dibeli oleh
konsumen.

Pada Tingkat produsen, Indonesia saat ini mempunyai lima perusahaan


BUMN dimana memproduksi pupuk subsidi sebagai kebutuhan nasional. Produsen
yang dimaksud antara lain : PT. Pupuk Sriwijaya (Pusri), PT.Pupuk Iskandar Muda
(PIM), PT. Pupuk Kaltim (PKT), PT. Pupuk Kujang (PK), dan PT. Petro Kimia
Gresik (PKG). Sistem yang diterapkan untuk menyalurkan pupuk subsidi di
Indonesia adalah sistem distribusi terbuka. Sistem distribusi terbuka dapat
digolongkan kedalam dua alur. Alur pertama distribusi dilakukan di daerah biasa
dimana sarana transportasi mudah dijangkau. Alur kedua distribusi dilakukan di
daerah-daerah yang susah untuk dijangkau dimana produsen secara langsung
mendistribusikan pupuk subsidi ke pasar. Pusri, PIM dan PKT dimana pada jalur
distribusi biasa menyalurkan pupuk urea subsidi ke lini II (pada tingkat provinsi) di
pelabuhan. Dari sana pupuk subsidi disalurkan ke lini III (pada tingkat kabupaten).
Selain itu PK dan PKG tidak menyalurkan pupuk melalui lini II, tetapi disalurkan
langsung ke lini III. Melalui lini III pupuk subsidi disalurkan ke distributor lini IV
(tingkat kecamatan). Pendistribusian memalui lini III ke lini IV distributor biasanya
menggunakan kendaraan darat.

Kelemahan distribusi pupuk subsidi mengakibatkan tragedi kelangkaan


pupuk atau kesalahan dalam sasaran subsidi dan biasanya kelemahan ini bukan
diakibatkan oleh kurangnya persediaan pada tingkat produsen. Dapat dipahami
bahwa pengawasan sistem distribusi sangat kompleks khususnya di Indonesia
mengingat letak geografis Indonesia yang sebenarnya membutuhkan sarana
distribusi yang lebih beragam. Pupuk subsidi seharusnya dapat memenuhi 6 prinsip
(Tepat Harga, Tepat Jenis, Tepat Mutu, Tepat Tempat, Tepat Waktu dan Tepat

13
Jumlah). Hal ini juga diperhatikan karena 6 prinsip ini juga dipenuhi atas
permintaan pupuk yang bermacam menurut waktu musim penanaman di beberapa
wilayah dan stok pupuk harus tersedia terutama di lini IV sebelum waktu musim
penanaman dimulai. Dawis dan Muslim (2007) menjelaskan bahwa apabila
mengalami gangguan penyaluran, maka petani akan mengalami kesulitan dalam
mendapatkan pupuk atau bisa disebut juga dengan keadaan “kelangkaan pupuk”.
Kelangkaan pupuk sebenarnya bukan dikarenakan oleh terbatasnya stok pupuk
melainkan kurangnya pengawasan dalam sistem distribusi. Masalah ini disertai
dengan penyaluran, penyimpanan maupun pemasaran pupuk subsidi yang tidak
terkoordinasi dengan efisien dan efektif.

Salah satu kebijakan yang diharapkan dapat memecahkan masalah


pendistribusian pupuk subsidi ialah menggunakan uji coba sistem pendistribusian
tertutup, yakni melalui RDKK. Metode RDKK yang dimaksud ialah, kelompok tani
atau gapoktan harus mencatat petani yang menjadi anggota-anggotanya kemudian
menyusun kebutuhan pupuk mereka. Setelah itu nantinya kebutuhan akan diajukan
ke dinas setempat. Data yang menjadi kebutuhan petani akan menjadi dasar
perencanaan dalam penyaluran pupuk subsidi yang akan dirangkum oleh produsen
pupuk. Dengan alur lini I sampai ke lini IV produsen bersama pemerintah
bertanggung jawab atas penyaluran pupuk. Selain itu, masyarakat juga dapat ikut
serta mengawasi alur pendistribusian pupuk subsidi melalui website . Untuk
menjamin tersedianya kebutuhan pupuk subsidi maka pendistribusian pupuk
subsidi harus sesuai dengan luas lahan. Maka dari itu penyaluran pupuk subsidi
harus proporsional. Kelompok tani bersama dengan Penyuluh Pertanian Lapangan
(PPL) harus menyusun RDKK sesuai dengan luas lahan mereka.

Perpres nomor 77 tahun 2005 menjelaskan bahwa pupuk subsidi merupakan


barang dalam pengawasan di mana mencakup penyaluran dan pengadaan termasuk
mutu wilayah pemasaran jumlah jenis dan HET pupuk subsidi serta waktu
penyaluran dan pengadaan. Hal ini menimbulkan beberapa regulasi yang menjadi
aturan dalam penyaluran pupuk subsidi salah satunya ialah Permendag Nomor
07/M-DAG/ PER/2/2009 terkait Penyaluran dan Pengadaan Pupuk Bersubsidi.

14
Aturan ini mengatur tentang apa saja yang berkaitan dengan penyaluran pupuk
bersubsidi mulai dari mekanisme pengadaan, tanggung jawab produsen, distributor,
pengecer hingga sanksi pada pelanggaran-pelanggaran terhadap ketentuan dalam
penyaluran pupuk subsidi. Dapat ditarik kesimpulan bahwa ada satu kebijakan yang
baik untuk dilaksanakan secara menyeluruh. Dengan adanya kebijakan ini
diharapkan pembangunan pertanian di Indonesia akan berjalan semakin lancar

2.4. Pupuk Bersubsidi

Nasir (2004) menjelaskan bahwa subsidi ialah sumber daya yang


mendukung suatu aktivitas usaha atau perorangan dari pemerintah. Selain itu
Sukirno (2005) menjelaskan bahwa subsidi bantuan pemerintah ke masyarakat
untuk mengurangi biaya-biaya produksi yang dihasilkan dari produsen. Subsidi
dapat menurunkan harga, besar keuntungan yang dihasilkan oleh pembeli dengan
bantuan subsidi bergantung pada besarnya harga yang mengalami penurunan.

Pupuk subsidi tidak diperuntukkan kepada perusahaan seperti perkebunan,


perusahaan pangan, perusahaan hortikultura maupun perusahaan peternakan dan
perikanan. Dengan kata lain pupuk subsidi diperuntukkan oleh orang yang berhak
untuk memperoleh pupuk subsidi tersebut yang telah diatur sedemikian rupa agar
tujuan pembangunan pertanian dapat dicapai di Indonesia. Kebutuhan pupuk
bersubsidi terdiri dari beberapa tahapan, yaitu yang diajukan oleh pemerintah
daerah berjenjang oleh Bupati atau Walikota kepada Gubernur yang selanjutnya
akan disampaikan kepada Menteri Pertanian dan dilandasi atas Program
Peningkatan Produksi Pertanian. Secara buttom up usulan kebutuhan pupuk
subsidi diproses pada tingkat pusat dengan melihat stabilitas daya serap pupuk di
beberapa wilayah selama beberapa tahun terakhir serta anggaran pupuk subsidi
yang telah ditentukan pemerintah.

Karena terbatasnya anggaran subsidi maka penetapan alokasi pupuk subsidi


pada setiap provinsi umumnya berada di bawah kebutuhan teknis yang
dicanangkan daerah, sehingga dengan terbatasnya jumlah pupuk subsidi tersebut
diharapkan dapat digunakan secara optimal dengan melihat asas prioritas baik

15
komoditas yang diunggulkan di daerah tersebut, maupun daerah yang dilihat
sebagai sentra produksi. Selain itu diharapkan bisa dilaksanakannya efektivitas dan
efisiensi penggunaan pupuk subsidi atas dasar penggunaan pupuk yang berimbang
pada spesifik lokasi dan teknis standar yang dianjurkan disertai dengan pemakaian
pupuk organik.

Jenis pupuk yang disubsidikan pemerintah terdiri dari pupuk ZA, Urea SP-
36, Pupuk organik dan NPK. Penyusunan pengadaan dan pendistribusian pupuk
subsidi berdasar pada Persetujuan Menteri BUMN yang ditujukan kepada OT
Pupuk Sriwijaya (Persero). PT Pupuk Sriwijaya memiliki anak perusahaan berupa
PT Pupuk Kalimantan, PT Pupuk Kujang, PT Pupuk Iskandar Muda dan PT
Petrokimia Gresik. Alokasi pupuk subsidi dihitung berdasarkan anjuran
pemupukan berimbang spesifikasi lokasi dengan memperhatikan alokasi pupuk
subsidi Tahun Anggaran dimana dalam Peraturan Menteri Pertanian
No.40/Permentan/OT.140/4/2007 menjelaskan bahwa pemupukan berimbang
ialah pemberian pupuk pada tanaman sesuai kebutuhan tanaman dan status hara
tanah agar tercapai produktivitas yang maksimal dan berkelanjutan

Alokasi pupuk subsidi dirinci atas dasar subsektor, Kecamatan, jumlah dan
jenis. Oleh karena itu alokasi pupuk subsidi harus melihat usulan yang
dicanangkan oleh petani berdasarkan RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan
kelompok) yang telah disetujui oleh kepala desa setempat dan juga penyuluh
pertanian. RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok Tani) merupakan alat
dalam perumusan memenuhi kebutuhan pupuk subsidi yang telah disepakati oleh
gapoktan dan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL). Dengan kata lain RDKK
meliputi satu tahun kebutuhan pupuk subsidi dalam satu kelompok tani yang
disusun secara musyawarah oleh kelompok tani tersebut.

Dalam sistem distribusi pupuk subsidi penyaluran diatur sedemikian rupa


sehingga pupuk subsidi tepat sasaran. Pengadaan serta penyaluran pupuk subsidi
yang berasal dari produsen dimana itu merupakan lini I dan lini II didistribusikan
melalui lini III dan lini IV yaitu distributor. Produsen pupuk wajib memantau
kegiatan penyaluran pupuk subsidi dari lini I hingga lini IV. Dalam hal ini di

16
tingkat daerah dalam mengawasi penyaluran pupuk subsidi menjadi tanggung
jawab Bupati ataupun Walikota. Selanjutnya pengawasan penyaluran pupuk
subsidi di lini IV hingga ke petani diatur kepada petugas KP3 (Komisi Pengawas
Pupuk dan Pestisida kota ataupun kabupaten.

2.5. Permasalahan Pupuk Bersubsidi

Perpres nomor 77 tahun 2005 menjelaskan bahwa pupuk subsidi merupakan


barang dalam pengawasan di mana mencakup penyaluran dan pengadaan termasuk
mutu wilayah pemasaran jumlah jenis dan HET pupuk subsidi serta waktu
penyaluran dan pengadaan. Hal ini menimbulkan beberapa regulasi yang menjadi
aturan dalam penyaluran pupuk subsidi salah satunya ialah Permendag Nomor
07/M-DAG/ PER/2/2009 terkait Penyaluran dan Pengadaan Pupuk Bersubsidi.
Aturan ini mengatur tentang apa saja yang berkaitan dengan penyaluran pupuk
bersubsidi mulai dari mekanisme pengadaan, tanggung jawab produsen, distributor,
pengecer hingga sanksi pada pelanggaran-pelanggaran terhadap ketentuan dalam
penyaluran pupuk subsidi. Tapi pada kenyataannya masih ada penyimpangan-
penyimpangan dalam pendistribusian pupuk subsidi tersebut. Menurut PATTIRO
(2011) dijelaskan bahwa Persoalan dalam pendistribusian pupuk subsidi secara
umum dimana berkaitan dengan penjualan pupuk subsidi ialah adanya pupuk yang
dijual melebihi HET, Dijual bebas di mana produk tersebut tidak terdaftar dalam
RDKK dan masih ada petani yang belum mengerti tentang ketentuan HET. Selain
itu penyimpangan-penyimpangan dalam penyaluran pupuk subsidi pada tingkat
distributor dan kios misalnya ialah pendistribusian terlambat, pengecer yang tidak
menentukan papan HET dan papan nama pengecer, adanya kelangkaan pupuk,
pupuk bersubsidi yang diganti kemasannya, terdapat kios ataupun pengecer yang
tidak resmi hingga terjadinya penimbunan pada pupuk subsidi.

Terkait dalam pendistribusian pupuk subsidi pada tingkat distributor dan


kios masih adanya terdapat penyimpangan dari sisi regulasi. Pada sistem regulasi
sebenarnya permasalahan penjualan pupuk subsidi sudah diatur secara tegas dalam
Permendag Nomor 07/M-DAG/ PER/2/2009.Dimana Dalam Pasal 12 ayat (4) dan
(5) dijelaskan (4) bahwa kios wajib menjual pupuk subsidi kepada kelompok tani

17
berdasarkan RDKK dengan harga yang tidak melebihi HET. Pada Permendag (5)
tersebut telah dijelaskan juga bahwa HET pupuk subsidi yang dimaksud ialah
ditetapkan oleh menteri pertanian dan juga pupuk subsidi dilarang untuk
diperjualbelikan oleh distributor dan pengecer di luar peruntukannya atau di luar
wilayah yang menjadi tanggung jawabnya. Aturan ini bahkan telah memberikan
sanksi yakni sanksi administrasi Berupa peringatan tertulis dari Walikota ataupun
Bupati Hingga saat ini masih berupa SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan) atas
rekomendasi dari KPPP pada tingkat kota atau Kabupaten jika dalam waktu 1 bulan
tidak mengindahkan surat berupa peringatan yang telah diberikan.

Berhubungan dengan pendistribusian pupuk subsidi pada tingkat distributor


dan pengecer dimana masih adanya permasalahan pada sistem regulasi, Permendag
juga sudah mengatur secara tegas hal ini. Dalam Pasal 3 ayat (6) dan (7) Sudah
dijelaskan mengenai aturan di mana produsen yang bertanggung jawab atas
pendistribusian dan pengadaan pupuk subsidi Sesuai dengan prinsip 6T mulai dari
Lini I hingga lini IV. dan pengecer distributor dan pengecer diberi tanggung jawab
kan sama di mana mulai dari Lini III hingga IV. dengan adanya Sisi regulasi
tersebut seharusnya tidak ada lagi permasalahan mengenai keterlambatan
pendistribusian pupuk subsidi Jika setiap pihak sudah menjalankan kewajiban
secara cara efektif dan efisien sesuai peraturan tersebut.

Pada puncak musim tanam dimana pada bulan November hingga Januari
produsen harus menjamin kesediaan pupuk bersubsidi minimal pada Lini III untuk
kebutuhan selama tiga minggu kedepan sesuai pada rencana kebutuhan yang sudah
ditetapkan pada Menteri Pertanian. Ketentuan ini juga memberikan sanksi bagi
pelanggar yang berasal dari Menteri Perdagangan berupa sanksi administratif. Jika
pada kurun waktu 1 bulan peringatan tidak bisa dipatuhi maka Menteri Perdagangan
merekomendasikan kepada Menteri Keuangan untuk tidak membayarkan bantuan
ataupun subsidi kepada produsen di mana telah ditetapkan pada Pasal 17 ayat 1 dan
2. Sedangkan permasalahan kelangkaan pupuk baik yang disebabkan karena adanya
penimbunan ataupun karena keterlambatan dalam pendistribusian, regulasi yang

18
sudah mengatur ketentuan tersebut pada Pasal 13 ayat (1) dan (2) yang menjelaskan
bahwa produsen harus atau wajib menjamin ketersediaan pupuk subsidi minimal
pada Lini III untuk kebutuhan selama dua minggu kedepan sesuai pada rencana
kebutuhan yang telah ditentukan oleh menteri pertanian

Pada akhirnya masih ada penyimpangan-penyimpangan dalam penyaluran


pupuk bersubsidi ini seperti pada saat pendataan RDKK, pemberian pupuk subsidi
pada pihak-pihak yang tidak berhak, penghitungan pada volume penyaluran,
pengadaan serta pendistribusian pupuk subsidi, perhitungan pada subsidi pupuk,
dan pengawasan program pupuk subsidi. Sebagian besar penyimpangan-
penyimpangan dalam pendistribusian pupuk subsidi ialah terjadi pada tingkat
pengecer, distributor dan pula produsen serta lemahnya sistem pelaksanaan dalam
pengawasan pupuk subsidi. Sebagian besar regulasi sudah mengatur bagaimana
mekanisme dalam pendistribusian pupuk subsidi secara memadai, namun
persoalan-persoalan masih terjadi karena pelaksanaannya belum berjalan sesuai
dengan ketentuan, lemahnya dalam pengawasan dari lembaga-lembaga yang
berwenang dan lemaknya kontrol pada masyarakat luas.

2.6. Penelitian Terdahulu

Penelitian dahulu akan menjadi landasan penelitian untuk membandingkan


dan mengembangkan hasil penelitiannya. Hasil penelitian akan menjadi tolak ukur
dan tidak terlepas dari apa yang dibahas dalam penelitian yaitu aspek
pendistribusian pupuk subsidi dan permasalahan dalam penyaluran pupuk subsidi

Penelitian terdahulu yang dipilih peneliti dilakukan oleh Windy Novita


Azhari dengan tujuan penelitian Menganalisis sistem distribusi pupuk bersubsidi di
Gunung Kidul dan mengidentifikasi dan menganalisis permasalahan yang dihadapi
dalam sistem distribusi pupuk bersubsidi di Gunung Kidul. Penelitian ini peneliti
melakukan analisis dalam masalah yang ditemui dalam penyaluran pupuk subsidi
melalui prinsip 6T. Hal yang menjadi perhatian peneliti ialah alur distribusi pupuk
subsidi, evaluasi 6T oleh faktor penyaluran pupuk subsidi, kendala yang terjadi
dalam penyaluran pupuk subsidi. Atas dasar rumusan masalah tersebut diketahui

19
bahwa tujuan penelitian ialah untuk menganalisis dan mengetahui alur penyaluran
dari produsen hingga konsumen dan untuk menganalisis masalah yang dihadapi
pada saat pendistribusian. Hasil penelitian tersebut dijelaskan bahwa pupuk subsidi
yang tersedia di lini IV cenderung menunda dalam melalukan penebusan pupuk
dengan alasan waktu tanam yang lama. Sama halnya dengan pengecer yang
mengambil pupuk subsidi dari distributor secara bersamaan sehingga distributor
mengalami kekurangan persediaan pupuk subsidi

Penelitian lainnya ialah oleh Muhammad Fadly (2013) yang membahas


tentang Faktor yang Mempengaruhi Kelancaran Distribusi Pupuk Bersubsidi pada
Petani Padi Sawah di Desa Purbaganda dimana tujuan penelitian ialah untuk
mengetahui faktor yang mempengaruhi kelancaran distribusi pupuk subsidi dan
masalah petani dalam memperoleh pupuk subsidi. Peneliti menggunakan data
primer dari pengambilan sampel secara acak dan data sekunder yang berasal dari
dinas, kepala desa, gapoktan dan PPL.

Data dianalisis dengan analisis X² (Chi Kuadrat). Hasil penelitian tersebut


menjelaskan bahwa hal yang mempengaruhi kelancaran penyaluran pupuk subsidi
ialah kebijakan waktu penyaluran dan juga waktu. Dilain ha faktor yang menjadi
kendala dalam penyaluran ialah modal petani dan kurang efisiennya RDKK oleh
gapoktan.

Penelitian sebelumnya juga meneliti persoalan yang serupa yaitu Wahyu


Ardiyanto (2013) mengenai Kajian Pupuk Bersubsidi Di Pekalongan yang
bertujuan mengetahui kendala yang terjadi dalam penyaluran pupuk bersubsidi.
Data yang dipakai ialah data primer dan sekunder, pengambilan sampel
menggunakan metode teknik pengambilan purposive sampling. Hasil dari
penelitian ini ialah belum efisien dan efektifnya penetapan harga dikarenakan
petani yang ingin membeli pupuk subsidi di pengecer masih tidak sesuai dengan
HET.

2.7. Kerangka Pemikiran

20
Pupuk adalah hal yang penting dalam usaha tani. Oleh karena itu dengan
adanya pupuk bersubsidi diharapkan adanya peningkatan dalam pembangunan
pertanian. salah satu aspek bahwa adanya peningkatan dalam pembangunan
pertanian ialah meningkatnya kesejahteraan petani. Pemerintah memberikan pupuk
bersubsidi kepada petani guna mendukung ketahanan pangan nasional. Pemberian
pupuk bersubsidi harus memenuhi enam prinsip utama yang telah dicanangkan atau
disebut 6T, yaitu jenis yang tepat, jumlah yang tepat, harga yang tepat, tempat yang
tepat, waktu yang tepat, dan kualitas yang tepat. Oleh karena itu sangat penting
untuk membangun sistem distribusi pupuk yang effisien sehingga ketersediaan
pupuk dalam layanan 6T (tepat jenis, jumlah, mutu, harga, waktu, dan tempat) dapat
dinikmati petani. Akan tetapi pada kenyataannya masih adanya penyimpangan-
penyimpangan yang menyebabkan prinsip 6T tidak bisa terpenuhi.

Permasalahan-permasalahan yang terjadi dapat di alami di berbagai pihak


yang terkait dengan pendistribusian pupuk. Persoalan dalam pendistribusian pupuk
subsidi secara umum dimana berkaitan dengan penjualan pupuk subsidi ialah
adanya pupuk yang dijual melebihi HET, Dijual bebas di mana produk tersebut
tidak terdaftar dalam RDKK dan masih ada petani yang belum mengerti tentang
ketentuan HET. Selain itu penyimpangan-penyimpangan dalam penyaluran pupuk
subsidi pada tingkat distributor dan kios misalnya ialah pendistribusian terlambat,
pengecer yang tidak menentukan papan HET dan papan nama pengecer, adanya
kelangkaan pupuk, pupuk bersubsidi yang diganti kemasannya, terdapat kios
ataupun pengecer yang tidak resmi hingga terjadinya penimbunan pada pupuk
subsidi.

Dengan adanya permasalahan-permasalahan ini menjadi latar belakang


peneliti dalam melakukan penelitian. Tujuan penelitian ialah untuk
mengidentifikasi sistem distribusi pupuk bersubsidi di Kabupaten Simalungun,
Sumatera Utara dimana sistem yang dimaksud berfokus pada bagaimana alur dalam
pendistribusian pupuk subsidi tersebut. Setelah mengetahui bagaimana sistem
distribusi pupuk subsidi, penelitian akan mengidentifikasi permasalahan distribusi
pupuk bersubsidi di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Informan seperti

21
distributor, pengecer, gapoktan dan PPL menjadi sumber informasi penelitian.
Informasi akan mencakup prinsip 6T (tepat jenis, jumlah, mutu, harga, waktu, dan
tempat) dan akan disaring dan dikonfirmasi dengan membandingkan data yang
telah ada seperti HET, pupuk subsidi, RDKK SK Bupati dan segala data yang
berhubungan dengan rumusan masalah. Kerangka pemikiran penelitian dapat
digambarkan sebagai berikut :

22
Bagan 1

Gambar 2.1

Kerangka pemikiran penelitian “Analisis Sistem Distribusi Pupuk Bersubsidi di


Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara (Studi Kasus CV. Mas Ayu Lestari)

23
2.8. Hipotesis

Hipotesis ialah suatu dugaan sementara yang berasal dari suatu rumusan masalah
penelitian dimana telah diungkapkan tetapi kebenarannya masih perlu dibuktikan.
Atas dasar landasan teori yang telah disusun, maka dapat diajukan hipotesis dari
penelitian yaitu bahwa adanya permasalahan-permasalahan dalam pendistribusian
pupuk bersubsidi di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara.

24
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi Penelitian

Pemilihan lokasi penelitian ialah secara purposive atau secara sengaja.


Penelitian ini dilakukan di CV. Mas Ayu Lestari, Kabupaten Simalungun, Sumatera
Utara. Lokasi dipilih secara sengaja dimana CV. Mas Ayu merupakan distributor
resmi yang ditunjuk sebagai penyalur pupuk bersubsidi di daerah Kabupaten
Simalungun dan sudah berjalan berkisar 15 tahun dan menyalurkan pupuk subsidi
ke kios-kios yang cukup banyak berupa 62 kios di 6 kecamatan. Selain perusahaan,
penelitian akan dilakukan di kios/pengecer serta kelompok tani. Waktu penelitian
dilakukan pada bulan Agustus hingga Oktober 2021.

3.2. Data Penelitian

3.2.1. Jenis dan sumber penelitian


Data Kualitatif

Jenis data kualitatif ialah data yang dibuat dengan menggunakan kata-kata
serta kalimat. Data tidak dibuat dalam angka, maka dapat menggunakan berbagai
cara. Dalam penelitian kualitatif data yang dicari ialah gambaran sistem penyaluran
atau distribusi pupuk serta permasalahan-permasalahan pada distribusi pupuk
bersubsidi di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara dimana mencakup prinsip 6T
(tepat jenis, jumlah, mutu, harga, waktu, dan tempat). Pada penelitian ini data
dikumpulkan melalui hasil wawancara kepada direktur ataupun karyawan
perusahaan. Wawancara juga dilakukan kepada kios/pengecer, gapoktan dan juga
PPL. Melalui beberapa pertanyaan diharapkan peneliti dapat menemukan informasi
yang dibutuhkan dalam penelitan ini.

Data Kuantitatif

Data kuantitatif ini ialah jenis data penelitian yang memiliki bilangan atau
angka. Jenis dari data kuantitatif dapat diolah dan dianalisis dengan perhitungan

25
statistika dan matematika. Dalam hal ini data yang dihasilkan berupa angka saja,
sehingga diperlukan pengolahan agar mendapatkan tujuan yang sudah dituju.
Dalam penelitian ini data yang dicari ialah segala data yang berhubungan dengan
pendistribusian pupuk subsidi dimana data tersebut nantinya digunakan sebagai
pembanding atas data yang diperoleh dari hasil wawancara. Pada penelitian ini data
dikumpulkan melalui data-data manajemen dan keuangan yang diperoleh dari
perusahaan CV. Mas Ayu Lestari berupa RDKK, SK Bupati, laporan manajerial
perusahaan serta informasi-informasi resmi yang berkaitan pada penelitan.

3.2.2. Sumber data


Sumber data yang diperoleh adalah :

1. Data Primer, yaitu data yang dihasilkan sendiri secara langsung oleh peneliti dan
peneliti menjadi tangan pertama dari sumber atau belum melalui pengambilan data
dari pihak lain. Data primer ialah data yang berdasarkan atas informasi yang
diperoleh langsung dari tangan peneliti. Data primer dalam penelitian ini adalah
data yang diperoleh langsung dari para informan yang bersangkutan. Distributor
sebagai informan ialah CV. Mas Ayu Lestari dimana informan dari distributor bisa
meliputi direktur, komisaris ataupun karyawan kantor tersebut. Pengecer/kios,
gapoktan dan PPL akan dipilih secara acak dengan kriteria dimana pupuk subsidi
didistribusikan melalui distributor CV. Mas Ayu Lestari tersebut.

2. Data Sekunder, ialah data yang diperoleh dari sumber yang sudah ada. Sugiono
(2008) mengungkapkan bahwa data sekunder merupakan sumber data tidak
langsung yang diberikan kepada peneliti. Data sekunder ialah data yang memiliki
sifat sebagai pendukung keperluan data primer seperti literatur, buku dan bacaan
yang berkaitan dengan faktor faktor pendistribusian pupuk bersubsidi. Data
sekunder dari penelitian ini adalah Dinas Pertanian,, media elektronik serta segala
kegiatan yang berkaitan dengan penelitian.

3.2.3. Metode pengumpulan data


Sugiyono (2014) menjelaskan bahwa pengumpulan data dalam suatu
penelitian dapat dilakukan dengan teknik wawancara, observasi, dolumentasi, dan

26
gabungan atau triangulasi. Dalam melaksanakan penelitian ini, data dikumpul
dengan menggunakan metode dokumentasi.

Wawancara
Teknik pengumpulan data lain yang diperlukan adalah teknik wawancara.
Wawancara adalah tahapan interaksi atau komunikasi untuk mengumpulkan sebuah
informasi dengan melakukan cara tanya jawab antara informan dan peneliti.
Karsadi (2018) menjelaskan bahwa dalam pelaksanaan pengumpulan data di
lapangan, proses interaksi yang terjadi yaitu saling bertukar informasi dan ide
melalui proses tanya jawab. Peneliti akan menggunakan metode wawancara semi
struktur. Wawancara semi-terstruktur ialah wawancara yang berdasarkan pada satu
rangkaian berupa pertanyaan terbuka. Pada metode ini memungkinkan adanya
pertanyaan-pertanyaan baru yang muncul karena adanya jawaban yang diberikan
narasumber sehingga selama sesi masih berlangsung penggalian informasi-
informasi dapat dilakukan lebih mendalam. Dengan wawancara semi-terstruktur
peneliti dapat menggali informasi dan permasalahan di lapangan didasari atas
pertanyaan-pertanyaan yang sudah direncanakan.
Dokumentasi
Selain melalui observasi dan wawancara, informasi juga dapat diperoleh
melalui arsip foto, jadwal kegiatan, maupun catatan harian. Dalam penelitian ini
dokumentasi menggunakan foto, rekaman suara, dan video sebagai pendukung
informasi di lapangan sehingga mampu memberikan informasi yang dapat
menambah data penelitian. Selain itu, Dokumentasi dalam penelitian ini juga
berasal dari buku, jurnal, skripsi dan hasil penelitian lainnya yang telah dilakukan
sehingga menambah data dalam penelitian ini.
Triangulasi
Lexy J. Moleong, (2010) menjelaskan bahwa triangulasi yaitu teknik
pemeriksaan kejelasan data dengan menggunakan sesuatu yang lain diluar data
tersebut untuk pembanding atau mengecek keabsahan terhadap data tersebut. Hal
ini dilaksanakan dengan membandingkan data pengamatan dengan hail dari
wawancara, membandingkan perspektif berbagai orang dengan data dari suatu
dokumen atau sebagainya yang berkaitan. Dalam penelitian ini peneliti dapat

27
memperoleh validitas informasi dari wawancara dengan cara membandingkannya
dengan data-data yang telah diperoleh seperti RDKK, SK Bupati, HET pupuk
subsidi, dan sebagainya.
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian

Kuncoro (2009) menjelaskan bahwa populasi adalah kelompok elemen


yang lengkap, yang biasanya orang, objek, transaksi, atau kejadian dimana kita
tertatik untuk mempelajari atau objek penelitian. Sedangkan sampel menurut
Kuncoro (2009) adalah bagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh
populasi.

Pada penelitian kualitatif , metode sampling yang digunakan ialah metode


snowball dimana populasi yang diambil berasal dari alur distribusi pada CV.Mas
Ayu Lestari di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Neuman (2003)
menjelaskan bahwa teknik sampling snowball ialah suatu metode memilih,
mengidentifikasi, dan mengambil suatu sampel dari sesuatu hubungan jaringan
secara menerus. Metode sampling snowball diperoleh dari sistem bergulir satu
responden kepada responden lainnya. Dalam penelitian ini dengan adanya
responden CV. Mas Ayu Lestari maka akan membantu peneliti menemukan
responden lainnya yaitu kios/pengecer, gapoktan, dan PPL dimana responden ini
memiliki suatu jaringan hubungan satu dengan yang lainnya secara bergulir.

Sebagai sumber informasi, sampel diambil dari beberapa informan yang


berkaitan dengan sistem penyaluran pupuk subsidi, yaitu: distributor sebagai
informan ialah CV. Mas Ayu Lestari. Dalam penelitian ini akan diambil 1 (satu)
informan sebagai distributor, 2 (dua) informan sebagai kios/pengecer, 2 (dua)
informan sebagai perwakilan gapoktan, dan 1 (satu) perwakilan dari Penyuluh
Pertanian Lapangan (PPL) Pengecer/kios, gapoktan dan PPL akan dipilih secara
acak dengan kriteria dimana pupuk subsidi didistribusikan melalui distributor CV.
Mas Ayu Lestari tersebut. Alasan memilih informan tersebut sebagai sumber
informasi ialah untuk dapat mengidentifikasi alur sistem distribusi dan dapat
mengidentifikasi permasalahan-permasalahan yang terjadi di setiap pelaku
penyaluran sistem distribusi pupuk subsidi tersebut.

28
Pada penelitian kuantitatif, populasi yang menjadi sumber data dalam penelitian ini
adalah seluruh data yang diambil dalam penerapan penyaluran pupuk bersubsidi di
Kabupaten Simalungun dimana sampel yang akan digunakan berupa SK Bupati,
RDKK, laporan manajerial perusahaan, dan sebagainya.

3.4. Variabel Penelitian dan Pengukuran

3.4.1. Variabel penelitian


Sugiyono (2014) menjelaskan bahwa variabel penelitian ialah suatu alat
atau nilai atau sifat dari orang, kegiatan atau objek yang memiliki kriteria tertentu
yang telah ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian dapat ditarik
kesimpulannya. Variabel dalam penelitian ini berupa sistem distribusi dan
hambatan distribusi. . Variabel tersebut menjadi titik perhatian dalam penelitian ini.
Variabel, indikator dan pengukuran pada penelitian ini, dapat dijelaskan pada tabel
berikut.

Tabel 3.1

Variabel, Indikator, dan Pengukuran dalam penelitian Analisis Sistem


Distribusi Analisis Sistem Distribusi Pupuk Bersubsidi Di Kabupaten
Simalungun, Sumatera Utara(Studi Kasus Cv. Mas Ayu Lestari)

Tabel 2

NO Variabel Indikator Parameter Pengukuran


1 Sistem 1. RDKK Ton Kuantitatif dan
Distribusi 2. SK. Bupati Kualitatif
3. Laporan Manajerial
2 Hambatan 1. Tepat Harga 1. HET Kuantitatif dan
Distribusi 2. Tepat Tempat 2. Alokasi Kualitatif
3. Tepat Jumlah pupuk
4. Tepat Jenis
5. Tepat Mutu
6. Tepat Waktu

29
1. Sistem distribusi merupakan bagian dari upaya memasarkan produk yang
dihasilkan oleh suatu industri.
2. Hambatan distribusi ialah segala jenis permasalahan pada saat penyaluran
berlangsung sehingga adanya hambatan-hambatan dalam penyaluran.
3. RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok Tani) merupakan alat
dalam perumusan memenuhi kebutuhan pupuk subsidi yang telah disepakati
oleh gapoktan dan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL). Dalam konteks ini
RDKK menjadi acuan dalam menganalisis sistem distribusi.
4. SK Bupati ialah surat keputusan dari bupati. Dalam kasus ini SK Bupati
mengenai pupuk subsidi dimana surat tersebut berisi data berapa jumlah
pupuk yang akan disubsidikan dan dialokasikan ke daerah-daerah
5. Laporan manajerial adalah laporan yang berhubungan dengan urusan-
urusan tertentu dalam suatu kelompok forman yang dilakukan demi
keperluan pimpinan kelompok yang akan menjadi landasan untuk tindakan
yang akan diambil selanjutnya . Laporan manajerial diambil dari distributor
yang menjadi studi kasus peneliti yaitu CV. Mas Ayu Lestari.
6. Tepat harga diambil berdasarkan harga jual produsen yang mengacu pada
HET (Harga Eceran Tertinggi)
7. Tepat tempat diambil berdasarkan penyaluran hingga sampai ke petani yang
sesuai berdasarkan daerahnya.
8. Tepat jumlah diambil berdasarkan alokasi pupuk sesuai RDKK ataupun SK.
Bupati.
9. Tepat jenis diambil berdasarkan kesesuaian jenis pupuk yang disubsidikan.
10. Tepat mutu diambil berdasarkan kandungan pupuk atas dasar label yang
dipampang pada kemasan.
11. Tepat Waktu diambil berdasarkan ketepatan waktu petani atas ketersediaan
pupuk subsidi pada saat sebelum masa tanam berlangsung.
12. HET (Harga Eceran Tertinggi) ialah harga yang telah ditentukan sebagai
harga tertinggi dari pupuk subsidi.
13. Alokasi pupuk ialah jumlah pupuk yang disalurkan hingga sampai ke tangan
petani.

30
3.4.2. Pedoman wawancara
Pedoman wawancara digunakan sebagai landasan dalam proses wawancara
dengan informasi yang didapat di lapangan. Wawancara dilakukan agar dapat
menghasilkan data yang optimal.

i. Jadwal Wawancara
1. Hari/tanggal :
2. Waktu :
ii. Identitas Informan
1. Nama :
2. Jenis Kelamin :
3. Usia :
4. Pekerjaan :
5. Alamat :

Daftar Pertanyaan

1. Bagaimana sistem dalam penyaluran pupuk subsidi di Kabupaten


Simalungun?
2. Berapa harga yang ditentukan dalam pupuk subsidi di Kabupaten
Simalungun?
3. Apakah Tempat yang dituju dalam penyaluran pupuk subsidi tepat?
4. Apakah Jumlah yang ditentukan dalam penyaluran pupuk subsidi tepat?
5. Apakah jenis yang ditentukan dalam penyaluran pupuk subsidi tepat?
6. Apakah mutu dalam pupuk subsidi sesuai dengan yang diharapkan?
7. Apakah dalam penyalurannya pupuk subsidi tepat waktu?
8. Apa masalah-masalah yang dialami pada penyaluran pupuk subsidi di
Kabupaten Simalungun?

3.5. Metode Analisis

Tahap akhir dalam penelitian ini adalah dengan menganalisis data-data yang
dihasilkan yang sesuai dengan permasalahan dalam penelitian. Data yang telah
dikumpulkan melalui wawancara, observasi dan dokumentasi yang ditelaah serta

31
dipelajari untuk selanjutnya disimpulkan secara sistematis dan cermat agar
didapatkan hasil penelitian yang mendalam dan komprehensif. Adapun metode
analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif.
Analisis deskriptif adalah analisis yang menjelaskan dan menguraikan hasil-hasil
yang diperoleh dari data yang ada sehingga dapat ditarik sebuah kesimpulan.

Untuk memperoleh tujuan penelitian yang pertama yaitu mengidentifikasi


sistem distribusi pupuk bersubsidi di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara
memerlukan beberapa tahap. Tahap pertama ialah dengan mengumpulkan data
yang diperoleh melalui hasil observasi, wawancara dan dokumentasi. Tahap kedua
adalah reduksi data, dalam hal ini peneliti akan merangkum data yang akan
diperlukan dan data yang kurang diperlukan sesuai tema dan pokok pembahasan.
Dengan demikian, data yang sudah dieduksi akan memberi gambaran jelas terhadap
penelitian ini. Peneliti akan mengambil data yang sesuai dengan fokus penlitian
sementara data yang tidak sesuai akan dibuang. Untuk memperoleh tujuan
penelitian yang kedua yaitu mengidentifikasi permasalahan distribusi pupuk
bersubsidi di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara diperlukan wawancara ke
beberapa informan yang bersangkutan dengan penyaluran pupuk subsidi di
Kabupaten Simalungun. Hasil wawancara akan menjadi informasi yang akan
dikumpul dan menjadi sebuah kesimpulan mengenai inti dari permasalahan dalam
penyaluran pupuk subsidi di Kabupaten Simalungun.

32
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M., dan Hakim, L. 2011. Peta Masalah Pupuk Bersubsidi Di Indonesia:
Program Integritas Dan Akuntabilitas Sosial. United State Agency for
International Development (USAID), Jakarta.

Ardianto, W. 2013. Kajian Pupuk Bersubsidi Di Pekalongan (Studi Kasus Di


Kecamatan Kesesi). (Skripsi). Semarang: Universitas Diponegoro.

Arifin, B. 2013. Ekonomi Pembangunan Pertanian. PT. Penerbit IPB Press, Bogor.

Darwis, V., dan Supriati. 2013. Fertilizer Subsidy: Policy, Implementation, and
Enhancement. Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian.11(1) : 45-60.

Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian. 2020. Petunjuk Teknis


Pelaksanaan Penyediaan Dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi Ta 2020 (Revisi),
Indonesia.

Encyclopeda Britannica. 2019. Fertilizer Agriculture.

Eshar, A., dan Bagus, AA. 2019. Analisis Pengaruh Total Subsidi, Inflasi Dan
Neraca Transaksi Berjalan Terhadap Utang Luar Negeri Indonesia. E-Jurnal
Ekonomi Pembangunan Universitas Udayana. 8(1) : 61-88.

Fitriana, W. 2008. Analisis Sistem Distribusi Pupuk Bersubsidi Di Sumatera Barat


(Studi Kasus : PT. Pupuk Sriwijaya Cabang Sumbar). Jurnal Agribisnis
Kerakyatan.1(2) : 58-65.

Kementerian Pertanian Republik Indonesia. 2017. Kementan Kawal Penyaluran


Pupuk Subsidi, Jakarta.

Maulana, R. 2010. Konsep Distribusi Menurut Muhammad Baqir As-Shadr. Jurnal


Ilmu Ekonomi Syariah. 2(2) : 80-102.

33
Mulyani, M., dan Kertasapoetra. 1990. Pupuk dan cara Pemupukan. Penerbit
Rineka Citra, Jakarta.

Novita, W. Azhari. 2018. Aspek-Aspek Distribusi Pupuk Bersubsidi (Kabupaten


Gunungkidul). (Skripsi). Yokyakarta: Universitas Islam Indonesia.

Nurdiani, N. 2014. Teknik Sampling Snowball Dalam Penelitian Lapangan. Jurnal


ComTech: Computer, Mathematics and Engineering Applications. 5(2) :
1110-1118.

Pupuk Indonesia. 2017. Cegah Penyimpangan, Distribusi Pupuk Bersubsidi


Menggunakan Pola Tertutup, Jakarta.

Rachman, B. 2009. Analisis Kebijakan Pertanian. 7(2) : 131-146.

Satori, D., dan Komariah, A. 2014. Metode Penelitian Kualitatif. Penerbit Alfabeta,
Bandung.

Sudjono, S. 2011. Relationship-Based Distribution System: An Assessment on


Improving Subsidized Fertilizers Distribution to the Farmers. Jurnal Analisis
Kebijakan Pertanian. 9(4) : 313-330.

Zalmi, Hendra, Gemasih, M. I. S., & Rahmadani, A. 2019. Jenis Jenis Pupuk Dan
Industri Pupuk Yang Berada Di Indonesia. Universitas Negeri Padang,
Indonesia.

34

Anda mungkin juga menyukai