DIDIK CIPTADI
A34104011
Menyetujui ,
Dosen Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Tanggal Lulus :
PENGARUH APLIKASI BERBAGAI SUMBER PUPUK
ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI
PADI GOGO (Oryza sativa L.)
Oleh:
Didik Ciptadi
A34104011
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan baik
dan lancar dengan judul “ Pengaruh Aplikasi Berbagai Sumber Pupuk Organik
Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Padi Gogo (Oryza sativa L.). Skripsi
merupakan tugas dalam menyelesaikan studi di Program Studi Agronomi,
Departeman Agronomi HortikulturaFakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah banyak memperoleh dukungan
dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Ir. Suwarto, M.Si selaku dosen pembimbing I dan Dr. Ir. Hamim, M.Si
selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan,
pengarahan dan saran kepada penulis.
2. Prof. Dr. Ir. Sudirman Yahya, M.Sc selaku dosen pembimbing akademik
yang telah memberikan motivasi dan dorongan.
3. Dr. Edi Santosa, SP. M.Si selaku dosen penguji
4. Bapak, ibu serta keluarga penulis yang telah memberikan kasih sayang,
doa dan motivasinya.
5. Teman-teman seperjuangan Hendro, Rangga, Helmi, M’Efal, Izal, Ihsan,
Gema, Fauzan, Desti, Wacih, Trisundari, Nurul R, B’Leny, Depu, Tya,
Madaniers, Marboters, TIRAN 41 dan BPKers yang senantiasa
mengingatkan dan memberikan dorongan kepada penulis.
6. Semua pihak yang telah memberikan saran dan kritiknya kepada penulis
dalam penulisan skripsi ini.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ................................................................................................ ii
DAFTAR TABEL ....................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... v
PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
Latar Belakang .................................................................................. 1
Tujuan ............................................................................................... 2
Hipotesis............................................................................................ 2
TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 3
Padi Gogo .......................................................................................... 3
Pupuk ............................................................................................... 4
Bagan Warna Daun ........................................................................... 9
BAHAN DAN METODE ............................................................................ 10
Waktu dan Tempat ............................................................................ 10
Bahan dan Alat .................................................................................. 10
Metode Percobaan ............................................................................. 10
Pelaksanaan Percobaan ..................................................................... 11
Pengamatan ....................................................................................... 13
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 14
Hasil ................................................................................................. 14
Pembahasan ....................................................................................... 22
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 29
LAMPIRAN ................................................................................................ 32
DAFTAR TABEL
No Halaman
1 Kandungan Hara Ekstrak Kompos .......................................................... 12
2 Perlakuan dan Dosis Pupuk untuk Padi Gogo ........................................ 13
3 Kandungan Hara N, P dan K pada Setiap Perlakuan .............................. 15
4 Rekapitulasi F-Hitung, dan Koefisien Keragaman Pertumbuhan dan
Produksi Padi Gogo ................................................................................ 16
5 Pertumbuhan Tinggi Tanaman Padi Gogo .............................................. 17
6 Jumlah Anakan ........................................................................................ 18
7 Bagan Warna Daun ................................................................................. 18
8 Jumlah Anakan Produktif ........................................................................ 19
9 Panjang Malai dan Jumlah Gabah Per Malai .......................................... 20
10 Bobot Gabah dan Bobot Seribu Butir ..................................................... 21
11 Persen Gabah Hampa dan Persen Butir Hijau Mengapur ....................... 21
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1 Bagan Warna Daun ................................................................................. 9
2 Tanaman Padi Gogo di Rumah Kaca ...................................................... 14
3 Tinggi Tanaman ...................................................................................... 17
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
Latar Belakang
Beras merupakan makanan pokok sebagian besar bangsa Indonesia.
Permintaan beras semakin meningkat dari waktu ke waktu seiring dengan
meningkatnya jumlah penduduk. Produksi beras di Indonesia tahun 2006 dan
2007 (November) secara berurutan adalah 33.6 juta ton dan 34.0 juta ton,
sedangkan konsumsi beras pada tahun yang sama adalah 35.55 juta ton dan
36.15 juta ton (United State Department of Agriculture, 2007). Oleh sebab itu,
kesenjangan antara produksi dan konsumsi masih terjadi dan perlu diatasi melalui
peningkatan produksi beras dengan meningkatkan produktivitas padi termasuk
padi gogo.
Rendahnya tingkat produktivitas padi gogo salah satunya dipengaruhi oleh
kesuburan tanah yang rendah. Pemupukan yang tepat dan seimbang merupakan
salah satu cara untuk memperbaiki kesuburan tanah. Akan tetapi akhir-akhir ini
timbul permasalah karena dampak negatif dari pupuk khususnya pupuk anorganik.
Menurut Sahiri (2003), pemakaian pupuk anorganik yang berlebihan akan
menambah tingkat polusi tanah yang akhirnya berpengaruh juga terhadap
kesehatan manusia. Sehingga berkembanglah alternatif dari permasalahan tersebut
dengan adanya pupuk organik yang sekarang sedang dikembangkan.
Pupuk organik yang digunakan untuk meningkatkan kualitas dan
produktivitas tanah umumnya masih terfokus pada penggunaan pupuk kandang
dan kompos dengan dosis tinggi. Kendala utama yang menjadi keengganan petani
menggunakan pupuk kompos adalah masalah jumlahnya. Akan diperlukan jumlah
pupuk kandang yang cukup besar untuk mendapatkan nilai nutrisi yang
mencukupi suatu luasan lahan pertanian tertentu, yakni sekitar 10-20 ton/ha.
Selain sulit dalam pengadaannya juga memerlukan biaya tenaga kerja yang
menangani proses pemupukan, transportasi pupuk tersebut dari kandang (atau
tempat pengumpulan). Hal itu menyebabkan biaya pemupukan dengan kompos
menjadi mahal yang akhirnya akan meningkatkan biaya produksi pertanian.
Dengan kemajuan teknologi pertanian dan bioteknologi, sekarang sudah
bisa dibuat pupuk organik yang efisien. Dengan proses fermentasi dan pengayaan
unsur-unsur hara, efisiensi pupuk organik dapat ditingkatkan. Penggunaannya
tidak lagi harus dalam volume yang cukup besar dan waktu yang diperlukan lebih
singkat dibandingkan dengan proses secara alami yang memerlukan waktu lebih
lama. Pupuk tersebut dapat diaplikasikan dengan dosis yang setara dengan pupuk
kimia dengan kelebihan-kelebihan pupuk organik yang tidak dapat diperoleh
dengan aplikasi pupuk kimia.
Ekstrak kompos merupakan cairan hasil fermentasi bahan organik yang
mengandung berbagai macam asam amino, fitohormon, mikroba menguntungkan,
berbagai vitamin dan nutrisi esensial serta berperan dalam mengaktifkan dan
menstimulasi pertumbuhan mikroba di rizosfer dan filosfer tanaman. Adanya
pasokan substrat organik dan nutrisi dalam ekstrak organik akan memacu
pertumbuhan dan perkembangan mikroba menguntungkan (beneficial microbes)
yang secara alami banyak terdapat di dalam tanah. Selain itu, aplikasi ekstrak
organik dalam bentuk cair dapat meresap lebih cepat di rizosfer tanaman sehingga
dapat memacu pertumbuhan dan perkembangan mikroba dalam tanah
(Darman, 2006).
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh aplikasi berbagai
sumber pupuk organik terhadap pertumbuhan dan produksi padi gogo.
Hipotesis
Terdapat sumber pupuk organik yang mampu meningkatkan pertumbuhan
dan produksi padi gogo.
TINJAUAN PUSTAKA
Padi Gogo
Pupuk
Untuk pertumbuhannya, padi memerlukan hara, air dan energi. Hara adalah
unsur pelengkap dari asam nukleat, hormon, dan enzim yang berfungsi sebagai
katalis dalam merombak fotosintat atau respirasi menjadi senyawa yang sederhana
dan energi. Hara dan air diperoleh tanaman padi dari tanah, sedangkan fotosintat
diperoleh dari daun melalui fotosintesis.
Sehingga unsur hara sengat penting dalam pertumbuhan dan produksi
tanaman (Ismunadji dan Roechan,1988 ). Ada 17 unsur esensial makro dan mikro
yang dibutuhkan tanaman. Unsur makro yaitu unsur yang dibutuhkan dalam
jumlah banyak adalah C, H, O, N, P, K, Ca, Mg dan S sedangkan unsur mikro
yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit adalah Fe, Mn, B, Mo, Cu, Zn, Cl, dan Co
(Hardjowigeno, 2003)
Unsur hara berupa senyawa yang diberikan pada tanaman disebut pupuk.
Pengelompokan pupuk dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu : 1) pupuk alam
dan pupuk buatan seperti pupuk kandang, pupuk hijauan dan kompos termasuk
pupuk alam sedangkan urea, ZA, amonium, nitrat termasuk pupuk buatan. 2)
pupuk menurut unsur yang dikandungnya, disebut pupuk nitrogen seperti urea dan
ZA, pupuk fosfor seperti DS dan TS. 3) pupuk organik dan anorganik, pupuk alam
termasuk pupuk organik sedangkan pupuk buatan termasuk pupuk anorganik
(Jumin, 2008)
Berbagai sumber pupuk organik yang ada dengan tiga perlakuan yaitu
berupa pupuk organik padat berupa kompos, kedua pupuk cair hasil olahan cairan
dari penimbunan kotoran sapi dan jerami, yang ketiga pupuk cair hasil olahan
yang sama dengan yang kedua akan tetapi dalam penimbunannya diberikan
mikroba penambat N ( Azotobacter sp dan Azospirillium sp.) dan mikroba pelarut
fosfat (Pseudomonas sp. dan Bacillus sp.), merupakan perbandingan atas dasar
efisiensi dan pemenuhan unsur hara dalam tanah.
Efisiensi disini adalah perbandingan antara pupuk organik padat berupa
kompos dengan pupuk cair. Menurut Sutanto (2002) salah satu kendala atau
kelemahan dari pupuk organik padat adalah diperlukan dalam jumlah banyak
dengan demikian pupuk organik cair adalah salah satu solusi dari kendala
tersebut. Sedangkan pemenuhan unsur hara lebih kepada perlakuan pada pupuk
cair dengan diberkannya mikroba dan tanpa mikroba, karena dengan diberikan
mikroba menurut Nasih (2006) akan meningkatkan unsur hara untuk memenuhi
kebutuhan tanaman.
Jerami padi memiliki kandungan hara unsur nitrogen 0.8 %, fosfor 0.2 %
dan kandungan kotoran sapi unsur nitrogen 0.5-1.6 %, fosfor 2.4-2.9 % dan
kalium 0.4 % (Laboratorium Ilmu Tanah UGM dalam Sutanto, 2002). Menurut
Marsono dan Sigit (2002) kandungan nitrogen, fosfor, kalium, kalsium dan
magnesium kompos relatif sedikit yaitu dibawah 2 %, hal tersebut tergantung
bahan, cara pengomposan dan cara penyimpanannya. Dengan kandungan jerami
padi dan kotoran sapi seperti itu maka kandungan kompos jerami padi dan kotoran
sapi tidak jauh dari hasil uji tersebut walaupun pada percobaan ini tidak ada uji
analisis kompos tersebut.
Menurut Marsono dan Sigit (2002) kunci keberhasilan dalam pemupukan
ditentukan oleh tiga komponen kunci yaitu pupuk, tanah dan tanaman. Untuk
pupuk hal yang mempengaruhi adalah kandungan hara dari pupuk tersebut, dosis,
dan cara aplikasi. Komponen tanah yang berpengruh terhadap penggunaan pupuk
adalah struktur tanah, derajat keasaman (pH), dan kandungan hara tanah.
Sedangkan untuk tanaman itu sendiri faktor yang berpengaruh terhadap
pemupukan yaitu karakter tanaman yang berkaitan dengan penyerapan unsur hara.
Pada kondisi pertumbuhan tanaman yang tidak dibatasi oleh suplai air,
masalah gulma, serta infestasi hama dan penyakit, produksi biomassa padi sangat
ditentukan oleh suplai unsur hara. Kebutuhan hara makro lainnya (P dan K) sangat
bergantung pada suplai unsur hara N. Pupuk N telah diteliti dan nyata
meningkatkan tinggi tanaman, jumlah anakan produktif, dan produksi gabah.
Berdasarkan hasil penelitian walaupun penambahan bahan organik pada tanah
belum terlihat menambah akumulasi C dan N dalam tanah, namun dapat
meningkatkan ketersediaan secara bertahap ( Sugiyanta, 2007).
Menurut Dobermann dan Fairhurst dalam Sugiyanta (2007) unsur N pada
tanaman merupakan unsur penyusun asam amino, asam nukleat, dan klorofil yang
bagi tanaman padi sawah mempercepat pertumbuhan (pertumbuhan tinggi dan
jumlah daun) dan meningkatkan ukuran daun, jumlah gabah per malai, persentase
gabah isi dan kandungan protein gabah.
Selain unsur N menurut Syamsiyah (2008) bahwa peningkatan hara P
meningkatkan pertumbuhan vegetatif diantaranya tinggi tanaman, jumlah anakan,
jumlah daun dan indeks luas daun (ILD). Pertumbuhan vegetatif yang baik pada
umumnya akan diikuti oleh pertumbuhan generatif yang baik dan peningkatan
komponen hasil. Dengan demikian pertumbuhan vegetatif tanaman padi
dipengaruhi oleh hara makro N, P dan K, pertumbuhan generatif dan hasil
dipengaruhi oleh pertumbuhan vegetatif
Penambahan bahan organik pada tanah sawah mempunyai pengaruh pada
beberapa sifat kimia tanah yang selanjutnya berpengaruh terhadap pertumbuhan
dan produksi padi.
Pupuk Organik
Pupuk organik adalah pupuk yang asal bahannya berasal dari makhluk
hidup, sebagian besar pupuk organik berbentuk padatan seperti pupuk kandang
dan kompos. Dengan bantuan teknologi pupuk organik dapat dibuat dalam bentuk
cair. Seiring dengan meningkatnya kesadaran akan lingkungan maka
perkembangan terakhir menunjukkan bahwa produksi dan permintaan pupuk
organik kian meningkat (Direktorat Perbenihan dan Sarana Produksi, 2008).
Bahan organik dan pupuk kandang adalah bahan-bahan yang berasal dari
limbah tumbuhan atau hewan atau produk sampingan seperti pupuk kandang
ternak atau unggas, jerami padi yang dikompos atau residu tanaman lainnya,
kotoran pada saluran air, bungkil, pupuk hijau, dan potongan leguminosa
(Bawolye, 2006).
Limbah sisa hasil pertanian cukup banyak terutama terdiri dari daun-daun,
kulit biji (kopi, coklat, sabut kelapa) dari perkebunan, jerami padi jagung, daun
dari halaman/pekarangan dan sebagainya. Bahan organik yang baru dikumpulkan
umumnya masih segar dan mempunyai kisaran nisbah C/N sedang (± 35) untuk
legum dan sangat tinggi (> 60) untuk kayu dan non legum. Sebelum digunakan
bahan-bahan ini harus dikomposkan lebih dulu agar nisbah C/N turun menjadi ±
15 (Nasih, 2006).
Pupuk kandang
Pupuk hijau
Pupuk hijau merupakan pupuk yang berasal dari sisa tanaman legum.
Karena kemampuan tanaman legum mengikat N udara dengan bantuan bakteri
penambat N menyebabkan kadar N dalam tanaman relatif tinggi. Akibatnya pupuk
hijau dapat diberikan dekat waktu penanaman tanpa harus mengalami proses
pengomposan lebih dulu sebagaimana sisa-sisa tanaman pada umumnya.
Beberapa contoh pupuk hijau, antara lain, yaitu : Crotalaria juncea, Crotalaria
anagyroides, Crotalaria usaramensis, Tephrosia vogelii, Thephrosia candida,
Sesbania sesban, Sesbania esculatta, Phaseolus tunatus, Glycine soya, Vigna
sisnensis, kacang tunggak, kacang dadapan, Mimosa invisa, Centrosoma
pubescens, Calopogonium mucunoides, dan Pueraria thumbergiana (Nasih,
2006).
Pupuk hayati
Warna daun adalah suatu indikator yang berguna bagi kebutuhan pupuk N
tanaman padi. Daun yang bewarna pucat atau hijau kekuningan menunjukkan
bahwa tanaman kekurangan N. Skala warna, yang tersusun dari suatu seri warna
hijau, dari hijau kekuningan sampai hijau tua, sesuai dengan warna-warna daun di
lapang, dapat digunakan untuk mengukur warna daun. Bila suatu nilai warna daun
lebih rendah dari batas kritis tertentu, maka tanaman memerlukan pupuk N
tambahan. Bagan warna daun (BWD) yang didistribusikan oleh CREMNET-IRRI
untuk tanaman padi adalah suatu alat yang sederhana, mudah digunakan dan tidak
mahal, untuk menentukan waktu pemupukan N pada tanaman padi (Balai Besar
Penelitian Tanaman Padi)
BWD terdiri dari empat warna hijau, dari hijau kekuningan (No. 2 pada kartu)
sampai hijau tua (No. 5 pada kartu). BWD tidak dapat menunjukkan perbedaan
warna hijau daun yang terlalu kecil sebagaimana pada klorofil meter (SPAD).
Namun BWD bisa dibandingkan dengan SPAD untuk menentukan ketepatan
relatifnya dalam menentukan status N tanaman padi.
BAHAN DAN METODE
Bahan yang digunakan adalah Padi gogo varietas Situ Bagendit. Bahan
lain yang digunakan yaitu furadan, pupuk urea, SP-18, KCl, kompos, ekstrak
kompos 1 dan ekstrak kompos 2. Alat-alat yang digunakan polybag, gembor,
cangkul, penggaris, timbangan dan lainnya.
Metode Percobaan
Pelaksanaan Percobaan
Pengamatan
Analisis Data
Data hasil pengamatan pada sifat kuantitatif diolah dengan uji F pada taraf
5% dan 1%. Jika hasil uji F tersebut berbeda nyata, maka dilakukan uji Duncan
taraf 5%. Analisis ragam pada tiap peubah menggunakan fasilitas SAS 6.12.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Kondisi Umum
Tinggi Tanaman
Sumber pupuk berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 4
dan 7 MST, serta sangat nyata pada 8 MST (Tabel 3). Pupuk kompos (P2) secara
nyata menghasilkan tinggi tanaman padi gogo yang paling tinggi mulai dari awal
pertumbuhan (4 MST) hingga akhir pertumbuhan (7 dan 8 MST). Namun pada
akhir pertumbuhan (7 dan 8 MST) perlakuan pupuk kimia (P1) menghasilkan
tinggi tanaman yang tidak berbeda dengan kompos, dan lebih tinggi dari pupuk
yang lainnya. Tinggi tanaman tanpa pupuk (P0) dan yang dipupuk ekstrak
kompos 1 dan ekstrak kompos 2 adalah lebih rendah dari perlakuan pupuk
kompos dan pupuk kimia (Tabel 5). Tinggi tanaman mengalami peningkatan
seperti ditunjukkan pada Gambar 3.
Jumlah Anakan
Perlakuan pupuk berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan pada umur
20 MST, sedangkan sebelumnya tidak nyata pengaruhnya. Pupuk kompos
memiliki jumlah anakan paling banyak pada umur 20 MST. Begitu juga pupuk
kimia sama dengan pupuk kompos dan lebih banyak dari perlakuan yang lainnya.
Jumlah anakan yang dipupuk kimia (11.7) dan pupuk kompos (11.5) lebih banyak
dari perlakuan yang dipupuk ekstrak kompos 1 dan ekstrak kompos 2 (Tabel 6).
Tabel 6. Jumlah Anakan Tanaman Padi Gogo pada Umur 4 – 8 MST dan
20 MST
Tabel 11. Persen Gabah Hampa dan Persen Butir Hijau Mengapur
Penelitian ini hanya menggunkan media tanam tanah yaitu tanah latosol,
tanpa menggunkan bahan organik maupun pupuk kimia sebagai pupuk dasar.
Tanah latosol yang digunakan dalam penelitian ini memiliki karakteristik sebagai
berikut: lebih dari 60% liat, kejenuhan basa kurang dari 50%, remah sampai
gumpal, gembur dan warna tanah seragam dengan batas-batas horizon yang kabur
(Hardjowigeno, 2003). Kondisi liat yang tinggi pada tanah latosol menjadikan
tanah tersebut mengerut dalam keadaan kering. Dengan demikian perlu dilakukan
penggemburan tanah dengan memukul-mukul bagian luar polybag dengan tangan
kanan dan kiri agar udara dapat masuk ke dalam pori-pori tanah agar proses
penyerapan hara oleh akar dapat berjalan dengan baik.
Walangsangit menyerang tanaman padi pada fase reproduktif ketika padi
dalam kondisi masak susu sampai masak penuh. Pada masak penuh ditambah
dengan burung. Pada masak penuh dilakukan penyungkupan seperti pada
lampiran 15 yaitu dengan menggunakan kain kasa setiap rumpun tanaman. Proses
penyungkupan ini mempersempit daun dalam menerima cahaya matahari
sehingga keadaan tanaman menjadi lembab dan perkembangan hama semakin
meningkat. Hal ini juga yang akan berpengaruh terhadap hasil gabah padi gogo.
Masa panen yang panjang 163 hari (23MST) diduga disebabkan perbedaan
pada fase vegetatif. Lama stadia vegetatif dapat memepengaruhi masa stadia
reproduktif dan setiap tanaman bisa berbeda pada stadia vegetatif akan tetapi masa
waktu reproduktif akan tetap sama (Basyir at al, 1995). Salah satu faktor yang
kemungkinan kuat juga berpengaruh pada keterlambatan ini adalah karena padi
ditanam di rumah kaca dengan intensitas penyinaran yang agak rendah akibat kaca
yang sedikit berlumut.
Ekstrak Kompos
Ekstrak kompos dengan metode yang seperti telah dijelaskan pada bab
sebelumnya menghasilkan kandungan hara makro (N, P dan K) lebih rendah
dibandingkan dengan kompos dan pupuk kimia (Tabel 3) . Salah satu alternatif
yang dapat digunakan untuk mengimbangi kandungan kompos dan pupuk kimia
yaitu dengan menambah dosis dan atau frekuensi pemberian pupuk. Ekstrak
kompos 1 membutuhkan penambahan dosis 100 kali lipat yaitu 3.5 liter/tanaman,
ekstrak kompos 2 yaitu 33 kali lipat 1.2 liter/tanamam untuk mencapai
kandungan N yang setara dengan pupuk kimia. Salah satu perinsip pemupukan
adalah tepat waktu sehingga dengan 3.5 liter/tanaman untuk ekstrak kompos 1
kurang tepat apabila diaplikasikan dalam satu waktu tapi dengan 10 kali
pemberian misalkan dari 0 MST-10 MST. Dengan kandungan hara yang rendah
maka dapat juga diaplikasikan pada system budidaya hidroponik dengan
pemberian hara yang terus menerus dalam jumlah yang sedikit.
Alternatif lain selain penambahan dosis dan frekuensi yaitu dengan
membuat kombinasi atau formulasi bahan organik. Bahan organik yang digunakan
dalam pembuatan ekstrak kompos ini adalah jerami dan kotoran sapi. Menurut
Sutanto (2002) berdasarkan analisis laboratorium ilmu tanah UGM bahwa jerami
padi mengandung 0.8 % nitrogen, 0.2 fosfor. Kotoran sapi 0.5-1.6 % nitrogen,
2.4-2.9 % fosfor dan 0.5 % kalium. Dengan kombinasi tersebut maka suatu hal
yang wajar apabila kandungan unsur makro ekstrak kompos rendah. Untuk
pemenuhan kebutuhan hara terhadap tanaman maka dibutuhkan kombinasi yang
tepat dan banyak. Contoh kombinasi yang direkomendasikan adalah daun lamtoro
(4% N, 0.3% P dan 2.5% K), kotoran sapi (0.5% N, 2.5% P dan 0.5% K), kotoran
ayam (1% N, 9.5% P dan 0.3 % K), guano (0.5% N, 27.5% P dan 0.2 K) dan
azolla (3.5% N, 1.2% P dan 2.5% K). Kombinasi bahan organik tersebut apabila
dijumlahkan menghasilkan 9.5% nitrogen, 41% fosfor dan 6 % kalium.
Ektrak kompos 2 dengan menggunakan mikroba penambat nitrogen dan
pelarut fosfat menghasilkan kandungan hara makro lebih tinggi dibanding ekstrak
kompos 1 dengan tanpa mikroba (Tabel 1). Hal tersebut diduga karena adanya
pengaruh mikroba pada ekstrak kompos 2. Menurut Simanungkalit dan
Suriadikarta (2006) bahwa bakteri Azotobacter sp. dan Azospirillium sp. dapat
menambat N di udara dan Pseudomonas sp. dan Bacillus sp. dapat melarutkan
fosfat dalam tanah. Penggunaan bakteri penambat N dan pelarut fosfat dalam
pembuatan kompos jarang digunakan. Untuk pembuatan kompos biasa digunakan
mikroorganisme dekomposer atau fermentasi.
Pertumbuhan dan Produksi Padi Gogo
Kesimpulan
Pemberian pupuk kompos dan pupuk kimia menghasilkan pertumbuhan
dan produksi padi gogo lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan ekstrak
kompos 1 dan ekstrak kompos 2 yang diberikan empat kali selama pertumbuhan
dan produksi pada peubah tinggi tanaman, jumlah anakan, panjang malai, jumlah
gabah per malai dan bobot gabah per sepuluh polybag saat panen. Respon yang
kurang baik dari ekstrak kompos disebabkan karena rendahnya kandungan hara
dan pemberian yang tidak kontinyu.
Saran
Sebelum diberikan perlakuan, sebaiknya tanaman diberikan pupuk dasar
terlebih dahulu untuk pemenuhan unsur hara standar. Sebaiknya kandungan unsur
hara setiap perlakuan pupuk diketahui dengan melakukan analisis sebelum
percobaan. Frekuensi ekstrak kompos sebaiknya didasrkan pada kandungan hara
yang dimiliki sehingga kebutuhan hara terpenuhi.
.
DAFTAR PUSTAKA