Oleh :
Suci Rahayuningsih
A34401046
PROGRAM STUDI
PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
PENGARUH KOLKISIN TERHADAP KERAGAAN FENOTIPE
DAN JUMLAH KROMOSOM JAHE EMPRIT
(Zingiber officinale Rosc.) ASAL IN VITRO
Oleh
Suci Rahayuningsih
A34401046
PROGRAM STUDI
PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
RINGKASAN
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP
Alhamdulillah, segala puji bagi Alloh SWT atas segala rahmat dan
hidayahNya yang telah memberi penulis petunjuk, kekuatan dan kesabaran
sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
Penelitian pengaruh kolkisin terhadap keragaan fenotipe dan jumlah
kromosom merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana
Pertanian di Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyampaikan terimakasih kepada :
1. Bapak dan mamah tercinta atas dorongan, semangat dan do’a yang selalu
menyertai setiap langkah dan aktivitas penulis.
2. Ir Diny Dinarti, MSi dan Dr Ir Yudiwanti Wahyu E.K., MS selaku dosen
pembimbing skripsi yang telah memberikan semangat dan pengarahan selama
kegiatan penelitian dan penyusunan skripsi ini..
3. Desta wirnas SP, MSi selaku dosen pembimbing akademik dan dosen penguji
yang telah memberikan motivasi dan arahan kepada penulis.
4. Prof Dr Ir Supiandi Sabiham, M. Agr selaku Dekan Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor
5. Seluruh staf Laboratorim Ekofisiologi, terutama Pak Joko, yang telah
memberikan saran-saran dan bantuan dalam penelitian ini.
6. Seluruh staf Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih atas bantuan yang telah
diberikan kepada penulis.
7. Seluruh staf Laboratorium Pusat Studi Pemuliaan Tanaman, terutama Mas
Bambang, atas bantuan dan bimbingan kepada penulis.
8. Kakak-kakakku ; Yayat, Euis, Imam, bang Alik, Lia dan keponakan-
keponakanku yang lucu dan nakal : Azzam, Dede Kaila dan Dede Sena
terimakasih telah mendengar keluh kesah, memberi semangat dan kasih sayang
kepada penulis.
9. Teman-teman seperjuangan : Tias, Chotim, Indah, Salha, Dewi, Wawan,
Nandang, Usman, Pipit, Venti, Roji dan semua teman-teman PMT’38 atas
kebersamaan dan bantuan selama penelitian ini.
10.Anak-anak kost ”Wisma Maya” ; Ambar, Tina, Neng Sri, Mirna, Mba Umi,
Cacan, Ade Isti, Mba Uci, Wida dan Diah yang telah menjadi ’keluarga’
penulis selama di Bogor.
11. Anak-anak kost ”Ukhuwah”; Mba Rury, Mba Esti, Mba Ema dan Kasih atas
kebersamaannya.
12. Teman-teman FKRJ-A, BNC (A’Kamal, A’Iwang, Teh Lina, Teh Fa, Mute,
Tito, Mas Edwin, Mirwan, Aci, Hajar, Apip dan Mba Lia) dan semua teman-
teman yang tidak mungkin disebutkan satu persatu.
Akhirnya, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi masyarakat pada
umumnya dan civitas akademik pada khususnya. Semoga Alloh SWT senantiasa
memberikan limpahan rahmat dan hidayahNya pada kita semua. Amin
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
PENDAHULUAN....................................................................................... 1
Latar Belakang ............................................................................... 1
Tujuan............................................................................................. 2
Hipotesis......................................................................................... 2
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 3
Botani dan Ekologi Jahe ................................................................. 3
Karakter Tanaman.......................................................................... 5
Keragaman Jumlah Kromosom...................................................... 6
Mutagen.......................................................................................... 7
BAHAN DAN METODE........................................................................... 10
Waktu dan Tempat ......................................................................... 10
Bahan dan Alat............................................................................... 10
Metode ............................................................................................ 10
Pelaksanaan percobaan................................................................... 11
Pengamatan.................................................................................... 12
HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................. . 15
Pengaruh Kolkisin terhadap Keragaan Fenotipe………………... . 17
Pengaruh Kolkisin terhadap Jumlah Kromosom Jahe Emprit…... 23
KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................. 25
Kesimpulan……………………………………………………… 25
Saran…………………………………………………………….. . 25
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 26
LAMPIRAN ................................................................................................ 28
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
Teks
1. Hasil Uji-t Pengaruh Kolkisin terhadap Keragaan Fenotipe Jahe Emprit... 16
2. Nilai Rata -rata dan Ragam Peubah Pengaruh Kolkisin terhadap
Keragaan Fenotipe Jahe Emprit................................................................... 17
Lampiran
1. Uji Kenormalan Nilai- F Pengaruh Kolkisin terhadap Keragaan Fenotipe
dan Jumlah Kromosom Jahe Emprit ……………………………………… 28
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
Teks
1. Rumus Bangun Kolkisin Murni………………………………………… 8
2. Cara Pengukuran Panjang dan Lebar Stomata serta Lebar Sel Penjaga… 13
3. Daun Jahe Emprit yang Terkena Serangan Patogen Pyliosticta, sp…….. 15
4. Keragaan Fenotipe Jahe Emprit ………………………………………… 18
5. Bentuk Daun Jahe Emprit pada Berbagai Perlakuan……………………. 19
6. Bentuk Stomata Jahe Emprit pada Berbagai Perlakuan………………… 21
7. Keragaan Fenotipe Jahe Emprit setelah Panen…………………………. 22
8. Keragaan Rimpang Jahe Emprit setelah Panen………………………… 22
9. Kromosom Jahe Emprit pada Beberapa Perlakuan……………………… 24
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pengembangan tanaman obat di Indonesia sampai saat ini masih memiliki
peluang dan prospek yang sangat baik. Banyak kalangan mulai melirik untuk
mengembangkan tanaman obat, baik untuk kebutuhan sendiri maupun untuk
bisnis. Apalagi sejak masyarakat mulai sadar tentang manfaat tanaman obat untuk
menjaga dan memelihara kesehatan dengan makin menjamurnya industri-industri
obat tradisional di dalam maupun luar negeri. Hal ini juga ditunjang dengan
meningkatnya pandangan tentang segi positif mengkonsumsi bahan-bahan alam
(natural) dibandingkan bahan kimia atau sintesis. Berdasarkan latar belakang
tersebut maka beberapa pendapat mengatakan bahwa tanaman obat Indonesia
patut dan layak dikembangkan.
Pemakaian tanaman obat dalam dekade terakhir ini cenderung meningkat
sejalan dengan berkembangnya industri jamu atau obat tradisional, farmasi,
kosmetik, makanan dan minuman. Tanaman obat yang dipergunakan biasanya
dalam bentuk simplisia (bahan yang telah dikeringkan dan belum mengalami
pengolahan apapun). Simplisia tersebut berasal dari akar, daun, bunga, biji, buah,
terna, dan kulit batang (Syukur dan Hernani, 2002).
Jahe (Zingiber officinale Rosc.) merupakan salah satu tanaman obat yang
sangat penting dalam perekonomian masyarakat Indones ia. Selain areal yang
makin meluas, penggunaan jahe pun mengalami peningkatan. Saat ini penggunaan
jahe untuk kebutuhan sehari-hari dapat mencapai 90% dari total volume jahe yang
di ekspor. Jahe paling banyak digunakan sebagai bahan rempah-rempah dan
bumbu masak. Meluasnya penggunaan jahe tersebut menyebabkan ada
peningkatan serapan pasar dan volume perdagangan (Syukur, 2002).
Semakin pesatnya perkembangan sektor perindustrian, termasuk industri
yang menggunakan bahan baku jahe, mengharuskan bidang budidaya untuk
mendukung pengadaan bahan-bahan bermutu tinggi dan berkelanjutan yang
dibutuhkan ikut berkembang. Menurut Hasanah et al. (1992), kualitas dari bahan
tanaman yang digunakan merupakan faktor penting yang akan menentukan
apakah pertanaman yang dihasilkan akan baik atau tidak.
2
Berdasarkan ukuran, bentuk dan warna rimpangnya ada 3 jenis jahe yang
terkenal yaitu 1) Jahe putih atau kuning sering disebut juga jahe badak atau jahe
gajah; rimpangnya lebih besar dan ruas rimpangnya lebih menggembung dari
jenis lainnya, 2) Jahe putih kecil atau emprit, dan 3) Jahe merah; rimpangnya
berwarna merah dan lebih kecil dari jahe emprit (Januwati, 1997).
Jahe emprit mempunyai keunggulan antara lain aromanya yang kurang tajam
dibanding jahe merah dan mempunyai kandungan minyak atsiri yang lebih besar
dibanding jahe gajah sehingga jahe emprit banyak digunakan pada industri jamu.
Pada umumnya jahe diperbanyak secara vegetatif dengan potongan atau setek
rimpang. Rimpang yang digunakan untuk benih adalah bahan yang sudah terpilih
sejak di pertanaman, baik kultivar atau varietas memiliki keunggulan dan kondisi
lingkungan tempat tumbuhnya cukup baik.
Pada bunga jahe kepala putik berada diatas kepala sari yang menyebabkan
peluang terjadinya penyerbukan sendiri sangat kecil sedangkan peluang untuk
penyerbukan silang sangat besar namun tanaman jahe sangat jarang membentuk
bunga (Ajijah et al., 1997) sehingga diperlukan suatu upaya yang dapat
menghasilkan keragaman genetik pada jahe.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan meningkatkan keragaman pada jahe
adalah mutasi. Mutasi adalah perubahan dalam struktur gen baik yang terjadi
secara spontan maupun secara buatan dengan menggunakan agensia fisik atau
kimia (Nasir, 2001) sedangkan senyawa kimia yang dapat digunakan untuk
menginduksi mutasi adalah kolkisin. Menurut Poespodarsono (1988), perlakuan
kolkisin termasuk perlakuan mutasi karena merubah kromosom yang berakibat
berubahnya sifat tanaman.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh konsentrasi
kolkisin terhadap keragaan fenotipe dan jumlah kromosom jahe emprit asal in
vitro.
Hipotesis
1. Pemberian kolkisin berpengaruh terhadap keragaan fenotipe jahe emprit.
2. Pemberian kolkisin berpengaruh terhadap jumlah kromosom jahe emprit.
TINJAUAN PUSTAKA
masing-masing memiliki tujuh bakal biji. Biji jahe kecil, warna hitam selaput
rimpang bercabang tidak teratur umumnya kearah vertikal, kulit berbentuk sisik
tersusun melingkar dan berbuku-buku, warna kuning coklat sampai merah
tergantung jenisnya, daging berwarna kuning cerah, berserat, aromatik,
mengandung banyak metabolit sekunder, merupakan perubahan bentuk dari
batang yang terdapat didalam tanah. Rimpang jahe mempunyai bau yang spesifik,
berkisar antara bau yang tajam, pahit, langu sampai aromatis (Syukur dan
Hernani, 2002).
Berdasarkan ukuran, bentuk dan warna rimpangnya ada tiga jenis jahe yang
dikenal, yaitu jahe putih/kuning besar (disebut juga jahe badak atau jahe gajah),
jahe putih kecil atau emprit, dan jahe merah (Syukur dan Hernani, 2002). Jahe
badak/jahe gajah mempunyai rimpang lebih besar dan gemuk, ruas rimpangnya
lebih menggembung dari kedua varietas lainnya. Jahe putih /kuning kecil atau
disebut juga jahe sunti atau jahe emprit mempunyai ruas kecil, agak rata sampai
agak menggembung. Jahe ini selalu dipanen setelah berumur tua. Kandungan
minyak atsirinya lebih besar daripada jahe gajah, sehingga rasanya lebih pedas,
disamping seratnya tinggi. Sedangkan jahe merah selalu dipanen setelah tua dan
mempunyai kandungan minyak atsiri paling tinggi berkisar 2.58 - 3.90%, jahe ini
sering dibudidayakan dengan tujuan produksi minyak jahe, Jahe putih kecil
mempunyai kandungan minyak atsiri 1.5 - 3.5% atas dasar berat kering. Jahe ini
banyak digunakan dalam industri jamu, baik dalam bentuk jamu segar maupun
yang kering dan Jahe gajah mempunyai kandungan minyak atsiri 0.18 - 1.66%
atas dasar berat kering, jahe ini banyak digunakan untuk sayur, masakan,
minuman, permen dan rempah-rempah (Januwati, 1997).
Menurut Syukur (2002), jahe putih kecil atau lebih dikenal dengan jahe
emprit (Z. officinale var. rubrum) memiliki rimpang dengan bobot berkisar 0.5 -
0.7 kg per rumpun. Struktur rimpang jahe emprit kecil-kecil dan berlapis. Daging
rimpang berwarna putih kekuningan. Tinggi rimpangnya dapat mencapai 11 cm
dengan panjang antara 6 - 30 cm, dan diameter antara 3.27 - 4.05 cm. Akar ya ng
keluar dari rimpangnya berbentuk bulat. Panjang dapat mencapai 26 cm dan
diameternya berkisar antara 3.91 - 5.90 cm. Akar yang dikumpulkan dari satu
rumpun dapat mencapai 70 g lebih banyak dari akar jahe besar.
5
Menurut Mazza dan Oomah (2000) senyawa kimia yang terdapat pada jahe
antara lain gingerol, shogaol, diarylheptonoid dan terpenoid. Menurut Syukur dan
Hernani (2002) senyawa yang menyebabkan rasa pedas pada jahe adalah gingerol,
zingeron dan shogaol.
Dilihat dari lokasi penyebarannya, tanaman jahe tidak memerlukan lokasi
yang spesifik. Menurut Rismunandar (1988) tanaman jahe dapat tumbuh dan
berkembang dengan baik di daerah-daerah yang berlainan keadaan agro-iklimnya.
Sedangkan menurut Syukur dan Hernani (2002) tanaman jahe terutama
dibudidayakan di daerah tropika dengan ketinggian tempat antara 0 - 1700 m dpl,
dan yang terbanyak berada pada ketinggian menengah yaitu antara 350 - 600 m
dpl.
Di Indonesia, pertanaman jahe yang baik umumnya berada pada daerah yang
memiliki curah hujan antara 2500 - 4000 mm dalam setahun. Secara umum, lokasi
yang baik untuk pertanaman jahe terletak pada daerah-daerah yang memiliki
curah hujan hampir sepanjang tahun sehingga waktu tanam dapat dilakukan
sepanjang tahun.
Iklim yang ideal yang dikehendaki tanaman jahe adalah iklim panas sampai
sedang. Pada pertumbuhan vegetatif tanaman jahe memerlukan sinar matahari
yang sangat banyak sehingga akan membentuk rumpun dan rimpang yang banyak
serta berukuran besar. Dalam kondisi ternaungi, tanaman jahe akan
memperlihatkan pertumbuhan daun yang besar-besar dan memiliki rimpang yang
kecil-kecil.
Tanah yang banyak mengandung humus, subur dan gembur dengan drainase
yang baik merupakan lahan yang disukai jahe. Tanaman ini ditanam di berbagai
tipe tanah, tetapi akan lebih baik pada jenis latosol dan andosol.
Karakter Tanaman
Karakter tanaman dikendalikan oleh gen dalam sel tanaman itu sendiri.
Karakter tanaman yang tampak secara visual disebut dengan fenotipe. Fenotipe
merupakan pengaruh interaksi antara faktor genetik dan lingkungan. Oleh karena
itu setiap upaya untuk memperbaiki penampilan fenotipe tanaman haruslah
6
Euploidi
Istilah ini menunjukkan keragaman dalam satu set kromosom lengkap
(genom). Kebanyakan eukariot memiliki jumlah kromosom diploid, yaitu = 2n =
2x, tetapi diantara tanaman pangan, hortikultura dan tanaman hias terdapat yang
7
tetraploid (2n = 4x) dan hexaploid (2n = 6x) yang estetik dan berguna bagi
manusia.
Monoploid
Satu set kromosom (genom), yaitu hanya ada satu homolog untuk setiap
kromosom dalam suatu individu. Haploid adalah istilah yang lebih umum
digunakan daripada monoploid, haploid menunjukkan jumlah kromosom gamet
dari diploid.
Menurut Ajijah et al., (1997), tanaman jahe mempunyai jumlah kromosom
2n = 2x =22 (diploid). Penulis lain melaporkan 2n = 22+2f. Sementara Rugayah
(1994) melaporkan bahwa hasil pengamatan awal terhadap jumlah kromosom jahe
putih dan jahe merah menunjukkkan kisaran jumlah yang sama yaitu 2n = 22-24.
Suatu organisme yang memiliki lebih dari dua set kromosom atau genom
dalam se l-sel somatiknya biasa disebut poliploid (Crowder, 1997; Poespodarsono,
1988). Banyak tanaman budidaya yang termasuk poliploid alami, antara lain
kacang tanah, tomat, ubi jalar, kapas, tembakau, tebu, nenas, kopi, dan
sebagainya. Berdasarkan kepentingan pemuliaan keadaan ini perlu dipelajari
dalam usaha untuk meningkatkan sifat tanaman yang diharapkan. Sejak
ditemukan kolkisin yang dapat menggandakan kromosom pada tahun 1937, maka
banyak pemulia tertarik untuk mendapatkan tetraploid secara buatan
(Poespoda rsono, 1988).
Mutagen
Salah satu alkaloid yang sering digunakan antara lain kolkisin. Menurut
Eigsti dan Dustin (1995) kolkisin merupakan suatu senyawa yang dapat diekstrak
dari umbi dan biji tanaman krokus (C. autumnale ) yang termasuk anggota famili
Liliaceae. Kolkisin murni mempunyai rumus kimia C22H25O6 N.
waktu tertentu (Crowder, 1997). Menurut Eigsti dan Dustin (1957) lamanya
kontak antar sel tanaman dengan larutan kolkisin ini berkisar 24 - 96 jam.
Menurut Poespodarsono (1988), kepekaan terhadap perlakuan kolkisin amat
berbeda di antara spesies tanaman. Oleh karena itu baik konsentrasi maupun
waktu perlakuan akan berbeda pula, bahkan untuk bagian tanaman yang berbeda
akan lain pula dosis dan waktunya. Untuk biji yang cepat berkecambah, biji
direndam dalam larutan selama 1-5 hari sebelu m tanam. Untuk kecambah dicelup
kedalam larutan kolkisin selama 3-4 jam, sedangkan untuk tunas larutan dioleskan
atau diteteskan.
Tiap spesies mempunyai tanggapan yang berbeda terhadap konsentrasi
kolkisin yang diperlukan untuk mengubah posisi kromosom. Biasanya 0.5 - 1.0%
pasta atau larutan kolkisin dapat menimbulkan poliploidi. Kolkisin ternyata
mengganggu pembentukkan serabut gelendong dan sitokenesis berikutnya,
sehingga membentuk sel dengan jumlah kromosom yang meningkat. Perlakuan
kolkisin biasanya mengakibatkan perbedaan tingkat ploidi dalam jaringan batang,
karena itu perlu membuat pemeriksaan sitologis dari mixoploid untuk
mengidentifikasi tetraploid (Crowder, 1997).
Penggunaan kolkisin hanya untuk tujuan yang mempunyai arti penting,
karena harganya cukup mahal. Disamping untuk tujuan pemuliaan biasanya
digunakan pula pada penelitian-penelitian. Perlakuan kolkisin termasuk perlakuan
mutasi karena merubah kromosom yang berakibat berubahnya sifat tanaman
(Poespodarsono, 1988).
BAHAN DAN METODE
Metode Penelitian
Penelitian dilaksanakan menggunakan faktor tunggal, yaitu konsentrasi
kolkisin. Rancangan yang digunakan dalam penelitian adalah rancangan acak
lengkap dengan tiga perlakuan yaitu tanpa kolkisin sebagai kontrol, dengan
kolkisin 0.25% dan 0.50%. Setiap perlakuan tiga ulangan sehingga terdapat
sembilan satuan percobaan dan setiap satuan percobaan terdiri atas lima tanaman.
Menurut Mattjik dan Sumertajaya (2000) model rancangan yang digunakan
adalah :
Yij = µ + α i + åij
Dengan i = 1, 2,…,t dan j = 1, 2,…,r
11
Keterangan lambang :
Yij : Pengamatan pada konsentrasi ke-i dan ulangan ke-j
µ : Rataan umum
αi : Pengaruh konsentrasi ke -i
åij : Pengaruh acak pada konsentrasi ke-i ulangan ke-j
Uji statistik yang digunakan adalah uji-t dengan menggunakan fasilitas
MINITAB.
Pelaksanaan
Pembuatan Larutan Kolkisin
Sebelum dibuat larutan perlakuan (0.25 % dan 0.50 %) terlebih dahulu
membuat larutan stok dengan konsentrasi 1 % (1 g kolkisin dalam 100 ml air
destilata steril). Pembuatan larutan perlakuan menggunakan teknik pengenceran.
Pembuatan larutan 0.25 % dilakukan dengan memipet larutan stok kolkisin
sebanyak 20ml dan ditambahkan air destilata sebanyak 60ml. Larutan 0.50 %
dibuat denga n menambahkan 40 ml larutan stok kedalam 40 ml air destilata steril.
Perlakuan kontrol (kolkisin 0 %) adalah air destilata steril 80 ml. larutan dibagi
dua dimasukkan kedalam botol sehingga masing-masing berisi 40 ml.
Pembuatan larutan kolkisin dilakukan di ruang asam. Pada waktu membuat
larutan kolkisin digunakan alat pengaman yaitu sarung tangan karet dan masker
khusus.
Penanaman
Media aklimatisasi (arang sekam steril) disiapkan dalam gelas plastik. Pla nlet
yang sudah direndam kolkisin ditanam pada media tersebut. Aklimatisasi
dilakukan selama 1 bulan.
12
Tanaman jahe yang berumur 1 bulan dipindahkan ke dalam media yang berisi
tanah, arang sekam dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1:1 yang telah
disterilisasi dan diberi pupuk NPK dalam polibag dan ditanam selama 5 bulan.
Pengamatan
Pengamatan dilakukan pada semua tanaman dengan dua tahap pengamatan,
yaitu pengamatan ketika di media aklimatisasi dan di lapangan. Variabel-variabel
yang diamati ketika tanaman di media aklimatisasi adalah :
1. Jumlah daun
2. Tinggi tanaman.
3. Jumlah anakan.
Variabel yang diamati pada tanaman jahe di lapangan sampai panen adalah :
1. Tinggi tanaman diukur dari pangkal batang sampai daun yang paling tinggi.
2. Jumlah daun
3. Diameter batang diukur pada ruas batang yang terbesar dengan menggunakan
jangka sorong.
4. Jumlah anakan
5. Bobot rimpang setelah dipanen
6. Bobot brangkasan setelah dipanen
7. Kandungan klorofil.
8. Kerapatan stomata, lebar stomata, panjang stomata dan lebar sel penjaga
9. Jumlah Kromosom
Penetapan kadar klorofil dilakukan dengan mengambil daun ke -3 atau ke-4
tanaman jahe, kemudian daun segar tersebut ditimbang sebanyak 50 mg lalu
digerus didalam mortar. Gerusan daun tersebut ditambahkan 2 ml aseton 80 %
lalu disentrifuge. Ekstraksi diulangi sampai warnanya tidak berubah kemudian
ditera sampai 10 ml. Contoh tersebut dibaca absorbannya dengan
spektrofotometer (SHIMADZU : UV – 1201) pada panjang gelombang 663 dan
645 nm. Kadar klorofil dalam mg klorofil/g daun segar ditetapkan dengan
persamaan berikut :
{(12,7 x A663) - (2,69 x A645)}
Klorofil-a (mg/g) : xfp
Bobot Contoh
13
Lebar stomata
Panjang stomata
Potongan ujung akar dimasukkan ke dalam air bersih lalu dibuang tudung
akarnya. Selanjutnya akar tersebut dimasukkan ke dalam asam asetat 45% selama
10 menit, kemudian dimasukkan ke dalam larutan yang terdiri atas campuran 1
NHCl : asam asetat 45% (b/v) = 3:1. Selanjutnya akar tersebut direbus ke dalam
air pada suhu 800 C selama 3 - 5 menit, setelah itu diangkat dan dimasukkan ke
dalam pewarna orsein 2% lalu dipindahkan ke gelas preparat dan ditutup dengan
gelas penutup. Selanjutnya akar dipukul-pukul perlahan dengan pangkal pensil
berkaret, kemudian gelas penutup ditekan halus dan pinggirnya dilekatkan dengan
kuteks tak berwarna. Kromosom diamati di bawah mikroskop.
Foto preparat kromosom diolah dengan menggunakan program komputer
Adobe Photoshop. Penggunaan progam komputer tersebut untuk memperbesar
dan memperjelas foto kemudian hasilnya dicetak lalu dihitung jumlah
kromosomnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Tabel 1. Hasil Uji-t Pengaruh Kolkisin terhadap Keragaan Fenotipe Jahe Emprit
Peubah Uraian t P
Lebar Stomata K0 vs K1 0.79 0.573
K0 vs K2 0.47 0.722
K1 vs K2 -0.68 0.509
Panjang Stomata K0 vs K1 -0.09 0.944
K0 vs K2 -1.11 0.466
K1 vs K2 -1.40 0.189
Lebar Sel Penjaga K0 vs K1 1.08 0.392
K0 vs K2 0.28 0.796
K1 vs K2 -0.74 0.482
Klorofil a K0 vs K1 -1.61 0.168
K0 vs K2 -0.89 0.426
K1 vs K2 0.51 0.624
Klorofil b K0 vs K1 -1.55 0.183
K0 vs K2 -0.69 0.531
K1 vs K2 0.66 0.525
Klorofil Total K0 vs K1 -1.60 0.171
K0 vs K2 -0.83 0.453
K1 vs K2 0.55 0.596
Bobot Rimpang K0 vs K1 0.49 0.712
K0 vs K2 0.09 0.934
K1 vs K2 -0.36 0.73
Bobot Akar K0 vs K1 0.80 0.571
K0 vs K2 0.17 0.876
K1 vs K2 -0.62 0.55
Bobot Brangkasan K0 vs K1 1.09 0.472
K0 vs K2 1.15 0.456
K1 vs K2 0.22 0.832
Tinggi Tanaman K0 vs K1 0.07 0.957
K0 vs K2 0.22 0.864
K1 vs K2 0.29 0.777
Jumlah Daun K0 vs K1 0.53 0.607
K0 vs K2 1.04 0.356
K1 vs K2 0.39 0.702
Jumlah Anakan K0 vs K1 1.13 0.295
K0 vs K2 0.19 0.859
K1 vs K2 -0.73 0.487
Diameter Batang K0 vs K1 0.44 0.735
K0 vs K2 0.27 0.832
K1 vs K2 -0.21 0.836
17
Tabel 2. Nilai Rata-rata dan Ragam Peubah Pengaruh Kolkisin terhadap Keragaan
Fenotipe Jahe Emprit
Konsentrasi Kolkisin (%)
Peubah
0 0.25 0.5
Tinggi Tanaman (cm) 50.7 ± 15.1 49.9 ± 11.1 48.2 ± 10.7
Lebar Sel Penjaga (mm) 0.0185 ± 0.0280 0.0157 ± 0.0048 0.0177 ± 0.0047
Klorofil a 0.5692 ± 0.0733 0.7095 ± 0.2096 0.6550 ± 0.1827
Tinggi Tanaman
Berdasarkan data Tabel 2, tanaman jahe dengan perlakuan kolkisin 0.25 %
dan 0.50 % lebih rendah dibandingkan tanaman dengan perlakuan kolkisin
kolkisin 0 %. Tanaman yang tidak diberi kolkisin memiliki nilai rata-rata dan
ragam yang lebih tinggi yaitu 50.7 cm dan ragam 15.1 lebih tinggi dibandingkan
tanaman yang diberi kolkisin.
18
Jumlah Anakan
Hasil penelitian Dwiningsih (2004) menunjukkan pemberian kolkisin pada
tunas jahe emprit dalam kultur in vitro dapat menyebabkan jumlah tunas lebih
rendah dibandingkan perlakuan tanpa kolkisin.
Berdasarkan penelitian ini, tanaman tanpa perlakuan kolkisin memiliki
jumlah anakan yang lebih banyak dibandingkan tanaman dengan pemberian
kolkisin 0.50 % dan kolkisin 0.25 %. Sedangkan tanaman dengan perlakuan
kolkisin 0.50 % memiliki jumlah anakan yang lebih banyak dibandingkan dengan
kolkisin 0.25 %. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2, rata-rata jumlah anakan pada
tanaman tanpa kolkisin 16 tunas, sedangka n nilai keragaman tertinggi terdapat
pada tanaman dengan pemberian kolkisin 0.25% sebesar 5.1 meskipun secara
statistik tidak berbeda nyata.
Faktor penggunaan bibit jahe dan cara perbanyakan berpengaruh terhadap
peningkatan jumlah anakan yang dihasilkan. Menurut Rahardjo (1997)
penggunaan bibit tunas dapat meningkatkan jumlah anakan dan kadar karbohidrat
rimpang, tetapi tidak berpengaruh terhadap peningkatan tinggi tanaman, bobot
segar rimpang dan nisbah bobot kering rimpang/brangkasan.
19
Jumlah Daun
Pada peubah jumlah daun, tanaman jahe tanpa perlakuan kolkisin memiliki
jumlah daun yang paling banyak dibandingkan perlakuan lain. Berdasarkan Tabel
2, Tanaman tanpa kolkisin memiliki rata -rata jumlah daun 136.5 lebih banyak
dibandingkan tanaman jahe pada perlakuan lain. Sedangkan tanaman jahe dengan
perlakuan 0.25 % memiliki jumlah daun yang lebih banyak dibandingkan tanaman
pada perlakuan lain.
Berdasarkan Gambar 5, pada salah satu tanaman contoh, pemberian
kolkisin dengan konsentrasi 0.25 % mengakibatkan tanaman memiliki daun yang
lebih lebar dan panjang tetapi lebih jarang dibandingkan dengan perlakuan yang
lain. Tanaman dengan perlakuan kolkisin 0.50 % memiliki daun yang lebar,
panjang dan lebih rapat dibandingkan tanaman dengan perlakuan kolkisin 0.25 %
sedangkan tanaman dengan perlakuan tanpa kolkisin memiliki daun yang paling
kecil tetapi lebih rapat dibandingkan dengan perlakuan lainnya.
Gambar 5. Bentuk Daun Jahe Emprit pada Berbagai Perlakuan (K0 : kolkisin 0 %,
K1 : kolkisin0.25 % dan K2 : kolkisin 0.50 %)
Diameter Batang
Ukuran Stomata
Stomata pada permukaan daun tanaman mengatur pertukaran gas antara
atmosfer dengan tanaman sehingga berpengaruh terhadap fotosintesis dan
transpirasi. Kadang stomata hanya terdapat di permukaan bawah daun, tapi sering
ditemui di kedua permukaan meskipun lebih banyak terdapat di bagian permukaan
bawah daun (Salisbury dan Ross, 1995). Oleh karena itu pada penelitian ini
bagian yang diamati adalah bagian bawah.
Hasil penelitian Rahayu (1999) ukuran stomata dan sel penjaga tanaman
dengan kolkisin menjadi lebih lebar dibanding tanaman tanpa kolkisin.
Berdasarkan Tabel 2, tanaman tanpa pemberian kolkisin memiliki lebar stomata
dan lebar sel penja ga lebih besar dibandingkan tanaman dengan pemberian
kolkisin. Pemberian kolkisin 0.50 % memiliki panjang stomata lebih besar
dibandingkan tanaman pada perlakuan lain meskipun secara statistik tidak berbeda
nyata.
Perlakuan kolkisin dengan konsentrasi yang lebih tinggi lebih banyak
jumlah stomatanya dibandingkan tanaman dengan konsentrasi kolkisin yang lebih
rendah dan tanaman tanpa kolkisin. Berdasarkan penelitian Arisumi (1973),
21
tanaman Impatiens tetraploid mempunyai stomata dan polen yang lebih besar
dibandingkan tanaman diploid. Menurut Lu dan Bridgen (1997), tanaman
Alstroemaria diploid mempunyai 39 stomata per mm 2 dan yang tetraploid
mempunyai kerapatan stomata lebih rendah, yaitu 22 stomata per mm2. Sel
penjaga stomata tanaman tetraploid lebih besar daripada yang diploid.
Rendahnya jumlah stomata pada penelitian ini, diduga dikarenakan
pengaruh suhu yang tinggi pada rumah plastik. Hasil penelitian Woodword (1987)
menunjukkan bahwa kerapatan stomata sangat bergantung pada konsentrasi CO 2,
yaitu bila CO2 tinggi, jumlah stomata persatuan luas lebih sedikit. Stomata
tumbuhan pada umumnya membuka saat matahari terbit dan menutup pada saat
hari gelap sehingga memungkinkan masuknya CO2 yang diperlukan untuk
fotosintesis pada siang hari. Sebagian besar tumbuhan, konsentrasi CO2 yang
rendah di daun juga membuat stomata membuka. Jika udara bebas CO2 yang
dihembuskan melalui daun sekalipun pada malam hari, maka stomata yang
terbuka sedikit akan membuka lebih lebar. Sebaliknya, konsentrasi CO 2 yang
tinggi di daun menyebabkan stomata menutup sebagian dan ini terjadi saat terang
maupun gelap. Bila stomata tertutup sama sekali (keadaan yang tak lazim terjadi)
udara luar yang bebas CO2 tidak berpengaruh lagi. Selain itu, suhu tinggi (30
sampai 35 0C) biasanya menyebabka n stomata menutup.
A B C
Gambar 6. Bentuk Stomata Tanaman Jahe Emprit pada perlakuan A.Tanpa
kolkisin B.0.25% dan C.0.50%
22
A B C
Gambar 9. Kromosom jahe emprit pada beberapa perlakuan A.Tanpa kolkisin
B. Kolkisin 0.25% dan C. Kolkisin 0.50%
Kesimpulan
Pemberian kolkisin terhadap jahe emprit asal in vitro secara umum tidak
berpengaruh terhadap keragaan fenotipe dan hanya berpengaruh terhadap jumlah
kromosom.
Penggandaan jumlah kromosom tanaman jahe pada perlakuan kolkisin
dengan konsentrasi 0.25% memiliki kisaran jumlah kromosom 2n = 36 - 48,
konsentrasi kolkisin 0.50% memiliki kisaran jumlah kromosom 2n = 43 - 84
sedangkan tanaman jahe tanpa kolkisin memiliki kisaran jumlah kromosom 2n =
22 - 27.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap kandungan minyak atsiri
jahe emprit dan penanaman sebaiknya tidak di rumah plastik tetapi di lapangan.
DAFTAR PUSTAKA
Ajijah, N., B. Martono, N. Bermawie dan E.A. Haddad. 1997. Botani dan
Karakteristik. Monograf No.3 Jahe. Balitro. Bogor.
Hobir dan I. Mariska. 1997. Perbenihan tanaman rempah dan obat. Prosiding
Forum Konsultasi Ilmiah. Balitro. Bogor.
Kikuzaki, H. 2000. Ginger for drug and spice purposes. p.77-83. In:G. Mazza and
B.D. Oomah (Eds.). Herbs, Botanicals and Teas. Technomic Publishing Co,
Inc. Lancaster-Basel.
Lu, C. and M.P. Bridgen. 1997. Chromosome doubling and fertility study of
Alstroemeria Aurea x A. Caryophyllaea. Euphytica 94 : 75-81.
Rahardjo, M., Hobir dan R. Fathan. 1997. Pertumbuhan Bibit Jahe Asal Kultur
Jaringan dengan Pemberian Pupuk Kandang. Prosiding Forum Konsultasi
Ilmiah Perbenihan Tanaman Rempah dan Obat. Balai Penelitian Tanaman
Rempah dan Obat. Bogor. hal 159.
Ramachandran, K., dan P.N. Nair. 1992. Induced tetraploid of ginger (Zingiber
officinale Rosc. ). Journal of Spices & Aromatic Crops 1:39-42.
Rosistiana, O., A. Abdullah, Taryono dan E.A. Haddad. 1991. Jenis-jenis tanaman
jahe. Edisi khusus Penelitian Tanaman Rempah dan Obat VII (1) : 7-10.
Salisbury, F.B dan C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 1 (Diterjemahkan
oleh D.R. Lukman dan Sumaryono). Institut Teknologi Bandung. Bandung.
241 hal.
Salisbury, F.B dan C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2 (Diterjemahkan
oleh D.R. Lukman dan Sumaryono). Institut Teknologi Bandung. Bandung.
173 hal.
Syahid, S.F. dan Hobir. 1996. Pertumbuhan dan Produksi Rimpang Jahe Asal
Kultur Jaringan. J. LITTRI.II(2).
Syukur, C. 2002. Agar Jahe Berproduksi Tinggi. Cet ke-2. Penebar Swadaya.
Jakarta. 64 hal.