Anda di halaman 1dari 25

UNIVERSITAS INDONESIA

UJI AKTIVITAS ANTIINFLAMASI EKSTRAK JAHE (Zingiber


officinale) PADA MODEL MENCIT ASMA KRONIK

PROPOSAL PENELITIAN

HAURA SYIFA
1806194694

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM STUDI FARMASI
DEPOK
MEI, 2020
HALAMAN PENGESAHAN

Proposal penelitian ini diajukan oleh


Nama : Haura Syifa
NPM : 1806194694
Program Studi : Farmasi
Kelas MP : MP - 47
Judul Proposal Penelitian : Uji Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak Jahe (Zingiber
Officinale) pada Model Mencit Asma Kronik

Telah menyelesaikan Proposal Penelitian sebagai bagian persyaratan yang diperlukan


untuk LULUS Mata Kuliah Metodologi Penelitian Kesehatan di Rumpun Ilmu Kesehatan
(RIK) Tahun Ajaran 2019/2020, Universitas Indonesia.

Ditetapkan di : Depok
Tanggal : 9 Juni 2020
Fasilitator : Dr. Aini Gusmira, M. Si., Apt.

Tanda Tangan Fasilitator


Depok, 9 Juni 2020

Dr. Aini Gusmira, M. Si., Apt.

i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan kasih dan sayang-Nya kepada kita, sehingga penulis dapat menyelesaikan
proposal penelitian ini dengan tepat waktu. Penyusunan proposal penelitian ini bertujuan
memenuhi syarat untuk dapat lulus dari mata kuliah Metodologi Penelitian Rumpun Ilmu
Kesehatan di Universitas Indonesia.
Dalam pengerjaan proposal penelitian yang berjudul “Uji Aktivitas Antiinflamasi
Ekstrak Jahe (Zingiber Officinale) pada Model Mencit Asma Kronik”, penulis menyadari
bahwa proposal penelitian ini tidak dapat diselesaikan tanpa adanya bantuan dari semua
pihak yang senantiasa memberikan informasi, masukan, bimbingan, serta dukungan. Oleh
karena itu, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih sedalam-dalamnya kepada Ibu
Dr. Aini Gusmira M.Si., Apt., selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing penulis
dalam penyusunan proposal penelitian ini hingga selesai, orang tua yang telah banyak
memberikan doa dan dukungan kepada penulis secara moril maupun materil, teman-
teman tercinta yang tiada henti memberi dukungan dan motivasi kepada penulis, serta
semua pihak yang telah banyak membantu dalam penyusunan proposal penelitian ini yang
tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Penulis berharap semoga proposal penelitian ini dapat bermanfaat dan berguna
bagi kemajuan ilmu pada umumnya dan kemajuan bidang kesehatan pada khususnya.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan proposal penelitian ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik serta saran yang membangun
guna kesempurnaan proposal penelitian ini.

Depok, 1 Juni 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................................... i


KATA PENGANTAR ...................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ............................................................................................................ v
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................. 2
1.3 Hipotesis ............................................................................................................... 2
1.4 Tujuan Umum Penelitian ...................................................................................... 2
1.5 Tujuan Khusus Penelitian ..................................................................................... 3
1.6 Manfaat Penelitian ................................................................................................ 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................... 4
2.1 Asma ..................................................................................................................... 4
2.1.1 Definisi dan Faktor Risiko Asma ............................................................... 4
2.1.2 Klasifikasi Asma ........................................................................................ 5
2.1.3 Patofisiologi Asma ..................................................................................... 6
2.1.4 Pengobatan Asma ....................................................................................... 7
2.2 Jahe (Zingiber officinale) ...................................................................................... 9
2.2.1 Taksonomi .................................................................................................. 9
2.2.2 Morfologi .................................................................................................. 10
2.2.3 Kandungan Kimia ..................................................................................... 10
2.2.4 Potensi Jahe dalam Pengobatan Asma ..................................................... 11
2.3 Mencit BALB/c .................................................................................................. 11
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................................. 12
3.1 Desain Penelitian ................................................................................................ 12
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................................. 12
3.3 Alat dan Bahan Penelitian .................................................................................. 12
3.3.1 Alat ........................................................................................................... 12
3.3.2 Bahan ........................................................................................................ 12
3.4 Kerangka Konsep ................................................................................................ 13
3.5 Alur Kerja Penelitian .......................................................................................... 13

iii
3.5.1 Rancangan Penelitian ............................................................................... 13
3.5.2 Preparasi Sampel dan Ekstraksi Rimpang Jahe (Zingiber officinale) ...... 14
3.5.3 Perlakuan Terhadap Hewan Uji ................................................................ 14
3.5.4 Penyuntikan Ovalbumin ke Hewan Uji .................................................... 15
3.5.5 Uji Aktivitas Antiinflamasi ...................................................................... 15
3.6 Analisis Data ....................................................................................................... 16
3.7 Jadwal Rencana Pelaksanaan Penelitian ............................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 18

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jadwal Rencana Pelaksanaan Penelitian .......................................................... 16

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut perkiraan WHO, 235 juta orang menderita asma. Asma adalah penyakit
tidak menular yang ditandai dengan serangan sesak napas dan mengi berulang dan
bervariasi dalam tingkat keparahan dan frekuensi dari orang ke orang. Asma adalah
penyakit kronis yang paling umum di antara anak-anak. Asma bukan hanya merupakan
masalah kesehatan masyarakat untuk negara-negara berpenghasilan tinggi, asma terjadi
di semua negara terlepas dari tingkat perkembangannya. Lebih dari 80% kematian asma
terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah ke bawah. Menurut WHO, yang
dirilis pada Desember 2016, ada 383.000 kematian akibat asma pada tahun 2015(1).
Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, melaporkan prevalensi asma di Indonesia adalah
4,5% dari populasi, dengan jumlah kumulatif kasus asma sekitar 11.179.032. Asma
berpengaruh pada disabilitas dan kematian dini terutama pada anak usia 10-14 tahun dan
orang tua usia 75-79 tahun(2).
Faktor risiko terkuat untuk menimbulkan asma adalah zat dan partikel yang
dihirup yang dapat memicu reaksi alergi atau mengiritasi saluran udara(1). Ada dua
pengobatan asma utama, yaitu bronkodilator (umumnya β2-agonis) yang membalikkan
jalan napas dengan melemaskan otot polos saluran pernapasan, dan kortikosteroid, yang
mengobati peradangan saluran pernapasan utama(3). Pemberian obat herbal sebagai
alternatif pengobatan asma bertujuan untuk memanfaatkan potensi alam indonesia untuk
pengobatan asma yang mungkin dapat dijadikan alternatif pengobatan konvensional
serta menghindari efek samping yang dpaat ditimbulkan dari obat konvensional.
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki hutan hujan tropis terbesar
di dunia dan memiliki potensi sebagai produsen tanaman obat dunia. Dari total sekitar
40.000 jenis tanaman obat yang telah dikenal di dunia, 30.000-nya disinyalir berada di
Indonesia (PT. Sido Muncul, 2015)(4). Salah satu tanaman yang dapat dijumpai di
Indonesia adalah jahe (Zingiber officinale) yang berasal dari keluarga Zingiberaceae.
Jahe telah digunakan secara umum dalam sistem pengobatan tradisional untuk

1
pengobatan gangguan pernapasan. Manfaat jahe bagi kesehatan terutama disebabkan
oleh senyawa fenoliknya, seperti gingerol, shogaol, dan paradol. Investigasi dari
penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa jahe memiliki banyak aktivitas
biologis, termasuk antioksidan, antiinflamasi, antimikroba, antikanker, pelindung saraf,
pelindung kardiovaskular, pelindung pernapasan, antiobesitas, antidiabetes, antinausea,
dan aktivitas antiemetik(5).
Berdasarkan efek antiinflamasi dan antioksidan yang dimiliki oleh senyawa
gingerol, shogaol, dan paradol dari jahe (Zingiber officinale), penulis akan melakukan
penelitian lebih lanjut mengenai efek antiinflamasi yang dimiliki oleh ekstrak etanol dan
air tanaman tersebut. Pada penelitian ini, digunakan mencit jantan galur BALB/c yang
diinjeksi oleh ovalbumin (OVA) secara intraperitoneal. Kemudian, akan diamati efek
antiasma yang dihasilkan pada beberapa dosis uji.

1.2 Rumusan Masalah


Tingkat penderita dan kematian akibat asma di Indonesia masih memiliki angka
prevalansi yang cukup tinggi dan kerap terjadi pada anak-anak dan orang tua. Penyakit
asma dapat diobati dengan beberapa tanaman obat, salah satunya adalah menggunakan
ekstrak jahe (Zingiber officinale) dengan kandungan dan mekanisme tertentu.

1.3 Hipotesis
Kandungan gingerol, shogaol, dan paradol dari jahe (Zingiber officinale) yang
memiliki efek antioksidan, antiinflamasi, dan pelindung pernapasan(5) menunjukkan
bahwa jahe (Zingiber officinale) memiliki potensi sebagai terapi alternatif dalam
pengobatan penyakit asma melalui penghambatan ekspresi mediator inflamasi.

1.4 Tujuan Umum Penelitian


Mengetahui aktivitas antiinflamasi ekstrak etanol dan air jahe (Zingiber officinale)
dalam pengobatan asma.

2
1.5 Tujuan Khusus Penelitian
a. Membuktikan bahwa jahe (Zingiber officinale) memiliki efek antiasma secara in
vivo.
b. Mengetahui mekanisme jahe (Zingiber officinale) dalam mempengaruhi asma.
c. Mengetahui kandungan jahe (Zingiber officinale) yang efektif untuk mengobati
asma.

1.6 Manfaat Penelitian


a. Manfaat untuk Peneliti
Manfaat penelitian untuk peneliti yaitu sebagai sarana untuk melatih diri di bidang
penelitian dan menambah pengetahuan peneliti mengenai aktivitas jahe (Zingiber
officinale) dalam pengobatan asma.
b. Manfaat untuk Pendidikan
Manfaat penelitian di bidang Pendidikan yaitu untuk mendukung misi Universitas
Indonesia menjadi universitas berkelas internasional terutama di bidang penelitian.
c. Manfaat untuk Masyarakat
Manfaat penelitian untuk masyarakat yaitu sebagai sumber informasi mengenai
aktivitas jahe (Zingiber officinale) dalam pengobatan asma.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Asma
2.1.1 Definisi dan Faktor Risiko Asma
The Global Initiative for Asthma (GINA) mendefinisikan asma sebagai
penyakit heterogen, biasanya ditandai dengan peradangan saluran napas kronis.
Asma dikaitkan dengan riwayat gejala pernapasan seperti mengi, sesak napas,
sesak di dada dan batuk yang bervariasi dalam intensitas dan berulang dari waktu
ke waktu bersamaan dengan penyumbatan aliran udara di dalam paru-paru yang
bersifat reversibel, baik secara spontan atau dengan pengobatan(3).
Faktor risiko asma dapat berasal dari penjamu (host) dan juga dari lingkungan.
Faktor penjamu antara lain:
1. Riwayat keluarga
Jika orang tua memiliki riwayat penyakit asma, kemungkinan terserang asma
menjadi tiga sampai enam kali lebih besar daripada orang yang tidak memiliki
orang tua dengan asma.
2. Infeksi saluran pernapasan
Masalah pernapasan selama masa bayi dan anak-anak dapat menyebabkan
mengi. Beberapa kasus infeksi saluran pernafasan pada anak terus
berkembang menjadi asma kronis.
3. Alergi
Memiliki kondisi alergi, seperti dermatitis atopik (eksim) atau rinitis alergi
(demam), merupakan faktor risiko untuk terserang asma.
4. Merokok
Asap rokok dapat mengiritasi saluran udara. Perokok memiliki risiko tinggi
terserang asma.
5. Obesitas
Risiko asma lebih besar pada orang yang kelebihan berat badan atau
mengalami obesitas. Pasien obesitas cenderung menggunakan banyak obat,

4
menderita gejala yang lebih buruk dan kurang mampu mengendalikan
asmanya daripada pasien berberat badan sehat.
Sedangkan faktor lingkungan yang dapat meningkatkan risiko asma adalah:
1. Paparan di tempat kerja
Bagi penderita asma, paparan iritan kimia di tempat kerja dapat menimbulkan
gejala asma. Lain hal, pada beberapa orang, paparan debu (debu industri atau
kayu), asap dan uap kimia, serta jamur dapat menyebabkan asma berkembang
untuk pertama kalinya.
2. Asap rokok
Selain perokok itu sendiri, perokok pasif yang menghirup asap rokok juga
dapat mengalami risiko terkena asma.
3. Polusi udara
Paparan kepada kabut asap (ozon) meningkatkan risiko asma. Orang yang
tumbuh atau tinggal di daerah perkotaan memiliki risiko asma yang lebih
tinggi(6).

2.1.2 Klasifikasi Asma


Menurut Kumar et al, 2013, asma dibagi menjadi 4 jenis, yaitu:
1. Asma Atopik
Asma atopik merupakan tipe asma yang paling umum, biasanya dimulai pada
masa kanak-kanak, dan merupakan contoh dari reaksi hipersensitivitas tipe I
yang dimediasi IgE. Serangan asma sering didahului oleh rinitis alergi,
urtikaria, atau eksim. Asma jenis ini dipicu oleh antigen lingkungan, seperti
debu, serbuk sari, bulu binatang, dan makanan. Infeksi juga dapat memicu
asma atopik. Asma atopik juga dapat didiagnosis berdasarkan tes
radioallergosorbent serum (RAST) yang mengidentifikasi adanya IgE spesifik
untuk suatu alergen.
2. Asma Non Atopik
Asma nonatopik disebabkan oleh infeksi pernapasan akibat virus (misalnya
Rhinovirus, virus parainfluenza) dan polutan udara yang dihirup (misalnya

5
sulfur dioksida, ozon, nitrogen dioksida). Meskipun hubungan di antaranya
tidak dipahami dengan baik, mediator humoral dan seluler dari obstruksi jalan
napas (misalnya Eosinofil) untuk varian asma atopik dan nonatopic sama,
sehingga jenis keduanya diperlakukan dengan cara yang sama.
3. Asma yang Diinduksi Obat
Asma jenis ini diinduksi oleh beberapa agen farmakologis, salah satunya
adalah aspirin. Pasien dengan sensitivitas aspirin mengalami rinitis berulang
dan polip hidung, urtikaria, dan bronkospasme. Mekanisme pastinya masih
belum diketahui, tetapi diduga aspirin menghambat jalur siklooksigenase dari
metabolisme asam arakidonat tanpa mempengaruhi rute lipoksigenase,
sehingga menggeser keseimbangan produksi menuju jalur leukotrien yang
menyebabkan spasme bronkial.
4. Asma Okupasional
Bentuk asma ini dirangsang oleh asap (resin epoksi, plastik), debu organik dan
kimia (kayu, kapas, platinum), gas (toluena), dan bahan kimia lainnya.
Serangan asma biasanya berkembang setelah paparan berulang terhadap
antigen tertentu(7).

2.1.3 Patofisiologi Asma


Asma ditimbulkan akibat terjadinya penyempitan pada saluran pernapasan
yang disebabkan oleh bronkokonstriksi, bronkohiperresponsif, edema, dan
peningkatan produksi mukus. Selain itu, interaksi antara faktor penjamu, yaitu
kelainan genetik dengan faktor lingkungan dapat memicu terjadinya asma.
Kelainan genetik pada penderita asma terdapat pada kromosom 5q dan 20q.
Kelainan genetik pada kromosom 5q mempengaruhi produksi IL-13 yang dapat
menimbulkan asama atopik, produksi CD14 yang akan berdiferensiasi menjadi
Th2 dan menyebabkan asma okupasional, alel HLA kelas II yang cenderung
menghasilkan antibodi Ig E, dan gen reseptor β2 adrenergik & gen reseptor IL-4
yang menyebabkan asma atopik dan peningkatan kadar IgE. Sedangkan, kelainan

6
pada kromosom 20q dapat menyebabkan ADAM 33 memproliferasi otot polos
bronkiolus.
Mekanisme terjadinya asma dimulai dari antigen yang terhirup dan masuk ke
saluran pernapasan. Sel dendritik yang berada pada sel epitel akan memakan
antigen tersebut dan mempresentasikan sebagian antigen kepada sel T limfosit.
Kemudian, sel T limfosit tersebut akan berdiferensiasi menjadi sel TH2 yang akan
mensekresikan beberapa sitokin penunjang proses inflamasi. Sitokin tersebut
antara lain IL-4 (menstimulasi pembentukan IgE), IL-5 (mengaktifasi perekrutan
eosinofil agar memproduksi granul dan leukotrien yang berperan sebagai
kemoatraktan), dan IL-13 (menstimulasi sekresi mukus dari kelenjar submukosa
bronkiolus dan juga meningkatkan produksi Ig E oleh sel B). Selain itu, sel T dan
sel epitel juga mensekresikan kemokin yang akan merekrut sel T lain dan eusinofil
ke lamina propria, sehingga memperburuk reaksi. Selanjutnya, IgE yang telah
diproduksi oleh sel B akan berikatan dengan reseptor FcεRI yang berada pada sel
mast sehingga sel mast tersensitisasi.
Setelah terjadi paparan berulang terhadap antigen yang sama, antigen tersebut
akan berikatan dengan IgE, lalu IgE akan melekat pada reseptor FcεRI di sel mast.
Ikatan IgE dengan reseptor FcεRI akan mengaktivasi sinyal transduksi ke
sitoplasma sel mast yang menyebabkan sel mast berdegranulasi dan
mengakibatkan pelepasan beberapa sitokin dan mediator aktif yang ada di granula
sel mast. Sitokin dan mediator tersebut antara lain histamin, prostaglandin D2,
sisteinil leukotriene, IL4, IL5, IL13, IL1β, dan TNFα(7).

2.1.4 Pengobatan Asma


Terdapat beberapa jenis obat yang dapat digunakan sebagai terapi asma, tetapi
obat yang sering digunakan adalah golongan kortikosteroid dan β2 Agonis.
1. Kortikosteroid
Kortikosteroid dapat digunakan untuk mengobati beberapa inflamasi,
salah satunya adalah asma. Kortikosteroid memiliki mekanisme aksi dengan
meningkatkan atau menurunkan suatu ekspresi gen dalam sel inflamasi.

7
Kortikosteroid memasuki sel target dan berikatan dengan reseptor
glukokortikoid (GR) pada sitoplasma. Terdapat beberapa subtipe GR, pada
kasus ini adalah subtipe ⍺. Kompleks steroid-GR bergerak ke dalam nukleus,
dimana akan berikatan secara spesifik pada bagian regulasi upstream gen
target tertentu, menghasilkan peningkatan atau penurunan transkripsi gen,
tergantung dari jenis gen tersebut. Transkripsi beberapa gen antiinflamasi
akan meningkat, sedangkan transkripsi gen inflamatori akan menurun.
Terdapat beberapa mekanisme lain yang penting pada aksi antiinflamasi
kortikosteroid. Kortikosteroid memiliki efek inhibitor pada jalur sinyal MAP
kinase melalui induksi MKP-1, yang dapat menginhibisi ekspresi multi gen
inflamatori. Selain itu, kortikosteroid juga memiliki efek inhibitor terhadap
beberapa sel inflamasi dan sel yang diaktivasi asma, serta mencegah
perekrutan sel inflamasi pada jalur pernapasan. Kortikosteroid menghambat
pembentukan sitokin pro-inflamasi, seperti IL-1, IL-3, IL-4, IL-5, IL-9, IL-13,
TNF-⍺, dan GMSCF (Granulocyte-Macrophage ColonyStinulating Factor)
yang disekresikan pada asma oleh limfosit T, makrofag, dan sel mast.
Kortikosteroid juga menurunkan masa hidup eosinofil dengan cara
menginduksi apoptosis dan mencegah peningkatan permeabilitas vaskular.
Selain itu, kortikosteroid juga memiliki efek inhibitori secara langsung pada
sekresi glikoprotein mukus dari kelenjar submukosal jalur pernapasan dan
efek inhibitori secara tidak langsung dengan menurunkan stimulus regulasi
inflamatori yang menstimulasi sekresi mukus. Contoh obat golongan ini
adalah hidrokortison, budesonide, dan flunisolide. Pemakaian kortikosteroid
inhalasi dapat menimbulkan beberapa efek samping, di antaranya adalah
batuk, kandidiasis orafaringeal, osteoporosis, katarak, glaukoma, pneumonia,
dan abnormalitas metabolisme(8).
2. β2 Agonis
β2 Agonis merupakan obat bronkodilator terefektif yang digunakan
pada pasien dengan asma akut. Obat ini bekerja dengan cara berikatan dengan
β2-adrenoreseptor pada otot polos bronkial sehingga akan mendilatasi otot

8
polos dan meningkatkan jumlah oksigen yang masuk. Obat β2 Agonis banyak
dibuat dengan bentuk sediaan aerosol. Hal tersebut berguna untuk
meningkatkan bronkoselektifitas dan respon cepat dalam melawan
bronkospasme. β2 adrenoreseptor yang berikatan dengan unit alfa, beta, dan
gamma masih belum teraktivasi apabila belum terdapat obat β2 Agonis.
Ketika β2 Agonis berikatan dengan β2-adrenoreseptor, unit alfa dan GTP akan
teraktivasi dan mengaktifkan adenilil siklase untuk meningkatkan siklik AMP
(cAMP). cAMP akan meningkatkan PKA (Protein Kinase A) dan menurunkan
MLCK (Myosin Light Chain Kinase). Penurunan MLCK ini akan
mengakibatkan otot polos bronkial menjadi terdilatasi. Contoh obat golongan
ini adalah albuterol, salmeterol, formoterol, epinefrin, norepinefrin, dan
isoproterenol. Pada penggunaannya, obat golongan β2 Agonis dapat
menimbulkan beberapa efek samping, yaitu tremor, takikardia, hipokalemia,
dan hipoksemia(8).

2.2 Jahe (Zingiber officinale)


Jahe (Zingiber officinale) dikenal sebagai sumber rempah-rempah tajam. Bumbu
ini dihasilkan dari rimpang (batang bawah tanah) tanaman. Diperoleh oleh orang Yunani
dan Romawi dari pedagang Arab lalu menjadi salah satu rempah-rempah oriental
pertama yang masuk ke Eropa.
Zingiber officinale, umumnya dikenal sebagai jahe, adalah rempah yang
dikonsumsi di seluruh dunia untuk keperluan kuliner dan pengobatan. Tanaman ini
memiliki sejumlah bahan kimia yang berperan dalam berbagai pengobatan, seperti
antiartritis, antiinflamasi, antidiabetes, antibakteri, antijamur, antikanker, dll.
2.2.1 Taksonomi
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Zingiberales

9
Famili : Zingiberaceae
Genus : Zingiber
Species : Zingiber officinale Roscoe

2.2.2 Morfologi
Tanaman jahe berpostur tegak dan memiliki akar berserat, tunas yang muncul
ke udara, daun, bunga, dan rimpang. Jahe dapat tumbuh setinggi 1,25 meter.
Rimpang berdaging kuat, hingga 2 cm, tumbuh secara horizontal di bawah tanah
tetapi pada kedalaman dangkal, bercabang tidak teratur tetapi biasanya hanya pada
bidang vertikal, ditutupi dengan timbangan tipis dan tipis yang meninggalkan
bekas seperti cincin. Batang tegak, tidak bercabang, terutama dibentuk oleh
selubung daun, hijau pucat, sering kemerahan di pangkal; sisik yang menutupi
bagian bawah lonjong, sekitar 6 cm x 1 cm, hampir tidak berwarna putih di luar,
dengan vena paralel yang menonjol dan margin yang menakutkan. Buah kapsul
berdinding tipis, 3-valved, merah. Biji kecil, tajam, hitam(9).

2.2.3 Kandungan Kimia


Jahe memiliki komponen bioaktif yang berlimpah, seperti senyawa fenolik
dan terpen. Senyawa fenolik pada jahe antara lain adalah gingerol, shogaol, dan
paradol. Pada jahe segar, gingerol adalah polifenol utama, seperti 6-gingerol, 8-
gingerol, dan 10-gingerol. Jika dipaparkan dengan panas atau disimpan dalam
jangka waktu lama, gingerol dapat diubah menjadi shogaol. Setelah hidrogenasi,
shogaol dapat diubah menjadi paradol. Terdapat senyawa fenolik lainnya dalam
jahe, seperti quercetin, zingerone, gingerenone-A, dan 6-dehydrogingerdione.
Selain itu, ada beberapa komponen terpen dalam jahe, seperti β-bisabolene, α-
curcumene, zingiberene, α-farnesene, dan β-sesquiphellandrene, yang dianggap
sebagai unsur utama minyak atsiri jahe. Selain itu, jahe juga mengandung
polisakarida, lipid, asam organik, dan serat mentah(5).

10
2.2.4 Potensi Jahe dalam Pengobatan Asma
Sesuai dengan patofisiologinya, senyawa fenolik dalam ekstrak jahe dapat
mencegah dan mengobati asma sebagai antiinflamasi dengan cara menghambat
ekspresi sel Th2 dan Th1 yang seharusnya mensekresikan sitokin proinflamasi,
seperti IL-4 (menstimulasi pembentukan IgE) dan IL-5. Ekstrak jahe menunjukkan
efek antiinflamasi yang sebanding dengan obat yang sering digunakan dalam
pengobatan asma manusia, yaitu glukokortikosteroid metilprednisolon. Dalam
penelitian sebelumnya, setelah tikus diberikan ovalbumin, ditemukan level tinggi
total IgE dalam serum tikus tersebut, yang dapat ditekan oleh ekstrak jahe. Ekstrak
jahe secara signifikan menghambat respon imun yang dimediasi Th2, yang terbukti
dengan adanya penurunan produksi IL-4 dan IL-5. Kadar protein IL-4 dan IL-5 di
BALF, bersama dengan kadar serum IgE total, juga secara signifikan dikurangi
oleh ekstrak jahe. Data juga menunjukkan bahwa ekstrak etanol dan cairan dari
jahe secara signifikan mengurangi inflamasi saluran napas dengan mengurangi
infiltrasi sel-sel inflamasi di saluran udara, lesi patologis, hiperplasia sel goblet,
hipersekresi lendir, edema dengan kongesti vaskular, dan jumlah total dan
diferensial eosinofil dan neutrofil dalam darah dan BALF, yang mungkin dapat
dikaitkan dengan penekanan sitokin yang dimediasi Th2(10).

2.3 Mencit BALB/c


BALB/c adalah tikus rumahan dengan strain albino yang dibiakkan di
laboratorium di mana sejumlah substrat umum diturunkan. Saat ini, lebih dari 200
generasi tikus BALB/c didistribusikan secara global, dan merupakan salah satu strain
inbrida yang paling banyak digunakan dalam eksperimen hewan(11). Ciri khas respons
BALB/c kepada begitu banyak jenis infeksi adalah kerentanannya yang terkadang
berlebihan, tetapi tidak berkaitan dengan imunodefisiensi karena BALB/c merespon
imunisasi dengan baik. Karakteristik ini menjadikan BALB/c sebagai model untuk
identifikasi gen yang menentukan kerentanan terhadap penyakit infeksi dan
neoplastik(12).

11
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Desain penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental dengan tujuan
untuk mengetahui aktivitas antiinflamasi ekstrak jahe (Zingiber officinale) pada model
mencit asma kronik galur BALB/c.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini akan dilakukan selama 6 bulan dari bulan April 2020 hingga
September 2020 di Laboratorium Fitokimia dan Farmakologi Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia.

3.3 Alat dan Bahan Penelitian


3.3.1 Alat
1. Timbangan analitik (Shimadzu)
2. Rotary evaporator
3. Pompa vakum
4. Jarum suntik (Spuit Syringe Needle)
5. Mikroskop (Yazumi)
6. Syringe
7. Tabung Eppendorf
8. Hemositometer Neubauer
9. ELISA kit
10. Incubator
11. GraphPad Prism 5 (GraphPad Software, San Diego, CA

3.3.2 Bahan
1. Ekstrak etanol dan ekstrak air rimpang jahe (Zingiber officinale) dari Pasar
Agung, Depok sebagai sampel

12
2. Metilprednisolon (Sigma-Aldrich) sebagai kontrol
3. 25 ekor mencit BALB/c inbrida jantan berusia 6-8 minggu dari Laboratorium
Penelitian dan Pengujian Terpadu Universitas Gajah Mada
4. Kain Muslin
5. Kertas saring Whatman no. 1
6. Etanol 70%
7. Ovalbumin (OVA)
8. Aluminium hidroksida
9. Buffer salin fosfat (PBS)
10. Anestesi kloroform
11. Methanol (Merck)
12. Aquadest

3.4 Kerangka Konsep

Variabel Bebas:
Variabel Terikat:
Ekstrak Etanol dan Ekstrak Air
Aktivitas
Rimpang Jahe (Zingiber officinale)
Antiinflamasi

3.5 Alur Kerja Penelitian


3.5.1 Rancangan Penelitian
Hewan uji BALB/c inbrida (jantan) yang berusia 6-8 minggu dibagi menjadi
5 kelompok. Jumlah minimal hewan uji per kelompok dapat dihitung
menggunakan rumus Federrer:
(t-1)(n-1) ≥ 15
Keterangan:
t : jumlah kelompok
n : jumlah sampel per kelompok

13
Pada penelitian ini, mencit dibagi menjadi 5 kelompok dengan perlakuan
berbeda yang jika dimasukkan ke dalam rumus Federrer:
(5-1)(n-1) ≥ 15
(4)(n-1) ≥ 15
4n - 4 ≥ 15
4n - 4 ≥ 15
n ≥ 4.75 ≈ 5
Jumlah sampel minimal untuk tiap kelompok uji adalah 5 ekor mencit, maka
diperlukan 25 ekor mencit dari populasi yang ada.

3.5.2 Preparasi Sampel dan Ekstraksi Rimpang Jahe (Zingiber officinale)


Semua pengotor dari rimpang Z. officinale segar seberat 2 kg dihilangkan.
Rimpang dikeringkan di bawah naungan pada suhu kamar, dipotong-potong halus,
lalu direndam dalam etanol 70% dan air suling secara terpisah (masing-masing 1
kg) selama 3 hari. Ekstrak disaring dengan menggunakan kain muslin dan
kemudian disaring ulang dengan menggunakan kertas saring Whatman no. 1 dan
ulangi prosedur sebanyak tiga kali. Ekstrak terkonsentrasi di bawah tekanan yang
tereduksi dengan menggunakan rotavapor ditambah dengan pompa vakum pada
suhu 40oC. Ekstraksi menghasilkan 22 g (2,2%) dari ekstrak cair kasar coklat dan
15 g (1,5%) dari ekstrak etanol mentah. Ekstrak terkonsentrasi disimpan pada suhu
20oC sampai tes farmakologis dilakukan dengan menangguhkan ekstrak dalam
larutan salin normal 0,9% sesaat sebelum pemberian(10)

3.5.3 Perlakuan Terhadap Hewan Uji


Dua puluh lima mencit BALB/c inbrida (jantan) yang berusia 6-8 minggu
ditimbang dan dibagi secara acak menjadi lima kelompok: kontrol negatif
(kelompok I), kontrol positif (kelompok II), asma alergi +500 mg/kg ekstrak etanol
(kelompok III), asma alergi +720 mg/kg ekstrak air (kelompok IV), dan asma
alergi +5 mg/kg metilprednisolon (kelompok V). Mencit ditempatkan pada suhu
kamar terkendali (22-24oC) dan kelembaban (45-65%). Mencit disimpan 12 jam

14
di bawah cahaya alami dan siklus gelap. Semua mencit diberi makanan normal dan
air.

3.5.4 Penyuntikan Ovalbumin ke Hewan Uji


Pemberian ovalbumin bertujuan untuk menimbulkan reaksi peradangan
secara berulang sebelum fase penyembuhan total pada hewan uji(13). Semua
kelompok mencit diimunisasi pada hari 0 dan 14 dengan injeksi intravalitoneal 20
mg ovalbumin yang dilarutkan dalam bahan pembantu yang mengandung 2 mg
Al(OH)3 dalam volume 0,1 ml larutan buffer fosfat (PBS) kecuali kelompok
kontrol negatif. Satu minggu setelah sensitisasi kedua, mencit diberi intranasal
1c/o ovalbumin/saline satu kali sehari selama 7 hari (hari 21-27). Mencit dari
kelompok kontrol negatif peka dan diuji hanya dengan PBS.

3.5.5 Uji Aktivitas Antiinflamasi


Kelompok III dan IV dari mencit diperlakukan dengan pemberian ekstrak
etanol intraperitoneal (500 mg/kg) dan ekstrak air (720 mg/kg) 1 minggu setelah
penyuntikan kedua pada saat pemberian ovalbumin selama 7 hari masing-masing
dimulai dari hari ke 21 hingga hari ke 27. Demikian pula, Grup V diberi
metilprednisolon 5 mg/kg secara intra-peritoneal sekali sehari selama 7 hari
berturut-turut. 24 jam setelah pemberian dan pengobatan terakhir, yaitu pada hari
ke 28, semua mencit dibius dengan anestesi kloroform ringan dengan
menempatkan masing-masing mencit selama beberapa detik di dalam toples yang
berisi kapas kecil yang sebagian diguncang dengan kloroform setelah diambil
darahnya dengan cara tusukan intra-jantung.
Setelah kematian, paru-paru dan trakea mencit dieksisi, jaringan non-paru
dipangkas dan dirusak dengan 1ml PBS secara bertahap dengan jarum suntik 3 cc
melalui trakea. Sampel BALF dikumpulkan dalam tabung Eppendorf 5ml. Total
leukosit dalam BALF dihitung dengan menggunakan hemositometer Neubauer.
Untuk jumlah sel diferensial, beberapa tetes BALF disentrifugasi pada slide kaca

15
yang telah diberi metanol, lalu diwarnai dengan pewarna Wright-Giemsa dan
dihitung berdasarkan morfologi yang berbeda.
Kadar IL-4 dan IL-5 ditentukan dalam BALF dengan menggunakan kit
ELISA (enzyme linked immunosorbent essay)(14). Sampel ditambahkan ke dalam
plat 96-well yang dilapisi dengan antibodi yang spesifik terhadap IL-4 dan IL-5.
Kemudian, antibody-terkait-enzim khusus untuk IL-4 dan IL-5 ditambahkan dan
plat diinkubasi. Setelah diinkubasi, plat dicuci dan ditambahkan larutan substrat
yang menghasilkan warna yang menunjukkan jumlah antigen yang ada. Larutan
penghenti ditambahkan untuk menghentikan warna dan intensitas warna diukur
oleh pembaca ELISA pada panjang gelombang 450 nm. ELISA juga digunakan
untuk menentukan level IgE (Immunoglobulin-E) dalam serum pada mencit uji.

3.6 Analisis Data


Data dinyatakan sebagai rata-rata ± kesalahan standar rata-rata. Analisis varian
satu arah (ANOVA) digunakan untuk membandingkan sel-sel inflamasi BALF, sel-sel
inflamasi darah, IgE total, dan level IL-4 dan IL-5 relatif dan absolut dari tikus
Kelompok I-V dan tes Tukey untuk semua perbandingan berpasangan dilakukan jika
perlu menggunakan aplikasi JASP. Nilai p < 0,05 dianggap signifikan.

3.7 Jadwal Rencana Pelaksanaan Penelitian

16
Tabel 1. Jadwal Rencana Pelaksanaan Penelitian

17
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Asthma [Internet]. 2017 [cited 2020 Apr 1]. Available
from: https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/asthma
2. Direktoran Jenderal Pelayanan Kesehatan KKRI. ASMA PENTING DIWASPADAI
(NEVER TOO EARLY, NEVER TOO LATE) [Internet]. 2018 [cited 2020 Apr 1].
Available from: http://yankes.kemkes.go.id/read-asma-penting-diwaspadai-never-
too-early-never-too-late-4209.html
3. Global Asthma Network The Global Asthma Report [Internet]. 2018 [cited 2020 Apr
1]. Available from: www.globalasthmanetwork.org
4. INFO KOMODITI TANAMAN OBAT.
5. Mao QQ, Xu XY, Cao SY, Gan RY, Corke H, Beta T, et al. Bioactive compounds and
bioactivities of ginger (zingiber officinale roscoe). Vol. 8, Foods. MDPI
Multidisciplinary Digital Publishing Institute; 2019.
6. Asthma Risk Factors | American Lung Association [Internet]. [cited 2020 May 7].
Available from: https://www.lung.org/lung-health-diseases/lung-disease-
lookup/asthma/asthma-symptoms-causes-risk-factors/asthma-risk-factors
7. Kumar V, K. Abbas A, C. Aster J. Robbins Basic pathology. 9th ed. Philadelphia:
Elsevier Saunders; 2013.
8. Goodman, &, Gilman. The Pharmacological Basis of Therapeutics. 12th ed. New
York: Mc Graw-Hill; 2011.
9. Zingiber officinale (ginger) [Internet]. [cited 2020 May 9]. Available from:
https://www.cabi.org/isc/datasheet/57537
10. Khan AM, Shahzad M, Raza Asim MB, Imran M, Shabbir A. Zingiber officinale
ameliorates allergic asthma via suppression of Th2-mediated immune response. Pharm
Biol [Internet]. 2015 Mar 1 [cited 2020 Apr 1];53(3):359–67. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25420680
11. Biazin H. Re: What are the characteristic of Balb/c mice? [Internet]. 2019. Available
from:
https://www.researchgate.net/post/What_are_the_characteristic_of_Balb_c_mice/5df

18
73a2d4f3a3e3a00740a0c/citation/download.
12. Potter M. The BALB/c Mouse [Internet]. 1st ed. Potter M, editor. New York: Springer-
Verlag Berlin Heidelberg; 1985. Available from:
https://www.springer.com/gp/book/9783642707421
13. Prinarbaningrum A, Nabawiyati S, Makiyah N. Derajat Peradangan Duodenum
Mencit BALB / c setelah Pemberian Ekstrak Etanol Ubi Jalar Ungu ( Ipomoea batatas
L . ) Diinduksi Ovalbumin The Degree of Duodenums Inflammation of BALB / c Mice
after the Administration of Purple Sweet Potato ( Ipomoea batatas L .) Ethanol Extract
Induced by Ovalbumin. 2016;16(1):1–7.
14. Ran S, Sun F, Song Y, Wang X, Hong Y, Han Y. The Study of Dried Ginger and
Linggan Wuwei Jiangxin Decoction Treatment of Cold Asthma Rats Using GC–MS
Based Metabolomics. Front Pharmacol [Internet]. 2019 Apr 11 [cited 2020 Apr
29];10(APR):284. Available from:
https://www.frontiersin.org/article/10.3389/fphar.2019.00284/full

19

Anda mungkin juga menyukai