Disusun oleh :
NIM : 4411415008
Prodi/Jurusan : Biologi/Biologi
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2018
i
LEMBAR PENGESAHAN
Disusun oleh :
Nama : Wahyu Nilam Cahyati
NIM : 4411415008
Program Studi : Biologi
ii
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayahNya
sehingga penulis dapat menyelesaikan kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL) dengan
baik dan lancar serta dapat menyusun laporan akhir Praktik Kerja Lapangan ini. Laporan
ini disusun untuk memenuhi kewajiban setelah melaksanakan Praktik Kerja Lapangan di
Laboratorium etnobotani, Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi-LIPI. Ucapan
terimakasih penulis ucapkan kepada :
1. Bapak dan ibu yang telah memberikan izin, semangat, pesan dan motivasi kepada
penulis.
2. Dr. Ir. Witjaksono, M.Sc selaku Kepala Pusat Penelitian Biologi-LIPI dan Dr.
Joeni Setijo Rahajoe selaku Kepala Bidang Botani yang telah mengizinkan penulis
menuntut ilmu melalui PKL.
3. Dra. Endah Peniati, M.Si selaku ketua Jurusan Biologi sekaligus ketua prodi
biologi Universitas Negeri Semarang.
4. Prof. Dr.Ir. Amin Retnoningsih, M.Si selaku dosen pembimbing PKL yang telah
memberikan izin, do’a dan semangat kepada penulis.
5. Dr. Mohmmad Fathi Royyani selaku pembimbing lapangan yang sabar
membimbing dan mengarahkan penulis sehingga dapat melakukan kerja dengan
baik.
6. Bu Yayah , Pak Amir dan Pak Dede selaku teknisi Herbarium Bogoriense yang
mengajarkan ilmu baru selama di tempat PKL.
7. Teman-teman seperjuangan yaitu Mega Rifqi Aiunun Najib, Intan Ayu Elissa,
Uswatun Khasanah, Abdul Aziz, Nita Septia Wijiastuti, Khoirul Muhtar dan
Dhanang Priambodo dari Biologi FMIPA yang telah menemani dan berbagi ilmu
selama PKL.
Demikian ucapan terimakasih penulis, semoga kebaikan yang diberikan baik
langsung maupun tidak langsung akan bernilai pahala. Segala sesuatu pasti ada
kekurangannya begitupula pada laporan ini. Karena itu, diharapkan kritik dan saran yang
membangun dapat menjadikan laporan ini lebih bermanfaat. Sekian dan terimakasih.
Semarang, 1 November 2018
iii
DAFTAR ISI
JUDUL.........................……………………………………………………….... I
HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………..... Ii
KATA PENGANTAR………………………………………………................. Iii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………… Iv
DAFTAR GAMBAR...………………………………………………………… V
DAFTAR TABEL……………………………………………………………… Vi
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………… Vii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang……………………….…………………………. 1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………….... 2
1.3 Tujuan Penelitian..........……………………………………....... 3
1.4 Manfaat Penelitian…………………………………………….. 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Melati Gambir (jasminum grandiflorum)…………………........ 4
2.2 Kecamatan Rakit................…….........…………………………. 7
2.3 Etnobotani.........................................................……………...… 8
2.4 Pemanfaatan Tumbuhan...................................……………...… 10
2.5 Budidaya Tumbuhan.........................................……………...… 10
2.6 Pengetahuan Tradisional...…………………………..…….…… 11
2.7 Pengetahuan Ilmiah...................................................................... 12
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Penelitian Etnobotani……….……………...…………...…....... 13
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian.………….……....……………... 13
3.3 Alat dan Bahan.. ...…………………………...............…..…….. 13
3.4 Prosedur Penelitian..............................................…………….... 13
3.5 Teknik Pengambilan Data...........…………………….…............ 16
3.6 Metode Analisis Data……………………...…………….….…. 17
iv
3.7 Klasifikasi Penggunaan………………………...........……........ 17
BAB 4 PEMBAHASAN
4.1 Lokasi Penelitian...........….….……………...…………...…....... 18
4.2 Kondisi Fisik............................………….……....……………... 18
4.3 Pengetahuan dan Pemanfaatan Melati gambir..............…..……. 20
4.4 Pelestarian/ Budidaya...............................…………….... 25
4.5 Pengembangan.................…………………….…............ 35
BAB 5 PENUTUP
5.1 Simpulan...................................................................................... 36
5.2 Saran............................................................................................ 36
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 37
v
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
luas kebun melati gambir di Kecamatan Rakit dari perkebunan seluas kurang lebih 200
Ha menjadi seluas 100 Ha (Kecamatan Rakit Dalam Angka, 2015). Apabila tidak ada
upaya konservasi, keberadaannya semakin jarang dan dapat menuju ke status langka.
Kelangkaan melati gambir disebabkan karena tidak ada usaha penanaman, sementara
itu tanaman melati gambir terus ditebangi dengan berbagai alasan antara lain melati
gambir kurang produktif dibanding dengan budidaya tanaman yang mempunyai nilai
ekonomi tinggi. Selain itu, alih fungsi lahan untuk perumahan. Sementara usaha untuk
memperbanyak melalui penyemaian tanaman melati gambir jarang dilakukan oleh
petani.
Berdasarkan permasalahan tersebut, perlu dilakukan kajian yang
menghubungkan pengetahuan tradisional masyarakat mengenai melati gambir ke
dalam wadah kajian bidang etnobotani. Peneliti (Ellen, 2012) dalam kasus Cassava dari
Maluku Selatan mengkaji aspek pengetahuan tradisonal dihubungkan dengan
linguistik. Berbeda dengan sudut pandang (Tsing, 2012) dalam karya yang berjudul
“Unruly Edges: Mushroom Companion Species.” mengkaji konektifitas antar tempat
melalui produksi jamur dihubungkan dengan budidaya tanpa dijelaskan secara
medetail. Maka dari itu penulis mempunyai cara yang berbeda dalam mengkaji ilmu
etnobotani menekankan aspek botani, pemanfaatan dan sistem budidaya tanaman
melati gambir di kecamatan Rakit Kabupaten Banjarnegara dengan membandingkan
sudut pandang pengetahuan tradisional dengan pengetahuan sains.
2
Manfaat dari penelitian yang dilakukan dapat memberikan masukan untuk
beberapa pihak :
1. Bagi masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan meningkatkan kepercayaan masyarakat
khususnya petani untuk membudidayakan melati gambir dengan terwujudnya
peningkatan produksi panen dan nilai tambah melati gambir. Bagi Produsen
memperluas peluang pemasaran yang menjanjikan di dalam maupun luar
negeri.
2. Bagi Civitas Akademika
Hasil penelitian ini diharapkankan dapat memberikan informasi kepada peneliti
untuk mengetahui kajian etnobotani tanaman melati gambir (jasminum
grandiflorum) dari segi persepsi dan pengetahuan masyarakat yang dilihat dari
aspek nilai ekonomi, nilai konservasi, pemanfaatan dan agronomi dikaitkan
dengan sains.
3. Bagi Pemerintah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pihak dinas
pertanian kota Banjarnegara sebagai langkah awal dalam upaya
penyelamatan pengetahuan masyarakat mengenai pemanfaatan tumbuhan,
kajian ini juga diharapkan dapat membantu upaya konservasi terhadap
keberadaan melati gambir agar tidak menjadi langka dan tetap dibudidayakan
sebagai komoditas perkebunan dengan cara mingkatkan kesejahteraan
masyarakat khususnya petani melati gambir dengan dirintisnya pabrik
pengolahan dan pangsa pasar daerah untuk meningkatkan nilai tambah melati
gambir.
3
1.5 Metode Pengumpulan Data
1. Studi pustaka yang berkaitan dengan objek penelitan etnobotani melati gambir
(Jasminum grandiflorum) di Perpustakaan Pusat Penelitian Biologi-LIPI
Cibinong,
2. Observasi koleksi melati gambir (Jasminum grandiflorum) herbarium
Bogoriense LIPI Cibinong
3. Analisis lanjutan hasil observasi lapang berupa pengambilan sampel dan
dokumentasi
4. Analisis lanjutan pengambilan data menggunakan angket.
1.6 Tinjauan Pustaka
a) Melati Gambir (Jasminum grandiflorum)
Asal usul tanaman melati gambir (Jasminum grandiflorum) belum
diketahui secara jelas, tetapi diduga berasal dari Arab sampai ke kaki
pegunungan Himalaya bagian barat. Namun, distribusi populasi liar berada di
China, Myanmar, Nepal, dan Bhutan termasuk India, Pakistan, Saudi Arabia,
Oman, Yaman, Mesir, Sudan, Ethiopia, Eritrea, Somalia, Uganda dan Kenya.
Saat ini melati gambir sudah dibudidayakan ke penjuru dunia, mulai dari
kawasan beriklim dingin, sub tropis hingga tropis. Jasminum grandiflorum
masuk ke Indonesia yang dibawa dari Taiwan dan dibudidayakan sejak tahun
1930 kemudian pada tahun 1970 tumbuh sebagai tanaman industrial oleh para
petani kebun..Di Indonesia pusat penyebaran melati terpusat di Jawa antara lain
Kab. Brebes, Tegal, Pemalang, Pekalongan, Batang, Purbalingga dan
Banjarnegara, yang luas totalnya sekitar 500 hektare (Jansen, P.C.M, 1999).
Taksonomi dari Melati Gambir (Jasminum grandiflorum) adalah
sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Devisi : Magnoliophyta
4
Kelas : Magnoliopsida
Bangsa : Scrophulariales
Suku : Oleaceae
Genus : Jasminum
Species : Jasminum grandiflorum L. (Edwin, 2006)
Tanaman melati gambir termasuk suku melati-melatian atau
Oleaceae.Tanaman melati merupakan tanaman perdu, mempunyai tinggi 2-3 m,
Berdaun sebagian besar menyirip, daun bulat telur utuh untuk beberapa bentuk
eliptik dengan apex apronumum, tangkai daun hampir tidak ada terdiri dari tiga
foliata berpasangan yang berakhir dengan daun tunggal di ujungnya, bunganya
berwarna putih dengan tubular, kelopak lima atau delapan buah , tabung
silindris, dengan dahan yang menyebar dan dua benang sari di dalam tabung
corolla. Baunya kuat, pahit dengan rasa tajam. Buahnya adalah berry hitam,
elips, buah bulat saat matang. (Mashra et al. 2010)
5
anakan. Di negeri beriklim dingin, misalnya di Perancis, perbanyakan melati
gambir dilakukan dengan sambung pucuk. Sebagai batang bawah digunakan
Jasminum officinale yang relatif tahan terhadap frost. Di kawasan tropis yang
hangat, penggunaan benih sambungan tidak diperlukan namun cukup dengan
benih stek atau anakan (Jansen, P.C.M, 1999)
Jasminum grandiflorum dapat tumbuh dari iklim hangat ke zona tropis.
Tumbuh pada ketinggian <600 mdpl, untuk perkebunana paling optimal pada
ketinggian < 500 mdpl. Lebih suka kondisi cerah yang hangat dengan
kelembaban tanah yang cukup, Suhu udara udara normal pada siang 28-36°C
dan malam 24-30°C dengan kelembaban udara 50 – 80%. Beberapa kultivar
cukup toleran kekeringan dan pembungaan akan tertekan pada keadaan
ternaungi. Kultivar cocok pada hampir semua tanah yang kering, tetapi lebih
menyukai kondisi tanah liat atau lempung berpasir dengan pH antara 6 - 8.
Tidak cocok dengan kondisi tanah yang berawa, tergenang air, berbatu dan
kandungan salinitas tinggi (Jansen, P.C.M, 1999).
6
sampai Kab. Brebes, Tegal, Pemalang, Pekalongan, Batang, Purbalingga dan
Banjarnegara (Jansen, P.C.M, 1999). Pada tahun 1984 produksi melati gambir
di Kecamatan Rakit Kabupaten Banjarnegara sudah mulai pada ranah
perdagangan nasional. (Kecamatan Rakit dalam Angka, 1986).
7
objek budidaya tanaman meliputi tanaman pangan, hortikultura, dan
perkebunan. Suatu kegiatan dimasukkan dalam tindak budidaya dikatakan
apabila telah melakukan 3 hal pokok yaitu:
1. Melakukan pengolahan tanah
2. Pemeliharaan untuk mencapai produksi maksimum
3. Tidak berpindah-pindah.
Aspek budidaya meliputi aspek pemuliaan tanaman, aspek fisiologi
tanaman dan aspek ekologi tanaman. Ketiganya merupakan suatu gugus ilmu
tanaman yang langsung berperan terhadap budidaya tanaman dan sekaligus
terlibat pada produksi tanaman. Salah satu tujuan terpenting dari budidaya
tanaman adalah meningkatkan nilai ekonomi dan pendapatan masyarakat tani
ke arah yang lebih baik. Disamping itu perlu diperhatikan jaminan terhadap
kelestarian lingkungan hidup (Hanum, 2008)
d) Pengetahuan Tradisional dan Sains Mengenai Melati Gambir
Interaksi yang terus menerus antara manusia dan melati gambir-
walaupun awalnya untuk tujuan ekonomi- dapat menciptakan pranata sosial
budaya dan pengetahuan terkait dengan pemanfaatan dan budidaya melati
gambir. Selama ini pengetahuan tradisional dimaknai sebagai hasil relasi
manusia dan tumbuhan dalam rentang waktu yang cukup lama, memiliki asal-
usul leluhur secara turun-temurun, hidup di wilayah tertentu, memiliki sistem
nilai, ideologi, sistem politik, budaya dan sosial yang khas (Affandi, 2002).
Akibat dari pemahaman pengetahuan yang demikian, ketika suatu
masyarakat mengalami proses perubahan orang akan mengkhawatirkan
hilangnya pengetahuan tradisional pada suatu masyarakat. ILO (International
Labour Organisation) (1989) pun masih terjebak pada pemahaman yang
melihat pengetahuan tradisional sebagai bagian dari milik suatu komunitas
yang seolah jauh dari peradaban.
Banyak literature menmbahas pengetahuan sains asli sering disebut
dengan folk knowledge, traditional konwledge, western science atau traditional
ecological knowledge (Sudarmin dalam Battiste, 2005; Duit, 2007). Ridwan
8
(2007) menyebutkan bahwa traditional knowledge atau kearifan tradisional
dapat diartikan sebagai usaha manusia dalam menggunakan akal budinya untuk
bertindak dan bersikap terhadap suatu objek atau peristiwa pada suatu kondisi
tertentu. Selain itu menurut Gunawan (2008) pengetahuan tradisional (kearifan
tradisional) merupakan hasil adaptasi suatu komunitas yang berasal dari
pengalaman hidup yang dikomunikasikan dari generasi ke generasi, sehingga
dianut dalam jangka waktu yang cukup lama.
Melihat pengetahuan tradisional sebatas pada ‘kekayaan masa lalu’
semata akan berdampak pada kurang peka dalam melihat dinamika di
masyarakat yang dapat melahirkan pengetahuan-pengetahuan baru. Seperti
dalam kasus melati gambir di Banjarnegara. Dari hubungan orang dengan
melati gambir tidak hanya persoalan ekonomi semata melainkan juga
munculnya pengetahuan-pengetahuan baru terhadap pemanfaatan dan
pengembangan melati gambir. pengetahuan tersebut hasil dari interaksi dengan
melati gambir dan cognitive memories masyarakat mengenai tumbuhan.
Masih ada dikotomi antara pengetahuan tradisional dan sains. Definisi
mengenai Sains dibuat berbeda dengan pengetahuan tradisional. Sains diartikan
sebagai ilmu pengetahuan yang dapat dipahami secara ilmiah dan berbasis pada
kerja ilmiah, Pengetahuan sains ilmiah bersifat objektik, universal, dan proses
bebas nilai (value-free proces) dan dapat dipertanggungjawabkan (Sudarmin
dalam Battiste, 2005; Duit, 2007).
Pada hakekatnya pengetahuan sains mempunyai beberapa syarat yang
harus dipenuhi. Pertama, bersifat rasional dimana pernyataan atau hipotesis
yang dibuat harus berdasarkan rasio/perbandingan. Rasional menunjukan
adanya hubungan pengaruh atau hubungan sebab akibat. Kedua, bersifat
empiris. Hipotesis yang dibuat diuji kebenaranya mengikuti prosedur metode
ilmiah. Untuk menguji hipotesis ini digunakan metode eksperimen. Setelah
hipotesis terbukti maka perlu dilakukan eksperimen berkali-kali. Hipotesis
dapat berubah menjadi teori yang rasional – empiris. Teori seperti ini disebut
sebagai teori ilmiah.
9
Cara memperoleh pengetahuan sains didorong oleh paham humanisme
yaitu paham filsafat yang mengajarkan bahwa manusia mampu mengatur diri
dan alam. Rasionalisme ialah paham yang mengatakan bahwa akal itulah alat
pencari dan pengukur pengetahuan. Pengetahuan dicari dengan akal, hasil
temuan diukur dengan akal. Empirisme ialah paham filsafat yang mengajarkan
bahwa yang benar ialah yang logis dan ada bukti
empiris. Positifme mengajarkan bahwa kebenaran ialah yang logis ,ada bukti
empirisnya, yang terukur (Afif, 2012).
Untuk itu kajian ini akan ”mendamaikan” antara pengetahuan
tradisional dan sains karena pada dasarnya pengetahuan tradsional sesuai
dengan kaidah-kaidah ilmu pengetahuan (Herwasono Soedjito dan Endang
Sukara, 2006).
e) Kecamatan Rakit
Kecamatan Rakit merupakan kecamatan berbatasan sebelah timur
dengan Kecamatan Wanadadi dan sebelah selatan dengan Kecamatan
Purwonegoro Kabupaten Banjarnegara dan sebelah barat berbatasan dengan
Kecamatan Bukateja dan sebelah utara dengan Kecamatan Kejobong
Kabupaten Purbalingga. Rakit memilki jarak ke ibukota kabupaten
Banjarnegara kurang lebih 22 km. Kecamatan Rakit terdiri dari 11 desa yaitu
Desa Adipasir, Badamita, Bandingan, Gelang, Kincang, Lengkong, Luwung,
Pingit, Rakit, Situwangi, dan Tanjunganom. Luas wilayah Rakit seluas
3.244.624 Ha dengan topografi landai sampai merata di wilayah Rakit selatan
dan topografi landati sampai bergelombang di wilayah Rakit sebelah utara.
Titik koordinat kecamatan Rakit adalah 7°24’40 - 7°44 LS dan 109 °30’37.2” -
109° 58 BT. Luas wilayah Kecamatan Rakit 3.244.624 Ha yang terdiri dari 11
Desa, 55 Dusun, 61 RW dan 277 RT, dengan lahan basah yang di pergunakan
untuk persawahan 1.050 Ha, tegal 575 Ha, kolam 49 Ha, pekarangan 1.300 Ha
dan 279 Ha untuk lainya (BPS Kecamatan Rakit Dalam Angka, 2018).
10
Sumber : Kecamatan Rakit dalam Angka 2017
Gambar 2. Peta Kabupaten Banjarnegara
Kecamatan Rakit memiliki potensi yang merata di sektor pertanian,
perikanan, perkebunan dan kehutanan. Di wilayah Rakit sebelah selatan lebih
menonjol di sektor pertanian, perikanan, dan perkebunan. Tanaman perkebunan
di wilayah Rakit selatan ini didominasi tanaman melati gambir. Tanaman ini
menghasilkan bunga melati sebagai bahan campuran teh “tubruk” maupun teh
“celup”. Sedangkan wilayah Rakit sebelah utara disamping menghasilkan
perkebunan juga kehutanan. Hasil perkebunan seperti melati gambir, gula,
kelapa, lada, dan kopi. Sedangkan tanaman kehutanan yang dominan yaitu alba
(Albazia falcataria) dan jenis lainnya seperti Mahoni (Swietenia mahagoni),
Jati (Tectona grandis), dan Suren (Toona sureni).
Kecamatan Rakit merupakan daerah sentra penghasil melati gambir
(Jasmine grandiflorum) di Jawa Tengah. Daerah potensial melati gambir berada
di sebelah selatan Kecamatan Rakit, Kabupaten Banjarnegara. Daerah tersebut
meliputi Desa Situwangi, Desa Gelang, Desa Adipasir, Desa Tanjunganom,
Desa Kincang. Daerah tersebut masih mengandalkan hasil panen melati gambir
untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari oleh petani.
11
BAB II
PAPARAN LAPORAN
BAB III
Aktivitas kerja dilakukan selama 5 minggu hari kerja, kerja yang dilakukan
meliputi observasi museum Etnobotani, Kajian Literasi tanaman florikultura melati
gambir, observasi pembuatan herbarium dan penyusunan laporan PKL. Secara Rinci
aktivitas per minggu adalah:
12
BAB V
METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret – Juli 2018 bertempat di 5 Desa
(Desa Situwangi, Desa Kincang, Desa Gelang, Desa Adipasir, Desa Tanjunganom) di
Kecamatan Rakit Kabupaten Banjarnegara.
4.2 Penentuan Informan
Reponden diambil dari masyarakat Desa Situwangi, Desa Kincang, Desa
Gelang, Desa Adipasir, Desa Tanjunganom di Kecamatan Rakit Kabupaten
Banjarnegara dari usia remaja, dewasa, dan lansia. Sampel dalam penelitian terdiri dari
informan kunci, dan non informan kunci. Teknik pengambilan responden non informan
kunci dalam penelitian ini menggunakan cara purposive sampling. Sampel ditentukan
berdasarkan penggolongan kriteria umur remaja (10-24 tahun), Dewasa (25-45 tahun)
dan lansia sampai manula ( >46 tahun) dan kriteria gender. Sedangkan Pemilihan
reponden kunci dilakukan dengan teknik snowball sampling. Responden kunci adalah
orang yang memiliki pengetahuan luas mengenai nama lokal tumbuhan dan manfaat
atau kegunaan dari tumbuhan tersebut serta memiliki intensitas tinggi dalam
pemanfaatan tumbuhan.
13
gambir. Data kualitatif diperoleh dari hasil wawancara masyarakat untuk mengetahui
pengetahuan masyarakat mengenai cara budidaya, pemanenan hingga cara
pemanfaatan. Sedangkan data kuantitatif berupa persentase penggunaan organ
tumbuhan melati gambir, persentase pemahaman pemanfaatan melati gambir
berdasarkan perbedaan umur dan analisis kandungan sampel tanah.
Σ bagian tumbuhan yang digunakan
𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛 𝑏𝑎𝑔𝑖𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛 = 𝑋 100%
Σ seluruh bagian yang digunakan
14
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Sketsa Wilayah
Pengambilan sampel melati gambir dilakukan di 5 Desa di Kecamatan
Banjarnegara yaitu Desa Kincang, Desa Gelang, Desa Adipasir, Desa Tanjunganom
dan Desa Situwangi.
15
5.2 Kondisi Fisik
5.2.1 Topografi
Topografi yang berbeda menyebabkan perbedaan penerimaan intensitas cahaya,
kelembaban, tekanan udara, dan suhu udara, sehingga topografi dapat menggambarkan
distribusi makhluk hidup. Perkebunana melati gambir paling optimal pada ketinggian
< 500 mdpl (Jansen, P.C.M, 1999).. Topografi wilayah penelitian adalah sebagai berikut :
No. Desa Ketinggian (mdpl)
1 Situwangi 133
2 Gelang 142
3 Adipasir 167
4 Tanjunganom 197
5 Kincang 195
Sumber : Kecamatan Rakit dalam angka 2017
5.2.2 Tanah
Jenis tanah yang berada di kecamatan Rakit merupakan tanah litosol. Tekstur
tanah litosol kasar dan cenderung bersifat sarang. Kesarangan yang tinggi menjadikan
tanah memiliki daya memegang air yang rendah. Kandungan tanah tersebut paling
cocok untuk tumbuh melati gambir. Kriteria tanah yang optimal untuk pertumbuhan
melati gambir adalah remah, porous, tidak mudah tergenang, berpasir dan kaya akan
bahan organik dengan pH 6 – 8 (Jansen, P.C.M, 1999).
16
Tabel Laporan Hasil Pengujian Unsur Hara Mikro dan Makro Tanah
No Parameter 1 2 3 4 5 6
. Tekstur C- (N- PO K2O Unsur Hara makro dan Mikro
Pasir Debu Liat Organik Kjeldahl) HCL 25% HCL 25% Ca S Fe
Satuan % % % Mg/100 g Mg/100 g % % %
1 Situwangi 15,02 38,67 46,31 1,23 0,17 174,82 35,41 0,01 Tidak Terdeteksi 70139,21
2 Gelang 12,63 56,37 31,01 3,04 0,37 478,14 50,81 0,01 Tidak Terdeteksi 50588,00
3 Adipasir 12,94 52,14 34,91 1,42 0,20 211,91 28,29 0,03 Tidak Terdeteksi 46823,40
4 Tanjunganom 6,39 67,39 26,22 2,72 0,26 1007,44 48,77 0,02 Tidak Terdeteksi 37693,62
5 Kincang 6,93 58,64 34,43 1,65 0,23 197,67 24,46 0,01 Tidak Terdeteksi 75904,52
Laporan Hasil Analisis Tanah BPTP, 2018
Komposisi tekstur tanah melati gambir terdiri dari pasir, debu dan tanah lait. berdasarkan tabel diatas menunjukkan
perbandingan persentase yang berbeda-beda untuk setiap wilayah. Sedangkan pengetahuan masyarakat petani gambir mengenai
komposisi tahah yang bagus untuk digunakan adalah tanah liat : Tanah Pasir : Debu adalah 1:1:1. Perbedaan komposisi kandungan
tanah disebabkan kandungan unsur makro dan mikro tanah yang berbeda.
Kandungan bahan organik tanah Litosol sangat rendah dan bahkan nihil. Rendahnya kandungan hahan organik dalam tanah
menjadikan tanah tersebut miskin akan unsur-unsur N-P-K dan unsur mikro. Selain itu disebabkan oleh pelapukan batuan induk
yang belum lanjut. Hal ini nampak sangat nyata pada tanah Litosol yang berkembang dari batuan napal. Napal hanya tersusun dan
lempung dan gamping sehingga miskin akan unsur-unsur kimia yang bermanfaat bagi tanaman (Suroyo et al, 2013). Berdasarkan
uji analisis kandungan tanah didapatkan hasil bahwa rerata kandungan C-Organik 2,008 %, N-Kjeldahl 0, 236% , Ca 0,016%.
1
5.2.3 Iklim
Segi letak geografis wilayah tersebut termasuk wilayah yang optimal untuk
tumbuh melati gambir . suhu rata -rata antara 21,4 – 28,2 C dengan kelembaban udara
79,2 – 88,4 %, curah hujan 5,542 dan kecepatan angin 10,91. 456.08
5.3 Pengetahuan dan pemanfaatan Etnobotani Melati Gambir
PENGETAHUAN TRADISIONAL
MASYARAKAT MENGENAI
PEMANFAATAN MELATI GAMBIR
60
50 56
40 46
30
20
10
2 2 4 7
0
Campuran teh Pengusir semut Parfum Handbody Sabun Pewangi
1
Pengetahuan masyarakat mengenai kegunaan melati gambir adalah sebagai
bahan campuran teh, pengusir semut, parfum, handbody, sabun dan pewangi.
Pemahaman mereka didapatkan dari informasi yang diberikan oleh para sesepuh atau
dari sumber lain. Namun, sedikit dari masyarakat yang menggunakan melati gambir
untuk kegiatan sehari-hari yaitu sebagai campuran teh dan pengusir semut.
b. Pestisida
Melati gambir bisa digunakan sebagai pestisida alami untuk pengusir semut
rumah. Bunga melati mengandung senyawa Komponen dominan keharuman bunga
adalah kandungan linalool 2,9478 %, geraniol, eugenol yang dikenal dengan zat
pengusir serangga ( Regina & Rahma, 2017) . Bunga yang digunakan adalah bunga
yang mekar sempurna. Bunga diremas-remas dengan menggunakan tangan setelah itu
ditaburkan disekeliling tempat keberadaan semut. Lambat laun semut akan berpindah
dan mati.
Selain itu masih banyak manfaat dari melati gambir yang belum terungkap oleh
masyarakat kecamatan Rakit. Berdasarkan penelitian ilmiah di beberapa negara
didapatkan hasil bahwa melati gambir dimanfaatkan dalam bidang kesehatan, farmasi,
industri. Sedangkan berdasarkan pengetahuan tradisional masyarakat di beberapa dunia
meyakini bahwa melati gambir memegang peranan penting untuk pengobatan
tradisonal, acara kebudayaan dan ritual keagamaan.
2
Organ Akar Batang Daun Bunga
Pemanfaatan
Kosmetik V
Handbody V
Sabun V
Produk V
minuman
Pengobatan V V V V
Pestisida V
Cat V
Kebudayaan V
Pesta dan V
Dekorasi
Aromaterapi V
Farmasi V V
a. Bidang Kesehatan
3
Bunga, berguna dalam stomatopathy, cephalopathy, odontopathy, ophthalmopathy,
leprosy, penyakit kulit, pruritis, strangury, dismenorea, bisul, sebagai kondisi
refrigerant, ophthalmic dan vitiated dari pitta (Wariar, 2004).
c. Pengguaan Upacara Kebudayaan
Pada jaman dahulu Jasminum grandiflorum dimanfaatkan upacara keagamaan
dan bunga tabur di pesta. Para juru rias kerajaan memanfaatkan sebagai hiasan
tambahan yang dipasang pada keris dan sanggul setelah dironce terlebih dahulu.
Penggunaan melati bermakna ganda , selain menambah keindahan dan keanggunan
juga memancarkan aroma yang kuat dan tahan lama (Hyene, 1987)
d. Hiasan dan dekorasi
Melati gambir digunakan untuk hiasan dan dekorasi ruangan diacara pesta.
Masyarakat setempat menggunakan bunga yang mekar sempurna. Warna bunga melati
putih bersih dan indah dipandang, selain itu aroma yang harum menjadi daya tarik
tersendiri.
e. Aromaterapi
Bunga melati gambir mengadung senyawa aprodisiak sehingga meningkatkan
gelombang beta di otak yang memberikan efek menenangkan. Ahli aroma terapi
percaya minyak Jasmine dapat bermanfaat sebagai antidepresan, sebagai penenang
stres, rasa sakit, dan kecemasan (Kulkarni, 2004). Pembuatan aromaterapi dilakukan
dengan cara ekstraksi kandungan minyak atsiri yang terkandung didalam bunga.
Ekstraksi minyak atsiri diperoleh melalui beberapa cara antara lain proses penyulingan,
ekstraksi dengan pelarut menguap, ekstraksi dengan lemak dingin, dan ekstraksi
dengan lemak panas cara. Produk aromaterapi bunga melati gambir antara lain lilin
aromaterapi dan pengharum ruangan.
f. Bidang Industri
Bunga melati memiliki aroma wangi yang khas yang dihasilkan dari kandungan
minyak atsiri. Minyak atsiri diperoleh dari organ bunga pada melati gambir. Pemberi
bau pada minyak atsiri adalah turunan benzene. Melati gambir mengandung benzil
acetat 46,8 % (Suyanti dkk, 2003). Di Indonesia penggunaan minyak atsiri bunga
4
melati dalam jumlah besar digunakan sebagai bahan baku dalam berbagai industri,
misalnya pada industri kosmetik, sabun, parfum, dan aroma terapi (Sani, 2012).
Bahan baku pembuatan kosmetik, sabun, parfum dan aroma terapi menggunakan
bunga yang mekar sempurna kriteria gundul. Untuk menghasilkan produk tersebut,
dilakukan dengan cara pengambilan minyak atsiri melalui beberapa cara yaitu dengan
penyulingan, ekstraksi dengan pelarut menguap, ekstraksi dengan lemak dingin, dan
ekstraksi dengan lemak panas. Minyak atsiri (Manurung 2010).
4.4 Aspek Pelestarian/Budidaya
4.4.1 Pembibitan
Budidaya melati gambir dilakukan dengan cara generatif maupun vegetatif.
Cara generatif diperbanyak dengan benih, namun produksi benih terbilang rendah
dengan viabilitas dibawah 50% dan benih hanya layak ditanam selama 6 bulan saja.
Perbanyakan kultivar dengan cara vegetatif dilakukan dengan cara (Jansen, P.C.M,
1999). Mayarakat petani melati gambir menggunakan teknik stek batang diukur
sepanjang 12 – 20 cm yang diambil dari tunas terminal. Stek batang dinilai lebih praktis
dan waktu tumbuh lebih cepat untuk pertumbuhan akar.
Stek direndam dengan larutan penumbuh akar setelah itu, ditancapkan pada
medium semai berisi campuran tanah dan pasir steril/bersih sedalam 10–15
cm/sepertiga dari panjang stek dan ditutup permukaan wadah persemaian dengan
lembar plastik bening (transparan) agar udara tetap lembab. Dasar wadah/polybag
diberi lubang kecil untuk pembuangan air yang berlebihan. Pemeliharaan bibit stek
dilakukan penyiraman secara kontinu 1–2 kali sehari dan bibit stek mendapat sinar
matahari pagi. Tanaman bibit stek yang sudah berakar cukup kuat (umur 20-30 hari
dipindah ke dalam polybag berisi medium tumbuh campuran tanah, pasir dan pupuk
organik (1:1:1). Bibit melati dipelihara secara intensif dengan dilakukan penyiraman,
pemupukan dan penyemprotan pestisida dosis rendah hingga bibit berumur 3 bulan.
(Jansen, P.C.M, 1999).
4.4.3 Pengolahan Media Tanam
5
Sebelum penanaman, kondisi lahan harus diolah terlebih dahulu. Lahan tanam
kebun melati gambir dibersihkan dari rumput liar (gulma), pepohonan yang tidak
berguna/batu-batuan agar mudah pengelolaan tanah dengan cara dicangkul/dibajak
sedalam 30-40 cm hingga gembur. Membentuk bedengan selebar 100-120 cm,
menggali lubang tanam sedalam 30-40 cm, jarak antara bedeng 40–60 cm dan panjang
disesuaikan dengan kondisi lahan. Disekitar lubang diberi pupuk kandang kotoran
kambing atau sapi secukupnya dan setelah 5 hari dilakukan pemberian pupuk, bibit
siap ditanam (hasil Wawancara Petani, 2018). Menurut dinas pertanian dan hortikultura
ada cara tersendiri sebelum penanaman , bibit melati diadaptasikan dulu disekitar
kebun. Lahan kebun yang siap ditanami diberi pupuk dasar terdiri atas 3 gram TSP
ditambah 2 gram KCI per tanaman.
Bibit melati gambir hasil stek yang sudah tumbuh akar siap ditanam di lahan
yang disediakan. Setelah 5 hari penanaman bibit melati gambir diberi pupuk urea dan
TSP. pada masa awal penanaman dilakukan penyiraman rutin selama seminggu . Jarak
tanam dapat bervariasi, tergantung pada bentuk kultur budidaya, kesuburan tanah
bentuk kultur perkebunan. Jarak tanam umumnya adalah 60 x 110 cm atau 100 x 120
cm
4.4.4 Pemupukan
Pemberian pupuk kandang dengan cara ditaburkan di atas permukaan tanah,
kemudian campurkan secara merata dengan lapisan tanah atas. Pupuk kandang yang
biasa dipakai petani adalah kotoran kambing atau sapi. Menurut dinas pertanian
penggunaan pupuk kandang yang dimasukkan pada tiap lubang tanam sebanyak 1-3
kg. Untuk pemupukan dilakukan 2 kali selama sebulan, berikutnya pemupukan
dilakukan sebulan sekali.
Jenis tanah di daerah Rakit merupakan tanah litosol dimana kandungan bahan
organik rendah. Jenis tanah ini perlu penambahan bahan organik yang sangat banyak
dan kontinyu. Salah satu penghasil bahan organik yang tinggi dan kontinyu adalah
ternak sapi. Dengan memanfaatkan bahan organik yang bersumber dari beternak sapi
yang kontinyu menyebabkan tanah Litosol dapat menjadi subur yang ditandai dengan
6
peningkatan bahan organik tanah, kandungan hara dalam tanah serta perbaikan sifat
fisik dan kimia tanah. (Suroyo, 2018)
Pemberian pestisida dilakukan 3 bulan sekali setelah penanaman. Selanjutnya
cukup sebulan sekali dengan pemberian ponska atau mutiara. Penggunaan pupuk urea
sedikit dikurangi porsinya karena akan mengakibatkan daun terlalu rimbun namun
jumlah bunga berkurang. Berdasarkan pedoman budidaya melati gambir Pemupukan
tanaman melati dilakukan tiap tiga bulan sekali. Jenis dan dosis pupuk yang digunakan
terdiri atas Urea 300-700 kg, TSP 300-500 kg dan KCI 100-300 kg/ha/tahun.
Pemberian pupuk dapat dilakukan dengan cara disebar merata dalam parit di antara
barisan tanaman/sekeliling tajuk tanaman sedalam 10-15 cm, kemudian ditutup dengan
tanah atau dengan cara memasukan pupuk ke dalam lubang di sekeliling tajuk tanaman
melati.
Waktu pemupukan adalah sebelum melakukan pemangkasan, saat berbunga,
setelah panen bunga dan pada saat pertumbuhan kurang prima.Pemberian pupuk dapat
meningkatkan produksi melati, terutama jenis pupuk yang kaya unsur fosfor (P), waktu
penyemprotan pupuk daun dilakukan pada pagi hari (Pukul 09.00) atau sore hari (pukul
15.30-16.30) atau ketika matahari tidak terik menyengat.
4.4.5 Pemeliharaan Tanaman
a) Penjarangan dan Penyulaman.
Cara penyulaman adalah dengan mengganti tanaman yang
mati/tumbuhan abnormal dengan bibit yang baru. Teknik penyulaman
prinsipnya sama dengan cara penanaman, hanya saja dilakukan pada
lokasi/blok/lubang tanam yang bibitnya perlu diganti. Waktu penyulaman
sebaiknya dilakukan pada pagi/sore hari, saat sinar matahari tidak terlalu terik
dan suhu udara tidak terlalu panas.
b) Penyiangan
Pada umur satu bulan setelah tanam, kebun melati sering ditumbuhi
rumput rumput liar (gulma). Rumput liar ini menjadi pesaing tanaman melati
dalam pemenuhan kebutuhan sinar matahari, air dan unsur hara. Untuk
7
penyiangan dilakukan menggunakan tangan dengan pencabutan manual dan
juga menggunakan “arit” atau sabit.
c) Pengairan dan Penyiraman
Pada fase awal pertumbuhan, tanaman melati membutuhkan
ketersediaan air yang memadai. Pengairan perlu secara kontinyu pada musim
kemarau dilakukan 2 kali seminggu. Pengairan dilakukan pada pagi atau sore
hari . Proses pengairan dilakukan dengan cara perendaman bedeng-bedeng
tegalan hingga tanah di sekitar perakaran cukup basah. Air diperoleh dari
saluran irigasi air dari kali yang disalurkan ke tegalan. Selain itu penyiraman
dilakukan dengan cara pengambilan air menggunakan ember kemudian
disiramkan ke tanaman secara manual.
d) Pemangkasan
Pemangkasan dilakukan dipucuk-pucuk daun tanaman. Hal ini
dilakukan untuk merangsang tumbuhnya percabangan tunas guna
memperbanyak produksi bunga. Petani memperhatikan tinggi tanaman apabila
melebihi 1 meter perlu dilakukan pemangkasa menggunakan gergaji dan
gunting. Hasil pemangkasan ranting dan daun dikumpulkan dipinggir galengan
tegalan untuk dikeringkan kurang lebih 2 hingga 3 hari untuk selanjutnya
dibakar langsung menggunakan korek. Proses pemakaran oleh petani dikenal
dengan istilah “mbakar mlati”
4.4.6 Hama Dan Penyakit
Tanaman melati tidak luput dari gangguan hama dan penyakit, akar besar dan
batang yang mudah membusuk disebabkan oleh Phytophthora spp., Pythium spp. dan
Fusarium spp. Bintik-bintik daun disebabkan oleh Alternaria spp., Cercospora spp.,
Puccinia spp., Septoria spp. Tunas Busuk disebabkan oleh Botrytis spp pada kondisi
sangat lembab. Petani memberantas hama dengan cara penyemprotan menggunakan
kompor atau dengan pemangkasan bagian yang terkena serangan hama menggunakan
gergaji. Semua penyakit dapat dicegah atau dikurangi dengan membakar pangkasan
dan sisa tanaman (Jansen, P.C.M, 1999).
8
Phytophthora spp pada tomat
Phythium
Selain itu dilakukan pengendalian hayati dengan menggunakan insektisida botani
pengendali hama melati dengan menggunakan ekstrak biji daun mindi (Melia
azedarach), daun culun (Aglaila odorata) , biji sirsak (Annona squamosa), biji srikaya
(Annona muricata) (Mulyana, 2017). Produk belum dipasarkan.
9
4.4.7 Pemanenan
Pemetikan bunga melati gambir dilakuakn secara manual antara subuh sampai
pukul 10 pagi dimana kondisi bunga setengah terbuka dan segar. Hasil panen bunga
melati terbanyak berkisar antara 1-2 minggu. Selanjutnya, produksi bunga akan
menurun dan 2 bulan kemudian meningkat lagi. Kondisi dan cuaca mempengaruhi
jumlah produksi bunga, pemetikan harus tetap dilakukan untuk mendorong
pembungaan lebih lanjut. Berdasarkan laporan dari Direktorat buah dan florikultura
Dinas Pertanian menyebutkan Produksi bunga melati paling tinggi biasanya pada
musim hujan, di Jawa Tengah, panen bunga melati pada musim kemarau menghasilkan
5–10 kg /hektar, sedangkan panen pada musim hujan mencapai 300-1.000kg/ha. Data
produksi bunga melati di Indonesia berkisar 1,5–2 ton/ha/th pada musim hujan dan 0,7-
1 ton/ha/th pada musim kemarau. Petani mempunyai teknik menyimpan hasil panen
bunga melati dengan tetap mempertahankan /memperpanjang kesegaran bunga.
Mereka meletakkan dihamparan dalam tampah beralas lembar plastik kemudian
disimpan di ruangan bersuhu udara dingin antara 0-5 .
(a) (b)
10
(c)
Gambar Pemetikan Bunga (a) Keranjang, (b) Ember
Sumber : hasil obervasi lapangan, (c) Tampah
4.4.8 Pemasaran
Pemasaran bunga melati gambir Banjarnegara adalah petani menyetorkan hasil
panen melalui pengepul bunga untuk dijual di pasar potensial. Ruang Lingkup
pemasaran melati gambir tidak hanya di dalam negeri saja namun merambah sampai
luar negeri seperti Jepang, Korea, Thailand, Taiwan dan Hongkong. Meskipun peluang
pasar bunga melati di dalam dan di luar negeri cukup besar, namun produksi bunga
melati Indonesia baru mampu memenuhi sekitar 2% dari kebutuhan melati pasar dunia.
11
Gambar. Daerah pemasaran melati gambir
Keterangan garis merah : Pasar nasional, garis hitam : pasar internasional
Spesifikasi dan standar mutu bunga melati segar maupun sebagai bahan baku
industri sangat diperlukan sebagai acuan dalam pengembangan agribisnis bunga
melati. Mutu bunga melati segar sangat ditentukan oleh ukuran kuntum bunga, warna,
dan kesegaran bunga. Bunga melati yang digunakan untuk rangkaian bunga dan bahan
ekspor harus memperhatikan karakteristik fisik yaitu total panjang bunga, diameter
kuntum bunga, panjang kuntum bunga, dan warna sesuai dengan standar mutu bentuk
produk melati sedangkan yang digunakan sebagai teh harus memperhatikan aroma
bunga, residu pestisida selain kriteria fisiknya
12
No Bentuk Kriteria Standar Mutu Tujuan Harga
Produk Pasar (Kg)
Melati
1 Bunga Brangkas/ - Pasar 16.000
Tabur Campuran Bunga
2 Rocean Polos, gundul Masih kuncup, Ekspor, 20.000
berwarna putih Pasar bunga
segar, diameter 0,7 domestik
cm dan panjang
kuntum 1,3 cm
3 Bahan Brangkas/ Residu pestisida Industri teh 18.000
Pencampur Campuran dibawah ketentuan
teh
4 Minyak Gundul Residu pestisida Industri -
Atsiri dibawah ketentuan, kosmetik,
persentase rendeman ekspor
tinggi.
Sumber : Direktorat Buah dan Florikultura, 2018
Peluang pasar bunga melati di dalam dan luar negeri cukup besar, namun
produksi bunga melati Indonesia baru mampu memenuhi kurang lebih 22% dari
kebutuhan melati pasar dunia. Kondisi ini menunjukkan peluang yang perlu
dimanfaatkan dengan baik, karena potensi sumberdaya lahan amat luas dan
agroekologi yang cocok untuk budidaya melati (Tarigan, 2018)
13
Gambar. Ket. Foto 1. Packing House PT. Alamanda, Foto 2. Kebun melati di Kab.
Batang, Foto 3. Penimbangan melati, Foto 4. Proses sortasi dan pembersihan melati,
Foto 5. Pengemasan melati ke dalam boks dengan menggunakan es, Foto 6 – 7.
Melati yang sudah ada di boks, Foto 8. Melati dikemas dalam boks, Foto 9.
Pengepakan melati ke tujuan ekspor
14
Beberapa kendala yang dihadapi dalam pengembangan melati gambir yang berpotensi
sebagai komoditas ekspor di Kecamatan Rakit Kabupaten Banjarnegara antara lain
sebagai berikut.
15
Pemahaman Masyarakat Berdasarkan
Kelompok Umur
Remaja
Lansia
20%
35%
Dewasa
45%
16
200
188.07
89.7 100
17
BAB VI
PENUTUP
6.1 Simpulan
Melati gambir merupakan tanaman yang sangat menarik untuk dikaji terutama
dari segi pembudidayaan yang membutuhkan ketelatenan dari masa penanaman,
perawatan, pemanenan, pasca panen. Dari aspek pemanfaatan melati gambir banyak
digunakan sebagai bahan baku maupun campuran produksi parfum, teh, sabun, cet,
pestisida, tinta, kosmetik. Pemanfaatan melati gambir dipandang dari sisi pengetahuan
tradisional masyarakat Asia dan India digunakan sebagai hiasan, upacara keagamaan,
bunga tabur di pesta, taburan di bak mandi dan untuk pengobatan penyakit-penyakit
tertentu. Pemanfaatan melati gambir terus dikaji dari segi fitofarmasi, fitokimia,
budidaya dan bidang-bidang yang mendukung dengan tujuan menghasilkan produk
unggulan yang berekonomi tinggi dan bermanfaat. Selain itu, sebagai salah satu cara
untuk konservasi keberadaan melati gambir yang semakin menipis di pulau Jawa,
Khususnya di daerah kecamatan Rakit, kabupaten Banjarnegara.
6.2 Saran
Saran yang dapat saya sampaikan untuk pelestarian melati gambir adalah sebagai
berikut :
18
5. Meminta dukungan kepada pemerintah daerah untuk dibagunkan pabrik,
regulasi pasar dan sarana prasarana bagi petani.
19
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik Kabupaten Banjarnegara, 2016. Kecamatan Rakit Dalam Angka
2015. Badan Pusat Statistik
Badan Pusat Statistik Kabupaten Banjarnegara, 2017. Kecamatan Rakit Dalam
Angka 2016. Badan Pusat Statistik
Badan Pusat Statistik Kabupaten Banjarnegara, 2018. Kecamatan Rakit Dalam Angka
2017. Badan Pusat Statistik
Bisro. 2015. Ritual siklus kehidupan di Cirebon. UIN Sunan Gunung Djati Bandung :
1, hal 1-14
Bussmann RW (2006). Ethnobotany of the Samburu of Mt. Nyiru, South Turkana,
Kenya. J. Ethnobiol. Ethnomed. 2:35-44.
Camejo-Rodrigues, J., Ascensão, L., Bonet, M., & Valles, J.(2003). An
Ethnobotanical study of medicinal and aromatic plants in the Natural Park of
“Serra de São Mamede”(Portugal). Journal of Ethnopharmacology, 89(2),
Carlson, T. J., & Maffi, L. (2004). Ethnobotany and conservation of biocultural
diversity. New York Botanical Garden.
Cooke T. The Flora of Presidency of Bombay. Vol. II. Calcutta: Botanical Survey of
India,1967:176.
Cox PA, Balick MJ (1994). The ethnobotanical approach to drug discovery. Sci. Am.
270(6):82-87Edwin JE, Edwin JS. Color Atlas of Medicinal Plants. New Delhi:
CBS Publishers and Distributors, 2006:156-157.
Erinoso, S. M., & Aworinde, D. O. (2018). Current outlook and future promise of
ethnobotany in Nigeria: A review and personal observation. African Journal
of Plant Science, 12(4), 73–80. https://doi.org/10.5897/AJPS2017.1571
Gustafson KR, Cardellina JH, McMahon JB, Gulakowski RJ, Ishitoya J,Swallasi Z,
Lewin NE, Blumberg PM, Weislow OS, Beutler JA, Buckheit RW, Cragg
GM, Cox PA, Bader JP, Boyd MR (1992). A non-promoting phorbol from the
Samoan medicinal plant Homalanthus nutans inhibits cell killing by HIV-1. J.
Med. Chem.35:1978-1986.
Hanum, C. 2008. Teknik Budidaya Tanaman Jilid 1. Jakarta : Direktorat Pembinaan
Sekolah menengah Kejuruan, Direktorat Jendral Managemen Pendidikan Dasar
dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional
Harshberger JW (1896). The purposes of ethnobotany. Bot. Gaz.21(3):146-154.
Heyne, K. 1987. Tumbuhan-Tumbuhan Berguna Indonesia III (terdiri atas 4 jilid).
Diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia oleh Badan Penelitian dan
pengembangan Kehutanan Republik.
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi MIG Corp.
Kulkarni PH, Ansari Shahida. The Ayurvedic Plants Indian Medical Science series
No.132. New Delhi: Sri Satguru Publications, Indological and Oriental
Publications Adivision of Book centre, 2004: 191.
Laporan Kinerja Instansi Pemerintah Kabupaten Banjarnegara Tahun, 2016
20
Laporan Kinerja Instansi Pemerintah Kabupaten Banjarnegara Tahun, 2016
Mishra ,Shanti B, Alok M, M.Vijayakumar, 2016. Wound Healing Activity Of The
Aqueous Alcoholic Extract Of Jasminum Grandiflorum Linn Leaves.
Pharmacologyonline 3: 35-40 (2010)
Mittal A, Sardana S, Pandey A, 2016.Phytopharmacological Profi le of Jasminum
Grandifl orum Linn. (Oleaceae). Chin J Integr Med 2016 Apr;22(4):311-320
Mishra S, Mukerjee A, Vijayakumar M. 2010. Wound Healing Activity Of The
Aqueous Alcoholic Extract Of Jasminum Grandiflorum Linn Leaves.
Pharmacologyonline 3: 35-40
Mulyana, T. 2004. Cara Aman Mengendalikan Hama Melati Palpita Unionalis
Vol.26 No.1. Bogor : Pustaka
Mulyani, Wiwik P. 2016. Dinamika Kesejahteraaan Penduduk di Banjarnegara. MGI :
Vol. 30, No. 1, Maret 2016 (96 -103)
Nadkarni AK. K. M. Nadkarni’s Indian Materia Medica. Vol. I. Bombay: Popular
Prakashan Pvt Ltd, 1976: 701.
O’Brien CM (2010). Do they really “know nothing”? An inquiry into ethnobotanical
knowledge of students in Arizona, USA. Ethnobot.Res. Appl. 8:35-47.
Prihmantoro, H., Karjono dan Sumaidah. 1992. Tentang mutu Eksport Kita. Trubus.
(239269) : 52-57
Purba, M.R. 2011. Kajian Pemanfaatan Tumbuhan Obat Pada Masyarakat Karo di
Kecamatan Tigabinanga Kabupaten Karo. Tesis. FMIPA USU. Medan
Sadhu s, Khan Md, Takashi O, Masami I, 2007. Secoiridoid components from
Jasminum grandiflorum. Phytochemistry 68 (2007) 1718–1721
Sarno, Eko A., 2016. Analisis Potensi Dan Distribusi Serta Strategi Pengembangan
komoditas Melati Gambir Di Kecamatan Rakit Kabupaten Banjarnegara.
Media Agrosains Vol. 2 No. 01, September 2016 : 25 – 31
Soekarman, Riswan S. 1992. Status Pengetahuan Etnobotani di Indonesia. Di dalam:
Seminar dan Lokakarya Nasional Etnobotani; Cisarua-Bogor, 19-20 Februari
1992. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia, Perpustakaan Nasional RI. hlm 1-7
Soedjito, Herwasono dan Endang Sukara. 2006. Mengilmiahkan Pengetahuan
Tradisional : Sumber Ilmu Masa Depan Indonesia. Jakarta : Komite Nasional
MAB Indonesia; LIPI, 2006. Hal 123
Suryo,Suntoro,Suryono. 2013. Sistem Tumpangsari dan integrasi ternak terhadap
perubahan sifat fisik dan kimia tanah litosol. Ilmu Tanah dan Agroklimatologi
10 (1)
Schlage C, Mabula C, Mahunnah RLA, Heinrich M (2000). Medicinal plants of the
Washambaa (Tanzania): Documentation andethnopharmacological evaluation.
Plant Biol. 2:83-92.
21
Sudarmin & Rayandra. 2012. Transformasi Pengetahuan Sains Tradisional menjadi
Sains Ilmiah dalam Proses Produksi Jamu Tradisional. Jurusan Kimia FMIPA
Unnes : Edu-Sains 1(1)
Siklus, R., & Di, K. (2015). Ritual siklus kehidupan di cirebon 1, 1–14.
Uriely, N., A. Reichel, A. Shani. (2007). Ecological orientation of tourists: An
empirical investigation. Tourism and Hospitality Research, 7, 161–175.
Warrier PK, Nambiar VPK, Ramankutty. Indian Medicinal Plants- a Compendium
of 500 Species. Vol. 3. Chennai: Orient Longman Pvt Ltd, 2004: 249-253.
Wuryaningsih. 1994. Melati. Dalam Sutater, T. dan S.Wuryaningsih (Eds.).
Penelitian Tanaman Hias Pelita V.Sub Balai Penelitian Hortikultura
Cipanas.60 hal. 199-209.
Zhao GQ et al. 2013. Anti-hepatitis B Virus Activity of 8-epi-Kingiside in Jasminum
officinale var. Grandiflorum. Chinese Herbal Medicines, 2013, 5(1): 53-57
22
Lampiran 1 Dokumentasi Kegiatan PKL
1. Observasi Museum
23
4. Diskusi dengan peneliti
24
Lampiran 2 Biodata Mahasiswa
BIODATA
NIM : 4411415008
Jurusan : Biologi
No. WA : 0895386449103
25