Anda di halaman 1dari 10

BORANG

LAPORAN PRAKTIKUM FITOHORMON


LABORATORIUM FISIOLOGI TUMBUHAN

No. Dokumen
Berlaku sejak
Revisi

FO-UGM-BI-07-13
03 Maret 2008
00

Halaman

0 dari

LAPORAN PRAKTIKUM FITOHORMON

PERCOBAAN 5.2

PENGARUH KINETIN TERHADAP PENUAAN DAUN Vigna sinensis

Nama

: Arifa Yunia Rahma

NIM

: 14/366938/BI/9321

Gol/Kel

: Kamis/05

Asisten

: Sindy Ariska

LABORATORIUM FISIOLOGI TUMBUHAN


FAKULTAS BIOLOGI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2016

Page 0 of 10

BORANG
LAPORAN PRAKTIKUM FITOHORMON
LABORATORIUM FISIOLOGI TUMBUHAN

I.

No. Dokumen
Berlaku sejak
Revisi

FO-UGM-BI-07-13
03 Maret 2008
00

Halaman

1 dari

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penuaan (senescene) adalah proses penuaan kondisi dan aktivitas
metabolisme yang menyertai pertambahan umur dan mengarah ke kematian organ
atau organisme. Penuaan daun berlangsung sejalan dengan umur, tetapi gejala
penuaan juga diinduksi oleh faktor lingkungan seperti naungan, dehidarasi, dan
suhu rendah. Penuaan daun disertai perubahan warna daun yang menunjukkan
hilangnya klorofil dan diakhiri dengan kematian dan absisi daun (Rachmawati et
al. 2009).
Proses penuaan pada daun merupakan proses alami yang terjadi pada
tumbuhan. Menurut Yoshida (2003) dalam Rachmawati et al. (2009), fase-fase
penuaan daun meliputi inisiasi, degenaratif dan terminal. Pada fase inisiasi terjadi
penurunan aktivitas fotosintesis dan transisi sink-source. Mekanisme inisiasi
tergantung pada kondisi yang menginduksinya. Penguraian komponen seluler dan
degradasi makromolekul terjadi pada fase degeneratif. Sedangkan fase terminal
dicirikan dengan kematian sel. Fitohormon seperti etilen, auksin dan sitokinin
merupakan faktor yang mengendalikan penuaan. Oleh karena itu, percobaan ini
dilakukan untuk mengetahui pengaruh kinetin terhadap proses penuaan daun
Vigna sinensis.
B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas, terdapat permasalahan yaitu :
bagaimana pengaruh penambahan kinetin dengan berbagai konsentrasi terhadap
proses penuaan daun Vigna sinensis? Pada konsentrasi berapakah kinetin bekerja
paling efektif terhadap proses penundaan penuaan daun Vigna sinensis?
C. Tujuan
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan kinetin
dengan berbagai konsentrasi terhadap proses penuaan daun Vigna sinensis serta
untuk mengetahui kadar konesntrasi kinetin yang bekerja paling efektif terhadap
proses penundaan penuaan daun Vigna sinenis.

II.

TINJAUANPUSTAKA
Hormon tumbuhan adalah senyawa organik yang disintesis di salah satu
bagian tubuh tumbuhan dan dipindahkan ke bagian lain, dan pada konsentrasi
yang sangat rendah mampu menimbulkan suatu respon fisiologis (Salisbury,
Page 1 of 10

BORANG
LAPORAN PRAKTIKUM FITOHORMON
LABORATORIUM FISIOLOGI TUMBUHAN

1995).

Menurut

Raven

No. Dokumen
Berlaku sejak
Revisi

FO-UGM-BI-07-13
03 Maret 2008
00

Halaman

2 dari

(2005)

Hormon

adalah

sekumpulan senyawa organik bukan hara (nutrien), baik yang terbentuk secara
alami maupun dibuat oleh manusia, yang dalam kadar sangat kecil mampu
mendorong,

menghambat,

atau

mengubah pertumbuhan,

perkembangan,

dan pergerakan tumbuhan. Kadar kecil yang dimaksud berada pada kisaran
satu milimol per liter sampai satu mikromol per liter. Penggunaan istilah hormon
sendiri

menggunakan analogi fungsi hormon pada hewan.

Namun,

hormon

tumbuhan tidak dihasilkan dari suatu jaringan khusus berupa kelenjar buntu
(endokrin) sebagaimana hewan, tetapi dihasilkan dari jaringan non-spesifik
(biasanya meristematik) yang menghasilkan zat ini apabila mendapat rangsang.
Penyebaran hormon tumbuhan tidak harus melalui sistem pembuluh karena
hormon tumbuhan dapat ditranslokasi melalui sitoplasma atau ruang antarsel.
Sitokinin adalah hormon tumbuhan turunan adenin berfungsi untuk
merangsang pembelahan sel dan diferensiasi mitosis, disintesis pada ujung akar
dan ditranslokasi melalui pembuluh xylem. Aplikasi Untuk merangsang
tumbuhnya tunas pada kultur jaringan atau pada tanaman induk, namun sering
tidak optimal untuk tanaman dewasa. Ada beberapa macam sitokinin yang telah
diketahui, diantaranya kinetin, zeatin (pada jagung), Benziladenin (BA),
Thidiazuron (TDZ), dan Benzyl Adenine atau Benzil Amino Purin (BAP).
Sitokinin ditemukan hampir di semua jaringan meristemn ( Taiz & Zeiger, 2002).
Kinetin adalah sitokinin pertama kali ditemukan dan dinamakan demikian
karena kemampuan senyawa untuk mempromosikan sitokinesis (pembelahan sel).
Berikut ini adalah rumus kimia kinetin:

Gambar 1. Struktur kimia kinetin (Srivastava, 2002)


Meskipun itu adalah senyawa alami, Hal ini tidak dibuat di tanaman, dan
karena itu biasanya dianggap sebagai sintetik sitokinin (berarti bahwa hormon
disintesis di tempat lain selain di pabrik) ( Srivastava, 2002).
Cara kerja kinetin dalam pembelahan sel sama dengan cara kerja sitokinin.
Kinetin dapat dapat menstimulasi sistesis protein pada saat sintesis DNA yang juga
tergantung pada sintesis RNA. Kinetin juga dapat menunda penuaan jaringan
Page 2 of 10

BORANG
LAPORAN PRAKTIKUM FITOHORMON
LABORATORIUM FISIOLOGI TUMBUHAN

No. Dokumen
Berlaku sejak
Revisi

FO-UGM-BI-07-13
03 Maret 2008
00

Halaman

3 dari

dewasa. Namun cara kerja ini juga tergantung hormon lain seperti auxin (Mehrotra &
Aggarwal, 2003).
Adenin merupakan bentuk dasar yang menentukan terhadap aktifitas
cytokinin. Di dalam senyawa cytokinin, panjang rantai dan hadirnya suatu double
bond dalam rantai tersebut akan meningkatkan aktifitas zat pengatur tumbuh ini.
NH2 N NH Adenine (6-amino purine) 2. Apabila dalam perbandingan cytokinin lebih
besar dari auxin, hal ini akan memperlihatkan stimulasi pertumbuhan tunas dan daun.
Sebaliknya apabila cytokinin lebih rendah dari auxin, maka ini akan mengakibatkan
stimulasi pada pertumbuhan akar. Sedangkan apabila perbandingan cytokinin dan
auxin berimbang, maka pertumbuhan tunas, daun dan akar akan berimbang pula.
Tetapi apabila konsentrasi cytokinin itu sedang dan konsentrasi auxin rendah, maka
keadaan pertumbuhan akan berbentuk callus (McAdam, 2011).
Penuaan (senescene) adalah proses penuaan kondisi dan aktivitas
metabolisme yang menyertai pertambahan umur dan mengarah ke kematian organ
atau organisme. Penuaan daun berlangsung sejalan dengan umur, tetapi gejala
penuaan juga diinduksi oleh faktor lingkungan seperti naungan, dehidarasi, dan suhu
rendah. Penuaan daun disertai perubahan warna daun yang menunjukkan hilangnya
klorofil dan diakhiri dengan kematian dan absisi daun. Proses yang sangat menyolok
yang terjadi selama proses penuaan adalah penguraian pati, protein, klorofil, asam
nukleat dan terjadinya sintesis antosianin sehingga daun terlihat mengalami proses
kekuningan. Menguningnya daun terjadi karena penguraian butir-butir klorofil.
Proses penuaan ini dimulai dari tepi daun menuju tengah. Penuaan sel-sel di sekitar
jaringan vaskuler relatif lebih lambat untuk memfasilitasi mobilisasi dan
transpornutrien dari sel-sel yang mengalami peuaan ke daun yang lebih muda atau
biji yang sedang berkembang. Penuaan daun juga dikendalikan secara hormonal.
Hormon yang berperan dalam proses penuaan daun adalah auksin, etilen, asam
absisat, dan sitokinin. Terkait dengan senenscene, sitokinin berperan menunda the
onset of senenscene. Ada penurunan level sitokinin selama senenscene. Beberapa gen
yang dipengaruhi sitokinin pada Arabidopsis meliputi SAG12, AHK3 dan IPT. Salah
satu alasan bahwa sitokinin mempengaruhi penuaan melalui regulasi metabolisme
primerdan regulasi level sukrosa.Mekanisme penuaan dan absisi daun dikendalikan
secara hormonal dapat dijelaskan sebagau berikut :
1. Leaf maintenance phase : daun yang sedang aktif tumbuh menghasilkan
auksin yang ditranspor ke batang mempertahankan zona absisi dalam
keadaan tidak sensitif.
Page 3 of 10

BORANG
LAPORAN PRAKTIKUM FITOHORMON
LABORATORIUM FISIOLOGI TUMBUHAN

No. Dokumen
Berlaku sejak
Revisi

FO-UGM-BI-07-13
03 Maret 2008
00

Halaman

4 dari

2. Shedding induction phase : reduksi transpor auksin dari daun


meningkatkan produksi etilen. Perubahan keseimbangan hormonal ini
meningkatkan sensitivitas sel target.
3. Shedding phase : sintesis enzim yang berperan menghidrolisis dinding sel.
Selulase dan pektinase yang merupakan enzim yang memutus hubungan
dengan sel-sel yang berdekatan dengan zona absisi. Adanya tekanan
mekanik seperti angin atau gravitasi menyebabkan absisi.
(Rachmawati et al. 2009)
Vigna sinensis atau kacang panjang memiliki klasifikasi sebagai berikut:
Kingdom

: Plantae (Tumbuhan)

Super Divisi

: Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi

: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas

: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Sub Kelas

: Rosidae

Ordo

: Fabales

Famili

: Fabaceae (suku polong-polongan)

Genus

: Vigna

Spesies

: Vigna sinensis (L.) Savi Ex Has


(Lim, 2012)

III.

METODE
A. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini antara lain tanaman Vigna
sinensis, larutan kinetin dengan konsentrasi 0 ppm, 25 ppm dan 50 ppm, aquades
B. Alat
Page 4 of 10

BORANG
LAPORAN PRAKTIKUM FITOHORMON
LABORATORIUM FISIOLOGI TUMBUHAN

No. Dokumen
Berlaku sejak
Revisi

FO-UGM-BI-07-13
03 Maret 2008
00

Halaman

5 dari

Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah pot sebagai wadah tanaman
Vigna sinensis.
C. Cara kerja
Disiapkan tanaman Vigna sinensis yang memiliki pasangan daun dengan
ukuran/umur fisiologisnya relatif sama. Kemudian larutan kinetin konsentrasi 25
ppm dioleskan ke seluruh permukaan atas dan bawah pada satu sisi daun Vigna
sinenis. Lalu sisi lainnya diolesi dengan larutan kinetin 0 ppm/kontrol yang alam
hal ini digunakan aquades. Kemudian dilakukan cara yang sama untuk perlakuan
mengguakan larutan kinetin dengan konsentrasi 50 ppm dan pada masing-masing
perlakuan dibuat dua ulangan. Selanjutnya dilakukan pengamatan terhadap
perubahan warna daun yang terjadi selama 14 hari dan dilakukan pengambilan
gambar pada awal perlakuan, hari ke-7 dan hari ke-14.

Page 5 of 10

BORANG
LAPORAN PRAKTIKUM FITOHORMON
LABORATORIUM FISIOLOGI TUMBUHAN

IV.

No. Dokumen
Berlaku sejak
Revisi

FO-UGM-BI-07-13
03 Maret 2008
00

Halaman

6 dari

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil
Berdasarkan percobaan yag dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 1. Hasil pengamatan pengaruh kinetin konesntrasi 25 ppm dan 50 ppm terhadap
penuaan daun Vigna sinensis selama 14 hari

Keterangan :
+++ : Hijau segar
++ : Hijau kekuningan

+
-

: Kuning
: Rontok

Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa pengolesan kinetin dengan konsentrasi


25 ppm dan 50 ppm dapat menghambat penuaaan daun Vigna sinensis pada pot
pertama dan kedua pada masing-masing perlakuan. Adapun pengolesan kinetin
konsentrasi 25 ppm dapat memperlambat proses penuaan daun pada daun Vigna
sinensis paling optimal.
B. Pembahasan
Percobaan ini diawali dengan pemilihan kondisi tanamaan Vigna sinensis yang
memiliki tinggi serta jumlah dan warna daun hijau yang sama. Penggunaan tanaman
Vigna sinensis dalam percobaan ini dikarenakan tanaman ini memiliki proses
pertumbuhan yang relatif singkat sehingga mudah diamati. Selain itu tanaman ini juga
mudah untuk didapatkan dan ditumbuhkan. Adapun pemilihan tinggi, jumlah dan
warna daun yang sama berfungsi intuk menyeragamakan kondisi awal percobaan,
sehingga hasil percobaan yang diperoleh tidak bias. Tanaman dengan daun yang hijau
dipilih sebagai organ yang akan diberi perlakuan dengan kinetin karena daun hijau
mengindikasikan bahwa daun tersebut sehat, memiliki kadar hormon yang seimbang
serta masih belum terpengaruh dengan hormon etilen. Selanjutnya, dilakukaan
pengolesan kinetin konesntrasi 25 ppm dan 50 ppm secara merata masing-masing pada
permukaan atas dan bawah daun pada pot pertama dan kedua sebagai bentuk

Page 6 of 10

BORANG
LAPORAN PRAKTIKUM FITOHORMON
LABORATORIUM FISIOLOGI TUMBUHAN

No. Dokumen
Berlaku sejak
Revisi

FO-UGM-BI-07-13
03 Maret 2008
00

Halaman

7 dari

perlakuan dan dioleskan pula aquades pada kedua sisi permukaan daun di pot yang
sama dengan pot perlakuan sebagai kotrol dan pembanding hasil perlakuan.
Setelah dilakukan selama 14 hari, diperoleh hasil sebagiamana yang ada pada
tabel 1. Berdasarkan tabel tersebut dapat terlihat bahwa pengolesan kinetin pada daun
Vigna sinensis dapat memperlambat proses penuaan pada daun jika dibandingkan pada
daun kontrol. Namun pada beberapa ulangan percobaan, ditemukan pula kondisi
dimana daun kontrol masih berwarna hijau segar sedangkan daun dengan perlakuan
kinetin konsentrasi 25 ppm maupun 50 ppm sudah berwarna hijau kekuningan bahkan
hingga kuning dan rontok. Hal ini dapat terjadi dimungkinkan karena konsentrasi
kinetin alami yang disintesis pada daun kontrol lebih tinggi dibandingkan konsentrasi
kinetin pada daun perlakuan selama proses percobaan sehingga proses penuaan daun
kontrol (tanpa penambahan kinetin eksogen) justru lebih lambat dibandingkan daun
perlakuan yang ditambahkan dengan kinetin eksogen.
Pengolesan kinetin dengan konsentrasi 25 ppm pada daun Vigna sinensis
menunjukkan hasil paling optimal dalam memperlambat penuaan daun dibandingkan
dengan pengolesan kinetin dengan konsentrasi 50 ppm dan dibandingkan dengan daun
kontrol. Hal ini sudah sesuai teori yang menyatakan bahwa kinetin dapat meghambat
proses senescene atau proses penuaan daun. Adapun mekanisme penundaan penuaan
daun oleh kinetin menurut Taiz dan Zeiger (2002) karena adanya perubahan asam
nukleat. Bentuk dasar kinetin yang berupa adenin menentukan aktivitas kinetin dalam
sel. Panjang rantai dan ikatan rangkap dalam rantai struktur kimia tersebut akan
meningkatkan aktivitas zat pengatur tumbuh ini. Aksi sitokinin terjadi dengan
meningkatnya sintesis DNA atau RNA, serta protein yang dihasilkan dari transkripsi
DNA. Kinetin bersama auksin bersama-sama menunda penuaan pada tahap awal
metabolisme yang terorganisasi dan bukan hanya memecah jaringan. Kinetin dapat
menahan menguningnya daun dengan jalan membuat kandungan klorofil dan protein
seimbang dalam daun.
V.

KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa kinetin
dapat memperlambat proses penuaan daun Vigna sinensis secara optimal pada
konesentrasi 25 ppm.

Page 7 of 10

BORANG
LAPORAN PRAKTIKUM FITOHORMON
LABORATORIUM FISIOLOGI TUMBUHAN

VI.

No. Dokumen
Berlaku sejak
Revisi

FO-UGM-BI-07-13
03 Maret 2008
00

Halaman

8 dari

DAFTAR PUSTAKA
McAdam, J.W. 2011. Structure and Fuction of Plants. John Willey and Sons, US.
P: 226
Mehrotra,R.S and A. Aggarwal.2003. Plant Pathology. Tata McGraw-Hill.

New

Delhi.p: 131
Srivastava, L. M. 2002. Plant Growth and Development: Hormones and
Environment. Academic Press. p. 140.
Taiz L, Zeiger E. (2002). Plant Physiology Third Edition. Sunderland: Sinauer
Associates. P: 124
Lim. 2012. Edible Medicinal and Non- Medicinal Plant. Springer. London. P 946
Rachmawati, D., K. Dewi, Sudjino, and M. Nasir. 2009. Bahan Ajar Fisiologi
Tumbuhan. Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. P:125-128
Salisbury, FB., Ross, CW., 1995 . Fisiologi Tumbuhan Jilid 1. Penerbit ITB. Bandung.
P 46- 60

VII.

LAMPIRAN

Page 8 of 10

BORANG
LAPORAN PRAKTIKUM FITOHORMON
LABORATORIUM FISIOLOGI TUMBUHAN

No. Dokumen
Berlaku sejak
Revisi

FO-UGM-BI-07-13
03 Maret 2008
00

Halaman

9 dari

(a)
(b)
Gambar 2. Daun tanaman Vigna sinensis hari ke-0 (a) dengan perlakuan kinetin
konsentrasi 25 ppm dan (b) konsentrasi 50 ppm

(a)

(b)

Gambar 3. Daun tanaman Vigna sinensis hari ke-7 (a) dengan perlakuan kinetin
konsentrasi 25 ppm dan (b) konsentrasi 50 ppm

(a)

(b)

Gambar 4. Daun tanaman Vigna sinensis hari ke-14 (a) dengan perlakuan kinetin
konsentrasi 25 ppm dan (b) konsentrasi 50 ppm

Page 9 of 10

Anda mungkin juga menyukai