Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

POLIEMBRIONI PADA MANGGA (Mangifera indica) DAN


JERUK (Citrus sp.)

OLEH:

MIFTAHUL KHAIRANI
1710213008

ILMU BENIH
Dr. Ir. NALWIDA ROZEN, M.P.

PROGRAM STUDI AGRONOMI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2020
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Jeruk merupakan salah satu komoditas pertanian yang penting saat ini dan
menempati posisi teratas dalam bidang agroindustri, baik sebagai buah segar
maupun dalam bentuk olahan. Para petani jeruk di Indonesia sering menggunakan
batang bawah saat menanam jeruk. Sebagian besar jenis batang bawah yang
digunakan oleh petani memiliki sifat poliembrioni. Poliembrioni merupakan
proses terbentuknya lebih dari satu embrio dalam satu biji. Poliembrioni dapat
terjadi apabila apomiksis dan amfimiksis dapat terjadi bersamaan. Apomiksis
yaitu proses terbentuknya biji atau benih tidak melalui peleburan sperma-ovum.
Amfimiksis merupakan suatu bentuk reproduksi non-seksual pada tumbuahn
melalui biji. Sifat tanaman yang terbentuk dari perkecambahan biji poliembrioni
ini adalah hanya ada satu yang berbeda dari induknya, tanaman inilah yang
sebenarnya berasal dari peleburan gamet jantan dan betina sehingga tanaman ini
memiliki gen dari kedua induknya, sedangkan tanaman lain yang terbentuk
merupakan tanaman yang tumbuh dari pembiakan vegetatif tanaman tersebut,
sehingga tanaman ini memiliki sifat yang sama dengan induknya, sehingga dapat
dimanfaatkan untuk pemuliaan tanaman.
Benih yang bersifat poliembrioni jika dikecambahkan akan tumbuh lebih
dari satu tanaman karena embrio yang terbentuk juga lebih dari satu. Embrio yang
merupakan hasil peleburan gamet jantan dan betina akan tumbuh tanaman yang
mewarisi sifat dari kedua induknya. Sedangkan embrio yang terbentuk bukan
karena adanya peleburan gamet jantan dan betina (vegetatif) akan memiliki sifat
yang sama dengan induknya atau tetuanya. Karakter-karakter yang banyak
dipergunakan dalam mempelajari morfologi perkecambahan atau membandingkan
semai pada jenis- jenis tumbuhan berkayu adalah kemunculan, letak dan
perkembangan kotiledonnya. Kotiledon dapat berfungsi untuk asimilasi,
bentuknya seringkali menyerupai daun dewasa yang berwarna hijau.
Poliembrioni ini terjadi pada bakal biji yang telah mengalami pembuahan
yang kemudian timbul beberapa embrio. Sehingga ketika biji dikecambahkan
maka akan terdapat lebih dari satu tanaman yang akan tumbuh dari satu biji
tanaman tersebut. Penyebab terjadinya poliembrioni antara lain karena pemecahan
zigot, perkembangan satu atau lebih sinergid, adanya lebih dari satu embrio sac
per nukleus dan variasi bentuk opogami dan adventif embrio. Peristiwa
poliembrioni sering dijumpai pada benih rekalsitran yang sangat rentan terhadap
suhu dan pengeringan ekstrim. Sifat benih rekalsitran antara lain tidak tahan
disimpan dan kerusakan benih tinggi bila disimpan ada suhu rendah serta tidak
memiliki masa dorman.
Pada praktikum ini akan dilakukan pengamatan mengenai poliembrioni
benih. Benih yang diamati adalah benih jeruk dikarenakan jeruk merupakan salah
satu tanaman yang memiliki sifat poliembrioni. Selain pada tanaman jeruk.
tanaman lain yang bersifat poliembrioni banyak ditemukan pada ace, nangka,
mangga dan duku. Diharapkan melalui praktikum ini, dengan mengetahui
banyaknya embrio yang tumbuh dari poliembrioni dan dapat membedakan benih
yang berkecambah dengan baik pada biji tersebut kita dapat mengetahui biji yang
baik untuk ditanam.
B. Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk melihat bagaimana perkecambahan


biji mangga dan jeruk yang merupakan biji poliembrioni.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Poliembrioni merupakan suatu embrio yang mempunyai kecenderungan


adanya lebih dari satu embrio didalam satu biji (berasal dari satu ovula), meskipun
embrio tambahan ini tidak harus masak. Embrio ini dapat terhenti
pertumbuhannya pada saat perkembangan biji atau bahkan kemudian mengalami
degenerasi. Oleh sebab itu dalam kejadian poliembrioni masak, sampai tambahan
embrio menjadi imasak, jauh lebih sedikit dari kejadian poliembrioni yang
sebenarnya terjadi. Poliemberio, pertama kali dilaporkan oleh Leeuwenhoek
(1719), Braun (1859) lihat Bhojwani (1999) yang melakukan penelitian pada 58
kasus poliembrioni, dan tercatat dalam literatur botani, menunjukkan adanya 4
kategori, berdasar pada asal dari tambahan embrio tersebut. Poliembrioni
angiospermae dapat muncul dari : perpecahan proembrio, pembentukan embrio
oleh sel-sel embriosak didalam satu ovula (ovula yang sama), dan adanya aktivasi
sporophitik sel dari ovula.

Perpecahan proembrio, pembelahan zygot dan perpecahannya dapat


memicu pertumbuhan primordial embrio yang terpisah, meskipun kejadian ini
banyak terjadi pada gymnospermae, dan jarang terjadi pada tanaman
angiospermae. Diantara tanaman angiospermae yang mengalami poliembrio
semacam ini pada tanaman orchids. Pada Tanaman Eulaphia epidendraea dicatat
ada tiga model kejadian supernumerary (penambahan embrio) yaitu: 1. Zygot
membelah tak beraturan, sehingga menghasilkan massa sel sepanjang ujung
chalaza, pertumbuhan serentak membentuk banyak embrio. 2. Proembrio,
memunculkan tunas-tunas kecil yang memungkinkan pertumbuhan menjadi
embrio. 3. Embrio yang memiliki sulur (filament) bercabang-cabang dan
memungkinkan tumbuh embrio. Poliembrio dengan perpecahan proembrio,
berkembang selama perkembangan biji dikenal pada banyak orchids, sementara
pertumbuhan poliembrio selama perkecambahan bijinya dikenal vanda. Pada
genus ini, ujung embrio yang meristem, terbelah menjadi sejumlah primordial (3-
9) dimana masing-masing akan membentuk embrio (Rao, 1965 lihat Bhojwani,
1999).
Embrio terbentuk dari sel embriosak, selain sel telur. Kebanyakan
tambahan embrio berasal dari sinergida, kemungkinan sinergida yang terbuahi
atau tidak, sehingga embrio ini haploid atau diploid. Ternyata pada Saguttaria
graminea dan Poa alpine, disamping sel telur, sinergida baik satu atau dua-duanya
dapat dibuahi, hal ini dapat terjadi karena kemungkinan masuknya lebih dari satu
pollen tube atau ada tambahan sel jantan dari satu pollen tube. Dalam kondisi ini,
baik zygot maupun embrio asal sinergida diploid.Embrio yang tumbuh dari
sinergida tanpa pembuahan, berstatus haploid (seperti terjadi pada Argenome
Mexicana dan Phaseolus vulgaris). Pembentukan embrio dari antipoda agak
jarang terjadi,namun dapat dilihat pada Paspalum serobiculatum dan Ulmus sp.
Sel-sel antipodal mengalami pembelahan beberapa kali, untuk kemudian
membentuk struktur menyerupai proembrio, namun tidak dapat mencapai
kamatangan dan gagal membentuk embrio yang mampu berkecambah. Tidak
dapat dipastikan apakah juga sel-sel endosperm mampu membentuk embrio,
namun pada Brachiaria setigera, tanaman hasil apomiksis, ternyata pernah
ditemukan embrio triploid berasal dari sel endosperm (Muniyamma, 1978 lihat
Bhojwani, 1999).

Terjadinya lebih dari satu embriosak didalam satu ovula. Embriosak dapat
terjadi dan muncul dari turunan dari MMC yang sama, turunan dari dua atau lebih
MMC, dan dari sel-sel nucellus. Terjadinya embrio kembar, dilaporkan pada
citrus, poa pratensis, Casuarina equisetifolia, juga pada Pennisetum ciliare, 22%
bijinya mempunyai embrio kembar. Terjadinya poliembrio ini secara aposporous.

Poliembrioni pada spesies Jeruk (Citrus sp.) sering terjadi dalam satu biji
terdapat embrio zigotik (muncul dari penyatuan satu sel telur dan satu sel gamet
jantan) dan sejumlah embrio yang dibentuk secara vegetatif (sehingga dikatakan
embrio adventif). Embrio adventif ini beregenerasi dari sel – sel dalam jaringan
nusellus dan integumen. Sel – sel somatik tersebut mengalami pembelahan dan
membentuk embrio tambahan. Embrio tambahan tersebut akan menghasilkan
anakan secara genetik identik dengan tanaman induknya (Wiladsen, 2010).

Poliembrioni adalah dalam satu biji terdapat lebih dari satu endosperm (2-
3 endosperm). Masing-masing endosperm tidak mempunyai endocarp (kulit
tanduk) sendiri-sendiri. Gamet betina dibentuk di dalam bakal biji (ovule) atau
kantung lembaga. Pada bagian ini terdapat sel induk megaspora (sel induk kantug
lembaga) yang diploid. Sel ini akan membelah secara meiosis dan dari satu sel
induk kantung lembaga membentuk 4 sel yang haploid. Tiga sel akan mereduksi
dan lenyap tinggal satu yang berkembang. Selanjutnya, sel ini membelah secara
mitosis 3 kali dan terbentuklah 8 sel. Dari sel yang berjumlah 8 ini, 3 sel akan
bergerak menuju arah yang berlawanan dengan mikropil, 2 sel lainnya menjadi
kandung tembaga sekunder, dan 3 sel terakhir menuju ke dekat mikropil. Dari 3
sel (yang menuju dekat mikropil) yang terakhir ini dua menjadi sinergid dan satu
sel lagi menjadi sel telur. Dalam keadaan seperti ini kandung lembaga sudah
masak dan siap untuk dibuahi. Putik yang sudah masak biasanya mengeluarkan
cairan lengket pada ujungnya yang berfungsi sebagai tempat melekatnya serbuk
sari (Pichot et al, 2000).

Pada biji poliembrioni terdapat embrio seksual (embrio zigotik) dan


embrio aseksual (embrio nucellar). Embrio zigotik berasal dari peleburan pollen
dan ovum, sedangkan embrio nucellar merupakan hasil perkembangan dari sel
nuselus tanaman induk. Embrio zigotik dapat tumbuh dan menghasilkan tanaman
baru (Hibrid) yang mempunyai sifat berlainan dengan pohon induknya sedangkan
embrio nucellar akan tumbuh sebagai semai vegetatif yang mempunyai sifat sama
dengan induknya. Umumnya tanaman zigotik lebih kecil daripada nucellar, tetapi
tidak semua dapat dibedakan berdasarkan penampakan visualnya. Pengenalan
secara visual menjadi metode yang paling mudah dan efektif apabila tetua jantan
dan betina berbeda secara signifikan. Dalam usaha perbaikan tanaman (pemuliaan
tanaman) embrio zigotik merupakan sumber variasi genetik yang diperlukan,
sedangkan embrio nucellar diperlukan untuk penyediaan bibit batang bawah
karena sifatnya yang seragam. Embrio nucellar ini dapat dihambat dengan melalui
kultur embrio, karena buah hasil persilangan antara beberapa varietas jeruk Siam
(Siam Banjar, Siam Madu, Siam Mamuju, Siam Pontianak) dengan jeruk Satsuma
sudah dapat dipanen pada umur 10-14 minggu, pada umur tersebut jaringan
nuselus masih belum membentuk embrio (Sutanto dan Purnomo, 2004).

Poliembrioni dimanfaatkan untuk mencari bibit tanaman yang akan


ditanam yang merupakan perpaduan dari peleburan sel gamet jantan dan betina.
Poliembrioni sangat bermanfaat bagi petani yang memperbanyak embrio pada
jeruk yang langkahnya mudah dan praktis. Sebelum biji jeruk dikecambahkan
harus diyakini dulu tentang kebenaran varietasnya. Biji diambil dari buah-buah
yang baik, tidak cacat, sudah tua/masak di pohon. Buah yang sudah jatuh
sebaiknya tidak digunakan sebagai sumber benih batang bawah karena biasanya
telah tertular oleh penyakit tular tanah atau buah tersebut kurang sehat. Secara
umum dapat dinyatakan bahwa buah yang keadaan baik dan belum jatuh dari
pohon, kemungkinan adanya virus yang ditularkan melalui biji hanya 1%-3%
(Soelarso, 2006).

Poliembrio pada biji jeruk ini berasal dari jaringan integument dan
nusellus. Jaringan nusellus dari Citrus bisa digambarkan seperti kumpulan
jaringan juvenile yang memiliki kemampuan regenerasi yang tinggi. Jeruk (Citrus
sp) merupakan salah satu genus dari famili Rutaceae yang mempunyai nilai
ekonomi paling tinggi. Keragaman genetik jeruk sangat tinggi, yang ditunjukkan
oleh tingginya unit taksonomi (spesies dan hibrida) (Kamil 2004). Poliembrioni
yaitu di dalam sebuah benih terdapat lebih dari satu embrio yaitu embrio zigotik
dan atau embrio nuselar. Adanya embrio nuselar menguntungkan dalam
perbanyakan tanaman batang bawah karena dapat dihasilkan tanaman yang secara
genetik seragam dan identik dengan induknya (Kepiro & Roose 2007). Namun
demikian, adanya tanaman off type yang berasal dari embrio zigotik merugikan
dalam perbenihan jeruk batang bawah karena umumnya tanaman kurang vigor
dan dapat menurunkan produksi buah batang atas (Altaf et al. 2001, Hussain et al.
2011).
BAB III BAHAN DAN METODE

A. Waktu dan tempat

Praktikum ini telah dilaksanakan pada 8 November sampai 30 November


2020 di Kelurahan Kapalo Koto Kecamatan Pauh, Padang.

B. Alat dan bahan

Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah ember. Bahan yang
digunakan pada praktikum ini adalah polybag, campuran tanah dan arang sekam,
biji jeruk jenis jeruk siam gunung omeh, biji mangga jenis mangga harum manis.

C. Cara Kerja

Campuran tanah dan arang sekam disiapkan dan dimasukkan kedalam


polybag. Biji jeruk dan manga dibersihkan terlebih dahulu kemudian untuk biji
manga dibuang seed coat nya. Kemudian biji jeruk dan biji manga diletakkan di
polybag, dengan ditutupi lapisan tanah tipis. Perawatan dilakukan dengan
menyiram setiap hari agar kondisi tanah tetap lembab. Selanjutnya dilakukan
pengamatan dengan mendukumentasikannya.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
1. Poliembrioni pada jeruk

Tabel 1. Poliembrioni pada jeruk ulangan 1

Tabel 2 Poliembrioni pada jeruk ulangan 2

2. Poliembrioni pada manga


Tabel 3. Poliembrioni pada mangga ulangan 1


Tabel 4. Poliembrioni pada mangga ulangan 2

B. Pembahasan

Poliembrioni itu didefinisikan sebagai pengembangan lebih dari satu embrio


dalam benih yang sama: cukup umum dalam jeruk dan pinus. pertama kali
ditemukan oleh Leeuwenhoek pada 1719 di Jeruk. Dari praktikum yang telah
dilakukan, praktikan melakukan pengamatan terhadap pertumbuhan biji jeruk
yang telah ditanam. Setelah biji ditanam kemudian tumbuh, biji tersebut diamati.
Dari pengamatan yang telah praktikan lakukan, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa biji jeruk yang praktikan tanam merupakan tanaman poliembrioni. Hal ini
terbukti dengan banyaknya muncul tunas jeruk walaupun yang ditanam hanya
terdiri dari satu biji. Akan tetapi, ada beberapa biji yang bukan merupakan
tanaman poliembrioni begitupun dengan biji manga.

Poliembrioni merupakan proses terbentuknya lebih dari satu embrio dalam


satu biji. Poliembrioni dapat terjadi apabila apomiksis dan amfimiksis dapat
terjadi bersamaan. Apomiksis yaitu proses terbentuknya biji atau benih tidak
melalui peleburan sperma-ovum. Apomiksis merupakan suatu bentuk reproduksi
non-seksual pada tumbuhan melalui biji. Apomiksis sendiri dapat dibedakan
menjadi:

a. Apogami : embrio yang terbentuk berasal dari kandung lembaga. Misalnya


dari sel sinergid dan antipoda

b. Partenogenesis: embrio terbentuk dari sel telur yang tidak dibuahi.

c. Embrio adventif : merupakan embrio yang terbentuk dari nusellus, yaitu


bagian selain kandung lembaga.

Amfimiksis sendiri adalah proses terbentuknya biji atau benih melalui


peleburan sperma-ovum, amfimiksis merupakan reproduksi secara seksual atau
generatif. Menurut Nani Hidayati (2009), poliembrioni disebabkan oleh adanya
embrio akibat peleburan gamet dan juga yang tanpa peleburan gamet. Embrio
pada tumbuhan berbiji tertentu dapat terbentuk karena beberapa sebab yaitu
melalui peleburan sperma dan ovum (amfimiksis) dan tidak melalui peleburan
sperma dan ovum (apomiksis). Apomiksis dan amfimiksis dapat terjadi
bersamaan, maka akan terbentuk lebih dari satu embrio dalam satu biji, disebut
poliembrioni. Peristiwa ini sering dijumpai pada nangka, jeruk dan mangga.

Tujuan dari pengujian poliembrioni secara umum yaitu untuk menghasilkan


jumlah tanaman baru yang lebih banyak dalam satu biji daripada biji yang tidak
mengalami poliembrioni karena dalam satu biji hanya menghasilkan satu tanaman
saja. Tanaman yang tumbuh akan lebih dari satu tanaman karena jumlah embrio
dalam biji poliembrioni ini juga lebih dari satu. Hasil poliembrioni sifatnya hanya
satu yang berbeda dari induk, sedangkan yang lain sifatnya sama dengan induk.
Hal tersebut dapat bermanfaat dalam pemuliaan tanaman untuk mendapatkan
tanaman yang unggul dan sifat sama dengan induk. Pada praktikum ini pengujian
untuk mengetahui sifat poliembrioni yaitu menggunakan jeruk (Citrus sp.). Jeruk
(Citrus sp.) merupakan salah satu genus dari famili Rutaceae yang mempunyai
nilai ekonomi paling tinggi. Keragaman genetik jeruk sangat tinggi, yang
ditunjukkan oleh tingginya jumlah unit taksonomi (spesies dan hibrida).

Dalam poliembrioni, perkecambahan suatu benih dipengaruhi oleh 2 faktor


yaitu faktor dalam dan faktor luar. Masing-masing faktor tersebut diantaranya:

a. Faktor dalam

1) Tingkat kemasakan benih

Benih yang dipanen sebelum tingkat kemasakan fisiologisnya tercapai tidak


mempunyai viabilitas yang tinggi karena belum memiliki cadangan makanan yang
cukup serta pembentukan embrio belum sempurna (Sutopo, 2002). Pada
umumnya sewaktu kadar air biji menurun dengan cepat sekitar 20 persen, maka
benih tersebut juga telah mencapai masak fisiologos atau masak fungsional dan
pada saat itu benih mencapat berat kering maksimum, daya tumbuh maksimum
(vigor) dan daya kecambah maksimum (viabilitas) atau dengan kata lain benih
mempunyai mutu tertinggi.

2) Ukuran benih

Benih yang berukuran besar dan berat mengandung cadangan makanan yang
lebih banyak dibandingkan dengan yang kecil pada jenis yang sama. Cadangan
makanan yang terkandung dalam jaringan penyimpan digunakan sebagai sumber
energi bagi embrio pada saat perkecambahan (Sutopo, 2002). Berat benih
berpengaruh terhadap kecepatan pertumbuhan dan produksi karena berat benih
menentukan besarnya kecambah pada saat permulaan dan berat tanaman pada saat
dipanen (Blackman, dalam Sutopo, 2002).

3) Dormansi Benih

Benih dikatakan dormansi apabila benih tersebut sebenarnya hidup tetapi tidak
berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan yang secara umum dianggap
telah memenuhi persyaratan bagi suatu perkecambahan atau juga dapat dikatakan
dormansi benih menunjukkan suatu keadaan dimana benih-benih sehat (viabel)
namun gagal berkecambah ketika berada dalam kondisi yang secara normal baik
untuk berkecambah, seperti kelembaban yang cukup, suhu dan cahaya yang
sesuai.

4) Penghambat perkecambahan

Penghambat perkecambahan benih dapat berupa kehadiran inhibitor baik


dalam benih maupun di permukaan benih, adanya larutan dengan nilai osmotik
yang tinggi serta bahan yang menghambat lintasan metabolik atau menghambat
laju respirasi.

b. Faktor Luar

1) Air

Penyerapan air oleh benih dipengaruhi oleh sifat benih itu sendiri terutama
kulit pelindungnya dan jumlah air yang tersedia pada media di sekitarnya,
sedangkan jumlah air yang diperlukan bervariasi tergantung kepada jenis
benihnya, dan tingkat pengambilan air turut dipengaruhi oleh suhu (Sutopo,
2002). Kira-kira 70 % berat protoplasma sel hidup terdiri dari air dan fungsi air
antara lain:

a) Untuk melembabkan kulit biji sehingga menjadi pecah atau robek agar terjadi
pengembangan embrio dan endosperm.

b) Untuk memberikan fasilitas masuknya oksigen kedalam biji.

c) Untuk mengencerkan protoplasma sehingga dapat mengaktifkan berbagai


fungsinya.

d) Sebagai alat transport larutan makanan dari endosperm atau kotiledon ke titik
tumbuh, dimana akan terbentuk protoplasma baru.

2) Suhu
Suhu optimal adalah yang paling menguntungkan berlangsungnya
perkecambahan benih dimana presentase perkembangan tertinggi
dapat dicapai yaitu pada kisaran suhu antara 26.5°C -35°C (Sutopo,
2002). Suhu juga mempengaruhi kecepatan proses permulaan
perkecambahan dan ditentukan oleh berbagai sifat lain yaitu sifat
dormansi benih, cahaya dan zat tumbuh giberelin.

3) Oksigen

Saat berlangsungnya perkecambahan, proses respirasi akan meningkat disertai


dengan meningkatnya pengambilan oksigen dan pelepasan CO2, air dan energi
panas. Terbatasnya oksigen yang dapat dipakai akan menghambat proses
perkecambahan benih (Sutopo, 2002). Kebutuhan oksigen dapat dikatakan
sebanding dengan laju respirasi dan dipengaruhi oleh suhu, mikro-organisme yang
terdapat dalam benih

4) Cahaya

Kebutuhan benih akan cahaya untuk perkecambahannya bervariasi tergantung


pada jenis tanaman (Sutopo, 2002). Adapun besar pengaruh cahanya terhadap
perkecambahan tergantung pada intensitas cahaya, kualitas cahaya, lamanya
penyinaran Menurut Adriance and Brison dalam Sutopo (2002) pengaruh cahaya
terhadap perkecambahan benih dapat dibagi atas 4 golongan yaitu golongan yang
memerlukan cahaya mutlak, golongan yang memerlukan cahaya untuk
mempercepat perkecambahan, golongan dimana cahaya dapat menghambat
perkecambahan, serta golongan dimana benih dapat berkecambah baik pada
tempat gelap maupun ada cahaya.

5) Medium

Medium yang baik untuk perkecambahan haruslah memiliki sifat fisik yang
baik, gembur, mempunyai kemampuan menyerap air dan bebas dari organisme
penyebab penyakit terutama cendawan (Sutopo, 2002). Pengujian viabilitas benih
dapat digunakan media antara lain substrat kertas, pasir dan tanah.

Benih rekalsitran adalah benih yang tidak mempunyai masa istirahat. Hal ini
bertolak belakang dengan benih ortodoks sebagai benih yang memiiliki masa
dormansi. Pada benih rekalsitran cepatnya proses perkecambahan benih sering
menjadi masalah atau kendala untuk mengirim benih ketempat produksi dalam
kurun waktu tertentu. Benih rekalsitran dapat juga didefinisikan sebagai benih
yang tidak mengalami proses pengeringan pada saat benih masak di pohon
induknya, cepat mengalami kemunduran, daya simpannya singkat dan mati
apabila kadar air turun menjadi 15-20% atau setara dengan keseimbangan kadar
air benih pada kelembaban (RH) 70 %, suhu 20oC. Kriteria benih jeruk yang baik
sebenarnya sama dengan kriteria benih yang baik pada umumnya. Kriteria-kriteria
tersebut diantaranya

a. Benih utuh artinya tidak luka atau tidak cacat.

b. Benih harus bebas hama dan penyakit.

c. Benih harus murni artinya tidak tercampur dengan biji-biji atau benih
lain serta bersih dari kotoran.

d. Benih diambil dari jenis yang unggul atau stek yang sehat.

e. Mempunyai daya kecambah 80%.

f. Benih yang baik akan tenggelam bila direndam dalam air.

Bibit yang tumbuh baik merupakan bibit yang berkecambah secara normal.
Bibit normal adalah bibit dimana unsur-unsur utamanya menunjang kemampuan
untuk berkembang menjadi tanaman normal apabila ditanam pada lingkungan
yang sesuai bagi benih yang bersangkutan. Bibit yang berkecambah secara normal
memilki perakaran yang baik, plumula sudah tumbuh menjadi batang dan daun
sehingga dapat dilihat dengan jelas antara batang dan daun. Ciri-ciri lain yaitu
akarnya tumbuh tegak lurus ke bawah, hipokotil dan plumula tumbuh secara
sempurna. Selain itu, benih yang berkecambah baik juga terlihat dari daun yang
sudah tampak hijau berklorofil sementara batang muda tumbuh tegak ke atas
(tidak miring ataupun bengkok). Sedangkan ciri dari tanaman yang
perkecambahannya tidak baik adalah tidak terbentuknya bagian tanaman dengan
sempurna atau dapat dikatakan abnormal. Bibit Abnormal adalah bibit yang tidak
memenuhi persyaratan sebagai bibit normal. Adanya bibit abnormal karena dalam
poliembrioni mengandung banyak embrio yang tidak seragam. Ada yang sama
dengan induknya dan ada pula hasil peleburan. Pada bibit yang tumbuh abnormal,
plumulenya masih belum jelas pertumbuhannya karena hanya terlihat seperti tunas
dan tidak membentuk daun selain itu warnanya juga pucat. Akarnya pun tumbuh
ke samping dan mengeriting.
Embrio merupakan calon terbentuknya tumbuhan baru. Faktor-faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan embrio terbagi menjadi faktor dalam dan faktor luar.
Faktor dalam yang cukup berpengaruh yaitu kecukupan cadanagan makanan bagi
embrio, kemasakan dari benih itu sendiri serta adanya zat penghambat dari dalam
benih seperti ditemukan pada banyak kasus. Sementara faktor luar yang
mempengaruhi pertumbuhan embrio diantaranya air, oksigen, dan temperatur.

a. Air yang dibutuhkan untuk perkecambahan

Benih yang masak sering kekeringan dan membutuhkan jumlah air tertentu,
hal ini berhubungan dengan berat kering biji, sebelum metabolisme dan
pertumbuhan dapat berlanjut. Kebanyakan benih membutuhkan cukup air untuk
melembabkan benih tapi tidak sampai menggenangi. Saat biji mengimbibisi air,
enzim hidrolitik diaktifkan yang akan menghancurkan sumber cadangan makanan
menjadi bahan-bahan kimia yang berguna dalam proses metabolisme.

b. Oksigen

Pada proses respirasi akan berlangsung selama benih masih hidup. Pada saat
perkecambahan berlangsung proses respirasi akan meningkat disertai pula dengan
meningkatnya pengambilan oksigen dan pelepasan karbondioksida, air dan energi
yang berupa panas. Terbatasnya oksigen yang dapat dipakai akan mengakibatkan
terhambatnya proses perkecambahan benih. Hubungan antara pengaruh cahaya
dan perkecambahan benih dikontrol oleh suatu sistem pigmen yang dikenal
sebagai phytochrome yang tersusun dari chromophore dan protein.

c. Temperatur

Temperatur merupakan syarat penting kedua bagi perkecambahan benih.


Temperatur optimum adalah temperatur yang paling menguntungkan bagi
berlangsungnya perkecambahan. Temperatur optimum bagi kebanyakan benih
tanaman benih antara 26,5-35oC. Di bawah itu pada temperatur minimum terendah
0-5oC kebanyakan jenis benih akan gagal untuk berkecambah atau terjadi
kerusakan yang mengakibatkan terbentuknya kecambah abnormal. 
BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari praktikum yang telah dilakukan, didapatkan bahwa tanaman mangga


dan jeruk merupakan tanaman poliembrioni dengan banyaknya tunas yang muncul
saat biji jeruk dan biji mangga tersebut ditanam.

Kesimpulan dari praktikum Poliembrioni tanaman jeruk ini diantaranya:

a. Poliembrioni merupakan proses terbentuknya lebih dari satu embrio


dalam satu biji dimana apomiksis dan amfimiksis terjadi bersamaan.

b. Tujuan dari pengujian poliembrioni secara umum yaitu untuk


menghasilkan jumlah tanaman baru yang lebih banyak dalam satu biji
dan dalam praktikum ini digunakan rekalsitran jeruk (Citrus sp.) dan
Mangga (Mangifera indica)

c. Dalam poliembrioni, perkecambahan suatu benih dipengaruhi oleh 2


faktor yaitu faktor dalam dan faktor luar. Pertumbuhan embrio
dipengaruhi oleh ketersediaan cadangan makanan, air, oksigen, dan
temperatur.

B. Saran

Pada praktikum selanjutnya sebaiknya digunakan biji yang mana mutu


fisiknya sama atau yang berukuran sama serta pengamtan dilakukan secara teratur
dengan jarak hari yang lebih singkat.
DAFTAR PUSTAKA

Altaf, N, Murwat, EK, Bhatti, IA & Iqbal, MM 2001, ‘Nuselus regeneration and
polyembryony of citrus cultivars’, Pak.J.Bot.,vol. 33, no. 2

Kamil. J, 2004. Ilmu dan Teknologi Benih. Jurnal Litbang Pertanian. Vol 4
(1):31-36.

Kepiro, JL & Roose, ML 2007, ‘Nucellar Embryony’, In Khan, IA (ed.). Citrus


Genetics, Breeding and Biotechnology. London (GB), Biddlles Ltd,
Kings Lynn.

Pichot, C., Fady, B., & Hochu, I. 2000. Lack of Mother Tree Alleles in
Zymograms of Cupressus Dupreziana. Camus embryos. Ann. For. Sci.57:
17-22.

Soelarso, B. 1996. Budidaya Jeruk Bebas Penyakit dan Penyimpanan Benih serta
Pembibitan. http://www.foundation.org. Diakses pada tanggal 1
Desember 2020

Sutopo. 2002. Viabilitas dan Faktor-Faktor yang mempengaruhi perkecambahan


pada Poliemrioni. http://digilib.biologi.lipi.go.id/view.html?idm=12172.
Diakses tanggal 1 Desember 2020

Willadsen, S.M. 1979. A method for culture of micromanipulated sheep embryos


andits use to produce monozygotic twins. J. Nature, 277:298-300
LAMPIRAN

1. Perkecambahan biji mangga ulangan 1

Gambar Keterangan
Biji manga sesudah dibuang kulit biji
nya. Biji bagian kiri adalah ulangan 1
dan biji bagian kanan adalah ulangan
2. Terlihat pada gambar kedua biji
memiliki mutu fisik yang erbeda
terlihat dari ukuran dan bentuk nya.
Biji manga ulangan 1 lebih besar dan
tentunya memilika cadangan makanan
lebih banyak juga dari ulangan 2.
Terlihat biji manga sudah
berkecambah dan tumbuh. Disini
sudah dapat terlihat poliembrioni pada
mngga karena muncul nya dua
koleoptil ke permukaan.

Pada gambar ini terlihat lebih jelas.


Munculnya ke permukaan koleoptil
dan daun muda.
Pada gambar ini terlihat jelas bukti
nyata poliembrioni yaitu terbentuknya
3 dari satu embrio.

Pada akhir pengamatan daun sudah


panjang dan pertumbuhan bibit
semakin jelas dengan ertambahnya
tinggi bibit.

2. Perkecambahan biji mangga ulangan 1

Gambar Keterangan
Biji manga ulangan 2 adalah biji
bagian kakan. Terlihat secara fisika
biji manga ini lebih kecil dan tentunya
memiliki cadangan maknan yang lebih
sedikit yang mana akan
mempengaruhi terhadap
perkecambahan nantinya.
Pengamtan pertama biji sudah
berkecambah namun masih berukuran
sangat kecil dan baru muncul satu
koleoptil atau poliembrioni berlum
terlihat jika dibandingkan dengan
ulangan 1.

Pengamatan selanjutnya pada gambar


terlihat baru muncul 1 daun muda dan
belum ada terlihat poliembrioni nya.

Pengamatan terakhir masih belum


terlihat poliembruoni nya, namun
terlihat adanya pertumbuhan tanaman
pada tinggi bibit dan panajng daun.

Anda mungkin juga menyukai