Anda di halaman 1dari 8

TUGAS 3

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MUTU BENIH

OLEH:
MIFTAHUL KHAIRANI
1710213008

ILMU BENIH
Prof. Dr. Ir. ASWALDI ANWAR, MS.

PROGRAM STUDI AGRONOMI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2020
Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Mutu Benih Yang Berkaitan
Dengan Kondisi Tanaman Induk.

A. Rasio Tanaman Induk Jantan dan Betina

Berbagai permasalahan dalam produksi benih F1 adalah rendahnya


produksi tepung sari, jumlah rambut tongkol yang terbatas, rentan berbagai
cekaman lingkungan, saat penyerbukan yang tepat sulit dicapai, jumlah biji
pertongkol sedikit, dan produksi benihnya rendah. Namun demikian
produktivitas benih jagung hibrida silang tunggal masih dapat ditingkatkan jika
teknologi produksinya dapat diperbaiki. Karena itu masih ada peluang untuk
meningkatkan hasil benih F1 dengan upaya penyediaan teknologi produksi
benih yang optimal 4diantaranya dengan mengatur ratio unduk jantan dan
betina (Yuyun, 2017).

Produktivitas benih jagung hibrida silang tunggal hasilnya dapat


ditingkatkan hingga mencapai 3 ton/ha, tergantung dari potensi genetik
tetuanya dan managemen produksinya. Jika penanaman induk jantan terlalu
kurang, maka induk betina akan kekurangan tepung sari sehingga banyak
tongkol yang ompong karena itu diperlukan pengaturan komposisi baris jantan
dan betina untuk memperoleh hasil benih yang optimal (Saenong & Rahmawati,
2010).

Beberapa metode yang dikembangkan untuk meningkatkan produksi dan


viabilitas polen di antaranya ialah pemberian boron (Lordkaew, Dell, Jamjod, &
Rerkasem, 2011). pemberian unsur boron sebanyak 20 µM pada tanaman jagung
hibrida dapat meningkatkan jumlah polen per antera dari 1.386 polen menjadi
2.999 polen per antera (Lordkaew et al., 2011). Pemberian boron juga
menunjukkan respons yang positif terhadap peningkatan produksi biji tanaman
tomat dan paprika (Sharma, 1999), terutama boron pada dosis 1–2 kg/ha.
Viabilitas polen merupakan kemampuan untuk hidup yang ditunjukkan
oleh pertumbuhan atau gejala metabolisme. Kelly, Rasch, & Kalisz, (2002)
menyatakan bahwa kualitas polen dapat ditentukan dari tingkat viabilitasnya.
Fertilisasi tidak mungkin dapat terjadi tanpa kehadiran polen dengan viabilitas
yang tinggi. Polen dengan viabilitas tinggi akan lebih dahulu membuahi sel telur,
sehingga sel telur yang dibuahi lebih awal akan lebih dahulu berkembang
menjadi embrio dari pada sel telur yang dibuahi kemudian. Embrio yang
terbentuk lebih awal mempunyai kesempatan yang lebih baik untuk
memanfaatkan fotosintat untuk pertumbuhan dan perkembangannya dalam
pembentukan biji sehingga dengan demikian embrio tersebut dapat
berkembang menjadi biji yang memiliki viabilitas yang tinggi (Hoekstra, 1983).

Faktor pertama adalah rasio tanaman induk jantan dan betina (R) dengan
3 taraf yaitu:

r1: Rasio 1 jantan: 4 betina

r2: Rasio 1 jantan: 5 betina

r3: Rasio 1 jantan: 6 betina

Faktor kedua adalah penambahan pupuk boron pada tanaman jantan (B)
dengan 2 taraf, yaitu: b1 : 0 kg/ha b2 : 15 kg/ha

Mutu Fisiologis

Hasil Penelitian Yuyun, 2017 menyatakan bahwa perlakuan rasio


tanaman 1:5 (r1) mampu menghasilkan kecambah normal mencapai 83,67%
yang berbeda nyata dengan perlakuan rasio tanaman 1:6 (r3) dan rasio tanaman
1:4 (r2). Hasil tersebut memperlihatkan bahwa rasio tanaman 1:5 (r2) tidak
hanya memiliki keunggulan dalam pertumbuhan dan hasil produksi namun juga
pada mutu benih. Angka 83.67% telah melewati nilai SNI yang ditetapkan untuk
kualitas benih dalam kemasan berlebel adalah 70 – 80%.
Perlakuan rasio tanaman 1:5 (r2) menghasilkan kecambah normal
mencapai 32.75 %/etmal yang berbeda nyata dengan perlakuan rasio tanaman
1:4 (r1) dan rasio tanaman 1:6 (r3). Hasil tersebut sejalan dengan daya
kecambah yang dihasilkan oleh perlakuan 1:5 (r2) dimana pada perlakuan
tersebut (r2) memiliki daya kecambah yang lebih tinggi

Hasil pada uji kecepatan tumbuh menunjukkan kemampuan benih untuk


berkecambah secara cepat pada kisaran hari itu. Kemampuan benih yang cepat
untuk berkecambah tentunya didukung oleh nilai daya kecambah dari setiap
benih yang menunjukkan viabilitas yang tinggi. Kecepatan tumbuh
mengindikasikan vigor kekuatan tumbuh benih karena benih yang cepat tumbuh
lebih mampu menghadapi kondisi lapang yang suboptimal. Berdasarkan hasil
yang didapat pada masing-masing perlakuan rasio tanaman diatas, semua
perlakuan menunjukkan hasil kecepatan pekecambahan diatas 30 % semua,
maka benih-benih ini memiliki kecepatan tumbuh yang kuat. Hal ini sesuai
dengan pendapat Sadjad (1993), yang juga memberi kriteria bila benih
mempunyai kecepatan tumbuh lebih besar dari 30% artinya benih tersebut
memiliki vigor kecepatan tumbuh yang kuat

Mutu Fisik

Perlakuan rasio tanaman 1:5 (r2) memiliki bobot 100 butir terbaik, yang
artinya benih yang dihasilkan lebih bernas.

B. Tngkat Kemasakan
Tingkat kemasakan tanaman merupakan faktor terpenting yang
mempengaruhi produksi dan mutu benih (Budiman, 2012). Selama masa
vegetatif, produksi tanaman akan lebih banyak dari kebutuhan. Kelebihan hasil
asimilasi ini akan disimpan pada bagian vegetatif sebagai senyawa cadangan.
Senyawa cadangan tersebut sebagian besar tersusun dari karbohidrat tetapi
sering juga mengandung cukup banyak lipid dan protein. Dengan meningkatnya
umur tanaman, total karbohidrat non struktural pada tanaman rumput akan
semakin tinggi (Budiman et al., 2011).

Mutu Fisik dan Mutu Fisiologis

Menurut Pramono (2009), Pemasakan benih berjalan sejak terjadinya


fertilisasi hingga masak fisiologis. Kemasakan benih terus meningkat sejalan
dengan waktu. Semakin mendekati masak fisiologis, maka tingkat kemasakan
benih semakin tinggi. Indikator fisik dari kemasakan benih adalah bahan kering
yang terakumulasi dalam benih, sedangkan tanda non fisik atau fisiologi dari
kemasakan benih adalah viabilitas benih. Semakin masak benih, maka
viabilitasnya semakin tinggi dan viabilitas dapat dilihat dari daya berkecambah

Mutu Genetis

Selain tingkat kemasakan penggunaan varietas unggul juga sangat


diperlukan dalam penyediaan benih bermutu. Dalam hal ini varietas Numbu dan
Samurai-2 merupakan varietas unggul yang diharapkan dapat meningkatkan
produksi, mutu fisik dan mutu fisiologis benih sorgum.

Mutu Genetis yang mempengaruhi Mutu Fisik Benih

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pengaruh varietas tidak nyata


pada produksi (bobot benih dan jumlah benih per tanaman). Sedangkan, nyata
pada mutu fisik benih yang di tunjukan pada variabel bobot 1000 butir,
kekerasan benih, panjang benih, lebar benih dan proporsi ketebalan kulit.
Perbedaan mutu fisik yang ditunjukkan pada variabel bobot 1000 butir
menunjukkan pengaruh sangat nyata bahwa pada varietas Numbu memiliki nilai
lebih besar dan varietas Samurai-2 memiliki nilai lebih rendah. Hal ini
disebabkan ukuran biji varietas Numbu lebih panjang (4,35 cm) dan lebih lebar
(3,97cm) dibandingkan varietas Samurai-2 dengan panjang (3,75cm) dan lebar
(3,54cm) (Yunitasari, et al., 2017).
Perbedaan genetik merupakan satu faktor yang menyebabkan perbedaan
bobot benih. Tingginya nilai bobot 1000 butir pada varietas Numbu disebabkan
oleh ukuran benih yang lebih besar sehingga kandungan endosperm benihnya
lebih besar dan cadangan makanannya lebih banyak daripada varietas Samurai-
2 Benih sorgum varietas Numbu dan Samurai-2 sangat berbeda nyata pada
variabel kekerasan benih. Varietas Samurai-2 memiliki nilai kekerasan lebih
tinggi daripada varietas Numbu. Kekerasan benih juga dapat disebabkan karena
faktor genetik, sebagaimana vigor tanaman induk, daya tahan terhadap
kerusakan mekanik, dan komposisi kimia benih (Yunitasari et al., 2017).

Mutu Fisik Mempengaruhi Mutu Fisiologis Benih

Varietas Samurai-2 memiliki proporsi kulit yang lebih tebal dan Numbu
memiliki proporsi yang lebih tipis. Ketebalan kulit tersebut juga mempengaruhi
perkecambahannya. Proporsi ketebalan kulit yang didapatkan berhubungan erat
pada variabel first germination yang menunjukkan mutu fisiolgis benih sorgum
varietas Numbu lebih cepat berkecambah dan varietas Samurai-2. Hal ini dapat
disebabkan varietas Numbu dengan proporsi ketebalan kulit yang lebih tipis
(0,8%) daripada varietas Samurai-2 (0,15%) sehingga akan lebih mudah untuk
berkecambah (Yunitasari et al., 2017).

Mutu Genetis

Varietas Numbu memiliki ukuran benih yang lebih besar daripada


varietas Samurai-2. Menurut Ridha et al., (2014), perbedaan varietas juga
menghasilkan ukuran dan kualitas biji yang berbeda-beda. Faktor yang diduga
mempengaruhi perbedaan dari varietas adalah karena setiap varietas adalah
faktor genetik karena setiap varietas memiliki ekspresi karakteristik genotipe
atau kombinasi genotipe yang dapat membedakan dari jenis atau spesies. Oleh
sebab itu, dalam hal ini hampir semua variabel pada pengaruh varietas sangat
nyata berbeda dalam mengakibatkan perbedaan mutu fisik dan mutu benih
sorgum.
DAFTAR PUSTAKA

Budiman. 2012. Studi perkembangan morfologi pada fase vegetative dan


reproduktif tiga kultivar rumput gajah (Pennisetum purpureum Schum).
Disertasi. Program Pascasarjana Fakultas Peternakan Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta.

Budiman, R. D.,Soetrisno, S. P., S. Budhi and A. Indrianto. 2011. Total non


structural carbohydrate (TNC) of three cultivar of napier grass
(Pennisetum purpureum Schum) at vegetative and generative phase.
Journal of The Indonesian Tropical Animal Agriculture 36 (2): 126-130.

Hoekstra, F. A. (1983). Physiological evolution in Angiosperm pollen: Possible role


of pollen vigour. In Pollen: Biology and Implications for Plant Breeding
(pp. 35–41). Amsterdam: Elsevier Science Publishers.

Kelly, J. K., Rasch, A., & Kalisz, S. (2002). A Method to Estimate Pollen Viability
From Pollen Size Variation. American Journal of Botany, 89(6), 1021–
1023. https://doi.org/10.3732/ ajb.89.6.1021

Lordkaew, S., Dell, B., Jamjod, S., & Rerkasem, B. (2011). Boron Deficiency in
Maize. Plant and Soil, 342(1–2), 207–220. https://doi.org/
10.1007/s11104-010-0685-7

Pramono, E. 2009. Daya Simpan Dugaan 90% (DSD-90) dari Intensitas


Pengusangan Cepat Kimiawi dengan Uap Etanol (IPCKU) Pada Benih
Kacang Tanah (Arachis hypogea L.). Hasil Penelitian dan Pengabdian
kepada Masyarakat. Unila. 7 hlm.

Ridha, R., E. Zuhri., Nurbaiti. 2014. Pengaruh Pemberian Berbagai Dosis Urea
Pada Beberapa Varietas Sorgum (Sorghum bicolor L.) Terhadap Hasil
dan mutu Benih. J. Agri Sains 1(2): 32-44.

Sadjad, S. (1993). Dari Benih Kepada Benih. Jakarta: Grasindo.


Saenong, S., & Rahmawati. (2010). Penentuan Komposisi Tanaman Induk Jantan
dan Betina Terhadap Produktivitas dan Vigor Benih F1 Jagung Hibrida
Bima-5. In Prosiding Pekan Serealia Nasional (pp. 74–85).

Sharma, S. K. (1999). Effect of Boron and Calcium on Seed Production of


BellPepper (Capsicum annuum L.). Vegetable Science, 26(1), 87–88

Yunitasari, I., Eko, P., Paul, B.T. 2017. Pengaruh Tingkat Kemasakan Pada
Produksi, Mutu Fisik Dan Mutu Fisiologis Benih Sorgum (Sorghum bicolor
[L] Moench) Varietas Numbu Dan Samurai-2. Prosiding Seminar Nasional
Agroinovasi Spesifik Lokasi Untuk Ketahanan Pangan Pada Era
Masyarakat Ekonomi ASEAN.

Yuyun, I. dan Syaban, A.S. 2017. Rasio Tanaman Induk Jantan dan Betina Serta
Penambahan Pupuk Boron Pada Tanaman Jantan Terhadap Produksi dan
Mutu Benih Jagung Manis (Zea mays “saccharata” STRUT.). Jurusan
Produksi Pertanian, Politeknik Negeri Jember. Agriprima, Journal of
Applied Agricultural Sciences. Vol. 1, No. 1, Hal. 1-11.

Anda mungkin juga menyukai