Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
Standar kompetensi : Mahasiswa dapat memahami dan mengetahui proses
pembentukan gamet jantan dan gamet betina serta proses
ovulasi pada betina.
Kompetensi dasar : Mahasiswa dapat menguraikan:
1.1 Spermatogenesis
1.2 Oogenesis
1.3 Pembentukan Telur
1.4 Tipe Telur
1.5 Proses Ovulasi
1.1 Latar Belakang
Reproduksi atau pembiakan ialah memperbanyak diri atau berketurunan.
Bertujuan untuk mempertahankan kehadiran spesies di alam. Bila ada sel tubuh
kita yang rusak maka akan terjadi proses penggantian dengan sel baru melalui
proses pembelahan mitosis, sedangkan sel kelamin atau gamet sebagai agen utama
dalam proses reproduksi manusia menggunakan proses pembelahan meiosis.
Seperti yang sudah kita ketahui bersama bahwa mitosis menghasilkan sel baru
yang jumlah kromosomnya sama persis dengan sel induk yang bersifat diploid
(2n) yaitu 23 pasang/ 46 kromosom, sedangkan pada meiosis jumlah kromosom
pada sel baru hanya bersifat haploid (n) yaitu 23 kromosom. Gametogenesis
dibedakan menjadi 2, yaitu Spermatogenesis dan Oogenesis.
Spermatogenesis merupakan proses pembentukan sperma atau sel gamet
jantan didalam alat kelamin jantan ( testis ), tepatnya berlangsung ditubulus
seminiferus dan diatur oleh hormone gonadotropin dan testosterone. Pada proses
ini akan dihasilkan 4 sel spermatozoa, yang masing – masing bersifat haploid dan
dilengkapi dengan bulu cambuk ( flagel ). Sedangkan Oogenesis merupakan
proses pembentukan sel – sel gamet betina ( ovum ) didalam ovarium hewan.
Pada hasil ini akan dihasilkan 4 sel telur tetapi hanya satu saja yang fungsional,
sebab selnya mengandung plasma dan inti yang berkromosom tunggal, sedangkan

1
3 sel telur lainnya letal atau mengalami kematian sehingga tetap melekat pada
salah satu kutub dan berubah menjadi sel kutub ( polosit ).

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah pada makalah ini, yaitu:
1. Bagaimana proses gametogenesis?
2. Bagaimana proses spermatogenesis?
3. Bagaimana proses oogenesis?
4. Bagaimana proses pembentukan Telur?
5. Apa saja tipe Telur?
6. Bagaimana proses ovulasi?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan dari pembuatan makalah ini, yaitu:
1. Mengetahui proses gametogenesis.
2. Mengetahui proses spermatogenesis.
3. Mengetahui proses oogenesis.
4. Mengetahui proses pembentukan telur.
5. Mengetahui mecam-macam telur.
6. Mengetahui proses ovulasi.

1.4 Metode Penulisan


Metode penulisan yang kami gunakan adalah menggunakan metode
kepustakaan yang bahannya diambil dari beberapa buku dan bahan – bahan
pustaka lainnya sebagai referensi dalam penulisan makalah ini dan juga media
internet yang pencarian bahan dalam bentuk jurnal melalui media elektronik yang
berhubungan dengan pokok bahasan yang diangkat.

2
BAB II
GAMETOGENESIS

2.1 Gametogenesis
Gamet dihasilkan dalam gonad. Gamet jantan: spermatozoon (jamak:
spermatozoa) dihasilkan dalam gonad jantan, disebut testis. Gamet betina : ovum
(jamak: ova), dihasilkan dalam gonad betina, disebut ovarium. (Yatim;1994:15)
Perkembangan berawal dari pembuahan (fertilisasi), proses penyatuan
gamet pria, sperma, dan gamet wanita, oosit, untuk menghasilkan zigot. Gamet
berasal dari sel germinativum primordial (SGP, primordial germ cell) yang
terbentuk di epiblas selama minggu ke dua dan yang bergerak menuju dinding
yolk sac. Selama minggu keempat, sel-sel ini mulai bermigrasi dari yolk sac
menuju gonad yang sedang terbentuk, tempat sel-sel ini sampai pada akhir
minggu kelima. Pembelahan mitotik meningkatkan jumlah sel ini sewaktu
bermigrasi dan juga ketika tiba di gonad. Sebagai persiapan untuk fertilisasi, sel
germinativum mengalami gametogenesis yang mencakup meiosis, untuk
mengurangi jumlah kromosom, dan sitodiferensiasi, untuk menentukan
pematangannya. (Sadler;2010:15)
Gametogenesis terdiri dari 4 tahap, yaitu:
1. Perbanyakan
2. Pertumbuhan
3. Pematangan
4. Perubahan bentuk
Tahap perbanyakan (poliferasi) berlangsung secara mitosis berulang-
ulang. Gametagium (sel induk gamet) membelah menjadi 2, 2 menjadi 4, 4
menjadi 8, dan seterusnya. Gametangium ini akan tumbuh membesar menjadi
gametosit I. Gametosit I mengalami tahap pematangan, berlangsung secara
meiosis. Akhir meiosis I terbentuk gametosit II, dan akhir meiosis II terbentuk
gametid. Gametid mengalami tahap perubahan bentuk (transformasi) menjadi
gamet. (Yatim;1994:15)

3
Dalam proses gametogenesis ini terjadi dua pembelahan yaitu mitosis dan
meiosis.
a. Mitosis
Mitosis adalah proses pembelahan satu sel untuk menghasilkan dua sel
anak secara genetik identik dengan sel induk. Setiap sel anak menerima
komplemen lengkap 46 kromosom. Sebelum suatu sel mengalami mitosis, setiap
kromosom mereplikasikan DNA. Selama fase replikasi ini, kromosom menjadi
snagat panjang, tersebar difus ke seluruh nucleus dan tidak dapat dikenali dengan
mikroskop cahaya. Proses mitosis ini dimulai, kromosom mulai membentuk
kumparan, berkontraksi, dan memadat; proses-proses ini menandai dimulainya
profase. Setiap kromosom sekarang terdiri dari dua subunit parallel kromatid yang
disatukan oleh suatu daerah sempit (sentromer) yang terdapat dikeduanya.
Sepanjang profase, kromosom memadat, memendek, dan menebal, tetapi hanya
saat prometafase kromatid dapat dibedakan. Selama metaphase, kromosom-
kromosom berjajar dalam suatu bidang ekuator, dan struktur gandanya tampak
jelas. Masing-masing kromosom diikat oleh mikrotubulus yang berjalan drai
sentromer ke sentriol, membentuk gelendong mitotik. Tidak lama kemudian
sentromer masng-masing kromosom membelah, menadai awal anaphase, diikuti
oleh migrasi kromatid ke kutub gelendong yang berlawanan. Akhirnya, selamam
telofase, kumparan kromosom mengurai dan memanjang, selubung nucleus
kembali terbentuk, dan sitoplasma membelah. Masing-masing sel anak menerima
separuh dari bahan kromosom ganda sehingga mempertahankan jumlah
kromosom yang sama seperti sel induk. (Sadler;2010:17)

Mitosis Meiosis

4
b. Meiosis
Meiosis adalah pembelahan sel yang terjadi pada sel germinativum untuk
menghasilkan gamet pria dan gamet wanita, yaitu masing-masing sperma dan sel
telur. Meiosis memerlukan dua pembelahan sel, yaitu meiosis I dan meiosis II,
untuk mengurangi jumlah kromosom menjadi jumlah haploid 23. Seperti pada
mitosis, sel germinativum pria dan wanita (spermatosit dan oosit primer) pada
awal meiosis I mereplikasikan DNA merekasehingga setiap 46 kromosom tersebut
digandakan menjadi sister cromatid. Namun, berbeda dengan mitosis, kromosom-
kromosom homolog kemudian bergabung membentuk pasangan-pasangan, suatu
proses yang disebut sinapsis. Pembentukan pasangan bersifat eksak dan titik dmei
titik kecuali kombinasi XY. Pasangan-pasangan homolog kemudian berpisah
menjadi dua sel anak. Segera sesudahnya, terjadi meiosis II yang memisahkan
kromosom ganda (sister cromatid) tersebut. Karena itu, setiap gamet mengandung
23 kromosom.
Proses penting pada meiosis I adalah crossover, yaitu pertukaran segmen
kromatid antara pasangan kromosom yang homolog. Segmen-segmen kromatin
putus dan dipertukarkan sewaktu kromosom homolog memisah. Sewaktu terjadi
pemisahan, titik-titik pertukara menyatu untuk sementara dan membentuk struktur
seperti huruf X (kiasma). Umumnya terjadi sekitar 30 sampai 40 crossover (satu
atau dua per kromosom) antara gen-gen yang terpisah jauh dari satu kromosom
pada setiap pembelahan meiotik I.
Akibat pembelahan meiotik, (a) variabilitas genetik ditingkatkan melalui
tukar-silang yang menyebabkan redistribusi bahan genetik, dan melalui distribusi
acak kromosom homolog ke sel anak; dan (b) setiap sel germinativum
mengandung jumlah kromosom yang haploid sehingga saat pembuahan humlah
diploid 46 terpulihkan.
Selama meiosis, satu oosit primer menghasilkan empat sel anak, masing-
masing dengan 22 kromosom plus 1 kromosom X. namun, hanya satu dari sel
anak ini berkembang menjadi gamet dewasa, oosit; tiga sisanya badan polar,
hanya mendapat sedikit sitoplasma dan mengalami degenerasi pada
perkembangan selanjutnya. Demikian juga, satu spermatosit primer menghasilkan

5
empat sel anak, dua dengan dengan 22 kromosom plus 1 kromosom X dan dua
dengan 22 kromosom plus 1 kromosom Y. namun, berbeda dengan pembentukan
oosit, keempat sel tersebut berkembang menjadi gamet matang. (Sadler;2010:17)

2.2 Spermatogenesis
Spermatogenesis merupakan proses pembentukan dan pematangan
spermatozoa (sel benih pria). Spermatogenesis dimulai dengan pertumbuhan
spermatogonium menjadi sel yang lebih besar disebut spermatosit primer. Sel-sel
ini membelah secara mitosis menjadi dua spermatosit sekunder yang sama besar,
kemudian mengalami pembelahan meiosis menjadi empat spermatid yang sama
besar. Spermatid adalah sebuah sel bundar dengan sejumlah besar protoplasma
dan merupakan gamet dewasa dengan sejumlah kromosom haploid. Proses ini
berlangsung dalam testis (buah zakar) dan lamanya sekitar 72 hari. Proses
spermatogenesis sangat bergantung pada mekanisme hormonal tubuh (Budiyanto,
2009).
Spermatozoa (sperma) yang normal memiliki kepala dan ekor, di mana
kepala mengandung materi genetik DNA, dan ekor yang merupakan alat
pergerakan sperma. Sperma yang matang memiliki kepala dengan bentuk lonjong
dan datar serta memiliki ekor bergelombang yang berguna mendorong sperma
memasuki air mani. Kepala sperma mengandung inti yang memiliki kromosom
dan juga memiliki struktur yang disebut akrosom. Akrosom mampu menembus
lapisan jelly yang mengelilingi telur dan membuahinya bila perlu. Sperma
diproduksi oleh organ yang bernama testis dalam kantung zakar. Hal ini
menyebabkan testis terasa lebih dingin dibandingkan anggota tubuh lainnya.
Pembentukan sperma berjalan lambat pada suhu normal, tapi terus-menerus
terjadi pada suhu yang lebih rendah dalam kantung zakar (Budiyanto, 2009).
Pada gonad laki-laki (testis), sel Sertoli digambarkan sebagai system
pembantu pematangan sel sperma (spermatozoa). Sel Sertoli yang tidak bisa
membelah diri lagi dan masih aktif dalam pertukaran zat, di dalam tubulus
seminiferus membentuk epitel benih, yang mengakomodasi spermatogonium
(Rohen, 2009: 9).

6
Pada tubulus seminiferus testis terdapat sel-sel induk spermatozoa atau
spermatogonium. Selain itu juga terdapat sel Sertoli yang berfungsi memberi
makan spermatozoa juga sel Leydig yang terdapat di antara tubulus seminiferus.
Sel Leydig berfungsi menghasilkan testosteron (Budiyanto, 2009).
Spermatogonium berkembang menjadi sel spermatosit primer. Sel
spermatosit primer bermiosis menghasilkan spermatosit sekunder. Spermatosit
sekunder membelah lagi menghasilkan spermatid. Spermatid berdeferensiasi
menjadi spermatozoa masak. Bila spermatogenesis sudah selesai, maka ABP
(Androgen Binding Protein) testosteron tidak diperlukan lagi, sel Sertoli akan
menghasilkan hormon inhibin untuk memberi umpan balik kepada hiposis agar
menghentikan sekresi FSH dan LH (Budiyanto, 2009).
Kemudian spermatozoa akan keluar melalui uretra bersama-sama dengan
cairan yang dihasilkan oleh kelenjar vesikula seminalis, kelenjar prostat, dan
kelenjar Cowper. Spermatozoa bersama cairan dari kelenjar-kelenjar tersebut
dikenal sebagai semen atau air mani. Pada waktu ejakulasi, seorang laki-laki dapat
mengeluarkan 300 – 400 juta sel spermatozoa. Pada laki-laki, spermatogenesis
terjadi seumur hidup dan pelepasan spermatozoa dapat terjadi setiap saat
(Budiyanto, 2009).
Pada akhir proses, terjadi pertumbuhan dan perkembangan atau
diferensiasi yang rumit, tetapi bukan pembelahan sel, yaitu mengubah spermatid
menjadi sperma yang fungsional. Nukleus mengecil dan menjadi kepala sperma,
sedangkan sebagian besar sitoplasma dibuang. Sperma ini mengandung enzim
yang memegang peranan dalam menembus membran sel telur (Budiyanto, 2009).
Spermatogenesis terjadi secara diklik di semua bagian tubulus seminiferus.
Di setiap satu bagian tubulus, berbagai tahapan tersebut berlangsung secara
berurutan. Pada bagian tubulus yang berdekatan, sel cenderung berada dalam satu
tahapan lebih maju atau lebih dini. Pada manusia, perkembangan spermatogonium
menjadi sperma matang membutuhkan waktu 16 hari. Spermatogenesis
dipengaruhi oleh hormon gonadotropin, Follicle Stimulating Hormone (FSH),
Luteinizing hormone (LH), dan hormon testosterone (Budiyanto, 2009).

7
Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa sperma diproduksi oleh tubulus
seminiferus. Hal yang mengagumkan dari kerja tubulus seminiferus ini adalah
mampu memproduksi sperma setiap hari sekitar 100 juta spermatozoa. Jumlah
yang normal spermatozoa berkisar antara 35 – 200 juta, tetapi mungkin pada
seseorang hanya memproduksi kurang dari 20 juta, maka orang tersebut dapat
dikatakan kurang subur. Biasanya faktor usia sangat berpengaruh terhadap
produksi sperma. Seorang laki-laki yang berusia lebih dari 55 tahun produksi
spermanya berangsur-angsur menurun. Pada usia di atas 90 tahun, seseorang akan
kehilangan tingkat kesuburan (Budiyanto, 2009).
Selain usia, faktor lain yang mengurangi kesuburan adalah frekuensi
melakukan hubungan kelamin. Seseorang yang sering melakukan hubungan
kelamin akan berkurang kesuburannya. Hal ini disebabkan karena sperma belum
sempat dewasa sehingga tidak dapat membuahi sel telur. Berkebalikan dengan hal
itu, apabila sperma tidak pernah dikeluarkan maka spermatozoa yang telah tua
akan mati lalu diserap oleh tubuh (Budiyanto, 2009).
1. Struktur Sperma
Sel-sel sperma memiliki struktur yang khusus.

Gambar Struktur Sperma Manusia (http://budisma.web.id diakses 4 Februari 2013).


Struktur spermatozoa terseb ut terlihat mempunyai bentuk mirip seperti
kecebong (anak katak yang baru menetas), terdapat bagian kepala dan ekor, dapat
terlihat bahwa sel-sel sperma memiliki struktur sebagai berikut:
1) Kepala

8
Pada bagian ini terdapat inti sel. Bagian kepala dilengkapi dengan
suatu bagian yang disebut dengan akrosom, yaitu bagian ujung kepala sperma
yang berbentuk agak runcing dan menghasilkan enzim hialuronidase yang
berfungsi untuk menembus dinding sel telur. Di bagian kepala ini terdapat 22
kromosom tubuh dan 1 kromosom kelamin yaitu kromosom X atau Y,
kromosom X untuk membentuk bayi berkelamin perempuan, sedangkan
kromosom Y untuk membentuk bayi berkelamin laki-laki. Kromosom kelamin
laki-laki inilah nantinya yang akan menentukan jenis kelamin pada seorang
bayi (Budiyanto, 2009).
2) Bagian tengah
Bagian tengah mengandung mitokondria yang berfungsi untuk
pembentukan energi. Energi tersebut berfungsi untuk pergerakan dan
kehidupan sel sperma. Bahan bakar dalam pembentukan energi ini adalah
fruktosa (Budiyanto, 2009).
3) Ekor
Bagian ekor lebih panjang, bersifat motil atau banyak bergerak.
Fungsinya adalah untuk alat pergerakan sperma sehingga dapat mencapai sel
telur. Pergerakan sel ini maju didorong oleh bagian ekor dengan pergerakan
menyerupai sirip belakang ikan (Budiyanto, 2009).
Pembentukan sperma dipengaruhi oleh hormon FSH (Folicel
Stimulating Hormone) dan LH (Lutenizing Hormone). Pembentukan FSH dan
LH dikendalikan oleh hormon gonadotropin yaitu hormon yang disekresikan
oleh kelenjar hipothalamus dari otak. Proses spermatogenesis juga dibantu
oleh hormon testosteron. Sperma yang sudah terbentuk di dalam testis seperti
pada proses di atas, kemudian akan disalurkan ke bagian epididimis dan
kemudian ke vas deferens, dan bercampur dengan sekret dari kelenjar prostat
dan cowperi (Budiyanto, 2009).
Siklus spermatogenesis yang telah dijelaskan berlangsung selama 64
hari di dalam kanalikuli testis dan waktunya konstan, sedangkan waktu
diferensiasi dan penyimpanannya di epididimis bervariasidan biasanya
berlangsung selama 12 hari. Di epididimis juga , epitel ikut berperan pada

9
penyimpanan dan pematangan sel sperma yang dengan sendirinya akan mati
dalam 24-36 jam (Rohen, 2009: 12).
Sperma yang berada di epididmis belum mampu membuahi
gerakannya baru pertama kali terjadi melalui percampuran sekret dari kelenjar
prostat dan vesikula seminalis di dalam ejakulat. Kemampuan membuahi yang
sebenarnya baru dicapai di dalam uterus dan saluran telur, melalui proses
kapasitasi, yakni terjadinya perubahan senyawa lipid dan glikoprotein
membrane sitoplasma sperma sehingga memungkinkan terjadinya proses
invasi ke dalam sel telur beserta penggelembungan inti setelah terjadinya
invasi atau impregnasi (Rohen, 2009: 12).

Gambar Tahap Spermatogenesis


(Sumber: http://budisma.web.id diakses 4 Februari 2013).

2. Hormon Reproduksi Pada Pria

10
Proses pembentukan spermatozoa dipengaruhi oleh kerja beberapa
hormon. Hormon-hormon tersebut adalah sebagai berikut:
1) Testosteron
Testosteron adalah hormon yang bertanggung jawab terhadap
pertumbuhan seks sekunder pria seperti pertumbuhan rambut di wajah (kumis
dan jenggot), pertambahan massa otot, dan perubahan suara. Hormon ini
diproduksi di testis, yaitu di sel Leydig. Produksinya dipengaruhi oleh
FSH (Follicle Stimulating Hormone), yang dihasilkan oleh hipofisis. Hormon
ini penting bagi tahap pembelahan sel-sel germinal untuk membentuk sperma,
terutama pembelahan meiosis untuk membentuk spermatosit sekunder.
Hormon ini berfungsi merangsang perkembangan organ seks primer pada saat
embrio, mempengaruhi perkembangan alat reproduksi dan ciri kelamin
sekunder serta mendorong spermatogenesis (Budiyanto, 2009).

2) Luteinizing Hormone/LH
Hormon ini dihasilkan oleh kelenjar hipofisis anterior. Fungsi LH
adalah merangsang sel Leydig untuk menghasilkan hormon testosteron. Pada
masa pubertas, androgen/testosteron memacu tumbuhnya sifat kelamin
sekunder. Pada pria, awal pubertas antara usia 13 sampai 15 tahun terjadi
peningkatan tinggi dan berat badan yang relatif cepat bersamaan dengan
pertambahan lingkar bahu dan pertambahan panjang penis dan testis. Rambut
pubis dan kumis serta jenggot mulai tumbuh. Pada masa ini, pria akan
mengalami mimpi basah (Budiyanto, 2009).
3) Follicle Stimulating Hormone/FSH
Hormon ini dihasilkan oleh kelenjar hipofisis anterior. FSH berfungsi
untuk merangsang sel Sertoli menghasilkan ABP (Androgen Binding Protein)
yang akan memacu spermatogonium untuk memulai proses spermatogenesis.
Proses pemasakan spermatosit menjadi spermatozoa disebut spermiogenesis.
Spermiogenesis terjadi di dalam epididimis dan membutuhkan waktu selama 2
hari (Budiyanto, 2009).
4) Estrogen

11
Estrogen dibentuk oleh sel-sel Sertoli ketika distimulasi oleh FSH. Sel-
sel Sertoli juga mensekresi suatu protein pengikat androgen yang mengikat
testoteron dan estrogen serta membawa keduanya ke dalam cairan pada
tubulus seminiferus. Kedua hormon ini tersedia untuk pematangan sperma
(Budiyanto, 2009).
5) Hormon Pertumbuhan
Hormon pertumbuhan diperlukan untuk mengatur metabolisme testis.
Hormon pertumbuhan secara khusus meningkatkan pembelahan awal pada
spermatogenesis (Budiyanto, 2009).
6) Hormon Gonadotropin
Hormon gonadotropin dihasilkan oleh hipotalamus. Hormon ini
berfungsi untuk merangsang kelenjar hipofisa bagian depan (anterior) agar
mengeluarkan hormon FSH dan LH (Budiyanto, 2009).

2.3 Oogenesis
Proses pembentukan ovum di dalam ovarium disebut oogenesis. Ketika
gonad berdiferensiasi jadi ovarium germ cells primordial itu berproliferasi
membentuk oogonia (tunggal: oogonium), yang jumlahnya ditaksir sekitar
600.000 butir (Baker & 0 1976 dalam Yatim;1994:81)
Yatim (1994:80), menyebutkan bahwa seperti halnya pada proses
spermatogenesis, proses oogenesis juga memiliki tahapan, yaitu:
1. Proliferasi (perbanyakan)
2. Meiosis
3. Transformasi atau pematangan
Sadler (2010:28-30), menjelaskan bahwa pada wanita genetik, setelah tiba
di gonad sel germinativum primordial berdeferensiasi menjadi oogonia. Sel-
sel ini mengalami sejumlah pembelahan mitotik, dan pada akhir bulan ketiga
sel-sel ini tersusun dalam kelompok-kelompok yang dikelilingi oleh satu
lapisan sel epitel gepeng.
Sebagian besar oogonia terus membelah dengan mitosis, tetapi sebagian
diantaranya terhenti pembelahannya pada tahap profase meiosis I dan membentuk

12
oosit primer, dan selama beberapa bulan kemudian, jumlah oogonia meningkat
pesat, dan pada akhir bulan kelima perkembangan prenatal, jumlah total sel
germinativum di ovarium mencapai maksimal, diperkirakan 7 juta. Pada waktu
ini, sel-sel mulai mati, dan banyak oogonia serta oosit primer menjadi atretik.
Pada bulan ketujuh, sebagian besar oogonia telah mengalami degenerasi kecuali
beberapa yang terletak dekat dengan permukaan. Semua oosit primer yang
bertahap hidup telah masuk ke tahap profase meiosis I, dan sebagian besar
diantaranya masing-masing dibungkus oleh satu lapisan sel epitel gepeng. Oosit
primer, bersama dengan sel epital gepeng disekitarnya, dikenal sebagai folikel
primordial.
Menjelang kelahiran, semua oosit primer telah memulai profase
meiosis I, tetapi sel-sel ini tidak melanjutka pembelahan ke tahap metaphase
namun masuk ke stadium diploten, suatu tahap istirahat selama profase
yang ditandai oleh adanya jala-jala kromatin. Oosit primer tetap tertahan di
profase dan tidak menuntaskan pembelahan meiotik pertama mereka
sebelum pubertas tercapai. Keadaan ini ditimbulka oleh oocyte maturation
inhibition (OMI), suatu peptida kecil yang dikeluarkan oleh sel folikular.
Saat pubertas, terbentuk cadangan folikel yang terus tumbuh dan
dipertahankan oleh pasokan folikel primordial. Setiap bulan 15 sampai 20 folikel
yang terpilih dari cadangan tersebut memulai proses pematangan, melewati tiga
stadium: (1) primer atau pre-antral, (2) sekunder atau antral, dan (3) pre-ovulasi
(folikel graaf). Stadium antral adalah stadium yang paling lama, sedangkan
stadium pre-ovulasi berlangsung selama sekita 37 jam sebelum ovulasi.
Pada setiap siklus ovarium, sejumlah folikel mulai berkembang, tetapi
biasanya hanya satu yang mencapai kematangan sempurna. Yang lain
berdegenerasi dan menjadi atretik. Ketika folikel sekumder telah matang,
lonjakan luteining hormone (LH) akan memicu fase pertumbuhan preevolusi.
Meiosis I tertuntaskan sehingga terbentuk dua sel anak dengan ukuran
berbeda, masing-masing dengan 23 kromosom berstuktur ganda. Satu sel, oosit
sekunder, mendapat sebagian besar sitoplasma; yang lain, badan polar pertama,
hampir tidak mendapat sitoplasma sama sekali. Badan polar pertama terletak

13
antar zona pelusida dan membrane oosit sekunder di ruang perivitelina. Sel
kemudian masuk ke meiosis II tetapi terhenti pada tahap metaphase sekitar
3 jam sebelum ovulasi. Meiosis II diselesaikan hanya jika oosit dibuahi; jika
tidak, sel akan mengalami degenerasi sekitar 24 jam setellah ovulasi. Badan
polar pertama juga mengalami pembelahan kedua.

2.4 Pembentukan Telur


Pembentukan telur merupakan suatu fungsi dari sistem reproduksi hewan
betina yang terdiri dari ovarium dan oviduct serta melewati 2 proses yaitu
pertumbuhan dan pematangan sel germinal dan diposisi material tak hidup seperti
yolk, albumen dan cangkang telur. Hal ini biasa dijumpai pada unggas, misalnya
ayam. Proses pembentukan telur dimulai ketika ovarium selesai mengovulasikan
telur dan jatuh kemudian ditangkap oleh infundibulum dan masuk ke lubang
ostium. Infundibulum adalah bagian teratas dari oviduk dan mempunyai panjang
sekitar 9 cm. Infundibulum berbentuk seperti corong atau fimbria dan menerima
telur yang telah diovulasikan. Pada bagian kalasiferos merupakan tempat
terbentuknya kalaza yaitu suatu bangunan yang tersusun dari dua tali mirip ranting
yang bergulung memanjang dari kuning telur sampai ke kutub-kutub telur. Pada
bagian leher infundibulum (neck of infundibulum) yang merupakan bagian
kalasiferos juga merupakan tempat penyimpanan sperma, sperma juga tersimpan
pada bagian pertemuan antara uterus dan vagina. Penyimpanan ini terjadi pada
saat kopulasi hingga saat fertilisasi, kalau telur yang kita inginkan fertil.
Selanjutnya masuk ke magnum, magnum merupakan saluran kelanjutan dari
oviduk dan merupakan bagian terpanjang dari oviduk. Batas antara infundibulum
dengan magnum tidak dapat terlihat dari luar. Magnum mempunyai panjang
sekitar 33 cm dan tempat disekresikan albumen telur. Proses perkembangan telur
dalam magnum sekitar 3 jam (Yuwanta, 2010).
Setelah itu masuk ke ithmus, panjang ithmus sekitar 10 cm dan merupakan
tempat terbentuknya membran sel (selaput kerabang lunak) yang banyak tersusun
dari serabut protein, yang berfungsi melindungi telur dari masuknya
mikroorganisme ke dalam telur. Membran sel yang terbentuk terdiri dari membran

14
sel dalam dan membran sel luar, di dalam ithmus juga disekresikan air ke dalam
albumen. Calon telur di dalam ithmus selama 1,25 jam. Dua lapisan membran sel
telur saling berhimpit dan ada bagian yang memisah/melebar membentuk bagian
yang disebut rongga udara (air cell), air cell akan berkembang mencapi 1,8 cm.
Rongga udara bisa digunakan untuk mengetahui umur telur dan besar telur
(Yuwanta, 2010).
Selanjutnya masuk ke uterus, di uterus terjadi proses pembentukan
kerabang telur yang terbentuk dari garam-garam kalsium. Uterus (shell gland)
mempunyai panjang sekitar 10 sampai 12 cm dan merupakan tempat
perkembangan telur paling lama di dalam oviduk, yaitu sekitar 18 sampai 20 jam.
Selain pembentukan kerabang pada uterus juga terjadi penyempurnaan telur
dengan disekresikannya albumen cair, meneral, vitamin dan air melalui dinding.
Pada uterus terjadi penambahan albumen antara 20% sampai 25%. Pembentukan
kerabang juga diikuti dengan pewarnaan kerabang. Warna dominan dari kerabang
telur adalah putih dan coklat, yang pewarnaannya tergantung pada genetik setiap
individu. Pigmen kerabang (oopirin) dibawa oleh darah (50 –70%) dan
disekresikan saat 5 jam sebelum peneluran. Pembentukan kerabang berakhir
dengan terbentuknya kutikula yang disekresikan sel mukosa uterus berupa
material organik dan juga mukus untuk membentuk lapisan selubung menyelimuti
telur yang akan mempermudah perputaran telur masuk ke vagina. Kemudian telur
masuk ke vagina, vagina memiliki panjang sekitar 12 cm. Telur masuk ke bagian
vagina setelah pembentukan oleh kelenjar kerabang sempurna (di dalam uterus).
Pada vagina telur hanya dalam waktu singkat dan dilapisi oleh mucus yang
berguna untuk menyumbat pori-pori kerabang sehingga invasi bakteri dapat
dicegah. Kemudian telur dari vagina keluar melalui kloaka (Yuwanta, 2010)..

15
Sistem Reproduksi Unggas

2.5 Tipe Telur


Yatim (1994:90-91) menyebutkn tipe telur menurut susunan deutoplasma, ada
4 macam, yaitu:
1. homolecital
2. mediolecithal
3. megalecithal
4. centrolecithal
Homolecithal disebut juga oligolecithal atau isolecithal. Deutoplasma
sedikit, tersebar rata di seluruh sitoplasma (ooplasma). Terdapat pada Amphioxus
dan Metatheria dan Eutheria.
Mediolecithal berdeutoplasma sedang berupa lapisan di daerah kutub
vegetal telur. Terdapat pada Amphibia.
Megalecithal disebut juga telolechital. Deutoplasma banyak sekali,
membentuk lapisan yang mengisi hampir semua telur, sedangkan inti dan sedikit
sitoplasma menempati hanya daerah puncak kutub animal. Terdapat pada Pisces,
Reptilia, Aves, Monotremata.

16
Centrolecithal memiliki deutoplasma relative banyak dibandingkan
dengan volume telur, tapi terletak di bagian tengah. Sitoplasma berada sebelah
luar. Terdapat pada Insecta.

Tipe telur

Tipe telur menurut kromosom kelaminnya, yaitu:


Pada umumnya Vertebrata yang bersistem kromosom kelamin XY,
oogonium mengandung kromosom XX. Karena itu selesai meiosis setiap telur
mengandung satu kromosom X. masam telur yang terjadi menurut kromosom
kelamin hanya satu : ovum-X.
Pada Aves yang bersistem ZW, oogonium mengandung susunan
kromosom kelamin ZW. Dengan demikian selesai meiosis ada dua macam ovum
terbentuk (kemungkinan), yaitu ovum-Z dan ovum-Y. (Yatim;1994:91)

2.6 Proses Ovulasi


Oogonium bersifat diploid dengan 46 kromosom atau 23 pasang
kromosom. Oogonium akan memperbanyak diri dengan cara mitosis membentuk
oosit primer. Kemudian oosit primer mengalami meiosis I, yang akan
menghasilkan oosit sekunder dan badan polar I (polosit primer). Selanjutnya, oosit
sekunder meneruskan tahap meiosis II dan menghasilkan satu sel besar yang
disebut ootid dan satu sel kecil yang disebut badan polar kedua (polosit sekunder).
Badan polar pertama juga membelah menjadi dua badan polar kedua. Akhirnya,

17
ada tiga badan polar dan satu ootid yang akan tumbuh menjadi ovum dari
oogenesis setiap satu oogonium (Betharia, 2004).
Dengan datangnya pubertas (masa remaja), alat reproduktip wanita mulai
mengalami ritme seks 28 hari yang disebut haid atau menstruasi. Haid adalah
peristiwa keluarnya darah dari vagina. Darah haid ini berasal dari rongga rahim
dan timbul akibat terlepasnya selaput lendir rahim yang mnegalami proses
kemunduran dan kerusakan. Selaput lendir ini dipersiapkan untuk menerima sel
telur yang telah dibuahi. Karenanya dalam darah haid selain darah biasa terdapat
pula sisa-sisa penghancuran dari jaringan selaput lendir rahim. Lama pendarahan
haid rata-rata berlangsung antara 2-6 hari. Jangka waktu dari hari pertama haid
sampai hari pertama haid berikutnya disebut daut atau siklus haid. Daur hidup
haid dianggap normal apabila berlangsung antara 21 sampai 40-45 hari lamanya
dan dikatakan teratur bilamana perbedaan dalam siklus haid tidak lebih dari satu
mingu lamanya. (Suryo;2010:71)
Ovulasi terbagi atas 3 fase yaitu:
a. Fase pra-ovulasi
Tahap pra-ovulasi aialah jangka waktu antara hari pertama haid sampai
saat ovulasi. (Suryo;2010:71)
Oosit dalam oogonium berada di dalam suatu folikel telur. Folikel juga
mengalami perubahan seiring dengan perubahan oosit primer menjadi oosit
sekunder hingga terjadi ovulasi. Sebelumnya, Hipotalamus mengeluarkan hormon
gonadotropin yang merangsang hipofisis untuk mengeluarkan FSH. Adanya FSH
merangsang pembentukan folikel primer di dalam ovarium yang mengelilingi satu
oosit primer. Folikel primer dan oosit primer akan tumbuh sampai hari ke-14
hingga folikel menjadi matang atau disebut folikel de Graaf dengan ovum di
dalamnya. Selama pertumbuhannya, folikel juga melepaskan hormon estrogen.
Adanya estrogen menyebabkan pembentukan kembali (proliferasi) sel-sel
penyusun dinding dalam uterus dan endometrium. Karena itulah fase pra-ovulasi
juga di sebut sebagai fase poliferasi (Betharia, 2004).

18
Ovarium

b. Fase ovulasi
Ovulasi merupakan proses pelepasan sel telur yang telah matang dari
ovarium dan kemudian berjalan menuju tuba fallopi untuk di buahi. Pada saat
mendekati fase ovulasi atau mendekati hari ke-14 terjadi perubahan produksi
hormon. Peningkatan kadar estrogen selama fase pra-ovulasi menyebabkan reaksi
umpan balik negatif atau penghambatan terhadap pelepasan FSH lebih lanjut dari
hipofisis. Penurunan konsentrasi FSH menyebabkan hipofisis melepaskan LH.
Dan LH merangsang pelepasan oosit sekunder dari folikel de Graaf. Pada saat
inilah disebut ovulasi dan umumnya ovulasi terjadi pada hari ke-14 (Betharia,
2004).

19
c. Fase pasca-ovulasi
Tahap pasca-ovulasi ialah jangka waktu antara ovulasi sampai hari
pertama haid berikutnya. (Suryo;2010:71)
Pada fase pasca-ovulasi, folikel de Graaf yang ditinggalkan oleh oosit
sekunder karena pengaruh LH dan FSH akan berkerut dan berubah menjadi
korpus luteum. Korpus luteum tetap memproduksi estrogen (namun tidak
sebanyak folikel de Graaf memproduksi estrogen) dan hormon lainnya, yaitu
progesteron. Progesteron mendukung kerja estrogen dengan menebalkan dinding
dalam uterus atau endometrium dan menumbuhkan pembuluh-pembuluh darah
pada endometrium. Progesteron juga merangsang sekresi lendir pada vagina dan
pertumbuhan kelenjar susu pada payudara. Keseluruhan fungsi progesteron (juga
estrogen) tersebut berguna untuk menyiapkan penanaman (implantasi) zigot pada
uterus bila terjadi pembuahan atau kehamilan. Proses pasca-ovulasi ini
berlangsung dari hari ke-15 sampai hari ke-28. Namun, bila sekitar hari ke-26
tidak terjadi pembuahan, korpus luteum akan berubah menjadi korpus albikan.
Korpus albikan memiliki kemampuan produksi estrogen dan progesteron yang
rendah, sehingga konsentrasi estrogen dan progesteron akan menurun. Pada
kondisi ini, hipofisis menjadi aktif untuk melepaskan FSH dan selanjutnya LH,
sehingga fase pasca-ovulasi akan tersambung kembali dengan fase menstruasi
berikutnya (Betharia, 2004).

20
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Gametogenesis adalah proses pembentukan sel kelamin atau sel gamet
baik jantan yaitu spermatozoa maupun betina yaitu ovum.
2. Spermatogenesis adalah proses pembentukan dan pematangan
spermatozoa (sel gamet jantan) di dalam testis.
3. Oogenesis adalah proses pembentukan dan pematangan ovum (sel gamet
betina) di dalam ovarium.
4. Proses pembentukan telur adalah proses pertumbuhan dan pematangan sel-
sel germinal (germ cells).
5. Tipe telur menurut susunan deutoplasma, ada 4 macam, yaitu homolecital,
mediolecithal, megalecithal, dan centrolecithal.
6. Ovulasi adalah proses pelepasan ovum matang dari oviduct menuju tuba
fallopi yang siap dibuahi.
7. Proses ovulasi terdiri atas 3 fase atau tahapan, yaitu fase pra-ovulasi, fase
ovulasi, dan fase pasca-ovulasi.

3.2 Saran
1. Perlunya pengkajian yang lebih mendalam lagi tentang masalah
perkembangan embrio, terutama tentang gametogenesis.
2. Penerapan konsep pembelajaran embriologi dalam kehidupan sehari-hari.
3. Keberadaan referensi dan acuan sumber pembelajaran yang lebih
sistematis dan rinci.

21
DAFTAR PUSTAKA

Betharia, Diajeng. 2004. http://xa.yimg.com, diakses 4 Februari 2013

Budiyanto. 2012. http://budisma.web.id, diakses 4 Pebruari 2013.

Rohen,Johannes W dan Elke Lutjen-Drecoll.Embriologi Fungsional,Edisi 2.


Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran,EGC.

Sadler,T.W.2010. Embriologi Kedokteran Langman, Edisi 10.Alih bahasa


dr.Brahm U. Pendit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Suryo. 2010. Genetika Manusia.Yogyakarta:Gadjah Mada University Press.

Yatim, Wildan. 1994. Reproduksi dan Embriologi. Tarsito : Bandung.

Yuwanta, Tri. 2010. http://pustaka.litbang.deptan.go.id/abstrak/bibk09.pdf.


diakses 6 Februari 2013

22

Anda mungkin juga menyukai