Anda di halaman 1dari 15

ISSN 2686-5165 (online)

Volume 4, Nomor 2, Oktober 2022

Tinjauan Pustaka

Diagnosis dan Tatalaksana Efusi Parapneumonia

Vebiyanti Tentua1, Ritha Tahitu1


1
Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura
Corresponding author email: vebi_tentua@yahoo.com
Abstrak
Efusi parapneumonia merupakan efusi pleura yang berhubungan dengan pneumonia bakteri, abses paru, atau
bronkiektasis. Efusi parapneumonia yang muncul dari peradangan di paru dan pleura disebabkan invasi langsung bakteri,
kaskade reaksi inflamasi, dan kemampuan virulensi bakteri. Perkembangan efusi parapneumonia dikelompokkan menjadi
3 tahap yaitu: 1) tahap eksudatif, 2) tahap fibrinopurulen, 3) tahap pengorganisasian dengan bentuk jaringan parut (pleural
peel). Tahapan ini membantu mengevaluasi risiko kasus yang membutuhkan intervensi. Manajemen dan terapi antibiotik
yang tepat, akan menghasilkan perbaikan pada efusi parapneumonia.
Kata Kunci: Efusi parapneumonia

Abstract
Parapneumonic effusion is a pleural effusion associated with bacterial pneumonia, lung abscess or bronchiectasis. The
effusion of parapneumonic arising from inflammation in the lung and pleura is due to a direct invasion of bacteria,
cascade of inflammatory reactions, and bacterial virulence. The development of the effusion of parapneumonic is grouped
into 3 stages: 1) exudative stage, 2) fibrinopurulent stage, 3) organizing stage with pleural peel form. This stage helps
categorize effusions into groups to evaluate the risk of cases requiring intervention. Proper management and antibiotic
therapy will result in improvements to the effusions of parapneumonic.
Keywords: Parapneumonic effusion

PENDAHULUAN rumah sakit umum Persahabatan dari


Efusi parapneumonia adalah Departemen Pulmonologi dan Kedokteran
penimbunan cairan abnormal di rongga pleura Respirasi pada tahun 2014 adalah sebanyak 87
yang disebabkan oleh virus atau pneumonia orang dan pada tahun 2015 meningkat menjadi
bakteri, abses paru, bronkiektasis.1 Pneumonia 143 orang.4 Efusi parapneumonia timbul pada
merupakan penyebab kematian nomor 8 di 20-40% pasien pneumonia dan sebanyak
Amerika Serikat.2 Data insidens dan prevalensi 60.000 kasus dari 1 juta pasien rawat inap
pneumonia di Indonesia pada tahun 2013 karena pneumonia di Amerika Serikat
berdasarkan Riset Kesehatan Dasar adalah berkembang menjadi empiema.1,5,6 Pasien
sebesar 1,8% dan 4,5%.3 Data pasien efusi parapneumonia yang terkomplikasi
pneumonia komunitas yang dirawat inap di memiliki tingkat mortalitas yang tinggi dan

73
https://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/pameri/index
ISSN 2686-5165 (online)
Volume 4, Nomor 2, Oktober 2022

sering memerlukan perawatan yang lama serta membentuk lokus yang berbentuk tunggal atau
tindakan intervensi. Identifikasi pasien dan multipel yang akhirnya membentuk kavitas
manajemen terapi pasien yang cepat sangat berisi nanah dan hasil kulturnya menunjukkan
penting.1,7 infeksi bakteri (empiema).8,9
Empiema merupakan bagian dari efusi
parapneumonia yang ditandai dengan ANATOMI DAN FISIOLOGI PLEURA
8
keluarnya pus atau nanah. Sekitar 60%-70% Pleura merupakan membran serosa
empiema berhubungan dengan proses yang berasal dari jaringan intraembrional dan
pneumonia primer, sedangkan 30%-40% terdiri dari dua lapisan yaitu pleura viseral dan
empiema disebabkan oleh proses non pleura parietal. Pleura viseral melapisi
pneumonia seperti infeksi sistemik dengan permukaan luar parenkim paru fisura
penyebaran hematogen atau penyebab interlobaris, sedangkan pleura parietal
abdominal, komplikasi setelah operasi bedah melapisi dinding dada yang tersusun dari otot
toraks, perforasi esophagus, torakosintesis dan dada, tulang iga, diafragma, mediastinum dan
infeksi subdiafragma.7,9 Invasi bakteri paling struktur servikal. Jaringan pleura tersusun dari
banyak ke rongga pleura pada orang dewasa 5 lapisan yaitu mesotel, lamina basalis, elastik
adalah bakteri Streptococcus pneumonia superfisial, jaringan ikat longgar dan
(40%-57%), Staphylococcus aureus dan fibroelastik dalam.12,13 Mesotel memiliki
bakteri Gram negatif atau bakteri anaerob fungsi fagositik dan eritrofagositik sehingga
(50%), sedangkan pada anak-anak yang saat terjadi proses inflamasi akan terjadi
tersering adalah bakteri Streptococcus migrasi sel-sel inflamasi ke rongga pleura
pneumoniae.7,9-11 melalui sel-sel mesotel.13,14
Efusi parapneumonia dibedakan Cairan pleura pada orang normal
menjadi dua yaitu efusi tanpa komplikasi memiliki volume cairan 1-20 mL dan
(uncomplicated) dan efusi terkomplikasi berfungsi sebagai pelumas antara kedua
(complicated). Efusi parapneumonia lapisan permukaan pleura. Sekitar 0,01
uncomplicated dapat sembuh spontan dengan mL/kg/jam cairan pleura secara konstan
terapi antibiotik, sedangkan efusi memasuki rongga pleura dari kapiler di pleura
parapneumonia complicated adalah efusi parietal. Akumulasi cairan pleura melebihi
parapneumonia yang memerlukan prosedur normalnya biasanya berasal dari kapiler
invasif seperti pemasangan selang torakostomi terutama pleura parietalis, limfatik, pembuluh
untuk mengosongkan rongga pleura.9 Efusi darah intratoraks, ruangan interstisial paru dan
parapneumonia complicated biasanya rongga peritoneum. Cairan yang masuk ke

74
https://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/pameri/index
ISSN 2686-5165 (online)
Volume 4, Nomor 2, Oktober 2022

rongga pleura melalui arteriol interkostalis ETIOLOGI EFUSI PARAPNEUMONIA


pleura parietal melewati mesotel dan Penyebab efusi parapneumonia adalah
diabsorbsi kembali ke sirkulasi melalui stoma kuman patogen pada pneumonia komunitas,
pada pleura parietal yang terbuka langsung pneumonia yang didapat di rumah sakit (RS)
menuju sistem limfatik yang mempunyai dan pneumonia pada petugas kesehatan di
kapasitas pengeluaran sedikitnya 0,1-0,2 pusat kesehatan. Kuman penyebab terbanyak
mL/kg/jam.12,13 Cairan pleura tidak masuk ke pada pneumonia komunitas bervariasi tetapi
pleksus limfatikus pleura viseral karena pleura yang paling sering adalah S.pneumonia,
viseral lebih tebal dibandingkan pleura H.influenza, Staphylococcus aureus kemudian
parietal, sehingga tidak terjadi pergerakan oleh kuman anaerob. Pneumonia karena virus
cairan dari rongga pleura ke pleura viseral.12-14 dan Mycoplasma pneumonia dapat
Aliran cairan pleura di rongga pleura menyebabkan efusi parapneumonia pada 20%
bergantung pada perbedaan tekanan pasien pneumonia. Streptococcus pneumoniae
hidrostatik dan tekanan osmotik kapiler dapat menyebabkan efusi parapneumonia
sistemik dengan tekanan hidrostatik dan 40%-57% kasus. 7,9-11
Pneumonia karena kuman
osmotik kapiler pulmoner sehingga terjadi yang didapat di RS memiliki mortalitas yang
pergerakan cairan dari kapiler pleura parietal lebih tinggi (47%) daripada pneumonia
menuju rongga pleura. Perpindahan cairan
14
komunitas (17%), karena berpotensi resisten
pada pneumonia terjadi dari jaringan terhadap antibiotiknya lebih tinggi. Pada
interstitial paru ke rongga pleura karena pasien imunodefisiensi empiema karena jamur
peningkatan tekanan jaringan paru. Pajanan 15
jarang ditemukan (< 1% infeksi pleura) dan
bakteri, lipopolisakarida dan trombin terhadap penyebab terbanyak adalah Candida spp. 16

sel mesotel menyebabkan peningkatan Jenis kuman yang sering ditemukan


permeabilitas pleura terhadap protein oleh pada efusi parapneumonia terkait pneumonia
karena sekresi senyawa vascular endothelial yang didapat di RS adalah methicillin resistant
growth factor (VEGF), migrasi neutrofil dan Staphylococcus aureus (MRSA). 11
Kasus
monosit sebagai respons terhadap tumor pneumonia karena Staphylococcus aureus,
necrosis factor (TNF-) dan interferon (IF- γ) basil Gram negatif atau anaerob dikaitkan
yang kemudian menyebabkan terjadinya dengan efusi pleura lebih dari 50% kasus. 9

perlekatan pleura atau pleuritis yang akan Penelitian pada tahun 2006 oleh Maskell dkk
dijelaskan pada patofisiologi efusi menemukan kuman penyebab infeksi cairan
parapneumonia selanjutnya. 15 pleura sebanyak 434 pasien dari kultur dan
amplifikasi serta sekuens terhadap gen

75
https://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/pameri/index
ISSN 2686-5165 (online)
Volume 4, Nomor 2, Oktober 2022

ribosomal 16S RNA disebabkan oleh kuman 1.1,7,9 Efusi parapneumonia terjadi karena
Streptococcus (50%) dan bakteri anaerob peningkatan permeabilitas kapiler sekunder
(20%) dari infeksi pneumonia komunitas akibat cedera endotel yang disebabkan oleh
seperti tampak pada tabel 1. Infeksi pneumonia neutrofil aktif yang melepaskan metabolit
RS (60%) disebabkan oleh MRSA (25%), oksigen, konstituen granul dan produk dari
Enterobacteria (18%) Pseudomonas spp (5%), membran fosfolipase.9
Enterococcus (12%). 16

Tabel 1. Bakteri penyebab infeksi pleura pada


pneumonia komunitas dan pneumonia yang
di dapat di RS16
Organisme terbanyak
Pneumonia Streptococcus spp. (52%)
komunitas ● S. milleri
● S.pneumonia
● S. intermedius
Staphylococcus aureus (11%)
Gram negatif aerob (9%)
● Enterobacteriaceae
● Escherichia coli
Anaerob (20%)
● Fusobacterium spp.
● Bacteroides spp.
● Peptostreptococcus spp.
Gambar 1. Patofisiologi efusi parapneumonia.7
● Mixed

Pneumonia yang di Staphylococcus Tahap eksudatif


dapat di RS ● MRSA (25%) Pada tahap awal fase eksudatif terdapat
● S. aureus (10%)
Gram negatif aerob (17%) pembentukan cepat cairan dan sel-sel inflamasi
● E. colli
● Pseudomonas ke dalam rongga pleura karena peningkatan
aeruginosa
● Klebsiella spp. permeabilitas mikrovaskuler akibat
Anaerob (8%)
pengeluaran IL-8 dan TNF-𝛼 sehingga terjadi
penumpukan cairan di rongga pleura. Proses
PATOFISIOLOGI EFUSI
peradangan parenkim paru yang meluas ke
PARAPNEUMONIA
pleura viseral menyebabkan perubahan pada
Perkembangan efusi parapneumonia
sel mesotel sehingga meningkatkan
dikelompokkan menjadi 3 tahap yaitu: 1) tahap
pergerakan cairan yang cepat dan
eksudatif, 2) tahap fibrinopurulen, 3) tahap
menyebabkan nyeri dada pleuritik yang khas
pengorganisasian dengan bentuk jaringan
pada pasien.7,9,11 Pada tahap eksudatif cairan
parut (pleural peel). Gambar patofisiologi
pleura memiliki karakteristik, yaitu:17
efusi parapneumonia terdapat pada gambar
● Hitung sel darah putih yang rendah

76
https://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/pameri/index
ISSN 2686-5165 (online)
Volume 4, Nomor 2, Oktober 2022

terbentuknya lokalisasi cairan pleura. Efusi


● Kadar LDH (laktat dehidrogenase) cairan/ pleura terlokalisasi terjadi karena migrasi
LDH serum < 0,5 neutrofil dan aktivasi kaskade koagulasi yang
● pH normal menyebabkan peningkatan prokoagulan dan
● Kadar glukosa normal penurunan aktivitas fibrinolitik dan
● Tidak mengandung bakteri. menimbulkan penimbunan fibrin.7,9
Tahapan ini disebut juga efusi Peningkatan kadar inhibisi plasminogen
parapneumonia uncomplicated.17 activator dan penurunan aktivasi plasminogen
Pembentukan cairan interstitial yang melebihi jaringan (tPA= tissue type plasminogen
kapasitas paru dan limfatik pleura masuk ke activated) menyebabkan penimbunan fibrin
dalam tahap selanjutnya yaitu tahap dan menyebabkan terjadinya septa atau sekat
fibrinopurulen jika tidak tertangani dalam 5-10 di dalam cairan. Fagositosis neutrofil dan
hari (gambar 2). bakteri yang mati menyebabkan pelepasan
fragmen dan protease dinding bakteri.17
Cairan pleura pada tahap
fibrinopurulen tampak keruh disertai hasil
positif pemeriksaan Gram dan kultur,
sedangkan pemeriksaan sitologi menunjukkan
sel neutrofil dan sel degenerasi. Kombinasi
invasi bakteri dan peningkatan respons
inflamasi meningkatkan asam laktat dan
Fibrinopurulen
produksi karbondioksida sehingga
menyebabkan penurunan pH, peningkatan
glukosa dan peningkatan LDH yang disebut
dengan efusi parapneumonia complicated.7,9,17
Gambar 2. Perkiraan waktu terjadinya efusi
parapneumonia.9
Tahap fibrinopurulen yang dibiarkan berlanjut
hingga 10-21 hari dapat masuk dalam tahap
Tahap fibrinopurulen
Tahap fibrinopurulen ditandai dengan akhir yaitu tahap organisasi atau tahap

perkembangan adhesi fibrin, peningkatan empiema.7,9,17

neutrophil, dan keberadaan bakteri. Invasi


bakteri dari parenkim paru ini melewati Tahap organisasi atau empiema
Pada tahap organisasi atau empiema,
endotel yang rusak kemudian menimbulkan
fibroblas mengalami proliferasi dan
respons imun dan berkontribusi terhadap
77
https://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/pameri/index
ISSN 2686-5165 (online)
Volume 4, Nomor 2, Oktober 2022

menginvasi cairan pleura dari pleura viseral cairan pada tampilan dekubitus lateral
dan parietal membentuk penebalan pleura yang berkorelasi dengan tinggi 5 cm pada posterior
tidak elastis sehingga paru tidak dapat sulkus kostofrenikus pada tampilan tegak
mengembang karena pleura viseral yang lateral.19 Penelitian Brixey AG dkk tahun 2011
mengalami fibrosis. Pada tahap ini terjadi menemukan bahwa sensitivitas radiografi
ketidakseimbangan pertukaran gas sehingga lateral, PA dan AP pada pasien efusi
mempermudah terjadinya infeksi.7,9,17 Risiko parapneumonia sebesar 85,7%, 82,1% dan
terjadinya komplikasi akibat empiema adalah 78,4%.20
fistel bronkopleura, paru tidak mengembang Ultrasonografi (USG) digunakan untuk
dan fibrotoraks atau perforasi spontan ke menilai cairan pleura bersepta seperti tampak
dinding dada (empiema nesisitan). Drainase pada gambar 3. Kelebihan USG selain dapat
rongga pleura perlu dilakukan di tahapan ini menilai efusi parapneumonia yang bersepta,
untuk resolusi sepsis pleura bahkan kadang tetapi juga mudah dibawa dan dapat digunakan
memerlukan tindakan pembedahan.7,8,9 di ruangan intensive care unit (ICU).
Penelitian Varsamas dkk mengenai evaluasi
DIAGNOSIS EFUSI PARAPNEUMONIA ekogenisitas efusi pleura menggunakan indeks
Pasien efusi parapneumonia hingga hipogenesitas (HI) dengan metode kuantitatif
empiema memiliki gejala mirip dengan pasien menyimpulkan bahwa USG toraks tidak dapat
pneumonia tanpa efusi yaitu demam, malaise, menggantikan penilaian biokimia dan
8,11
batuk, sesak napas, dan nyeri dada pleuritik. mikrobiologi cairan pleura pada kasus efusi
Kecurigaan infeksi pleura pada pasien pleura yang dicurigai karena infeksi.
pneumonia jika pada pasien ditemukan demam Penggunaan USG toraks dapat berguna untuk
menetap dan terjadi peningkatan marker tindak lanjut efusi parapneumonia complicated
inflamasi serum yaitu C-reaktif protein (CRP) dan dapat digunakan sebagai evaluasi klinis
dan peningkatan sel darah putih. Nilai CRP cairan pleura. Peningkatan ekogenisitas USG
memiliki sensitivitas yang tinggi untuk tidak hanya terjadi pada proses infeksi tetapi
memprediksi infeksi pleura pada pada keadaan inflamasi, hemoragik atau
pneumonia.17,18 Foto toraks dapat digunakan keadaan kilotoraks.21
untuk menilai terdapatnya efusi pleura pada
pasien pneumonia.8,11 Penggunaan foto toraks
lateral dekubitus ataupun posisi lateral berdiri
menunjukkan korelasi yang signifikan dalam
ukuran efusi antara dua pandangan yaitu 1 cm

78
https://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/pameri/index
ISSN 2686-5165 (online)
Volume 4, Nomor 2, Oktober 2022

CT Scan toraks pada efusi parapneumonia,


tidak dapat dapat digunakan untuk
mengidentifikasi tahap infeksi pleura atau
memprediksi pasien yang kemudian
memerlukan intervensi bedah setelah
Paru Hepar
manajemen dengan torakostomi dan
fibrinolitik intrapleura gagal.22

Gambar 3. USG efusi pleura kompleks bersekat.9

Penggunaan CT (computed
tomography) Scan toraks dapat berguna untuk
membedakan empiema dengan abses paru dan
dapat membantu memutuskan tindakan
drainase dan keperluan intervensi
pembedahan. Gambaran CT Scan pada
empiema cenderung memiliki bentuk
lentikular dan menekan parenkim paru,
Gambar 4. CT Scan toraks transversal dengan kontras
sedangkan pada abses paru sering tidak yang menunjukkan empiema. Terdapat
penebalan pleura parietal (tanda panah
terdapat perbedaan antara parenkim paru dan kepala) dan pleura viseral (tanda panah)
yang terpisah atau disebut “split pleural
cairan yang terkumpul.17 Empiema pada CT sign”.23
Scan toraks memperlihatkan gambaran split
Pasien efusi parapneumonia tidak
pleural sign yaitu gambaran lapisan pleura
seluruhnya memerlukan tindakan
viseral dan parietal yang dipisahkan oleh
torakosintesis. Torakosintesis diperlukan
empiema (gambar 4).22
untuk menegakkan diagnosis dengan tujuan
CT Scan toraks 100% dapat
mengidentifikasi bakteri dan jenis cairan
membedakan empiema dengan abses paru,
pleura apakah eksudat atau transudat dan dapat
tetapi tidak semua CT Scan toraks dengan
menentukan tatalaksana yang tepat pada pasien
gambaran split pleural sign menunjukkan
efusi parapneumonia, tetapi tidak semua
empiema karena gambaran split pleural sign
pasien harus dilakukan torakosintesis. Jarak
dapat ditemukan pada keganasan efusi pleura
antara dinding dada bagian dalam dan bagian
terutama setelah pleurodesis, mesothelioma,
bawah paru pada posisi tidur atau jarak yang
dan hematotoraks dan setelah tindakan
dinilai menggunakan CT Scan, jika nilainya
lobektomi.22 Penggunaan alat USG maupun
kurang dari 10 mm, maka diasumsikan efusi
79
https://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/pameri/index
ISSN 2686-5165 (online)
Volume 4, Nomor 2, Oktober 2022

tidak bermakna dan torakosintesis bukan parapneumonia dapat diklasifikasikan


indikasi yang tepat.8,24 Analisis cairan pleura berdasarkan analisis cairan pleura menjadi:
merupakan salah satu dasar bagi dokter untuk efusi parapneumonia uncomplicated, efusi
melakukan manajemen pada pasien efusi
parapneumonia. Berdasarkan waktu parapneumonia complicated dan empiema
perkembangan terjadinya efusi parapneumonia seperti pada tabel 2.7,9
dalam patofisiologinya, maka efusi
Tabel 2. Karakteristik analisis cairan efusi parapneumonia9
Karakteristik Efusi parapneumonia Efusi parapneumonia Empiema
Uncomplicated Complicated
Penampakan Sedikit keruh Keruh Nanah / Pus
Nilai biokimia:
o pH >7,3 <7,2 NA
o Kadar glukosa (mg/dl) >60 <40
o Rasio glukosa cairan pleura >0,5 <0,5 NA
banding glukosa serum
o Kadar LDH (U/L) <700 >1000 NA
o Hitung sel polimorfonuklear <15.000 >25.000 NA
(sel/𝜇𝑙)
Hasil tes mikrobiologi negatif Mungkin (+) Mungkin (+)

Pada tahap eksudatif awal sel neutrofil PARAPNEUMONIA


lebih banyak didapatkan pada cairan pleura Pilihan tatalaksana pasien efusi

dengan hasil kultur bakteri negatif, kadar parapneumonia terdiri dari observasi, terapi

glukosa ≥ 60 mg/dL, pH > 7,2 dan kadar LDH torakosintesis, pemasangan selang torakostomi

kurang dari 3x batas atas normal untuk serum atau Water shield drainage (WSD), fibrinolitik

(<1000 unit/L) serta jumlah leukosit yang intrapleural, torakoskopi dan torakotomi

rendah. Cairan pleura yang berkembang dengan tujuan adhesi atau dekortikasi dan yang

selama tahap ini biasanya dianggap sebagai terakhir adalah operasi drainase terbuka

efusi parapneumonia uncomplicated. Tahap (gambar 5).8,25 Tindakan torakosintesis

fibrinopurulen efusi parapneumonia disebut dilakukan untuk menegakkan diagnosis agar

dengan efusi parapneumonia complicated dapat mengidentifikasi bakteri, jenis cairan

sebab pada cairan pleura didapatkan kadar pleura yang didapat, menentukan risiko
keluaran pada pasien dan menentukan perlu
glukosa cairan pleura ≤ 60 mg/dL, pH ≤ 7,2
atau tidak dilakukan tindakan drainase seperti
dan peningkatan kadar LDH 3x dari kadar
pada tabel 3.1,7-9
LDH normal di serum (>1000 unit/L).7-9

TATALAKSANA EFUSI
80
https://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/pameri/index
ISSN 2686-5165 (online)
Volume 4, Nomor 2, Oktober 2022

kategori tiga dan empat sudah harus dilakukan


drainase. Tindakan drainase tidak boleh
ditunda pada efusi parapneumonia karena
cairan bisa menjadi terlokalisasi dan sulit
dievakuasi setelah 12-24 jam.1,7-9 Pada tahap
eksudatif awal pengobatan dengan antibiotik
sudah cukup dan tidak memerlukan tindakan
invasif. Pemberian antibiotik yang dapat
menjangkau bakteri golongan anaerob juga
harus diberikan sejak awal dan kemudian
Gambar 5. Algoritme tatalaksana efusi
parapneumonia.25 disesuaikan setelah terdapat hasil kultur seperti
Observasi hanya dilakukan untuk efusi pada tabel 4.7,9,25,26
pleura kategori satu. Efusi parapneumonia

Tabel 3. Kategori Risiko keluaran yang buruk pada pasien efusi parapneumonia dan empiema berdasarkan American
College of Chest Physicians tahun 20001,7-9
Anatomi Rongga Pleura Cairan pleura Kimia cairan Kate- Risiko Drai-
dan bakteriologis pleura gori keluaran nase
yang buruk
A0: Minimal-efusi pleura dan Bx: hasil kultur dan Cx: pH tidak 1 Sangat tidak
(< 10mm pada posisi dan pewarnaan diketahui rendah
lateral decubitus) pada gram tidak
CT atau USG diketahui

A1: Efusi pleura sedikit dan B0: kultur negatif dan C0: pH≥7,2 2 Rendah tidak
sampai sedang (>10 mm dan pewarnaan
dan < 1/2 hemitoraks) gram
A2: Efusi pleura banyak atau B1: kultur positif atau C1: pH<7,2 3 Sedang ya
(≥1 hemitoraks) dan pewarnaan
terlokalisasi atau efusi
dengan penebalan pleura

B2: pus 4 Tinggi ya

Penggunaan antibiotik empirik efusi tiga dengan klindamisin atau metronidazole


parapneumonia sangat diperlukan karena dapat atau monoterapi dengan amoksisilin-asam
mengurangi insiden terjadinya empiema dan klavunalat dapat digunakan sebagai antibiotik
perubahan bakteri. Jenis antibiotik yang empirik. Pasien alergi penisilin dapat diberikan
digunakan pada efusi parapneumonia sama klindamisin dan golongan kuinolon.17,25,26
dengan antibiotik pada pneumonia komunitas Antibiotik pada infeksi pleura sering diberikan
dan HAP. Kombinasi sefalosporin generasi selama 3 minggu berdasarkan klinis, biokimia

81
https://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/pameri/index
ISSN 2686-5165 (online)
Volume 4, Nomor 2, Oktober 2022

dan respons gambaran radiologi. Pemberian direkomendasikan.17,25


antibiotik secara intrapleura tidak

Tabel 4. Rekomendasi terapi antimikroba untuk patogen spesifik26


Organisme Pilihan Antimikroba Alternatif antimikroba
Streptococcus pneumonia
● sensitif penisilin, MIC < Penisislin G, amoksilin Makrolid, sefalosporin (oral atau
2𝝁g/mL parenteral), klindamisin, doksisiklin,
florokuinolon respirasi
Vankomisin, linezolid, amoksilin
● Resisten penisilin Pilihan tergantung hasil resistensi dosis tinggi (3 gr/ hari dengan MIC
penisilin ≤ 4𝜇 g/mL

Haemophilus influenzae
● Non-𝛽 laktamase Amoksilin Florokuinolon, doksisiklin,
azitromisin, klaritromisin
Florokuinolon, doksisiklin,
● 𝜷 laktamase Generasi dua dan tiga sefalosporin, azitromisin, klaritromisin
amoksilin-klavunalat

Mycoplasma Makrolid, tetrasiklin Flurokuinolon


pneumonia/Chlamydophila
pneumonia
Legionella species Florokuinolon, azitromisin Doksisiklin
Chlamydophila psittaci Tetrasiklin Makrolid
Coxiella burnetii Tetrasiklin Makrolid
Francisella tularensis Doksisiklin Gentamisin, streptomisin
Yersinisa pestis Streptomisin, gentamisin Doksisiklin, florokuinolon
Bacillus anthracis (inhalasi) Siprofloksasin, levofloksasin, Florokuinolon lainnya, 𝑙𝑎𝑐𝑡𝑎𝑚 jika
doksisiklin sensitif, rifampin, klindamisin,
kloramfenikol
Enterobacteriaceae Sefalosporin generasi 3, karbapenem Inhibisi 𝛽 laktam atau 𝛽 laktamase,
(obat pilihan jika produksi spektrum 𝛽 florokuinolon
laktamase luas
Pseudomonas aeruginosa 𝛽 laktam anti pseudomonas + Aminoglikosida + siprofloksasin atau
siprofloksasin atau levofloksasin atau levofloksasin
aminoglikosida
Burkholderia pseudomallei Karbapenem, ceftazidim Florokuinolon, trimethoprim-
sulfametoksazol (TMP-SXS)
Acinetobacter spp. Karbapenem Sefalosporin-aminoglikosida,
ampisilin sulbactam, colistin
Staphylococcus aureus
● Metisilin sensitif Penisilin Sefazolin, Klindamisin
● Metisilin resisten Vankomisin atau linezolid TMP-SMX
Bordetella pertussis Makrolid TMP-SMX
Anaerob 𝛽 latam / 𝛽 laktam inhibitor, Karbapenem
klindamisin
Virus influenza Oseltamivir atau zanamivir
Coccidiodes spp Itrakonazol, Fukonazol Amfoterisin B
Histoplasmosis Itrakonazol Amfoterisin B
Blastomycosis Itrakonazol Amfoterisin B

82
https://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/pameri/index
ISSN 2686-5165 (online)
Volume 4, Nomor 2, Oktober 2022

Antibiotik golongan aminoglikosida menjadi tiga, yaitu: pemberian antibiotik pada


memiliki penetrasi yang buruk ke cairan pleura pasien rawat jalan, rawat inap dan pasien
sehingga tidak ada indikasi pemberian obat ini perawatan intensive care unit (ICU) seperti
pada efusi parapneumonia.17 Jenis antibiotik pada tabel 5.26 Pedoman tatalaksana
empirik pada pasien efusi parapneumonia pneumonia pada pneumonia yang didapat di
sama dengan tatalaksana pneumonia RS berbeda dengan pneumonia komunitas.
komunitas berdasarkan pedoman Infectious Jenis-jenis antibiotik empirik pada pasien
Diseases Society of America/American pneumonia yang didapat di RS seperti pada
Thoracic Society (IDSA/ATS) 2007 terbagi tabel 6.27

Tabel 5. Rekomendasi antibiotik empirik pada pneumonia komunitas berdasarkan pedoman IDSA/ATS 2007 26
Pasien rawat jalan Pasien rawat inap Pasien yang dirawat di ICU/
bukan di ICU pneumonia berat

● Jika pasien sehat dan tidak ada riwayat ● Florokuinolon ● Golongan 𝛽 laktam + azitromisin
penggunaan antibiotik dalam 3 bulan respirasi atau florokuinolon respirasi
terakhir diberikan makrolid atau doksisiklin
● Golongan 𝛽 laktam ● Pada keadaan khusus, jika
● Jika ada faktor risiko (penyakit jantung + makrolid dipertimbangkan terdapat
kronik, penyakit hati dan ginjal, diabetes Pseudomonas diberikan
mellitus, alkoholik, keganasan, keadaan antipseudomonas 𝛽 laktam
imunosupresif atau menggunakan obat
(piperasilin tazobaktam,
imunosupresif dan penggunaan antibiotik
sefepime, imipenem atau
dalam 3 bulan terakhir: diberikan meropenem) + siprofloksasin
florokuionolon respirasi (moksifloksasin, atau levofloksasin 750 mg
gemifloksasin, levofloksasin 750 mg) atau atau
Golongan 𝜷laktam + makrolid 𝛽 laktam + aminoglikosida dan
azitromisin
● Pada daerah dengan infeksi atau
Streptococcus pneumonia resisten 𝛽 laktam + aminoglikosida +
makrolid dipertimbangkan pemberian florokuinolon antipneumokokkus
antibiotik empirik alternatif seperti jika ada MRSA diberikan
pada tabel 4. vankomisin atau linezolid

83
https://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/pameri/index
ISSN 2686-5165 (online)
Volume 4, Nomor 2, Oktober 2022

Tabel 6. Pedoman antibiotik empirik pasien pneumonia terkait RS (tidak terkait ventilator)27
Tidak ada risiko tinggi kematian dan Tidak ada risiko tinggi kematian Risiko tinggi kematian atau telah
tidak ada faktor yang meningkatkan namun ada faktor yang mendapat antibiotik intravena
kecenderungan MRSA meningkatkan kecenderungan dalam 90 hari sebelumnya
MRSA
Salah satu dari dibawah ini: Salah satu dari dibawah ini: 2 dari golongan antibiotik berikut
● Piperasilin tazobactam 4,5 gr per 6 ● Piperasilin tazobactam 4,5 gr namun hindari 𝛽 laktam:
jam secara intravena per 6 jam secara intravena ● Piperasilin tazobactam 4,5 gr per
Atau Atau 6 jam secara intravena
● Sefepim 2 gr per 6 jam secara ● Sefepim atau seftazidim 2 gr Atau
intravena per 8 jam secara intravena ● Sefepim atau seftazidim 2 gr per
Atau Atau 8 jam secara intravena
● Levofloksasin 750 mg intravena ● Levofloksasin 750 mg Atau
setiap hari intravena setiap hari ● Levofloksasin 750 mg intravena
● Siprofloksasin 400 mg per 8 setiap hari
● Imipenem 500 mg per 6 jam secara jam secara intravena ● Siprofloksasin 400 mg per 8 jam
intravena Atau secara intravena
● Imipenem 500 mg per 6 jam Atau
● Meropenem 1 gr per 8 jam secara secara intravena ● Imipenem 500 mg per 6 jam
intravena ● Meropenem 1 gr per 8 jam secara intravena
secara intravena ● Meropenem 1 gr per 8 jam
Atau secara intravena
● Aztreonam 2 gr intravena per Atau
8 jam ● Amikasin 15-20 mg/kg intravena
Ditambah: per 24 jam
● Gentamisin 5-7 mg/kg intravena
● Vankomisin 15 mg/kg per 24 jam
intravena per 8-12 jam ● Tobramisin 5-7 mg/kg intravena
Atau per 24 jam
● Linezolid 600 mg intravena Atau
per 12 jam ● Aztreonam 2 gr intravena per 8
jam
Ditambah:
● Vankomisin 15 mg/kg intravena
per 8-12 jam
Atau
● Linezolid 600 mg intravena per
12 jam

Tindakan drainase perlu dilakukan glukosa cairan pleura < 40 mg/dL, LDH >
pada tahap fibrinopurulen untuk evakuasi 1000 IU/L dan bakteri gram atau kultur
cairan. Tindakan pemasangan WSD atau memberi hasil positif.1,8,9,11,17,25 Penggunaan
prosedur pembedahan lainnya dikerjakan pada selang dada 10-14F sudah dapat digunakan
kondisi efusi pleura besar atau efusi pleura untuk drainase cairan pleura, sedangkan
terlokalisasi, penebalan pleura pada CT Scan, penelitian uji klinis yang membandingkan
pada saat aspirasi cairan terbukti nanah atau penggunaan selang dada ukuran besar atau
empiema, pH cairan pleura < 7,2, konsentrasi kecil belum ada hingga saat ini.17

84
https://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/pameri/index
ISSN 2686-5165 (online)
Volume 4, Nomor 2, Oktober 2022

Terapi fibrinolitik aman dan hanya hari

memiliki beberapa efek samping. Indikasi Alteplase 10 mg 20-200 Setiap 24


(tPA= tissue
ml saline jam selama
penggunaan fibrinolitik intrapleural secara plasminogen
activator) 6 hari atau
rutin hingga saat ini belum ada, tetapi drainase <
penggunaan terapi fibrinolitik adalah pada 100 ml/
keadaan empiema dan efusi parapneumonia hari

yang terlokalisasi.17 Perbaikan infeksi pleura


dengan terapi ini dapat terlihat dari gambaran Penelitian Maskel dkk tahun 2005
radiologi dan berkurangnya waktu drainase pada 454 pasien dari 52 pusat kesehatan di
serta lama rawat inap. Kontraindikasi tindakan Inggris, pasien di randomisasi acak untuk
fibrinolitik hanya satu yaitu fistel diberikan streptokinase atau plasebo. Hasil
bronkopleura. Pada terapi fibrinolitik (tabel 7), penelitian ini menunjukkan bahwa
setelah pemberian agen fibrinolitik melalui streptokinase gagal untuk mengurangi angka
WSD, selang kemudian di klem selama 2-4 pembedahan atau kematian. Penelitian oleh
jam kemudian dikeringkan dengan sendirinya Rahman dkk tahun 2011 dengan metode
atau dengan aspirasi. Urokinase bersifat tidak penelitian randomisasi acak mengenai
antigenik, tetapi masih dapat menimbulkan kombinasi penggunaan DNAse dan tPA
reaksi akut seperti reaksi hipersensitivitas dibandingkan plasebo didapatkan perbaikan
dengan gejala demam dan aritmia jantung.17,25 pada gambaran radiologi (penurunan opasitas -
29,5% vs -17,2%), rencana pembedahan dalam
Tabel 7. Dosis fibrinolitik pada terapi efusi
3 bulan (4% vs 16%) dan menurunkan lamanya
parapneumonia28
Agen Dosis Larutan Durasi perawatan di RS (11,8 hari vs 17 hari).
Fibrinolitik Pemberian fibrinolitik DNAse dan tPA harus
Streptokinase 250.000 50-100 Setiap 24
dipertimbangkan pada pasien yang gagal
IU/hari ml saline jam selama
dengan terapi standar namun tidak dapat
7 hari atau
drainase < dilakukan intervensi pembedahan.28
100 ml/
hari KESIMPULAN
Urokinase 100.000- 20-100 Setiap 12-
1. Efusi parapneumonia adalah penimbunan
125.000 ml saline 24 jam cairan abnormal di rongga pleura yang
U/L selama 6 disebabkan oleh virus atau pneumonia
hari atau bakteri, abses paru, bronkiektasis.
drainase <
2. Perkembangan efusi parapneumonia
100 ml/
dikelompokkan menjadi 3 tahap yaitu:
85
https://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/pameri/index
ISSN 2686-5165 (online)
Volume 4, Nomor 2, Oktober 2022

1) tahap eksudatif, 2) tahap fibrinopurulen, Kementerian Kesehatan RI. 2013.


Available from: http://www.depkes.go.id
3) tahap pengorganisasian dengan bentuk 4. Fachrucha F, Isbaniah F, Soepandi PZ.
jaringan parut (pleural peel). Angka kepatuhan dokter terhadap
penggunaan antibiotik berdasarkan
3. Analisis cairan pleura merupakan salah satu pedoman penatalaksanaan pneumonia
perhimpunan dokter paru Indonesia
dasar untuk melakukan manajemen pada (PDPI) pada pasien pneumonia komunitas
pasien efusi parapneumonia. yang dirawat inap di RSUP Persahabatan.
Tesis Departemen Pulmonologi dan Ilmu
4. Pemberian antibiotik empirik di tahap awal Kedokteran Respirasi FKUI. Jakarta;
2017.
efusi parapneumonia dapat mengurangi 5. Halm EA, Teirstein AS. Management of
insiden terjadinya empiema dan perubahan community-acquired pneumonia. N Engl J
Med. 2002;347:2039−45.
bakteri. 6. Menendez R, Torres A, Zalacain R,
5. Pemberian antibiotik empirik pada efusi Villascalaras JJM, Borderias L, Moya MB
et al. Risk factors of treatment failure in
parapneumonia sama dengan pneumonia community acquired pneumonia:
implications for disease outcome. Thorax.
komunitas dan HAP. 2004;59:960−65.
6. Tindakan drainase perlu dilakukan pada 7. McCauley L, Dean N. Pneumonia and
empyema: causal, casual or unknown. J
tahap fibrinopurulen dan empiema untuk Thorac Dis. 2015;7:992−8.
8. Light RW. Parapneumonic effusions and
evakuasi cairan. empyema. In: Light RW, editor. Pleural
7. Tindakan pemasangan WSD (water shield diseases. 6th ed. Philadelphia: Lippincot
Williams & Wilkin; 2013. p.209−40.
drainage) atau prosedur pembedahan 9. Shan SA. Diagnosis and management of
parapneumonic effusions and empyema.
lainnya dikerjakan pada kondisi efusi pleura
Clin Infect Dis. 2007;45:1480–6.
besar atau efusi pleura terlokalisasi, 10. Chapman SJ, Davies RJO. Recent
advances in parapneumonic effusion and
penebalan pleura pada CT Scan dan empyema. Curr Opin Pulm Med.
empiema. 2004;10:299–304.
11. Chan KP, Fitzgerald DB, Lee YCG.
8. Pemberian fibrinolitik DNAse dan tPA Emerging concepts in pleural infection.
Curr Opin Pulm Med. 2018;24:367−73.
harus dipertimbangkan pada pasien yang 12. English JC, Leslie KO. Pathology of the
gagal dengan terapi standar tetapi tidak pleura. Clin Chest Med. 2006;27:157−80.
13. Wang NS. Anatomy of the pleura. Clin
dapat dilakukan intervensi pembedahan. Chest Med. 1998;19:229−40.
14. Broaddus CV, Light RW. Pleural effusion.
In: Broaddus CV, Light RW, editors.
DAFTAR PUSTAKA Murray and Nadel’s Textbook of
1. Light RW. Parapneumonic effusions and Respiratory medicine. 6th ed. Philadelphia:
empyema. Proc Am Thorac Soc. Elsevier saunders; 2016. p.1396−424.
2006;3:75−80. 15. Antony VB. Immunological mechanisms
2. Kaysin A, Viera AJ. Community-acquired in pleural disease. Eur Resp J.
pneumonia in adults: diagnosis and 2003;21:539–44.
management. Am Fam Physician. 16. Maskell NA, Batt S, Hedley EL, Davies
2016;94:698−706. CW, Gillespie SH, Davies RJ. The
3. Riset Kesehatan Dasar. Badan Penelitian bacteriology of pleural infection by genetic
dan Pengembangan Kesehatan and standard methods and its mortality
86
https://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/pameri/index
ISSN 2686-5165 (online)
Volume 4, Nomor 2, Oktober 2022

significance. Am J Respir Crit Care Med. ventilator associated pneumonia. Clin


2006;174(7):817−23. Infect Dis. 2016;63:61−111.
17. Davies HE, Davies RJ, Davies CWH. 28. Breen DP, Daneshvar C. Role of
Management of pleural infection in adults: interventional pulmonology in the
British Thoracic Society pleural disease management of complicated
guideline 2010. Thorax. 2010;65:41−53. parapneumonic pleural effusion and
18. Izhakian S, Wasser WG, Fox BD, empyema. Respirology. 2014;19:970−8.
Vainshelboim B, Kramer MR. The
diagnostic value of the pleural fluid c-
reactive protein in parapneumonic
effusions. Dis Markers. 2016;2016:1−6.
19. Metersky ML. Is the lateral decubitus
radiograph necessary for the management
of a parapneumonic pleural effusion?.
Chest. 2003;124:1129–32.
20. Brixey AG, Luo Y, Skouras V,
Awdankiewicz A, Light RW. The efficacy
of chest radiographs to detect
parapneumonic effusions. Respirology.
2011;16:1000−4.
21. Varsamas C, Kalkanis A, Gourgoulianis
KI. CT versus thoracic ultrasound for
discriminating uncomplicated and
complicated parapneumonic pleural
effusions. Respirology. 2018;23:232.
22. Kearney SE, Davies CWH, Davies RJO,
Gleeson FV. Computed tomography and
ultrasound in parapneumonic effusions
and empyema. Clin Radiol.
2002;55:542−7.
23. Kraus GJ. The split pleura sign. Radiology.
2007;243:297–8.
24. Skouras V, Awdankiewicz A, Light RW.
What size parapneumonic effusion should
be sampled?. Thorax. 2010;65:91.
25. Garido VV, Viedma EC, Villar AF, Gafas
AP, Rodriguez EP, Pérez JMP et al.
Recommendations of diagnosis and
treatment of pleural effusion update. Arch
Bronconeumol. 2014;50:235−49.
26. Mandell LA, Wunderick RG, Anzueto A,
Bartlett JG, Campbell GD, Dean NC et al.
Infectious diseases society of
America/American thoracic society
consensus guidelines on the management
of community acquired pneumonia in
adults. Clin Infect Dis. 2007;44:27−72.
27. Kalil AC, Metersky ML, Klompas M,
Muscedere J, Sweeney DA, Palmer LB et
al. Infectious diseases society of
America/American thoracic society
consensus guidelines on the management
of adults with hospital acquired and

87
https://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/pameri/index

Anda mungkin juga menyukai