Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

PUNGSI EFUSI PLEURA


STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

OLEH :
MUHAMMAD NORHIDAYAT, S. KEP
NIM : 20149011100050

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN 2020
1. Konsep Penyakit Effusi Pleura
1.1 Pengertian
Effusi pleura merupakan akumulasi cairan pleura yang tidak
semestinya yang disebabkan oleh pembentukan cairan pleura lebih
cepat dari proses absorbsinya. Sebagian besar effusi pleura terjadi
karena meningkatnya pembentukan cairan pleura dan penurunan
kecepatan absorpsi cairan pleura tersebut.Pada pasien dengan daya
absorpsi normal, pembentukan cairan pleura harus meningkat 30 kali
lipatsecara terus menerus agar mampu menimbulkan suatu effusi
pleura. Di sisi lain, penurunan daya absorpsi cairan pleura saja tidak
akan menghasilkan penumpukan cairan yang signifikan dalam rongga
pleura mengingat tingkat normal pembentukan cairan pleura sangat
lambat. (Lee YCG, 2013)

1.2 Anatomi Fisiologi


Pleura merupakan lapisan pembungkus paru. Di mana antara
pleura yang membungkus pulmo dekstra et sinistra dipisahkan oleh
adanya mediastinum. Pleura dari interna ke eksterna terbagi atas 2
bagian :
1. Pleura Viscelaris/Pulmonis yaitu pleura yang langsung melekat pada
permukaan pulmo.
2. Pleura Parietalis yaitu bagian pleura yang berbatasan dengan
dinding thoraks.

Kedua lapisan pleura ini saling berhubungan pada hilus pulmonis sebagai
ligamen Pulmonal (pleura penghubung).Di antara kedua lapisan pleura
ini terdapat sebuah rongga yang disebut dengan cairan pleura. Dimana
di dalam cairan pleura ini terdapat sedikit cairan pleura yang berfungsi
agar tidak terjadi gesekan antara pleura ketika proses pernapasan.
(Wijaya & Putri, 2013).
Gambar 1.1 Anatomi paru-paru

Paru-paru terbagi menjadi dua yaitu paru kanan yang terdiri tiga
lobus terdiri dari bagian atas, tengah dan bawah sedangkan paru-paru
kiri terdiri dari 2 lobus yaitu lobus atas dan bawah.Bagian atas puncak
paru disebut apeks yang menjorok ke atas arah leher pada bagian bawah
disebut basal.Paru-paru dipalpasi oleh selaput pleura.

Gambar 1.2 anatomi rongga pleura


Dari segi anatomisnya, permukaan rongga pleura berbatasan dengan
paru sehingga cairan pleura mudah bergerak dari satu rongga ke rongga
yang lainnya. Dalam keadaan normal seharusnya tidak ada rongga
kosong diantara kedua pleura, karena biasanya sekitar 10-20 cc cairan
yang merupakan lapisan tipis serosa yang selalu bergerak secara teratur.
Setiap saat, jumlah cairan dalam rongga pleura bisa menjadi lebih dari
cukup untuk memisahkan kedua pleura. Jika terjadi, maka kelebihan
tersebut akan dipompa keluar oleh pembuluh limfatik dari rongga
pleura ke mediastinum. Permukaan superior diafragma dan permukaan
lateral pleura parietalis, memerlukanadanya keseimbangan antara
produksi cairan pleura oleh pleura parietalis dan absorbs oleh cairan
viseralis. Oleh karena itu, rongga pleura disebut sebagai ruang
potensial, karena ruang ini normalnya begitu sempit, sehingga bukan
merupakan ruang fisik yang jelas (Muttaqin, 2011).

1.3 Etiologi
Kelebihan cairan pada rongga pleura sedikitnya disebabkan oleh satu dari 4
mekanisme dasar :
1. Adanya inflamasi atau neoplastik pleura
2. Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik
3. Penurunan tekanan osmotik koloid darah
4. Peningkatan tekanan negativ intrapleural

Penyebab effusi pleura:


1. Virus dan mikoplasma
Insidennya agak jarang bila terjadi jumlahnya tidak banyak. Contoh :
Echo virus, riketsia, mikoplasma, Chlamydia.
2. Bakteri piogenik
Bakteri berasala dari jaringan parenkim paru dan menjalar secara
hematogen. Contoh aerob : strepkokus pneumonia, S.mileri,
S.aureus, hemopillus, klabssiella. Anaerob: bakteroides seperti
peptostreptococcus, fusobacterium.
3. TB
Terjadi karena komplikasi TB paru melalui fokus subpleura yang robek
atau melalui aliran limfe, atau karena robeknya perkijuan kearah
saluran limfe yang menuju pleura.
4. Fungi
Sangat jarang terjadi, biasanya karena perjalanan infeksi fungi dari
jaringan paru. Contoh: aktinomiksis, koksidiomikosis. Asergilus,
Kriptokokus, Histoplasma.
5. Parasit
Parasit yang dapat menginfeksi ke pleura hanya amoeba.Amoeba masuk
dalam bentuk tropozoid setelah melewati perenkim hati menembus
diafragma terus ke rongga pleura. Effusi terjadi karena amoeba
menimbulkan peradangan.
6. Kelainan intra abdominal
Contoh : pancreatitis, pseudokista pancreas atau eksaserbasi akut,
pancreatitis kronis, abses ginjal.
7. Penyakit kalogen
Contoh : lupus eritematosus sistemik (SLE), arthritis rematoid (RA),
sclerpderma.
8. Gangguan Sirkulasi
Contoh : gangguan CV (payah jantung), emboli pulmonal,
hypoalbuminemia.
9. Neoplasma
Gejala paling khas adalah jumlah cairan effusi sangat banyak dan selalu
berakumulasi kembali dengan cepat.
10. Sebab-sebab lain. Seperti: trauma (trauma tumpul, laserasi, luka
tusuk), uremia, miksedoma, limfedema, reaksi dipersensitif terhadap
obat, effusi pleura (Saferi Andra, 2013) .

1.4 Klasifikasi
Effusi pleura dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Effusi pleura transudat
Merupakan ultrafiltrat plasma, yang menandakan bahwa membrane
pleura tidak terkena penyakit. Akumulasi cairan disebabkanoleh
faktor sistematik yang mempengaruhi produksi dan absorb cairan
pleura seperti (gagal jantung kongesif, atelektasis, sirosis, sindrom
nefrotik, dan dialysis peritoneum)
2. Ini terjadi akibat kebocoran cairan melewati pembuluh kapiler yang
rusak dan masuk ke dalam paru yang dilapisi pleura tersebut atau
kedalam paru yang dilapisi pleura tersebut atau ke dalam paru
terdekat. Kriteria effusi pleura eksudat :
a. Rasio cairan pleura dengan protein serum lebih dari 0,5
b. Rasio cairan pleura dengan dehidrogenase (LDH) lebih dari 0,6
c. LDH cairan pleura dua pertiga atas batas normal LDH serum
Penyebab effusi pleura eksudat seperti pneumonia, empiema, penyakit
metastasis (mis, kanker paru, payudara, lambung, atau ovarium)
haemotorak, infark paru, keganasan, repture aneurismaaorta. (Nurarif &
Kusuma, 2015)

1.5 Patofisiologi
Pleura parietalis dan viseralis letaknya berhadapan satusama lain dan hanya
dipisahkan oleh selaput tipis cairan serosa, lapisan cairan ini
memperlihatkan adanya keseimbangan antara transudasi dari kapiler-
kapiler pleura dan reabsorbsi oleh vena visceral dan parietal, dan
saluran getah bening. Karena effusi pleura adalah penumpukan cairan
yang berlebih di dalam rongga pleura yaitu di dalam rongga pleura
viseralis dan parientalis, menyebabkan tekanan pleura meningkat maka
masalah itu akan menyebabkan penurunan ekspansi paru sehingga klien
akan berusaha untuk bernapas dengan cepat (takipnea) agar oksigen
yang diperoleh menjadi maksimal dari penjelasan masalah itu maka
dapat disimpulkan bahwa klien dapat terganggu dalam pola
bernapasnya, Ketidakefektifan pola napas adalah suatu kondisi ketika
individu mengalami penurunan ventilasi yang aktual atau potensial
yang disebabkan oleh perubahan pola napas, diagnosa ini memiliki
manfaat klinis yang terbatas yaitu pada situasi ketika perawat secara
pasti dapat mengatasi masalah. Umumnya diagnose ini ditegakkan
untuk kasus seperti hiperventilasi. Ketidakefektifan pola napas
ditunjukan dengan tanda-tanda dengan adanya perubahan kedalam
pernafasan, dyspnea, takipnea, sianosis, perubahan pergerakan dinding
dada (Somantri,2011)
1.6 Pathway

Bakteri piogenik fungi parasit Tuberculosis (TB)

Berasal dari jaringan Infeksi amoeba


parenkim Infeksi fungi
aktinomikis dari Komplikasi
jaringan paru tropozoid tuberculosis paru
Menjalar secara
hematogen
diafragma
Melalui sub
pleura yang
Rongga pleura robek

Effusi Pleura

Proses peradangan
Pengumpulan cairan yang
pada rongga Fungsi pleura
berlebihan di rongga pleura
pleura (torakosintesis)

Tekanan pleura Aspirasi cairan


meningkat Pengeluaran Hipersekresi pleura melalui
endogren dan mukus jarum
Pertukaran O2
Penurunan pirogen
dan CO2
ekspansi paru Secret tertahan
terganggu Resiko infeksi
Febris
di saluran nafas
Takipnea
Demam
Gangguan Bersihan jalan
Ronchi (+)
Kebutuhan O2 tidak nafas tidak
pertukaran gas
terpenuhi secara Hipertermi efektif
maksimal
Metabolism Gangguan nutrisi
Ketidakefektifan tubuh kurang dari
pola nafas kebutuhan tubuh
Gambar 1.3 Pohon Masalah
1.7 Gambaran Klinis
Menurut Saferi & Mariza (2013) gambarakn klinis effusi pleura
tergantung pada penyakit dasarnya :
a. Sesak napas
b. Rasa berat pada dada
c. Bising jantung (pada payah jantung)
d. Batuk yang kadang-kadang berdarah pada perokok (ca bronkus)
e. Lemas yang progresif
f. Bb menurun (pada neoplasma)
g. Demam subfebril (pada tb)
h. Demam menggigil (pada empiema)
i. Asitesis (pada sirosi hati)
j. Asites dengan tumor pelvis (pada sindrom meig)

1.8 Penatalaksanaan
Menurut Wijaya & Putri (2013) tujuan umum penatalaksanaan adalah
a. Untuk menemukan penyebab dasar
b. Untuk mencegah penumpukan kembali cairan
c. Menghilangkan ketidaknyamanan serta dyspnea
Pengobatan spesifik ditunjukan untuk penyebab dasar, misalnya : gagal
jantung kongestif (CHF), pneumonia, sirosis hepatis.
Tindakan yang dilakukan yaitu :
a. Torakosintesis/ pungsi pleura
Pungsi pleura (torakosintesis) merupakan tindakan invasif dengan
menginsersi jarum melalui dinding toraks untuk mengeluarkan
cairan dari rongga pleura. Tindakan ini memiliki tujuan diagnostik
yaitu mendapatkan spesimen cairan pleura untuk pemeriksaan lebih
lanjut dan juga tujuan terapeutik untuk mengurangi tekanan mekanik
terhadap paru. Efusi pleura adalah adanya cairan abnormal dalam
rongga pleura yang dapat disebabkan oleh berbagai penyakit.
Dengan mendapatkan spesimen cairan pleura dapat diperiksa lebih
lanjut, diantaranya apakah tergolong transudat atau eksudat yang
akan membantu dalam penegakan diagnosis penyakit.
Indikasi
1. Untuk mengambil spesimen cairan pleura untuk pemeriksaa
analisa, mikrobiologi dan sitologi.
2. Mengatasi gangguan respirasi yang diakibatkan penumpukan
cairan di dalam rongga pleura.
Kontra Indikasi
1. Trombositopenia <20.000 /mm3.
2. Gangguan koagulasi : PT-APTT memanjang > 1,5. Dalam terapi
anti koagulan.
3. Batuk atau cegukan yang tidak terkontrol.
Pengawasan Paska Tindakan
a. Dilakukan foto toraks kontrol segera untuk melihat keberhasilan
pungsi yang telah dilakukan.
b. Amati komplikasi yang mungkin terjadi.
Komplikasi
a. Pneumotoraks.
b. Hematotoraks.
c. Infeksi.
b. Pemasangan selang dada atau drainage.
Hal ini dilakukan jika torakosintesis menimbulkan nyeri, penipisan
protein dan elektrolit.
a. Obat-obatan
Antibiotik, jika agen penyebab adalah kuman atau bakteri
b. Penatalaksanaan cairan
c. Pemberian nitrogen mustard atau tetrasiklin melalui selang dada

1.9 Pemeriksaan Penunjang


a. Foto Rontgen
Evaluasi effusi pleura dimulai dari pemeriksaan imejing untuk
menilai jumlah cairan, distribusi dan aksesibilitasnya serta
kemungkinan adanya abnormalitas intratorakal yang berkaitan
dengan effusi pleura tersebut. Pemeriksaan foto toraks
posteroanterior (PA) dan lateral sampai saat ini masih merupakan
yang paling diperlukan untuk mengetahui adanya effusi pleura pada
awal diagnose. Pada posisi tegak, akan terlihat akumulasi cairan
yang menyebabkan hematoraks tampak lebih tinggi, kubah
diafragma tampak lebih ke lateral, serta sudut kostofrenikus yang
menjadi tumpul.

Untuk foto toraks PA setidaknya butuh 175-250 ml cairan yang


terkumpul sebelumnya agar dapat terlihat di foto toraks PA.
Sementara foto toraks lateral dekubitus dapat mendeteksi effusi
pleura dalam jumlah yanag lebih kecil yakni 5ml. jika pada foto
lateral dekubitus ditemukan ketebalan effusi 1 cm maka jumlah
cairan telah melebihi 200 cc, ini merupakan kondisi yang
memungkinkan untuk dilakukan torakosintesis. Namun oada effusi
leculated temuan diatas mungkin tidak dijumpai.Pada posisi supine,
effusi pleura yang sedang hingga masif dapat memperlihatkan suatu
peningkatan densitas yang homogeny yang menyebar pada bagian
bawah paru, selain itu dapat pula terlihat elevasi hemidiafragma,
diposisik kubah diafragma pada daerah lateral.Tomografi computer
(CT-scan) dengan toraks harus dilakukan pada effusi pleura yang
tidak terdiagnosa jika memang sebelumnya belum pernah dilakukan.
b. Blood Gas Analysis (BGA)
Blood Gas Analysis (BGA)merupakan pemeriksaan penting untuk
penderita sakit kritis yang bertujuan untuk mengetahui atau
mngevaluasi pertukaran Oksigen (O2), karbondioksida (CO2) dan
status asam-basa dalam darah arteri.

Analisis gas darah (AGD) atau BGA (Blood Gas Analysis) biasanya
dilakukan untuk mengkaji gangguan keseimbangan asam-basa yang
disebabkan oleh gangguan pernafasan dan/atau gangguan metabolic.
Komponen dasar AGD mencakup pH, PaCO2, PaO2, SO2, HCO3
dan BE (base excesses/kelebihan basa).
c. Pemeriksaan Cairan Pleura
Analisis Cairan pleura merupakan suatu sarana yang sangat
memudahkan untuk mendiagnosa penyebab dari effusi
tersebut.Prosedur torakosintesis sederhana dapat dilakukan secara
bedside sehingga memungkinkan cairan pleura dapat segera diambil,
dilihat secara makroskopik maupun mikroskopik, serta
dianalisa.Indikasi tindakan torakosintesis diagnostic adalah pada
kasus baru effusi pleura atau jika etiologinya tidak jelas dimana
cairan yang terkumpul telah cukup banyak untuk diaspirasi yakni
dengan ketebalan 10 mm pada pemeriksaan ultrasonografi toraks
atau foto lateral decubitus.

1.10 Komplikasi
1. Fibrothotaks
Effusi pleura yang beruba eksudat yang tidak ditangani dengan
drainase yang baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura
parientalis dan pleura viseralis akibat effusi pleura tidak ditangani
dengan drainase yang baik. Jika fibrothoraks meluas dapat
menimbulkan hambatan yang berat pada jaringan-jaringan yang
berada dibawahnya.Pembedahan pengupasan (dekortikasi) perlu
dilakukan untuk memisahkan membran pleura tersebut.
2. Atelektasis
Pengembangan paru yang tidak sempurna yang tidak sempurna yang
disebabkan oleh penekanan akibat effusi pleura disebut juga
atelektasis.
3. Fibrosis
Pada fibrosis paru merupakankeadaan patologis dimana terdapat
jaringan ikat paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul
akibat cara perbaikan jaringan sebagai lanjutan suatu proses penyakit
paru yang menimbulkan peradangan. Pada effusi pleura, atalektasis
yang berkepanjangan dapat mengakibatkan penggantian jaringan
baru yang terserang dengan jaringan fibrosis.
2. Konsep Asuhan Keperawatan
2.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian
a. Identitas Pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis
kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa,
bahasa yang dipakai, status pendidikan dan pekerjaan pasien.
b. Keluhan Utama
1) Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien
mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit.
2) Biasanya pada pasien dengan effusi pleura didapatkan keluhan
berupa : sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat
iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada
saat batuk dan bernafas serta batuk non produktif.
c. Riwayat Penyakit Sekarang 
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya
tandatanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada
dada, berat badan menurun dan sebagainya. 
d. Riwayat Penyakit Dahulu 
Perlu ditanyakan apakah pasienpernah menderita penyakit seperti
TBC paru, pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya.
Hal ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor
predisposisi.
e. Riwayat Penyakit Keluarga 
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakitpenyakit yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura
seperti Ca paru, asma, TB paru dan lain sebagainya
f. Riwayat Psikososial 
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara
mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan
yang dilakukan terhadap dirinya.
g. Pengkajian Pola Fungsi
1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat 
Adanya tindakan medis danperawatan di rumah sakit
mempengaruhi perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang
juga memunculkan persepsi yang salah terhadap pemeliharaan
kesehatan.
2) Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alcohol
dan penggunaan obat-obatan bias menjadi faktor predisposisi
timbulnya penyakit.
h. Pola nutrisi dan metabolisme
1) Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu
melakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk
mengetahui status nutrisi pasien,
2) Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan
selama MRS pasien dengan effusi pleura akan mengalami
penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas dan penekanan
pada struktur abdomen.
3) Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit.
pasien dengan effusi pleura keadaan umumnyalemah.
i. Pola eliminasi
1) Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai
kebiasaan defekasi sebelum dan sesudah MRS.
2) Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih
banyak bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain
akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan
penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus.
j. Pola aktivitas dan latihan
1) Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi
2)  Pasien akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal.
3) Disamping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat
adanya nyeri dada.
4) Untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien
dibantu oleh perawat dan keluarganya.
k. Pola tidur dan istirahat
1) Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan
berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat.
2) Selain itu akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan
rumah yang tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak
orang yang mondar-mandir, berisik dan lain sebagainya.
Pemeriksaan Fisik
1) Status Kesehatan Umum 
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien
secara umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa,
sikap dan perilaku pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien
untuk mengetahui tingkat kecemasan dan ketegangan pasien.
2) Sistem Respirasi
a) Inspeksi Pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakit
mencembung, iga mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan
pernafasan menurun. Pendorongan mediastinum ke arah
hemithorax kontra lateral yang diketahui dari posisi trakhea dan
ictus kordis. RR cenderung meningkat dan pasien biasanya
dyspneu.
b) Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah
cairannya > 250 cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan
pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit.
c) Suara perkusi redup sampai pekak tegantung jumlah cairannya.
Bila cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan
terdapat batas atas cairan berupa garis lengkung dengan ujung
lateral atas ke medical penderita dalam posisi duduk. Garis ini
disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian
depan dada, kurang jelas di punggung.
d) Auskultasi Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi
duduk cairan makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada
kompresi atelektasis dari parenkian paru, mungkin saja akan
ditemukan tanda tanda auskultasi dari atelektasis kompresi di
sekitar batas atas cairan.
3) Sistem Cardiovasculer
a) Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada
pada ICS – 5 pada linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya
pembesaran jantung.
b) Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung (health rate) dan
harus diperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya denyut
jantung, perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran
ictuscordis.
c) Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung
terdengar pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan adakah
pembesaran jantung atau ventrikel kiri.
d) Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau
gallop dan adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala payah
jantung serta adakah murmur yang menunjukkan adanya
peningkatan arus turbulensi darah.
4) Sistem Pencernaan
a) Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit
atau datar, tepi perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol
atau tidak, selain itu juga perlu di inspeksi ada tidaknya benjolan-
benjolan atau massa.
b) Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana
nilai normalnya 5-35kali per menit.
c) Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan
abdomen, adakah 
massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat
hidrasi pasien, apakah hepar teraba.
d) Perkusi abdomen normal tympani, adanya massa padat atau
cairan akan menimbulkan suara pekak (hepar, asites,
vesikaurinarta, tumor).
5) Sistem Neurologis
a) Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga
diperlukan pemeriksaan GCS. Adakah composmentis atau
somnolen atau comma
b) Pemeriksaan refleks patologis dan refleks fisiologisnya.
c) Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti
pendengaran, 
penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan.
6) Sistem Muskuloskeletal
a) Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial
b) Palpasi pada kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi
perifer serta dengan pemerikasaan capillary refiltime.
c) Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan
otot kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan.
7) Sistem Integumen
a) Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada
tidaknya lesi pada kulit, pada pasien dengan efusi biasanya akan
tampak cyanosis akibat adanya kegagalan sistem transport O2.
b) Pada palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit (dingin,
hangat, demam). Kemudian texture kulit (halus-lunak-kasar) serta
turgor kulit untuk mengetahui derajat hidrasi seseorang,

2.2 Diagnosa Keperawatan


a. Pola napas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru (akumulasi
udara/cairan), gangguan musculoskeletal, nyeri/ansietas, proses
inflamasi
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya
akumulasi sekret jalan napas
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan
kemampuan ekspansi paru, kerusakan membran alveolar kapiler
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan  penurunan keinginan makan sekunder akibat
dyspnea
e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan informasi yang tidak
adekuat mengenai proses penyakit dan pengobatan

2.3 Rencana Keperawatan

DIAGNOSA
NO NOC NIC
KEPERAWATAN
1 Bersihan Jalan NOC : NIC :
Nafas tidak Efektif Respiratory status : Airway suction
berhubungan Ventilation Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning
dengan adanya Respiratory status : Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah
akumulasi sekret Airway patency suctioning.
jalan napas Aspiration Control Informasikan pada klien dan keluarga tentang
Kriteria Hasil : suctioning
Mendemonstrasikan Minta klien nafas dalam sebelum suction
batuk efektif dan suara dilakukan.
nafas yang bersih, tidak Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk
ada sianosis dan memfasilitasi suksion nasotrakeal
dyspneu (mampu Monitor status oksigen pasien
mengeluarkan sputum, Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila
mampu bernafas pasien menunjukkan bradikardi, peningkatan
dengan mudah, tidak saturasi O2, dll.
ada pursed lips)
Menunjukkan jalan Airway Management
nafas yang paten (klien Posisikan pasien untuk memaksimalkan
tidak merasa tercekik, ventilasi
irama nafas, frekuensi Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
pernafasan dalam jalan nafas buatan
rentang normal, tidak Lakukan fisioterapi dada jika perlu
ada suara    Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
nafas
abnormal)  Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
Mampu tambahan
mengidentifikasikan    Berikan bronkodilator bila perlu
    Monitor respirasi dan status O2
dan mencegah factor
yang dapat
menghambat jalan nafas
2. Pola Nafas tidak NOC : NIC :
efektif b.d Respiratory status : Airway Management
penurunan ekspansi Ventilation   Posisikan pasien untuk memaksimalkan
paru (akumulasi Respiratory status : ventilasi
udara/cairan) Airway patency Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Vital sign Status    Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
Kriteria Hasil :  Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
Mendemonstrasikan tambahan
batuk efektif dan suara Berikan bronkodilator bila perlu
nafas yang bersih, tidak Monitor respirasi dan status O2
ada sianosis dan
dyspneu (mampu Terapi Oksigen
mengeluarkan sputum, Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
mampu    Pertahankan jalan nafas yang paten
bernafas
   Atur peralatan oksigenasi
dengan mudah, tidak
ada pursed lips)    Monitor aliran oksigen
Menunjukkan    Pertahankan posisi pasien
jalan
   Onservasi adanya tanda tanda hipoventilasi
nafas yang paten (klien
 Monitor adanya kecemasan pasien terhadap
tidak merasa tercekik,
irama nafas, frekuensi oksigenasi
pernafasan dalam
rentang normal, tidak Vital sign Monitoring
ada suara nafas  Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
abnormal)   Catat adanya fluktuasi tekanan darah
Tanda Tanda vital  
dalam rentang normal
(tekanan darah, nadi,
pernafasan)
3. Gangguan NOC : NIC :
pertukaran gas Respiratory Status : Gas Airway Management
berhubungan exchange Posisikan pasien untuk memaksimalkan
dengan penurunan Respiratory Status : ventilasi
kemampuan ventilation   Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
ekspansi paru, Vital Sign Status jalan nafas buatan
kerusakan membran Kriteria Hasil :    Lakukan fisioterapi dada jika perlu
alveolar kapiler Mendemonstrasikan    Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
peningkatan  Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
ventilasi
dan oksigenasi yang tambahan
adekuat Monitor respirasi dan status O2
Memelihara kebersihan
paru paru dan bebas Respiratory Monitoring
dari tanda tanda distress Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan
pernafasan usaha respirasi
Mendemonstrasikan Catat pergerakan dada, amati kesimetrisan,
batuk efektif dan suara penggunaan otot tambahan, retraksi otot
nafas yang bersih, tidak supraclavicular dan intercostal
ada sianosis    Monitor suara nafas, seperti dengkur
dan
dyspneu (mampu Monitor pola nafas : bradipnea, takipnea,
mengeluarkan sputum, kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot
mampu    Catat lokasi trakea
bernafas
dengan mudah, tidak Auskultasi suara nafas, catat area penurunan /
ada pursed lips) tidak adanya ventilasi dan suara tambahan
Tanda tanda vital dalam
rentang normal
4. Ketidakseimbangan NOC : NIC :
nutrisi kurang dari Nutritional Status : food Nutrition Management
kebutuhan tubuh and Fluid Intake Kaji adanya alergi makanan
berhubungan Kriteria Hasil : Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
dengan  penurunan Adanya peningkatan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan
keinginan makan berat badan sesuai pasien.
sekunder akibat dengan tujuan Yakinkan diet yang dimakan mengandung
dyspnea Berat badan ideal sesuai tinggi serat untuk mencegah konstipasi
dengan tinggi badan Berikan makanan yang terpilih ( sudah
Mampu dikonsultasikan dengan ahli gizi)
mengidentifikasi Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
kebutuhan nutrisi
Tidak ada tanda tanda Nutrition Monitoring
malnutrisi BB pasien dalam batas normal
Tidak terjadi penurunan Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
berat badan yang berarti Monitor turgor kulit
Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah
patah
Monitor mual dan muntah
Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan
kadar Ht
Monitor makanan kesukaan
Monitor pertumbuhan dan perkembangan
5. Kurang pengetahuan NOC : NIC :
berhubungan Kowlwdge : disease Teaching : disease Process
dengan informasi process Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan
yang tidak adekuat Kowledge : health pasien tentang proses penyakit yang spesifik
mengenai proses Behavior Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan
penyakit dan Kriteria Hasil : bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi
pengobatan Pasien dan keluarga dan fisiologi, dengan cara yang tepat.
menyatakan Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul
pemahaman tentang pada penyakit, dengan cara yang tepat
penyakit, kondisi, Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang
prognosis dan program tepat
pengobatan Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan
Pasien dan keluarga cara yang tepat
mampu  Sediakan bagi keluarga informasi tentang
melaksanakan
prosedur yang kemajuan pasien dengan cara yang tepat
dijelaskan secara benar Diskusikan perubahan gaya hidup yang
Pasien dan keluarga mungkin diperlukan untuk mencegah
mampu menjelaskan komplikasi di masa yang akan datang dan atau
kembali apa yang proses pengontrolan penyakit
dijelaskan perawat/tim Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
kesehatan lainnya Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan

Daftar Rujukan :
Herdman, Heather, dkk. (2018). Nanda-I Diagnosis Keperawatan : Definisi dan
Klasifikasi 2018-2020, Edisi 11. Jakarta: EGC.
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosis Medis dan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta
:Mediaction Publishing.
Nurjannah, Intansari, dkk. (2018). Nursing Interventions Classification (NIC).
Jogyakarta: Mocomedia.
Nurjannah, Intansari, dkk. (2018). Nursing Outcomes Classification (NOC).
Jogyakarta: Mocomedia.
(https://www.academia.edu/11697330), diakses tanggal 17 Februari 2021).

Anda mungkin juga menyukai