Anda di halaman 1dari 17

EFUN PLEURA

Dosen pengampu: NS., Sri Mulyani., S. Kep., M. Kep

Disusun Oleh :
Dewi Sumbang Rorosati (2019200026)

PRODI D III KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SAINS AL-QUR’AN JAWA TENGAH DI WONOSOBO
TAHUN AJARAN 2020/2021
A. Anatomi Fisiologi
Pleura merupakan membran serosa yangtersusun dari lapisan sel yang
embriogenik berasal dari jaringan selom intraembrional dan bersifat
memungkinkan organ yang diliputinya mampu berkembang, mengalami
retraksi atau deformasi sesuai dengan proses perkembangan anatomis dan
fisiologis.
Pleura viseral membatasi permukaan luar parenkim paru termasuk fisura
interlobaris,sementara pleura parietal membatasi dinding dada yang tersusun
dari otot dada dan tulang iga,serta diafragma,mediastinum dan struktur
servikal.
Pleura viseral dan parietal memiliki perbedaan inervasi dan vaskularisasi.
Pleuraviseral diinervasi saraf-saraf otonom dan mendapat aliran darah dari
sirkulasi pulmoner,sementara pleura parietal diinervasi sarafsaraf interkostalis
dan nervus frenikus serta mendapat aliran darah sistemik. Pleura viseral dan
pleura parietal terpisah oleh rongga pleurayang mengandung sejumlah tertentu
cairan pleura. Ujung saraf sensorik berada di pleura parietal kostalis dan
diafragmatika. Pleura kostalis diinervasi oleh saraf interkostalis, bagiantengah
pleura diafragmatika oleh saraf frenikus. Stimulasi oleh inflamasi dan iritasi
pleura parietal menimbulkan sensasi nyeri dinding dada dan nyeri tumpul
pada bahu ipsilateral. Tidak ada jaras nyeri pada pleura viseral walaupun
secara luas diinervasi oleh nervus vagus dan trunkus simpatikus.
Antara kedua lapis membran serosa pleura terdapat rongga potensial,
yang terisi oleh sedikit cairan yakni cairan pleura. Rongga pleura mengandung
cairan kira-kira sebanyak 0,3 ml kg. Jumlah cairan pleura tergantung
mekanisme gaya starling (laju filtrasi kapiler di pleura parietal) dan sistem
penyaliran limfatik melalui stoma di pleura parietal. Cairan pleura
mengandung 1.500-4.500 sel/mL, terdiri dari makrofag (75 %), limfosit
(23%), sel darah merah dan mesotel bebas. Cairan pleura normal mengandung
protein 1-2 g/100 mL.
Pleura berperan dalam sistem pernapasan melalui tekanan pleura yang
ditimbulkanoleh rongga pleura. Tekanan pleura bersama tekanan jalan napas
akan menimbulkan tekanan transpulmoner yang selanjutnya akan
memengaruhi pengembangan paru dalam proses respirasi.
Pengembangan paru terjadi bila kerja otot dan tekanan transpulmoner
berhasil mengatasi recoil elastik (elastic recoil) paru dan dinding dada
sehingga terjadi proses respirasi. Jumlah cairan rongga pleura diatur
keseimbangan starling yang ditimbulkan oleh tekanan pleura dan kapiler,
kemampuan sistem penyaliran limfatik pleura serta keseimbangan elektrolit.
Ketidakseimbangan komponen-komponen gaya ini menyebabkan
penumpukan cairan sehingga terjadi efusi pleura.

B. Definisi
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak
diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi
tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara
normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15 ml)
berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak
tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002).
Efusi pleura merupakan suatu gejala yang serius dan dapat mengancam
jiwa penderita.Efusi pleura yaitu suatu keadaan terdapatnya cairan dengan
jumlah berlebihan dalam rongga pleura.Efusi pleura dapat di sebabkan antara
lain karena tuberculosis, neo plasma atau karsinoma, gagal jantung,
pneumonia, dan infeksi virus maupun bakteri (Ariyanti, 2003).
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana penumpukan cairan dalam
pleura berupa transudat dan eksudat yang diakibatkan terjadinya
ketidakseimbangan antara produksi dan absorpsi di kapiler dan pleura
viseralis. Efusi pleura bukanlah diagnosis dari suatu penyakit, melainkan
hanya merupakan gejala atau komplikasi dari suatu penyakit (Muttaqin,
2008).
C. Etiologi
Efusi pleura merupakan proses penyakit primer yang jarang terjadi, tetapi
biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain.
Menurut Brunner & Suddart. 2001, terjadinya efusi pleura disebabkan
oleh 2 faktor yaitu:
1. Infeksi
Penyakit-penyakit infeksi yang menyebabkan efusi pleura antara lain:
tuberculosis, pnemonitis, abses paru, abses subfrenik. Macam-macam
penyakit infeksi lain yang dapat menyebabkan efusi pleura antara lain:
a. Pleuritis karena virus dan mikoplasma
Efusi pleura karena virus atau mikoplasma agak jarang. Bila terjadi
jumlahnya pun tidak banyak dan kejadiannya hanya selintas saja. jenis-jenis
virusnya adalah: Echo virus, coxsackie virus, chlamidia, rickettsia, dan
mikoplasma. cairan efusi biasanya eksudat dan berisi leukosit antara 100-6000
per cc.
b. Pleuritis karena bakteri Piogenik
Permukaan pleura dapat ditempeli oleh bakteri yang berasal dari jaringan
parenkim paru dan menjalar secara hematogen, dan jarang yang melalui
penetrasi diafragma, dinding dada atau esophagus.
1) Aerob : Streptococcus pneumonia, Streptococcus mileri, Saphylococcus
aureus, Hemofilus spp, E. Coli, klebsiella, Pseudomonas spp.
2) Anaerob: Bacteroides spp, Peptostreptococcus, Fusobacterium.
c. Pleuritis Tuberkulosa
Permulaan penyakit ini terlihat sebagai efusi yang bersifat eksudat.
Penyakit kebanyakan terjadi sebagai komplikasi tuberkulosis paru melalui
fokus subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening. Cairan efusi
yang biasanya serous, kadang-kadang bisa juga hemoragis. Jumlah leukosit
antara 500-2000 per cc. Mula-mula yang dominan adalah sel
polimorfonuklear, tapi kemudian sel limfosit. cairan efusi sangat sedikit
mengandung kuman tuberculosis.
d. Pleura Karena Fungi
Pleuritis karena fungi amat jarang. Biasanya terjadi karena penjalaran
infeksi fungi dari jaringan paru. Jenis fungi penyebab pleuritis adalah
actinomycosis, koksidioidomikosis, aspergillus, cryptococcus, histoplasmosis,
blastomikosis, dll. Patogenesis timbulnya efusi pleura adalah karena reaksi
hipersensitifitas lambat terhadap organisme fungi.
e. Pleuritis karena parasit
parasit yang dapat menginfeksi ke dalam rongga pleura hanyalah amoeba.
Bentuk tropozoit datang dari parenkim hati menembus diafragma terus ke
parenkim paru dan rongga pleura. Efusi pleura karena parasit ini terjadi
karena peradangan yang ditimbulkannya. di samping ini dapat terjadi
empiema karena amoeba yang cairannya berwarna khas merah coklat. Disini
parasit masuk ke rongga pleura secara migrasi dari parenkim hati. Dapat juga
karena adanya robekan dinding abses amuba pada hati ke arah rongga pleura.

2. Non infeksi
Penyakit non infeksi yang dapat menyebabkan efusi pleura antara lain: Ca
paru, Ca pleura (primer dan sekunder), Ca mediastinum, tumor ovarium,
bendungan jantung (gagal jantung), pericarditis konstruktif a, gagal hati, gagal
ginjal.
Adapun penyakit non infeksi lain yang dapat menyebabkan efusi pleura
antara lain:
a. Efusi pleura karena gangguan sirkulasi
1) Gangguan kardiovaskular
Payah jantung (deckmpensatio cordis) adalah penyebab terbanyak
timbulnya efusi pleura. Penyebab lainnya adalah ah perih karditis konstriktiva
dan sindrom Vena kava superior. patogenesisnya adalah akibat terjadinya
peningkatan tekanan Vena sistematik dan tekanan kapiler pulmonal akan
menurunkan kapasitas reabsorpsi pembuluh darah subpleura dan aliran getah
bening juga akan menurun (terhalang) sehingga filtrasi cairan ke rongga
pleura dan paru-paru meningkat.
2). Emboli pulmonal
Efusi pleura dapat terjadi pada sisi paru yang terkena emboli pulmonal.
Keadaan ini dapat disertai infeksi paru ataupun tanpa infark. Emboli
menyebabkan turunnya aliran darah arteri pulmonalis, sehingga terjadi
iskemia maupun kerusakan parenkim paru dan memberikan peradangan
dengan efusi yang berdarah (warna merah). Disamping itu, permeabilitas
antara satu atau kedua bagian pleura akan meningkat sehingga cairan efusi
mudah terbentuk.
cairan efusi biasanya bersifat eksudat, jumlahnya tidak banyak, dan
biasanya sembuh secara spontan, asal tidak terjadi emboli pulmonal lainnya.
pada efusi pleura dengan infark paru jumlah cairan fungsinya lebih banyak
dan waktu penyembuhan juga lebih lama.
3) Hipoalbuminemia
Efusi pleura juga terdapat pada keadaan hipoalbuminemia seperti sindrom
nefrotik, malabsorbsi atau keadaan lain dengan asites serta anasarka. evolusi
terjadi karena rendahnya tekanan osmotik protein cairan pleura dibandingkan
dengan tekanan osmotik darah. Yang terjadi kebanyakan bilateral dan cairan
bersifat transudat.

b. Efusi pleura karena neoplasma


Neoplasma primer ataupun sekunder (metastasis) dapat menyerang pleura
dan umumnya menyebabkan efusi pleura titik keluhan yang paling banyak
ditemukan adalah sesak nafas dan nyeri dada titik gejala lain adalah adanya
cairan yang selalu berakumulasi kembali dengan cepat walaupun dilakukan
torakosentesis berkali-kali.
Terdapat beberapa teori tentang timbulnya efusi pleura pada neoplasma,
yakni:
1) menumpuknya sel-sel tumor akan meningkatnya permeabilitas pleura
terhadap air dan protein.
2) pleura gagal memindahkan cairan dan protein.
3) adanya tumor membuat infeksi lebih mudah terjadi dan selanjutnya timbul
hipoproteinemia.

c. Efusi pleura karena sebab lain


1) efusi pleura dapat terjadi karena trauma yaitu trauma tumpul, laserasi, luka
tusuk pada dada, ruptur esofagus karena muntah hebat atau karena pemakaian
alat waktu tindakan esofagoskopi.
2) uremia
Salah satu gejala penyakit uremia lanjut adalah polyserositis yang terdiri dari
efusi pleura, efusi perikard dan efusif peritoneal (asites). mekanisme
penumpukan cairan ini belum diketahui betul, tetapi diketahui dengan
timbulnya eksudat terdapat peningkatan permeabilitas jaringan pleura perikard
atau peritoneum. sebagian besar efusi pleura karena uremia tidak memberikan
gejala yang jelas seperti sesak nafas sakit dada, atau batuk.
3) Miksedema
Efusi pleura dan efusi perikard dapat terjadi sebagai bagian miksedema.
evolusi dapat terjadi tersendiri maupun secara bersama-sama titik cairan
bersifat eksudat dan mengandung protein dengan konsentrasi tinggi.
4) Limfedema
lymphedema secara kronik dapat terjadi pada tungkai, muka, tangan dan efusi
pleura yang berulang pada satu atau kedua paru titik pada beberapa pasien
terdapat juga kuku jari yang berwarna kekuning-kuningan.
5) reaksi hipersensitif terhadap obat
Pengobatan dengan nitrofurantoin, metisergid, prak tolol kadang-kadang
memberikan reaksi/perubahan terhadap paru-paru dan pleura berupa radang
dan kemudian juga akan menimbulkan fungsi pleura.
6) efusi pleura idiopatik
pada beberapa efusi pleura, walaupun telah dilakukan prosedur diagnostik
secara berulang-ulang (pemeriksaan radiologis, analisis cairan, biopsi pleura),
digolongkan dalam efusi pleura idiopatik (Asril Bahar, 2001).

d. Efusi pleura karena kelainan intra-abdominal


efusi pleura dapat terjadi secara steril karena reaksi infeksi dan
peradangan yang terdapat di bawah diafragma, seperti pankreatitis,
pseudokista pankreas atau eksaserbasi akut pankreatitis kronik, abses ginjal,
abses hati, empat, dll. Biasanya evolusi terjadi pada pelek kiri tapi dapat juga
bilateral. mekanismenya adalah karena berpindahnya cairan yang kaya dengan
enzim pankreas ke rongga pleura melalui saluran getah bening. di sini bersifat
eksudat serosa tetapi kadang-kadang juga dapat hemorrhagic. Efusi pleura
juga sering terjadi setelah 48-72 jam pasca operasi abdomen seperti
splenektomi, operasi terhadap obstruksi intestinal atau pasca operasi
atelektasis.
1) sirosis hati
efusi pleura dapat terjadi pada pasien sirosis hati titik kebanyakan efusi pleura
timbul bersamaan dengan asites. Secara khas terdapat kesamaan antara cairan
asites dengan cairan pleura, karena terdapat hubungan fungsional antara
rongga pleura dan rongga abdomen melalui saluran getah bening atau celah
jaringan otot diafragma.
2) sindrom meig
Tahun 1937 meig dan Cass menemukan penyakit tumor pada ovarium (jinak
atau ganas) disertai asites dan efusi pleura.sering dikira sebagai neoplasma
dan metastasisnya.
3) dialisis peritoneal
efusi pleura dapat terjadi selama dan sesudah dilakukannya dialisis peritoneal
titik terjadi pada salah satu paru maupun bilateral. Perpindahan cairan dialisat
dari rongga peritoneal ke rongga pleura terjadi melalui celah diafragma. Hal
ini terbukti dengan samanya komposisi antara cairan pleura dengan cairan
dialisat.

D. Manifestasi Klinis
1. cairan banyak, penderita akan sesak nafas.
2. adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam menggigil, dan
nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril
(tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, banyak secret.
3. deviasi trakea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi
penumpukan cairan pleural yang signifikan.
4. pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan,
karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak
dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vokal), pada perkusi didapati
daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis
melengkung (garis Ellis damoiseu).
5. didapati segitiga garland yaitu daerah yang pada perkusi redup, timpani di
bagian atas garis Elis domiseu. Segitiga Grocco-Rochfus, yaitu daerah pekak
karena cairan mendorong mediastinum ke sisi lain, pada auskultasi daerah ini
didapati vesikuler melemah dengan ronki.
6. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.

E. Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara
cairan dan protein dalam rongga pleura. dalam keadaan normal cairan pleura
dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. filtrasi
ini terjadi karena perbedaan tekanan osmotik plasma dan jaringan interstisial
sub mesothelial kemudian melalui sel mesothelial masuk ke dalam rongga
pleura. Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar pleura.
Proses penumpukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh
peradangan. bila proses radang oleh kuman piogenik akan membentuk push
atau nanah, sehingga terjadi atau titik bila proses ini mengenai pembuluh
darah sekitar pleura dapat menyebabkan hemothorax. Proses terjadinya
pneumothorax karena pecahnya alveoli dekat pleura parietalis sehingga udara
akan masuk ke dalam rongga pleura. Proses ini sering disebabkan oleh trauma
dada atau alveoli pada daerah tersebut yang kurang elastis lagi seperti pada
pasien emfisema paru.
efusi cairan dapat berbentuk transudat, terjadinya karena penyakit lain
bukan primer paruh seperti gagal jantung kongestif, sirosis hati, sindrom
nefrotik, dialisis peritoneal hypoalbuminemia oleh berbagai keadaan,
perikarditis konstriktif keganasan atelektasis paru dan pneumotoraks.
efusi eksudat terjadi bila ada proses peradangan yang menyebabkan
permeabilitas kapiler pembuluh darah meningkat sehingga sel mesothelial
berubah menjadi bulat atau kubu ideal dan terjadi pengeluaran cairan ke
dalam rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudativa yang paling sering adalah
karena mycobacterium tuberculosis dan dikenal sebagai pleuritis eksudativa
tuberkulosa. Sebab lain seperti parapneumonia, parasit jamur pneumonia
atipik keganasan paruh proses imunologik seperti pleuritis lupus pleuritis
rheumatoid, sarkoidosis radang sebab lain seperti pankreatitis, pleuritis uremia
dan akibat radiasi.
F. Pathway
Non infeksi mis. Ca paru, Ca pleura (primer dan
Infeksi paru
sekunder), Ca Mediastinum, tumor ovarium,
TB,Pneumonitis, Abses bendungan jantung (gagal jantung), pericarditis
konstruktifa, gagal hati, gagal ginjal.

Reaksi Ag-Ab Massa tumor


Penumpukan sel-sel tumor

Tersumbatnya pembuluh
Merangsang mediator inflamasi Gangguan keseimbangan
tekanan hidrostatik dan onkotik darah vena dan getah bening

Rongga pleura
Brandikinin, Prostaglandin, histamine, serotonin
gagal memindahkan
Meningkatkan permeabilitas membran
cairan
Vasoaktif Akumulasi cairan di rongga
Perpindahan cairan pleura

Infektif bersihan jalan


Gangguan keseimbangan tekanan Efusi pleura
nafas
hidrostatik dan onkotik

Menekan pleura Atelektasis Pemasangan


Indikasi tindakan
WSD
Meningkatkan pemealitas membran
Ekspansi paru indekuat
Terputusnya kontinuitas jaringan
torakosintesis
Perpindahan cairan Nafas pendek
Sesak napas dengan usaha kuat

Peningkatan cairan pleura Nafsu makan menurun kelelahan


perlukaan

Rangsangan serabut Perubahan nutrisi Kesulitan tidur


saraf sensoris parietalis kurang dari kebutuhan Port de entry
Nyeri

Gangguan pola tidur Resiko tinggi


Nyeri Intoleransi aktivitas kurang dari kebutuhan terhadap
infeksi
G. Komplikasi
1. Fibrotadoaks
efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase yang
baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan pleura
viseralis. Keadaan ini disebut dengan fibrothorax. Jika fibrothorax meluas
dapat menimbulkan hambatan mekanis yang berat pada jaringan-jaringan
yang berada dibawahnya. Pembedahan pengupasan (dekortikasi) perlu
dilakukan untuk memisahkan membran membran pleura tersebut.
2. Pneumothoraks
Pneumotoraks (karena udara masuk melalui jarum).
3. Atalektasis
Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang disebabkan
oleh penekanan akibat efusi pleura.
4. Fibrosis paru
fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat paru
dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan jaringan
sebagai kelanjutan suatu proses penyakit paru yang menimbulkan peradangan
titik pada efusi pleura, atelektasis yang berkepanjanganyang terserang dengan
jaringan fibrosis.
5. Kolaps paru
Pada efusi pleura, atelektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan
ekstrinsik pada sebagian/semua bagian paru akan mendorong udara keluar dan
mengakibatkan kolaps paru.

H. Penatalaksanaan Medis
1. Aspirasi cairan pleura
Punksi pleura ditujukan untuk menegakkan diagnosa efusi pleura yang
dilanjutkan dengan pemeriksaan mikroskopis cairan. Di samping itu punksi
ditunjukkan pula untuk melakukan aspirasi atas dasar gangguan fungsi
restriktif paru atau terjadinya desakan pada alat-alat mediastinal. Jumlah
cairan yang boleh di aspirasi ditentukan atas pertimbangan keadaan umum
penderita, tensi dana di. makin lemah keadaan umum penderita makin sedikit
jumlah cairan pleura yang bisa di aspirasi untuk membantu pernafasan
penderita. Komplikasi yang dapat timbul dengan tindakan aspirasi:
a. Trauma
Karena aspirasi dilakukan dengan blind, parietalis yang dapat
menyebabkan pneumothoraks.
b. Mediastinal displacement
pindahnya struktur mediastinum dapat disebabkan oleh penekanan cairan
pleura tersebut. Tetapi tekanan negatif saat punksi dapat menyebabkan
bergesernya kembali struktur mediastinal titik tekanan negatif yang
berlangsung singkat menyebabkan pergeseran struktur mediastinal kepada
struktur semula atau struktur yang dapat menimbulkan perburukan keadaan
terutama disebabkan terjadinya gangguan pada hemodinamik.
c. Gangguan keseimbangan cairan, pH, elektrolit, anemia dan
hipoproteinemia.
Pada aspirasi pleura yang berulang kali dalam waktu yang lama dapat
menimbulkan tiga pengaruh pokok:
1) menyebabkan berkurangnya berbagai komponen intravaskuler yang dapat
menyebabkan anemia, hipprotein, air dan berbagai gangguan elektrolit dalam
tubuh.
2) aspirasi cairan pleura menimbulkan tekanan cavum pleura yang negatif
sebagai faktor yang menimbulkan pembentukan cairan pleura yang lebih
banyak.
3) aspirasi pleura dapat menimbulkan sekunder aspirasi.
2. Water seal drainage
telah dilakukan oleh berbagai penyelidik akan tetapi bila wsd ini dihentikan
maka akan terjadi kembali pembentukan cairan.
3. Penggunaan obat-obatan
penggunaan berbagai obat-obatan pada pleura efusi selain hasilnya yang
kontraversi juga mempunyai efek samping. hal ini disebabkan pembentukan
cairan karena malignansi adalah karena erosi pembuluh darah titik oleh karena
itu penggunaan citostatic misalnya tryetilenthiophosporamide, nitrogen
mustard, dan penggunaan zat-zat lainnya seperti atabrine atau penggunaan talc
poudrage tidak memberikan hasil yang banyak oleh karena itu tidak
menyentuh pada faktor patofisiologi dari terjadinya cairan pleura.
4. Thoracosintesis
torakosintesis dapat dengan melakukan aspirasi yang berulang-ulang dan
dapat pula dengan wsd atau dengan suggestion dengan tekanan 40 mmhg.
Indikasi untuk melakukan thorasintesis adalah:
a. menghilangkan sesak napas yang disebabkan oleh akumulasi cairan dalam
rongga pleura.
b. Bila terapi spesifik pada penyakit primer tidak efektif atau gagal.
c. Bila terjadi akumulasi cairan.

pengambilan pertama cairan pleura jangan lebih dari 1000 cc karena


pengambilan cairan pleura dalam waktu singkat dan dalam jumlah yang
banyak dapat menimbulkan oedema paru yang ditandai dengan batuk dan
sesak. Hal tersebut dapat menyebabkan kerugian sebagai berikut.
a) tindakan thoracentesis menyebabkan kehilangan protein yang berada dalam
cairan pleura.
b) dapat menimbulkan infeksi di rongga pleura.
c) dapat terjadi pneumothoraks.
5. Radiasi
radiasi pada tumor justru menimbulkan fungsi pleura disebabkan oleh
karena kerusakan aliran limfa dari fibrosis. Akan tetapi, beberapa publikasi
terdapat laporan berkurangnya cairan setelah radiasi pada tumor mediastinum.

I. Pengkajian
1. Identitas pasien
pada tahap ini meliputi nama, umur jenis kelamin, alamat rumah, agama atau
kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan dan
pekerjaan pasien.
2. Keluhan utama
biasanya pada pasien dengan efusi pleura didapatkan keluhan berupa titik 2
sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang
bersifat tajam dan terlokalisir terutama pada saat batuk dan bernafas serta
batuk non produktif.
3. Riwayat penyakit sekarang
pasien dengan efusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda
seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan
menurun dan sebagainya.
4. Riwayat penyakit dahulu
perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit seperti TBC paru,
pneumonia, gagal jantung, koma, asites dan sebagainya. Hal ini diperlukan
untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.
5. Riwayat penyakit keluarga
perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-
penyakit yang disinyalir sebagai penyebab efusi pleura seperti Ca paru, asma,
TB paru dan lain sebagainya.
6. Riwayat psikososial
meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya
serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap
dirinya.
7. Pengkajian pola fungsi
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat.
b. yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan.
c. kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alkohol dan
penggunaan obat-obatan biasanya menjadi faktor predisposisi timbulnya
penyakit.
d. Pola nutrisi dan metabolisme
dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan
pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi
pasien.
e. perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama Mrs
pasien dengan efusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan akibat
dari sesak nafas dan penekanan pada struktur abdomen.
f. peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit. Pasien dengan
efusi pleura keadaan umumnya lemah.
8. Pola eliminasi
Dalam pengkajian ini pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan
defekasi sebelum dan sesudah Mrs. Karena keadaan umum pasien yang
lemah, pasien akan lebih banyak betres sehingga akan menimbulkan
konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan
penurunan peristaltik otot-otot traktus digestivus.
9. Pola aktivitas dan latihan
a. Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi.
b. Pasien akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal.
c. di samping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat adanya
nyeri dada.
d. Untuk memenuhi kebutuhan adl nya sebagian kebutuhan pasien dibantu
oleh perawat dan keluarganya.
10. Pola tidur dan istirahat
a. adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan
berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istirahat.
b. mondar-mandir ke berisik dan lain sebagainya.
11. Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum
tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara
umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anemnesa, sikap dan perilaku
pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat
kecemasan dan ketegangan pasien.
b. Sistem respirasi
1) inspeksi pada pasien efusi pleura bentuk hemitoraks yang sakit
mencembung, 3 mendatar, ruangan Tarigan melebar pergerakan pernafasan
menurun. pendorongan mediastinum ke arah hemitoraks kontralateral yang
diketahui dari posisi trakea dan ictus kordis. Pernapasan cenderung meningkat
dan pasien biasanya dyspneu.
2) untuk efusi pleura yang jumlah cairan nya > 250cc. disamping itu pada
palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada
yang sakit.
3) suara perkusi redup sampai pekak tergantung jumlah cairannya. bila
cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas
cairan berupa garis lengkung dengan ujung lateral atas ke medical penderita
dalam posisi duduk. garis ini disebut garis ellis- damoisseaux. garis ini paling
jelas di bagian depan dada, kurang jelas di punggung.
4) auskultasi suara nafas menurun sampai menghilang titik pada posisi duduk
cairan makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari
parenkim paru mungkin saja akan ditemukan tanda-tanda auskultasi dari
atelektasis kompresi di sekitar batas atas cairan.
c. Sistem kardiovaskuler
1) pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis normal berada pada ICS-
lima pada linea medio klavikula kiri selebar 1 cm. pemeriksaan ini bertujuan
untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung.
2) palpasi untuk menghitung frekuensi jantung harus diperhatikan kedalaman
dan teratur tidaknya denyut jantung, perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu
getaran ictuscordis.
3) perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung terdengar
pekak titik hal ini bertujuan untuk menentukan adakah pembesaran jantung
atau ventrikel kiri.
4) auskultasi untuk menentukan suara jantung 1 dan 2 20 atau gallop dan
adakah bunyi jantung 3 yang merupakan gejala payah jantung serta adakah
murmur yang menunjukkan adanya peningkatan arus turbulansi darah.
d. Sistem pencernaan
1) pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar,
tapi perut menonjol atau tidak, umbilikus menonjol atau tidak, selain itu juga
perlu diinspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau masa.
2) auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai normal
nya 5-35 kali per menit.
3) p pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen,
adakah massa tumor koma-koma turgor kulit perut untuk mengetahui derajat
hidrasi pasien, apakah hepar teraba.
4) perkusi abdomen normal timpani adanya massa padat atau cairan akan
menimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesikaurinata, tumor).
e. Sistem neurologis
pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji disamping juga diperlukan
pemeriksaan GCS. Adakah compos mentis atau somnolen atau comma.
pemeriksaan refleks patologis dan refleks fisiologis ke. Selain itu fungsi-
fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti pendengaran penglihatan penciuman
perabaan dan pengecapan.
f. Sistem muskuloskeletal
Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema pretibial. Selain itu, palpasi
pada kedua ekstremitas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta dengan
pemeriksaan capillary refill Time dengan inspeksi dan palpasi dilakukan
pemeriksaan kekuatan otot kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan.
g. Sistem integumen
Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya lesi pada
kulit, pada pasien dengan efusi biasanya akan tampak sianosis akibat adanya
kegagalan sistem transport oksigen. Pada palpasi perlu diperiksa mengenai
kehangatan kulit (dingin, hangat, demam). Kemudian tekstur kulit (halus-
lunak-kasar) serta turgor kulit untuk mengetahui derajat hidrasi seseorang.

J. Diagnosa Keperawatan
Pre tindakan:
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan
cairan dalam rongga pleura.
2. ketidakefektifan pola pernafasan yang berhubungan dengan menurunnya
ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura
ditandai dengan sesak nafas.
3. Nyeri berhubungan dengan inflamasi sekunder terhadap efusi pleura.
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sering terbangun karena sesak.
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
anoreksia akibat nyeri.
6. intoleransi aktivitas berhubungan dengan sesak, instake nutrisi kurang,
kelelahan.
7. ansietas berhubungan dengan koping yang efektif tentang prosedur
pemeriksaan diagnostik, tentang tindakan medis pemasangan wsd.
Post tindakan:
1. nyeri berhubungan dengan trauma jaringan sekunder terhadap pemasangan
wsd.
2. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan sekunder
terhadap pemasangan wsd.
K. Rencana Tindakan Keperawatan
No Diagnosa Rencana Keperawatan
Keperawatan Tujuan dan kriteria Intervensi
hasil
1. Intoleransi Aktivitas setelah dilakukan tindakan 1. Tentukan penyebab
keperawatan 46-60 menit, intoleransi aktivitas dan
klien dapat mentoleransi tentukan apakah
aktivitas dan melakukan penyebab dari fisik,
ADL dengan baik, dengan psikis/motivasi.
kriteria hasil: 2. Kaji kesesuaian
Mampu mengatakan aktivitas dan istirahat
pentingnya aktivitas fisik klien sehari-hari.
(1-3), mampu melakukan 3. Meningkatkan
ADL (2-4). aktivitas secara bertahap,
biarkan klien
berpartisipasi dapat
perubahan posisi,
berpindah, dan perawatan
diri.
4. pastikan client
mengubah posisi secara
bertahap, monitor gejala
intoleransi aktivitas.
5. ketika membantu klien
hal berdiri, observasi
gejala intoleransi seperti
mual pucat pusing,
gangguan kesadaran dan
tanda-tanda vital.
6. Lakukan latihan ROM,
jika klien tidak dapat
menoleransi aktivitas.
Daftar Pustaka

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem


pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Pratomo IP dan Yunus f. Anatomi dan fisiologi pleura. Cdk-205. Vol 40 nomor 6
2013
Somantri Irman. 2009 asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem
pernapasan. Jakarta: Salemba Medika
Alfarizi. 2010. Definisi dan klasifikasi efusi pleura titik diakses pada tanggal 11 April
2016 tas pada http://doc-alfarsi. Com/2016/2020-dan-klasifikasi-efusi pleura.html
Blackwell, wiley 2014. Nursing diagnoses. USA: ISBN
Moorhead, dkk. 2013. Nursing outcomes classification. USA: ISBN
Bulechek, dkk. 2013. Nursing intervention classification. USA: ISBN

Anda mungkin juga menyukai