Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Paru-paru merupakan unsur elastis yang akan mengempis seperti balon


dan mengeluarkan semua udaranya melalui trakea bila tidak ada kekuatan untuk
mempertahankan pengembangannya. Paru-paru sebenarnya mengapung dalam
rongga thoraks, dikelilingi oleh suatu lapisan tipis cairan pleura yang menjadi
pelumas bagi gerakan paru-paru didalam rongga thoraks. Jadi pada keadaan
normal rongga pleura berisi sedikit cairan dengan tekanan negatif yang ringan.

Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan yang
berlebihan didalam kavum pleura yaitu diantara pleura parietalis dan pleura
viseralis dapat berupa cairan eksudat dan transudat yang disebabkan karena
ketidakseimbangan antara pembentukan dan pengeluaran cairan pleura.

Edema, pada umumnya, berarti pembengkakan. Ini secara khas terjadi


ketika cairan dari bagian dalam pembuluh-pembuluh darah merembes keluar
pembuluh darah kedalam jaringan-jaringan sekelilingnya, menyebabkan
pembengkakan. Ini dapat terjadi karena terlalu banyak tekanan dalam pembuluh-
pembuluh darah atau tidak ada cukup protein-protein dalam aliran darah untuk
menahan cairan dalam plasma (bagian dari darah yang tidak megandung segala
sel-sel darah).
Pneumothorak adalah keadaan terdaptnya udara bebas didalam rongga
pleura. Dengan adanya udara didalam rongga pleura tersebut, maka akan
menimbulkan penekanan terhadap paru-paru sehingga paru-paru tidak dapat
mengembang dengan maksimal sebagaimana biasanya ketika bernafas.
Pneumohoraks dapat terjadi baik secara spontan maupun traumatik.
Pneumothoraks spontan itu sendiri dapat bersifat primer dan sekunder.

Atelektasis paru adalah ekspansi tak lengkap atau kolapsnya semua atau
sebagian paru. Keadaan ini sering disebabkan oleh obstruksi bronkus dan
kompresi pada jaringan paru.

1
1.2 Tujuan.

1. Melengkapi syarat Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Rumah Sakit


Umum Solok tahun 2017.
2. Untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di bagian paru
di RSU solok tahun 2017.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

EFUSI PLEURA

1. Definisi
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan yang
berlebihan didalam kavum pleura yaitu diantara pleura parietalis dan pleura
viseralis dapat berupa cairan eksudat dan transudat yang disebabkan karena
ketidakseimbangan antara pembentukan dan pengeluaran cairan pleura.

2. Etiologi
Menurut Brunner dan Suddart,2001. Terjadinya efusi pleura disebabkan oleh
2 faktor yaitu:

Infeksi
Penyakit-penyakit infeksi yang menyebabkan efusi pleura antara lain:
tuberkulosis, pneumonia, abses paru, abses subfrenik. Macam-macam
penyakit infeksi lain yang dapat menyebabkan efusi pleura antara lain:

o Pleuritis karena virus dan mikoplasma


Efusi pleura karena virus atau mikoplasma agak jarang, bila terjadi
jumlahnyapun tidak banyak dan kejadiannya hanya selintas saja. Jenis-
jenis virusnya adalah : Echo virus, Coxsackie virus, Chlamidia,
Rickettsia dan mikoplasma. Cairan efusi biasanya eksudat dan berisi
leukosit antara 100-6000 per cc

o Pleuritis karena bakteri piogenik.


Permukaann pleura dapat ditempeli bakteri yang berasal dari
jaringan parenkim paru dan menjalar secara hematogen, dan jarang
yang melalui penetrasi diafragma, dinding dada atau esofagus.

3
Aerob : Streptococcus pneumonia, streptococcus mileri,
Staphylococcus aureus, Hemofilus spp, E.coli, Klebsiella,
Pseudomonas spp.

Annaerob : Bacteroides spp, peptostreptococcus, fusobacterium


o Pleuritis tuberkulosa
Permulaan penyakit ini terlihat sebagai efusi yang bersifat eksudat.
Penyakit kebanyakan terjadi sebagai komplikasi tuberkulosis paru
melalui fokus subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening.

Cairan efusi yang biasanya serous, kadang-kadang juga bisa


hemoragis. Jumlah leukosit antara 500-2000 per cc. Mula-mula yang
dominan adalah sel polimoorfonuklear, tapi kemudian sel limfosit.
Cairan efusi sangat sedikit mengandung kuman tuberkulosis.

o SPleuritis karena fungi


Pleuritis karena fungi sangat jarang. Biasanya terjadi karena
penjalaran infeksi fungi dari jaringan paru. Jenis fungi penyebab
pleuritis adalah: aktinomikosis, koksidioidomikosis, aspergillus,
kriptokokus, histoplasmosis, blastomikosis, dll. Patogenesis timbulnya
efusi pleura adalah karena reaksi hipersensitivitas lambat terhadap
organisme fungi

o Pleuritis karena parasite


Parasit yang dapat menginfeksi kedalam rongga pleura hanyalah
amoeba. Bentuk tropozoid datang dari parenkim hati menembus
diafragma terus keparenkim paru dan rongga pleura. Efusi pleura
karena parasit ini terjadi karena peradangan yang di timbulkannya.
Disampingg itu dapat terjadi empiema karena amoeba yang cairannya
berwarna khas merah coklat. Disini parasit masuk kerongga pleura
secara migrasi dari parenkim hati. Dapat juga karena adanya robekan
dinding abses amuba pada hati kearah rongga pleura.

4
Non infeksi
a. Efusi pleura karena gangguan sirkulasi
Gangguan kardiovaskuler
Payah jantung ( dekompensatio cordis) adalah penyebab terbanyak
timbulnys efusi pleura. Penyebab lainnya dalah perikarditis kontriktiva dan
sindrom vena kava superior. Patogenesisnya adalah akibat terjadi
peningkatan tekanan vena sistemik dan tekanan kapiler pulmonal akan
menurunkan kapasitas reabsorbsi pembuluh darah subpleura dan aliran
getah bening juga akan menurun (terhalang) sehingga filtrasi cairan
kerongga pleura dan peru-paru meningkat.
Emboli pulmonal
Efusi pleura dapat terjadi pada sisi paru yang terkena emboli
pulmonal. Keadaan ini dapat disertai infark paru ataupun tanpa infark.
Emboli meyebabkan turunnya aliran darah arteri pulmonalis, sehingga
terjadi iskemia maupun kerusakan parenkim paru dan memberikan
peradangan dengan efusi yang berdarah (warna merah). Disamping itu
permeabelitas antara satu atau kedua bagian pleura akan meningkat,
sehingga cairan efusi mudah terbentuk
Cairan efusi biasanya bersifat eksudat, jumlahnya tidak banyak, dan
biasanya sembuh secara spontan, asal tidak terjadi emboli pulmonal
lainnya. Pada efusi pleura dengan infark paru jumlah cairan efusinya lebih
banyak dan waktu penyembuhan juga lebih lama.
Hipoalbuminemia
Efusi pleura juga terdapat pada keadaan hipoalbuminemia seperti
sindrom nefrotik, malabsorbsi atau keadaan lain dengan asites serta
anasarka. Efusi terjadi karena rendahnya tekanan osmotik darah. Efusi
yang terjadi kebanyakan bilateral dan cairan bersifat transudat.
b. Efusi pleura karena neoplasma
neoplasma primer ataupun sekunder (metastasis) dapat menyerang
pleura dan umumnya menyebabkan efusi pleura. Keluhan yang paling
banyak ditemukan adalah sesak nafas dan nyeri dada. Gejala lain adalah

5
adanya cairan yang selalu berakumulasi kembali dengan cepat walaupun
dilakukan torakosentesis berkali-kali.

Terdapat beberapa teori tentang timbulnya efusi pleura pada neoplasma


yakni:

Menumpuknya sel-sel tumor akan meningkatkan permeabelitas terhadap


air dan protein
Adanya massa tumor menyebabkan tersumbatnya aliran pembuluh darah
vena dan getah bening, sehingga rongga pleura gagal memindahkan cairan
dan protein
Adanya tumor membuat infeksi lebih mudah terjadi dan selanjutnya timbul
hipoproteinemia.

c. Efusi pleura karena sebab lain

Efusi pleura dapat terjadi karena trauma yaitu trauma tumpul, laserasi,
luka tusuk pada dada, rupture esophagus karena muntah hebat atau karena
pemakaian alat waktu tindakan esofagoskopi.
Uremia. Salah satu gejala penyakit uremia lanjut adalah poliserositis yang
terdiri dari efusi pleura, efusi perikard dan efusi peritoneal (asites).
Mekanisme penumpikan cairan ini belum diketahui betul, tetapi diketahui
dengan timbulnya eksudat terdapat ppeningkatan permeabelitas jaringan
pleura, perikard atau peitoneum.sebagian besar efusi pleura karena uremia
tidak memberikan gejala yang jelas seperti sesak nafas, sakit dada atau
batuk
Miksedema. Efusi pleura dan efusi perikard dapat terjadi sebagai bagian
miksedema. Efusi dapat terjadi tersendiri maupun secara bersama-sama.
Cairan bersifat eksudat dan mengandung protein dengan konsentrasi
tinggi.

6
d. Efusi pleura karena kelainan intra abdominal

Efusi pleura dapat terjadi secar steril karena reaksi infeksi dan peradangan
yang terdapat dibawah diafragma. Seperti pankreatitis, pseudokista pankreas atau
eksaserbasi akut pankreatitis khronik, abses ginjal, abses hati, abses limpha dll.
Biasanya efusi terjadi pada pleura kiri tapi dapat juga bilateral. Mekanismenya
adalah karena berpindahnya cairan yang kaya dengan enzim pankrean kerongga
pleura melalui saluran getah bening. Efusi disini bersifat eksudat serosa, tetapi
kadang-kadang juga dapat hemorragik . efusi pleura sering juga terjadi setelah 48-
72 jam pasca operasi abdomen seperti splenektomi, operasi terhadap obstruksi
intestinal atau pasca operasi atelektasis.

1. Sirosis hati

Efusi pleura dapat terjadi pada pasien sirosis hati. Kebanyakn efusi pleura
timbul bersamaan dengan asites secara khas terdapat persamaan antara cairan
asites dengan cairan pleura, karena terdapat hubungan fungsional antara
rongga pleura dan rongga abdomen melalui saluran getah bening atau celah
jaringan ootot diafragma

2. Sindrom Meig

Tahun 1937 Meig dan Cass menemukan penyakit tumor pada ovarium ( jinak
atau ganas) disertai asites dan efusi pleura. Patogenesis terjadinya efusi pleura
masih belum diketahu betul. Bila tumor ovarium tersebut dioperasi, efusi
pleura dan asitesnya pun segera hilang. Adanya massa di rongga pelvis
disertai asites dan eksudat cairan pleura sering dikira sebagai neoplasma dan
metastasisnya.

3. Dialisis Peritoneal

Efusi pleura dapat terjadi selama dan sesudah dilakukannya dialisis


peritoneal. Efusi terjadi pada salah satu paru maupun bilateral. Perpindahan cairan
dialisatdari rongga peritoneal kerongga pleura terjadi melalui celah diafragma.

7
Hal ini terbukti dengan samanya komposisi antara cairan pleura dengan cairan
dialisis

3. Diagnosis
Diagnosis efusi pleura ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaaan fisik
dan pemeriksaan penunjang

Anamnesa
Nyeri dada pleuritis, sakit yang tiba-tiba seperti ditikam dan diperberat
oleh bernafas dalam atau batuk, sehingga penderita membatasi pergerakan
rongga dada dengan bernafas pendek atau tidur miring kesisi yang sakit
nyeri biasanya dirasakan pada tempat-tempat terjadinya pleuritis tapi bisa
menjalar kedaerah lain
Iritasi dari diafragma pleura posterior dan perifer yang dipersarafi
oleh G.Nervus intercostal terbawah bisa mnyebabkan nyeri pada
dada dan abdomen
Iritasi bagian central diafragma pleura yang dipersarafi nervus
phrenicus menyebabkan nyeri menjalar kedaerah leher dan bahu
Sesak nafas bila lokasi efusi luas, sesak nafas terrutama bila berbaring
kesisi yang sehat. Berat ringannya sesak nafas ini ditentukan oleh jumlah
cairan efusi.
Rasa berat pada dada yang sakit
Batuk pada umumnya non produktif dan ringan, batuk terutama apabila
disertai dengan proses tuberkulosis diparunya, batuk berdarah pada
karsinoma bronkus atau metastasis
Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, panas
tinggi (kokus), subfebril (TBC), banyak keringat, batuk, dahak banyak.

Pemeriksaan fisik
Inspeksi : asimetris, dalam keadaan statis dada yang terkena lebih
cembung, pada keadaan dinamis dada yg terkena tertinggal.
Palpasi : Fremitus menurun atau melemah

8
Perkusi : Redup.
Auskultasi : Suara nafas melemah menghilang

Pemeriksaan penunjang
Rontgen Thoraks
Rontgen thoraks biasanya merupakan langkah pertama yang
dilakukan untuk mendiagnosis efusi pleura yang hasilnya menunjukkan
adanya cairan. Foto thoraks juga dapat menerangkan asal mula terjadinya
efusi pleura yakni bila terdapat jantung yang membesar, adanya massa atau
tumor, adanya lesi tulang yang destruktif pada keganasan dan adanya
densitas parenkim yang lebih keras pada pneumonia atau abses paru

CT Scan Dada
CT Scan dada dapat menunjukkan adanya perbedaan densita cairan dengan
jaringan sekitarnya sehingga sangat memudahkan dalam menentukan adanya efusi
pleura. Selain itu jugga bisa menunjukkan adanya pneumonia, abses paru,
atautumor. Hanya saja pemeriksaan ini tidak banyak dilakukan karena biayanya
masih mahal.

Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan
melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yangg diperoleh melalui
torakosentesis

9
Torakosentesis adalah pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang
dimasukkan diantara sela iga kedalam rongga dada dibawah pengaruh
pembiasan lokal dalam dan berguna sebagai sarana untuk diagnostik maupun
terapeutik.

Pelaksanaan torakosentesis sebaiknya dilakukan pada penderita dengan


posisi duduk, aspirasi thoraks dilakukan pada bagian bawah paru di sela iga v
garis aksilariis media dengan memakai jarum abbocath nomor 14 atau 16.
Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 ccpada setiap kali
aspirasi. Adalah lebih baik mengerjakan aspirasi berulang-ulang dari pada
satu kali aspirasi sekaligus yang dapat menimbulkan pleural shock (hipotensi)
atau edema paru.

Edema paru dapat terjadi karena paru-paru mengembang terlalu cepat.


Mekanisme sebenarnya belum dikatahui betul, tapi diperkirakan karena adanya
tekanan intrapleural yang tinggi dapat menyebabkan peningkatan aliran darah
melalui permeabelitas kapiler yang abnormal.

Biopsi Pleura
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya maka
dilakukan biopsi dimana contoh lapisan pleura sebelah luar untuk dianalisa.
Pemeriksaan histologi satu atau beberapa contoh jaringan pleura dapat
menunjukkan 50-75% diagnosis kasus-kasus pleuritis tuberkulosa dan tumor
pleura. Bila ternyata hasil biopsi tidak memuaskan dapat dilakukan beberapa
biopsi ulangan. Pada sekitar 20% penderita, meskipun sudah dilakukan
pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat
ditentukan.komplikasi biopsi antara lain pneumothoraks, hemothoraks,
penyebaran infeksi atau tumor pada dinding dada.

Analisa Cairan Pleura


Untuk diagnosis cairan pleura dilakukan pemeriksaan

a. Warna cairan
Biasanya cairan pleura berwarna agak kekuning-kuningan (serous-
xantho-ctrome). Bila agak kemerah-merahan, ini dapat terjadi pada

10
trauma, infark paru, keganasan. Adanya kebocoran aneurisma aorta.
Bila kuning kehijauan dan agak purulen, ini menunjukkan adanya
empiema. Bila merah tengguli, ini menunjukkan adanya abses karena
amuba.

b. Biokimia
Secara biokimia efusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang
perbedaannya dapat dilihat pada tabel
PARAM TRANSUDAT EKSUDAT
ETER

Warna Jernih Jernih,keruh, berdarah

BJ < 1,016 > 1,106

Jumlah Sedikit Banyak (>500 sel/mm2)


set

Jenis set PMN < 50% PMN > 50%

Rivalta Negatif Positif

Glukosa 60mg/dl (=GD 60 mg/dl (bervariasi)


plasma)

Protein < 2,5 g/dl > 2,5 g/dl

Rasio < 0,5 > 0,5


protein
TE/plas
ma

LDH < 200 IU/dl > 200 IU/dl

Rasio < 0,6 > 0,6


LDH T-
E/Plasma

Disamping pemeriksaan tersebut diatas secara biokimia diperiksakan


juga pada cairan pleura
Kadar PH dan glukosa, biasanya merendah pada penyakit-
penyakit infeksi, artitis reumatoid dan neoplasma
Kadar amilase. Biasanya meningkat pada pankreatitis dan

11
metastasis adenokarsinoma

c. Sitologi
Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura amat penting untuk
diagnostik penyakit pleura, terutama bila ditemukan sel-sel patologis
atau dominasi sel-sel tertentu
Sel neutrofil : Menunjukkan adanya infeksii akut
Sel limfosit : Menunjukkan adanya infeksi khronik
seperti pleuritis tuberkulosa atau limfoma malignum
Sel mesotel : Bila jumlahnya meningkat, ini
menunjukkan adanya infark paru. Biasanya juga ditemukan
banyak sel eritrosit.
Sel mesotel maligna : Pada mesotelioma
Sel-sel besar dengan banyak inti : Pada arthritis rheumatoid
Sel L.E : Pada lupus erimatosus sistemik
d. Bakteriologi
Biasanya cairan pleura steril, tapi kadang-kadang dapat mengandung
mikroorganisme, apalagi bila cairannya purulen, (menunjukkan
empiema). Efusi yang purulen dapat mengandung kuman-kuman yang
aerob maupun anaerob. Jenis kuman yang sering ditemukan dalam
cairan pleura adalah : Pneumokokus, E.coli. Kleibsiella,
pseudomonas, entero-bacter.
Pada pleuritis tuberkulosa, kultur cairan terhadap kuman tahan
asam sangat dapat menunjukkan yang positif sampai 20%.
Pemeriksaan laboratorium terhadap cairan pleura dapat dilihat pada
tabel dibawah ini
Pemeriksaan laboratorium terhadap cairan pleura
Hitung sel total Hitung diferential, hitung sel darah
merah, sel jaringan

Protein total Rasio protein cairan pleura terhadap


serum >0,5 menunjukkan suatu eksudat

12
Bila terdapat organisme, menunjukkan
Laktat empiema
dehidrogenase
pewarnaan gram dan Biakan kuman anaerob dan aerob, biakan
tahan asam jamur dan mikobakteria harus ditanam
dalam lempeng
Biakan
Glukosa yang rendah (<20 mg/dl) bila
gula darah normal menunjukkan infeksi
atau penyakit reumatoid
Glukosa
Meningkat pada pankreatitis, robekan
esofagus

Amylase Efusi parapneumonik dengan pH > 7,2


dapat diharapkan uuntuk sembuh tanpa
drainase kecuali bila berlokusi. Keadaan
pH dengan pH < 7,0 menunjukkan infeksi
yang memerlukan drainase atau adanya
robekan esophagus

Dapat mengidentifikasi neoplasma

Pada cairan efusi yang banyak darahnya,


dapat membantu membedakan
Sitologi hemothoraks dari torasentesis traumatik

Hematokrit Dapat rendah pada lupus eritematosus


sistemik

Bila positif, mempunyai korelasi yang


tinggi dengan diagnosis lupus
sritematosus sistemik
Komplemen

Preparat sel L.E

Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber
cairan yang terkumpul. Bronkoskopi biasanya digunakan pada kasus-kasus
neoplasma, korpus alineum dalam paru, abses paru dan lain-lain.

Scanning Isotop

13
Scanning isotop biasanya digunakan pada kasus-kasus dengan emboli paru

Torakoskopi (Fiber-optic pleuroscopy)


Torakoskopi biasanyya dilakukan pada kasus-kasus dengan neoplasma atau
tuberkulosis pleura. Caranya yaitu dengan dilakukan insisi pada dinding dada
(dengan resiko kecil terjadinya pneumothoraks). Cairan dikeluarkan dengan
memakai penghisap dan udara dimasukkan supaya bisa melihat kedua pleura.
Dengan memakai bronkoskop yang lentur dilakukan beberapa biopsi

4. Penatalaksanaan

Terapi penyakit dasarnya

Torakosentesis
Aspirasi cairan pleura selain bermanfaat untuk memastikan diagnostis,
aspirasi juga dapat dikerjakan dengan tujuan terapeutik. Torakosentesis dapat
dilakukan sebagai berikut

Penderita dengan posisi duduk dengan kedua tangan merangkul atau


diletakkan diatas bantal, jika tidak mungkin duduk, aspirasi dapat
dilakukan pada penderita dalam posisi tidur telentang
Lokasi penusukan jarum dapat didasarkan pada hasil foto thoraks, atau
didaerah sedikit medial dari ujung scapula, atau pada line aksilaris media
dibawah batas suara sonor dan redup.
Setelah dilakukan anastesi secara memadai, dilakukan penusukan dengan
jarum berukuran besar, misalnya nomor 18. Kegagalan aspirasi biasanya
disebabkan karena penusukan jarum terlampau rendah sehingg mengenai
diafragma atau terlalu dalam sehingga mengenai jaringan paru, atau jarum
tidak mencapai rongga pleura oleh karena jaringan subkutis atau pleura
parietalis tebal.
Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc pada
setiap aspirasi. Untuk mencegah terjadinya edema paru akibat

14
pengembangan paru secara mendadak. Selain itu pengambilan cairan
dalam jumlah besar secara mendadak menimbulkan refleks vagal , berupa
batuk, bradikardi, aritmia yang berat dan hipotensi.

Metode Torakosentesis
Pemasangan WSD
Jika jumlah cairan cukup banyak, sebaiknya dipasang selang thoraks yang
dihubungkan denagn WSD, sehingga cairan dapat dikeluarkan secara lambat dan
aman. Pemasangan WSD dilakukan sebagai berikut :

Tempat untuk memasukkan selang thoraks biasanya disela iga 7,8,9 linea
aksilaris media atau ruang sela iga 2 atau 3 linea medioklavikularis.
Setelah dibersihkan dan dianastesi, dilakukan sayatan transversal selebar
kurang lebih 2 cm sampai subkutis
Dibuat satu jahitan matras untuk mengikat selang
Jaringan subkutis dibebaskan secara tumpul dengan klem sampai
mendapatkan pleura parietalis.
Selang dan trokar dimasukkan kedalam rongga pleura dan kemudian
trokar ditarik. Pancaran cairan diperlukan untuk memastikan posisi selang
thoraks
Setelah posisi benar, selang dijepit dan luka kulit dijahit serta dibebat

15
dengan kasa dan plester
Selang dihubungkan dengan botol penampung cairan pleura. Ujung selang
dihubungkan dengan botol penampung cairan pleura. Ujung selang
diletakkan dibawah permukaan air sedalam 2 cm, agar udara dari luar
tidak dapat masuk kedalam rongga pleura.
WSD perlu di awasi setiap hari dan jika sudah tidak terlihat undulasi pada
selang kemungkinan cairan sudah habis dan jaringan paru mengembang.
Untuk memastikan dilakukan foto thoraks.
Selang thoraks dapat di cabut jika produksi cairan/hari <100 ml dan
jaringan paru telah mengembang. Selang di cabut pada saat ekspirasi
maksimal

Pleurodesis
Bertujuan dengan melekatkan pleura viseral dan pleura parietalis,
merupakan penanganan terpilih pada efusi pleura keganasan, bahan yang
digunakan adalah sitostatika seperti tiotepa, bleomisin, nitrogen mustard, 5-
fluorourasil, adramisin, dan doksorubisin. Setelah cairan efusi dapat dikeluarkan
sebanyak-banyaknya, obat sitostatika (misal tiotepa 45 mg) diberikan selang
waktu 710 hari: pemberian obat tidak perlu pemasangan WSD. Setelah 13 hari,
jika berhasil akan terjadi pleuritis obliteratif yang menghilangkan rongga pleura,
sehingga mencegah penimbunan kembali cairan dalam rongga tersebut.

16
EDEMA PARU

1. Definisi
Edema, pada umumnya, berarti pembengkakan. Ini secara khas terjadi
ketika cairan dari bagian dalam pembuluh-pembuluh darah merembes keluar
pembuluh darah kedalam jaringan-jaringan sekelilingnya, menyebabkan
pembengkakan. Ini dapat terjadi karena terlalu banyak tekanan dalam pembuluh-
pembuluh darah atau tidak ada cukup protein-protein dalam aliran darah untuk
menahan cairan dalam plasma (bagian dari darah yang tidak megandung segala
sel-sel darah).
Pulmonary edema adalah istilah yang digunakan ketika edema terjadi di
paru-paru. Area yang langsung diluar pembuluh-pembuluh darah kecil pada paru-
paru ditempati oleh kantong-kantong udara yang sangat kecil yang disebut alveoli.
Ini adalah dimana oksigen dari udara diambil oleh darah yang melaluinya, dan
karbon dioksida dalam darah dikeluarkan kedalam alveoli untuk dihembuskan
keluar. Alveoli normalnya mempunyai dinding yang sangat tipis yang
mengizinkan pertukaran udara ini, dan cairan biasanya dijauhkan dari alveoli
kecuali dinding-dindig ini kehilangan integritasnya.
Edema paru adalah akumulasi cairan di paru-paru secara tiba-tiba akibat
peningkatan tekanan intravaskular. Edema paru terjadi oleh karena adanya aliran
cairan dari darah ke ruang intersisial paru yang selanjutnya ke alveoli paru,
melebihi aliran cairan kembali ke darah atau melalui saluran limfatik.
Edema paru merupakan kondisi yang disebabkan oleh kelebihan cairan di
paru-paru. cairan ini terkumpul dalam kantung-kantung udara di paru-paru
banyak, sehingga sulit untuk bernapas. Dalam kebanyakan kasus, masalah jantung
menyebabkan edema paru. Tapi cairan dapat menumpuk karena alasan lain,
termasuk pneumonia, paparan terhadap racun tertentu dan obat-obatan, dan
olahraga atau hidup pada ketinggian tinggi.

17
2. Etiologi
Ketidak-seimbangan Starling Forces :
Peningkatan tekanan kapiler paru :
o Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi
ventrikel kiri (stenosis mitral).
o Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan
fungsi ventrikel kiri.
o Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena
peningkatan tekanan arteria pulmonalis (over perfusion pulmonary
edema).
Penurunan tekanan onkotik plasma.
o Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal, hati,
protein-losing enteropaday, penyakit dermatologi atau penyakit
nutrisi.
Peningkatan tekanan negatif intersisial :
o Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura
(unilateral).
o Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi saluran
napas akut bersamaan dengan peningkatan end-expiratory volume
(asma).
Peningkatan tekanan onkotik intersisial.
o Sampai sekarang belum ada contoh secara percobaan maupun
klinik.
Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adult Respiratory
Distress Syndrome).
o Pneumonia (bakteri, virus, parasit).
o Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, asap Teflon,
NO2, dsb).
o Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri, alloxan,
alpha-naphthyl thiourea).
o Aspirasi asam lambung.
o Pneumonitis radiasi akut.
o Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin).

18
o Disseminated Intravascular Coagulation.
o Imunologi : pneumonitis hipersensitif, obat nitrofurantoin,
leukoagglutinin.
o Shock Lung oleh karena trauma di luar toraks.
o Pankreatitis Perdarahan Akut.

Insufisiensi Limfatik :
o Post Lung Transplant.
o Lymphangitic Carcinomatosis.
o Fibrosing Lymphangitis (silicosis).

Tak diketahui/tak jelas


o High Altitude Pulmonary Edema.
o Neurogenic Pulmonary Edema.
o Narcotic overdose.
o Pulmonary embolism.
o Eclampsia
o Post Cardioversion.
o Post Anesthesia.
o Post Cardiopulmonary Bypass.

3. Klasifikasi.
Berdasarkan penyebabnya, edema paru terbagi menjadi 2, kardiogenik dan
non-kardiogenik. Hal ini penting diketahui oleh karena pengobatannya sangat
berbeda. Edema Paru Kardiogenik disebabkan oleh adanya payah Jantung Kiri
apapun sebabnya. Edema Paru Kardiogenik yang akut disebabkan oleh adanya
Payah Jantung Kiri Akut. Tetapi dengan adanya faktor presipitasi, dapat
terjadi pula pada penderita Payah Jantung Kiri Kronik.

Cardiogenic pulmonary edema


Edema paru kardiogenik ialah edema yang disebabkan oleh adanya
kelainan pada organ jantung. Misalnya, jantung tidak bekerja semestinya
seperti jantung memompa tidak bagus atau jantung tidak kuat lagi
memompa.
Cardiogenic pulmonary edema berakibat dari tekanan yang tinggi
dalam pembuluh-pembuluh darah dari paru yang disebabkan oleh fungsi
jantung yang buruk. Gagal jantung kongestif yang disebabkan oleh fungsi

19
pompa jantung yang buruk (datang dari beragam sebab-sebab seperti
arrhythmias dan penyakit-penyakit atau kelemahan dari otot jantung),
serangan-serangan jantung, atau klep-klep jantung yang abnormal dapat
menjurus pada akumulasi dari lebih dari jumlah darah yang biasa dalam
pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru. Ini dapat, pada gilirannya,
menyebabkan cairan dari pembuluh-pembuluh darah didorong keluar ke
alveoli ketika tekanan membesar.

Non-cardiogenic pulmonary edema


Non-cardiogenic pulmonary edema ialah edema yang umumnya
disebabkan oleh hal berikut:

o Acute respiratory distress syndrome (ARDS)

Pada ARDS, integritas dari alveoli menjadi terkompromi sebagai


akibat dari respon peradangan yang mendasarinya, dan ini menurus
pada alveoli yang bocor yang dapat dipenuhi dengan cairan dari
pembuluh-pembuluh darah.

o Kondisi yang berpotensi serius yang disebabkan oleh infeksi-infeksi


yang parah, trauma, luka paru, penghirupan racun-racun, infeksi-
infeksi paru, merokok kokain, atau radiasi pada paru-paru.
o Gagal ginjal dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan cairan dari
tubuh dapat menyebabkan penumpukan cairan dalam pembuluh-
pembuluh darah, berakibat pada pulmonary edema. Pada orang-
orang dengan gagal ginjal yang telah lanjut, dialysis mungkin perlu
untuk mengeluarkan kelebihan cairan tubuh.
o High altitude pulmonary edema, yang dapat terjadi disebabkan oleh
kenaikan yang cepat ke ketinggian yang tinggi lebih dari 10,000 feet.
o Trauma otak, perdarahan dalam otak (intracranial hemorrhage),
seizure-seizure yang parah, atau operasi otak dapat adakalanya
berakibat pada akumulasi cairan di paru-paru, menyebabkan
neurogenic pulmonary edema.

20
o Paru yang mengembang secara cepat dapat adakalanya menyebabkan
re-expansion pulmonary edema. Ini mungkin terjadi pada kasus-
kasus ketika paru mengempis (pneumothorax) atau jumlah yang
besar dari cairan sekeliling paru (pleural effusion) dikeluarkan,
berakibat pada ekspansi yang cepat dari paru. Ini dapat berakibat
pada pulmonary edema hanya pada sisi yang terpengaruh (unilateral
pulmonary edema).
o Jarang, overdosis pada heroin atau methadone dapat menjurus pada
pulmonary edema. Overdosis aspirin atau penggunaan dosis aspirin
tinggi yang kronis dapat menjurus pada aspirin intoxication,
terutama pada kaum tua, yang mungkin menyebabkan pulmonary
edema.
o Penyebab-penyebab lain yang lebih jarang dari non-cardiogenic
pulmonary edema mungkin termasuk pulmonary embolism
(gumpalan darah yang telah berjalan ke paru-paru), luka paru akut
yang berhubungan dengan transfusi atau transfusion-related acute
lung injury (TRALI), beberapa infeksi-infeksi virus, atau eclampsia
pada wanita-wanita hamil.

4. Diagnosis
Gejala Klinik
Gejala yang paling umum dari pulmonary edema adalah sesak napas.
Ini mungkin adalah penimbulan yang berangsur-angsur jika prosesnya
berkembang secara perlahan, atau ia dapat mempunyai penimbulan yang
tiba-tiba pada kasus dari pulmonary edema akut. Gejala-gejala umum lain
mungkin termasuk mudah lelah, lebih cepat mengembangkan sesak napas
daripada normal dengan aktivitas yang biasa (dyspnea on exertion), napas
yang cepat (tachypnea), kepeningan, atau kelemahan.
Tingkat oksigen darah yang rendah (hypoxia) mungkin terdeteksi pada
pasien-pasien dengan pulmonary edema. Lebih jauh, atas pemeriksaan
paru-paru dengan stethoscope, dokter mungkin mendengar suara-suara
paru yang abnormal, sepeti rales atau crackles (suara-suara mendidih
pendek yang terputus-putus yang berkoresponden pada muncratan cairan
dalam alveoli selama bernapas).

21
Manifestasi klinis Edema Paru secara spesifik juga dibagi dalam 3 stadium:
Stadium 1.

Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan memperbaiki
pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi gas CO. Keluhan
pada stadium ini mungkin hanya berupa adanya sesak napas saat bekerja.
Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan, kecuali mungkin adanya
ronkhi pada saat inspirasi karena terbukanya saluran napas yang tertutup pada saat
inspirasi.

Stadium 2.

Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh darah paru
menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa interlobularis
menebal (garis Kerley B). Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor inter-
sisial, akan lebih memperkecil saluran napas kecil, terutama di daerah basal oleh
karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi refleks bronkhokonstriksi. Sering
terdapat takhipnea. Meskipun hal ini merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel
kiri, tetapi takhipnea juga membantu memompa aliran limfe sehingga
penumpukan cairan intersisial diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya
terdapat sedikit perubahan saja.

Stadium 3.

Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu,
terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak sesak sekali dengan batuk
berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan
nyata. Terjadi right-to-left intrapulmonary shunt. Penderita biasanya menderita
hipokapnia, tetapi pada kasus yang berat dapat terjadi hiperkapnia dan acute
respiratory acidemia. Pada keadaan ini morphin hams digunakan dengan hati-hati
(Ingram and Braunwald, 1988).

Edema Paru yang terjadi setelah Infark Miokard Akut biasanya akibat
hipertensi kapiler paru. Namun percobaan pada anjing yang dilakukan ligasi

22
arteriakoronaria, terjadi edema paru walaupun tekanan kapiler paru normal, yang
dapat dicegah de-ngan pemberian indomethacin sebelumnya. Diperkirakan bahwa
dengan menghambat cyclooxygenase atau cyclic nucleotide phosphodiesterase
akan mengurangi edema paru sekunder akibat peningkatan permeabilitas
alveolar-kapiler; pada manusia masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Kadang
kadang penderita dengan Infark Miokard Akut dan edema paru, tekanan kapiler
pasak parunya normal; hal ini mungkin disebabkan lambatnya pembersihan cairan
edema secara radiografi meskipun tekanan kapiler paru sudah turun atau
kemungkinan lain pada beberapa penderita terjadi peningkatan permeabilitas
alveolar-kapiler paru sekunder oleh karena adanya isi sekuncup yang rendah
seperti pada cardiogenic shock lung.

Pemeriksaan Fisik
- Sianosis sentral. Sesak napas dengan bunyi napas seperti mukus berbuih.
- Ronchi basah nyaring di basal paru kemudian memenuhi hampir seluruh
lapangan paru, kadang disertai ronchi kering dan ekspirasi yang
memanjang akibat bronkospasme sehingga disebut sebagai asma kardiale.
- Takikardia dengan S3 gallop.
- Murmur bila ada kelainan katup.

Pemeriksaan Penunjang
1. Elektrokardiografi
Bisa sinus takikardia dengan hipertrofi atrium kiri atau fibrilasi atrium,
tergantung penyebab gagal jantung. Gambaran infark, hipertrofi ventrikel kiri
atau aritmia bisa ditemukan.

2. Laboratorium
- Analisa gas darah pO2 rendah, pCO2 mula-mula rendah dan kemudian
hiperkapnia.
- Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark miokard.
- Darah rutin, ureum, kreatinin, , elektrolit, urinalisis, foto thoraks, EKG,
enzim jantung (CK-MB, Troponin T), angiografi koroner.
3. Foto Thoraks
Pulmonary edema secara khas didiagnosa dengan X-ray dada.
Radiograph (X-ray) dada yang normal terdiri dari area putih terpusat yang
menyinggung jantung dan pembuluh-pembuluh darah utamanya plus
tulang-tulang dari vertebral column, dengan bidang-bidang paru yang

23
menunjukan sebagai bidang-bidang yang lebih gelap pada setiap sisi, yang
dilingkungi oleh struktur-struktur tulang dari dinding dada.
X-ray dada yang khas dengan pulmonary edema mungkin
menunjukan lebih banyak tampakan putih pada kedua bidang-bidang paru
daripada biasanya. Kasus-kasus yang lebih parah dari pulmonary edema
dapat menunjukan opacification (pemutihan) yang signifikan pada paru-
paru dengan visualisasi yang minimal dari bidang-bidang paru yang
normal. Pemutihan ini mewakili pengisian dari alveoli sebagai akibat dari
pulmonary edema, namun ia mungkin memberikan informasi yang
minimal tentang penyebab yang mungkin mendasarinya.
Gambaran Radiologi yang ditemukan :
- Pelebaran atau penebalan hilus (dilatasi vaskular di hilus)
- Corakan paru meningkat (lebih dari 1/3 lateral)
- Kranialisasi vaskuler
- Hilus suram (batas tidak jelas)
- Interstitial fibrosis (gambaran seperti granuloma-granuloma kecil atau
nodul milier)

Edema Intesrtitial
Gambaran underlying disease
(kardiomegali, efusi pleura, diafragma kanan letak tinggi).

24
Kardiomegali dan edema paru
Infiltrat di daerah basal (edema basal paru).

Bats Wing
Edema localized (terjadi pada area vaskularisasi normal, pada paru yang
mempunyai kelainan sebelumnya, contoh : emfisema).

4. Ekokardiografi
Gambaran penyebab gagal jantung : kelainan katup, hipertrofi
ventrikel (hipertensi), Segmental wall motion abnormally (Penyakit

25
Jantung Koroner), dan umumnya ditemukan dilatasi ventrikel kiri dan
atrium kiri.

5. Pengukuran plasma B-type natriuretic peptide (BNP)


Alat-alat diagnostik lain yang digunakan dalam menilai penyebab
yang mendasari dari pulmonary edema termasuk pengukuran dari plasma
B-type natriuretic peptide (BNP) atau N-terminal pro-BNP. Ini adalah
penanda protein (hormon) yang akan timbul dalam darah yang disebabkan
oleh peregangan dari kamar-kamar jantung. Peningkatan dari BNP
nanogram (sepermilyar gram) per liter lebih besar dari beberapa ratus (300
atau lebih) adalah sangat tinggi menyarankan cardiac pulmonary edema.
Pada sisi lain, nilai-nilai yang kurang dari 100 pada dasarnya
menyampingkan gagal jantung sebagai penyebabnya.

6. Pulmonary artery catheter (Swan-Ganz)


Pulmonary artery catheter (Swan-Ganz) adalah tabung yang
panjang dan tipis (kateter) yang disisipkan kedalam vena-vena besar dari
dada atau leher dan dimajukan melalui ruang ruang sisi kanan dari
jantung dan diletakkan kedalam kapiler-kapiler paru atau pulmonary
capillaries (cabang-cabang yang kecil dari pembuluh-pembuluh darah dari
paru-paru). Alat ini mempunyai kemampuan secara langsung mengukur
tekanan dalam pembuluh-pembuluh paru, disebut pulmonary artery wedge
pressure. Wedge pressure dari 18 mmHg atau lebih tinggi adalah konsisten
dengan cardiogenic pulmonary edema, sementara wedge pressure yang
kurang dari 18 mmHg biasanya menyokong non-cardiogenic cause of
pulmonary edema. Penempatan kateter Swan-Ganz dan interpretasi data
dilakukan hanya pada intensive care unit (ICU).

5. Diagnosa Banding
- Asma Bronkhial

- Emboli Paru

26
6. Penatalaksanaan
- Posisi duduk.
- Oksigen (40 50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker.
- Jika memburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronchi bertambah,
PaO2 tidak bisa dipertahankan 60 mmHg dengan O2 konsentrasi
dan aliran tinggi, retensi CO2, hipoventilasi, atau tidak mampu
mengurangi cairan edema secara adekuat), maka dilakukan intubasi
endotrakeal, suction, dan ventilator.
- Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila
ada.
- Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin peroral 0,4 0,6
mg tiap 5 10 menit. Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa
diberikan Nitrogliserin intravena mulai dosis 3 5 ug/kgBB.
- Jika tidak memberi hasil memuaskan maka dapat diberikan
Nitroprusid IV dimulai dosis 0,1 ug/kgBB/menit bila tidak memberi
respon dengan nitrat, dosis dinaikkan sampai didapatkan perbaikan
klinis atau sampai tekanan darah sistolik 85 90 mmHg pada pasien
yang tadinya mempunyai tekanan darah normal atau selama dapat
dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital.
- Morfin sulfat 3 5 mg iv, dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15
mg (sebaiknya dihindari).
- Diuretik Furosemid 40 80 mg IV bolus dapat diulangi atau dosis
ditingkatkan tiap 4 jam atau dilanjutkan drip continue sampai dicapai
produksi urine 1 ml/kgBB/jam.
- Bila perlu (tekanan darah turun / tanda hipoperfusi) : Dopamin 2 5
ug/kgBB/menit atau Dobutamin 2 10 ug/kgBB/menit untuk
menstabilkan hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai respon
klinis atau keduanya.
- Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard.
- Ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak berhasil
dengan oksigen.
- Operasi pada komplikasi akut infark miokard, seperti regurgitasi, VSD
dan ruptur dinding ventrikel / corda tendinae.

7. Komplikasi
- Gagal Nafas.

27
- Efusi Pleura.

- Edema tungkai.

PNEUMOTHORAKS

1. Definisi
Pneumothoraks adalah keadaan dimana terdapat udara bebas didalam
rongga pleura.

2. Etiologi dan Klasifikasi


Menurut penyebabnya pneumothoraks dapat dikelompokkan menjadi :

a. Pneumothoraks spontan

Pneumothoraks seperti ini dapat diklasifikasikan lagi menjadi dua jenis

Pneumothoraks spontan primer

Pneumothoraks yang terjadi tanpa riwayat penyakit paru sebelumnya


ataupun trauma, kecelakaan, dan dapat terjadi pada individu yang sehat,

Pneumothoraks spontan sekunder

Pneumothoraks yang terjadi pada penderita yang mempunyai riwayat


penyakit paru sebelumnya misalnya PPOK, TB Paru dan lain-lain

b. Pneumothoraks traumatik

28
Adalah pneumothoraks yang terjadi oleh karena trauma didada, kadang
disertai dengan hematopneumothoraks. Perdarahan yang timbul dapat
berasal dari dinding dada maupun paru itu sendiri

c. Pneumothoraks introgenik

Adalah pneumothoraks yang terjadi pada saat kita melakukan tindakan


diagnostik seperti transtorakal biopsi, punksi pleura

d. Pneumothoraks Katamenial

Pneumothoraks yang terjadi ehubungan dengan siklus menstruasi.

Berdasarkan jenis fistulanya, maka pneumothoraks dapat diklasifikasikan


kedalam tiga jenis:

a. Pneumothoraks tertutup (Simple Pneumothoraks)

Pada tipe ini pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka dalam
dinding dada), sehingga tidak ada hubungan dengan dunia luar. Tekanan didalam
rongga pleura awalnya mungkin positif, namun lambat laun berubah menjadi
negatif karena diserap oleh jaringan paru di sekitarnya. Pada kondisi tersebut paru
belum mengalami reekspansi, sehingga masih ada rongga pleura. Meskipun
tekanan didalamnya sudah kembali negatif. Pada waktu terjadi gerakan
pernafasan. Tekanan udara dirongga pleura tetap negatif. Misal terdapat robekan
pada pleura viseralisdan paru atau jalan nafas atau esofagus sehingga masuk
kavum pleura karena tekanan kavum pleura negatif.

b. Pneumothoraks terbuka (Open Pneumothoraks)

Pneumothoraks terbuka yaitu pneumothoraks dimana terdapat hubungan


antara rongga pleura dengan bronkus yang merupakan bagian dari dunia luar,
karena terdapat luka terbuka pada dada. Dalam keadaan ini tekanan intrapleural
sama dengan tekanan pada dunia luar.pada pneumothoraks terbuka tekanan
intrapleural sekitar nol. Perubahan tekanan ini sesuai dengan perubahan tekanan
yang disebabkan oleh gerakan pernafasan.

29
Pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu ekspirasi
tekanan tekanan menjadi positif. Selain itu, pada saat inspirasi mediastinum dalam
keadaan normal, tetapi pada sat ekspirasi mediastinum bergeser kearah sisi
dinding dada yang terluka (sucking wound)

c. Pneumothoraks ventil (Tension Pneumothoraks)

Pneumothoraks ventil adalah pneumothoraks dengan tekanan intrapleural


yang positif dan makin lama makin bertambah besar karena adanya fistel dipleura
viseralis yang bersifat ventil. Pada waktu inspirasi udara masuk melalui trakea,
bronkus serta percabangannya dan selanjutnya terus menuju pleura melalui fistel
yang terbuka waktu ekspirasi udara dalam rongga pleura tidak dapat keluar.
Akibatnya tekanan dalam rongga pleura makin lama makin tinggi dan melebihi
tekanan atmosfir. Tekanan yang terkumpul dalam rongga pleura ini dapat
menekan pleura sehingga sering menimbulkan gagal nafas.

3. Diagnosa.
a. Anamnesa.

Berdasarkan anamnesis gejala dan keluhan yang sering muncul adalah

Sesak nafas, didapatkan pada hampir 80-100% pasien sering kali sesak
dirasakan mendadak dan makin lama makin berat, penderita bernafas
tersengal, pendek-pendek dengan mulut terbuka
Nyeri dada, yang didapatkan hampir 75-90% nyeri dirasakan tajam pada
sisi yang sakit terasa berat, tertekan dan lebih nyeri pada gerakan
pernafasan
Batuk-batuk yang didapatkan pada 5-35% pasien
Denyut jantung meningkat
Kulit tambak sianosis karena kadar oksigen yang kurang
Tidak menunjukkan gejala(silent) yang terdapat pada jenis pneumothoraks
spontan primer

b. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
o Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiperekspansi
dinding dada)

30
o Pada waktu respirasi bagian yang sakit gerakannya tertinggal
o Trakea cdan jantung terdorong pada sisi yang sehat
Palpasi
o Pada sisi yang sakit ruang antar iga dapat normal atau melebar
o Iktus kordis terdorong ke sisi thoraks yang sehat
o Fremitus suara melemah tau menghilang pada sisi yang sakit
Perkusi
o Suara hipersonor pada sisi yang sakit
o Batas jantung terdorong kearah thorsks yang sehat apabila tekanan
intrapleural tinggi
Auskultasi

o Pada bagian yang sakit suara nafas melemah sampai menghilang

c. Pemeriksaan penunjang
Foto thoraks

Untuk mediagnosisi pneumothoraks pada foto thoraks dapat ditegakkan


dengan melihat tanda-tanda sebagai berikut
Adanya gambaran hiperlusen avaskuler pada hemithoraks yang mengalami
pneumothoraks. Hiperlusen avaskuler menunjukkan paru yang mengalami
pneumothoraks dengan paru yang kolaps memberikan gambaran radiopak. Bagian
paru yang kolaps dan yang mengalami pneumothoraks dipisahkan oleh batas paru
kolaps berupa garis radioopak tipis yang berasal dari pleura visceralis, yang
dikenal sebagai pleural white line
CT Scan thoraks
CT Scan thoraks lebih spesifik untuk pneumothoraks. Batas antara udara
dengan cairan intra dan ekstrapulmoner dan untuk membedakan antara
pneumothoraks spontan primer dan sekunder.

4. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan pneumothoraks adalah untuk mengeluarkan udara
dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi .
Penatalaksanaan pneumothoraks ada 2 cara yaitu non bedah dan bedah.

31
Tindakan non bedah.
o Observasi

Dilakukan pada penderita non keluhan dengan luas


pneumothoraks < 20%, udara akan diabsorbsi 1,25% volume udara
dalam rongga pleura/24 jam (50-70 ml/hari). Sebaiknya penderita
dirawat untuk observasi selama 24-48 jam. Tindakan observasi
hanya dilakukan bila luas lesi <15%. Bila penderita dipulangkan di
beri penjelasan perihal keadaan emergency (pneumothoraks
tension) supaya kembali kerumah sakit untuk mendapatkan
tindakan lebih lanjut. Kontrol foto thoraks ulang setelah beberapa
hari di perlukan untuk mengevaluasi. Apabila setelah 7 hari
pengamatan masih terdapat pneumothoraks maka di perlukan
tindakan aspirasi ataupun pemasangan WSD (Water Sealed
Drainage).

o Aspirasi.

Dapat digunakan dengan abocath nomor 14 yang


dihubungkan dengan three way, dengan menggunakan semprit 50
cc dilakukan aspirasi.
o Pemasangan WSD.

Penderita harus dirawat, semakin besar selang WSD yang


dipasang semakin baik. Umumnya untuk WSD digunakan selang
nomor 20, bila alat-alat untuk memasang WSD tidak ada dapat kita
gunakan perlengkapan untuk infus biasa. Jarum infus ditusukkan
kerongga pleura dan ujung lainnya dimasukkan kedalam airhingga
menjadi sebuah WSD mini. Sebagai pengganti jarum infus dapat
digunakan abocath. Bila pneumothoraks luas sebaiknya dipasang
WSD untuk mempercepat pengembangan paru. Bila setelah
pemasangan WSD paru tidak juga mengembang dengan baik, dapat
dibantu dengan pengisapan yang terus menerus (continuous
suction). WSD dapat dicabut setelah paru mengembang yang

32
ditandai dengan terdengarnya kembali suara nafas dan di pastikan
dengan foto thoraks paru.maka selang WSD di klem. Biasanya bila
paru sudah mengembang sempurna, tidak terdapat lagi undulasi
pada WSD. Setelah 1-3 hari diklem, dibuat foto ulangan. Bila paru
tetap mengembang maka WSD dapat dicabut. Pencabutan
dilakukan dalam keadaan ekspirasi maksimal.

Tindakan Bedah
o Torakotomi

Indikasi operasi pada serangan pertama pneumothoraks


spontan bila terjadi kebocoran lebih dari 3 hari, hemothoraks,
kegagalan paru untuk mengembang, pneumothoraks bilateral,
pneumothoraks ventil atau jika pekerjaan penderita mempunyai
resiko tinggi untuk terjadinya pneumothoraks. Pneumothoraks
berulang merupakan indikasi operasi utama pada penderita
pneumothoraks spontan primer
o Torakoskopi

Penggunaan torakoskopi untuk diagnosis dan terapi


pneumothoraks spontan tlah lama diketahui. Selain untuk menilai
pneumothoraks terapi ndoskopi dapat dilakukan berdasarkan
penentuan untuk pleurodesis atau operasi. Torakoskopi merupakan
alternatif untuk penderita pneumothoraks berulang atau
pneumothoraks lebih dari 5 hari. Kelainan yang didapatkan dari
torakoskopi pada penderita pneumothoraks spontan dapat berupa
normal, perlekatan pleura, blebs kecil <2cm atau bula besar > 2cm.

5. Komplikasi
Pneumomediastinum

Biasanya terjadi karena ruptur bronkus atau perforasi oesophagus,

33
sering disertai dengan emfisema subkutis.
Hemopneumothoraks.
Disebabkan karena ruptur pembuluh darah kecil yang terletak
antara pleura viseral dan parietalis. Perdarahan dapat juga terjadi karena
trauma dinding dada terjadi ruptur pembuluh darah pada atau oleh karena
cedera paru.
Bilateral pnumothoraks.
Jarang terjadi (<2%).

Pneumothoraks persisten.
Setelah beberapa saat penanganan, paru tidak mengembang
sehingga dibutuhkan tindakan operasi. Ada beberapa hal yang
menyebabkan paru tidak mengembang yaitu terjadinya fistel,
penyumbatan bronkus, penebalan pleura atau selang WSD yang tersumbat.

34
ATELEKTASIS

1. Defenisi
Atelektasis paru adalah ekspansi tak lengkap atau kolapsnya semua atau
sebagian paru. Keadaan ini sering disebabkan oleh obstruksi bronkus dan
kompresi pada jaringan paru.

2. Etiologi.
Obesitas
Dijelaskan bahwa selama anestesi umum, pasien yang mengalami
obesitas memiliki resiko lebih besar terbentuk atelektasis dibandingkan
pada pasien non-obesitas.
Atelektasis berlangsung selama setidaknya 24 jam pada pasien yang
mengalami obesitas dibandingkan pada pasien yang non-obesitas. Sisa
kapasitas fungsional (FRC) lebih rendah pada pasien yang obesitas,
dimana gradien oksigenasi alveolar arterial meningkat dan terjadi
peningkatan tekanan intra-abdomen. Perbedaan mekanik pada sistem
respirasi dan ditemukannya hipoksia pada pasien obesitas sebagian besar
dikarenakan oleh penurunan volume paru-paru dan peningkatan tekanan
intraabdominal.

Tipe Anastesi

35
Atelektasis terbentuk akibat anastesi inhalasi dan intravena, terlepas
dari apakah pasien bernapas spontan atau lumpuh dan menggunakan
ventilasi mekanis. Ketamine adalah satu satunya anastesi yang tidak
mencetuskan terjadinya atelektasis ketika digunakan secara tunggal,
meskipun terdapat hubungan dengan blokade neuromuskular, keadaan ini
dapat mengakibatkan atelektasis. Efek ventilasi dari anestesi regional
bergantung pada jenis dan luasnya blockade motorik. Blokade Neuroaxial
dapat megurangi kapasitas inspirasi hingga 20% dan volume cadangan
ekspirasi yang mendekati nol, efek blokade yang kurang luas dapat
mempengaruhi pertukaran gas paru yang hanya minimal, oksigenasi arteri
dan eliminasi karbondioksida yang baik. Keadaan ini dipertahankan
selama anestesi spinal dan epidural.

Pengaruh Posisi
Penurunan volume sisa fungsional paru merupakan faktor predisposisi
terjadinya atelektasis, yaitu penutupan bronkus bagian bawah, sehingga
dapat menciptakan pola khas atelektasis basis. Pada orang dewasa, terjadi
perubahan FRC dari posisi tegak ke posisi terlentang, yaitu terjadi
penurunan FRC dari 0,5 liter ke 1,0 liter,ketika pasien terjaga. Setelah
anestesi, FRC berkurang dari 0,5 ke 0,7. Posisi trendelenburg
memungkinkan isi perut mendorong diafragma sehingga terjadi
penurunan FRC. Posisi terlentang pada pasien pasca bedah yang terbaring
dalam waktu yang lama dapat menyebabkan pengurangan FRC dan dapat
mencetuskan terjadinya atelektsis.2

Fraksi Oksigen Terinspirasi


Fraksi oksigen terinspirasi (FiO2) adalah jumlah oksigen yg
dihantarkan atau diberikan ke pasien melalui ventilator. Konsentrasi
berkisar 21-100%, Rekomendasi untuk pengaturan FiO2 pada awal
pemasangan ventilator adalah 100%. Namun pemberian 100% tidak
boleh terlalu lama sebab resiko keracunan oksigen akan meningkat.
Keracunan O2 menyebabkan perubahan struktur pada membran alveolar

36
kapiler, dan keadaan ini dapat menyebabkan edema paru, atelektasis, dan
penurunan PaO2 yg refrakter (ARDS).
Ketika gradien konsentrasi kapiler alveoli meningkat, kapiler akan
menyerap oksigen secara berulang dan terjadilah atelektasis. Walaupun
terdapat perbedaan pengguanaan konsentrasi oksigen, lebih baik jika FiO2
diberikan lebih dari 0,8.

3. Manifestasi klinis.

Gejala yang paling umum didapatkan pada atelektasis adalah sesak napas,
pengembangan dada yang tidak normal selama inspirasi, dan batuk. Gejala
gejala lainnya adalah demam, takikardi, adanya ronki, berkurangnya bunyi
pernapasan, pernapasan bronkial,dan sianosis. Jika kolaps paru terjadi secara
tiba-tiba, maka gejala yang paling penting didapatkan pada atelektasis adalah
sianosis. Jika obstruksi melibatkan bronkus utama, mengi dapat didengar, dapat
terjadi sianosis dan asfiksia, dapat terjadi penurunan mendadak pada tekanan
darah yang mengakibatkan syok. Jika terdapat sekret yang meningkat pada
alveolus dan disertai infeksi, maka gejala atelektasis yang didapatkan berupa
demam dan denyut nadi yang meningkat (takikardi). Pada pemeriksaan klinis
didapatkan tanda atelektasis pada inspeksi didapatkan berkurangnya gerakan
pada sisi yang sakit, tkabunyi nafas yang berkurang, pada palpasi ditemukan
vokal fremitus berkurang, trakea bergeser ke arah sisi yang sakit, pada perkusi
didapatkan pekak dan uskustasi didapatkan penurunan suara pernapasan pada
satu sisi.

4. Diagnosis.
Diagnosis atelektasis ditegakkan berdasarkan gejala dan tanda yang
didapatkan, serta pemeriksaan radiografi . Foto radiografi dada digunakan
untuk konfirmasi diagnosis. CT scan digunakan untuk memperlihatkan lokasi
obstruksi. Foto radigrafi dada dilakukan dengan menggunakan proyeksi
anterior-posterior dan lateral untuk mengetahui lokasi dan distribusi atelektasis.
Sebagai dasar gambaran radiologi pada atelektasis adalah pengurangan volume
paru baik lobaris,segmental, atau seluruh paru, yang akibat berkurangnya

37
aerasi sehingga memberi bayangan yang lebih suram (densitas tinggi) dan
pergeseran fissura interlobaris. Tanda-tanda tidak langsung dari atelektasis
adalah sebagian besar dari upaya kompensasi pengurangan volume paru, yaitu
penarikan mediastinum kearah atelektasis, elevasi hemidiafragma,sela iga
menyempit, pergeseran hilus. Adanya "Siluet" merupakan tanda
memungkinkan adanya lobus atau segmen dari paru-paru yang terlibat.

Gambar 12. Atelektasis pada lobus kiri bawah. Panah biru


menunjukkan tepi daerah segitiga menunjukkan kepadatan yang meningkat
pada sulkus cardiophrenikus kiri. Panah merah pada CT Scan aksial
menunjukkan atelektasis pada lobus kiri bawah dibatasi oleh celah besar
pengungsi.

Gambar 13. Foto rontgen dada posteroanterior yang memperlihatkan


atelektasis disertai efusi pleura. Tampak gambaran opak pada hemithoraks kiri
disertai deviasi trakea ke kiri.

38
Gambar 14. Atelektasis pada lobus paru bagian kanan atas. Tampak
elevasi dari fissura horizontal dan deviasi trakea ke arah kanan.

Gambar 15. Atelektasis pada lobus paru bagian medial dextra. Pada
foto dada lateral tampak gambaran opak berbentuk segitiga pada bagian hilus.

Gambar 16. Atelektasis pada lobus paru bagian bawah dextra. Tampak
siluet pada bagian hemidiafragma dextra dengan densitas triangular
posteromedial.

5. Penatalaksanaan.
Tujuan utama dari pengobatan adalah untuk mengeluarkan dahak dan
kembali mengembangkan jaringan paru yang kolaps. Terapi bisa dimulai
dengan fisioterapi thoraks agresif, tetapi mungkin memerlukan bronkoskopi
untuk melepaskan sumbatan pada paru dan reekspansi segmen paru yang

39
kolaps. Jika penyebab atelektasis adalah obstruksi parsial, maka langkah
pertama adalah menghilangkan obstruksinya. Sebuah benda asing dapat
dihilangkan dengan cara membuat pasien batuk, dengan suction, dan
bronkoskopi. Sumbatan lendir dapat di dilakukan dengan cara 'drainase
postural', yaitu cara klasik untuk mengeluarkan sekret dari paru dengan
mempergunakan gaya berat dan sekret itu sendiri. Drainase postural dapat
dilakukan untuk mencegah terkumpulnya sekret dalam saluran nafas dan
mempercepat pengeluaran sekret sehingga tidak terjadi ateletaksis. Selain itu,
pasien juga dianjurkan untuk berbaring pada sisi normal sehingga paru-paru
yang kolaps mendapat kesempatan untuk kembali berkembang. Pasien dapat
melakukan pernapasan yang dalam dengan tujuan agar paru dapat
mengembang. Dalam kasus atelektasis yang dikarenakan oleh pengumpulan
cairan di rongga pleura dilakukan drainase interkostalis. Jika alveoli
mengalami kompresi karena beberapa tumor di rongga dada, maka
pengangkatan tumor dengan operasi harus dilakukan. Tetapi jika jaringan paru-
paru yang rusak diperbaiki dan tidak dapat dikembalikan secara normal maka
satu-satunya jalan untuk jenis atelektasis adalah lobektomi.

6. Prognosis.
Prognosis sangat bergantung pada penyebab yang mendasari, dan luasnya
paru-paru yang kolaps. Jika hanya sebagian kecil daerah paru-paru yang
kolaps, prognosis sering sangat baik. Di sisi lain, atelektasis bisa menjadi
kondisi yang mengancam hidup jika sebagian besar paru-paru terlibat, atau
gejala-gejala muncul dengan cepat.

7. Komplikasi.
Pnemonia. Keadaan ini diakibatkan oleh berkurangnya oksigen dan
kemampuan paru untuk mengembang sehingga secret mudah
tertinggal dalam alveolus dan mempermudah menempelnya kuman
dan mengakibatkan terjadinya peradangan pada paru.
Hypoxemia dan gagal napas. Bila keadaan atelektasis dimana paru
tidak mengembang dalam waktu yang cukup lama dan tidak terjadi
perfusi ke jaringan sekitar yang cukup maka dapat terjadi hypoxemia
hingga gagal napas. Bila paru yang masih sehat tidak dapat melakukan

40
kompensasi dan keadaan hipoksia mudah terjadi pada obstruksi
bronkus.
Sepsis. Hal ini dapat terjadi bila penyebab atelektasis itu sendiri
adalah suatu proses infeksi, dan bila keadaan terus berlanjut tanoa
diobati maka mudah terjadi sepsis karena banyak pembuluh darah di
paru, namun bila keadaa segera ditangani keadaan sepsis jarang
terjadi.
Bronkiektasis. Ketika paru paru kehilangan udara, bentuknya akan
menjadi kaku dan mengakibatkan dyspnea, jika obstruksi berlanjut
dapat mengakibatkan fibrosis dan bronkiektasis.

DAFTAR PUSTAKA

41
Mason, Robert J, et al. 2010. Murray & Nadels textbook of respiratory medicine.
5th ed. United States of America: Saunders, an imprint of Elsevier Inc.
Tanto, Cris. 2014. Kapita Selekta Kedokteran Edisi IV. Jakarta: Media
Aesculapius.

Sudoyo, Aru. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III. Jakarta: Interna
Publishing.

Djojodibroto, R Darmanto. 2009. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta :


EGC

42

Anda mungkin juga menyukai