Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan salah satu penyakit tidak menular
yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Penyebabnya antara lain
meningkatnya usia harapan hidup dan semakin tingginya pajanan faktor risiko, seperti faktor
pejamu yang diduga berhubungan dengan kejadian PPOK; semakin banyaknya jumlah
perokok khususnya pada kelompok usia muda; serta pencemaran udara di dalam ruangan
maupun di luar ruangan dan di tempat kerja. Data Badan Kesehatan Dunia (WHO),
menunjukkan tahun 1990 PPOK menempati urutan ke-6 sebagai penyebab utama kematian di
dunia, dan tahun 2002 menempati urutan ke-3 setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker.
Penyakit paru kerja dan lingkungan adalah berbagai jenis penyakit paru yang terjadi
akibat individu-individu yang hidup di area lingkungan tertentu menghirup udara yang telah
dicemari oleh bahan berbahaya. Umumnya penyakit paru kerja bersifat kronis menetap
kadang-kadang sulit diketahui kapan mulainya, terpapar oleh polutan jenis apa atau saat
pekerja bekerja di bagian mana dari tempat kerjanya mendapatkan paparan.
Penyakit paru interstitial atau interstitial lung disease adalah kelompok berbagai
penyakit yang melibatkan dinding alveolus, jaringan sekitar alveolus dan jaringan penunjang
lain di paru. PPI merupakan gangguan akut dan kronik yang ditandai dengan inflamasi atau
fibrosis pada unit alveolar-arteri dan jalan nafas distal. Karena penyakit-penyakit tersebut
tidak hanya terbatas pada interstitinum tetapi dapat mengenai berbagai komponen matriks di
seluruh paru. Lebih dari seratus penyakit yang termasuk dalam kelompok PPI ini dan
sebagian besar belum diketahui penyebabnya.

1.2 Tujuan Penulisan


- Melengkapi syarat dan tugas Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Rumah Sakit Umum
Daerah (RSUD) Solok tahun 2016.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Penyakit paru kronis yang di tandai oleh hambatan aliran udara di saluran nafas yang
bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap partikel atau
gas yang beracun berbahaya.
Kharakteristik Hambatan aliran udara pada PPOK disebabkan oleh gabungan antara
obstruksi saluran nafas kecil (obstruksi bronkiolitis) dan kerusakan parenkim (emfisema)
yang bervariasi setiap individu.

2.2 EPIDEMIOLOGI
Data badan kesehatan dunia (WHO), Menunjukan tahun 1990, PPOK menempati
urutan ke-6 sebagai penyebab utama kematian di dunia dan akan menempati urutan ke-3
setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker (WHO,2002). diperkirakan jumlah pasien
PPOK sedang hingga berat di Asia tahun 2006 mencapai 56,6 juta pasien dengan prevalensi
6,3%. Di Indonesia diperkirakan tedapat 4,8 juta pasien dengan prevalens 5,6%. Angka ini
bisa meningkat dengan makin banyaknya jumlah perokok karena 90% pasien PPOK adalah
perokok atau mantan perokok.
Berdasarkan hasil SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) tahun 2001,
sebanyak 54,5% penduduk laki-laki dan 1,2% perempuan merupakan perokok, 92,0% dari
perokok menyatakan kebiasanya merokok di dalam rumah ketika bersama anggota keluarga
lainya, dengan demikian sebagian besar anggota keluarga merupakan perokok pasif.
Hubungan antara rokok dengan PPOK merupakan hubungan dose respon, lebih banyak
batang rokok yang dihisap setiap hari dan lebih lama kebiasaan merokok tersebut maka
resiko penyakit yang ditimbulkan akan lebih besar.

Faktor yang berperan dalam peningkatan, yaitu:

1. Kebiasaan merokok yang masih tinggi (laki-laki di atas 15 tahun 60%-70%)


2. Pertambahan penduduk
3. Meningkatnta usia rat-rata penduduk dari 54 tahun pada tahun 1960-an menjadi 63
tahun pada tahun 1990-an
4. Industrialisasi
5. Polusi udara terutama di kota besar, di lokasi industry dan pertambangan.

2.3 FAKTOR RESIKO

Identifikasi faktor resiko merupakan langkah penting dalam penecegahan dan


penatalaksanaan PPOK. Meskipun saat ini pemahaman faktor resiko PPOK dalam banyak hal
masih belum lengkap, diperlukan pemahaman interaksi dan hubungan antara faktor-faktor
resiko sehingga memerlukan investigasi lebih lanjut.
Pada dasarnya semua resiko PPOK merupakan hasil dari interaksi lingkungan dan
gen. misalnya, dua orang dengan riwayat merokok yang sama, hanya satu yang berkembang
menjadi PPOK, karena perbedaan dalam predisposisi genetik untuk penyakit ini, atau dalam
beberapa lama mereka hidup. Stasus sosial ekonomi dapat dihubungkan dengan berat badan
lahir anak yang dapat berdampak pada pertumbuhan dan pengembangan paru. Beberapa hal
yang berkaitan dengan resiko timbulnya PPOK saat ini.

1. Asap Rokok
Kebiasaan merokok adalah satu-satunya penyebab kausal yang terpenting, jauh
lebih penting dari faktor penyebab lainya. Asap rokok mempunyai prevalens yang tinggi
sebagai penyebab gejala respirasi dan gangguan fungsi paru. Dari beberapa penelitian
dilaporkan bahwa terdapat rerata penurunan VEP1. Angka kematian pada perokok pada
perokok mempunyai nilai yang bermakna dibandingkan bukan perokok. Resiko PPOK
pada perokok tergantung dari dosis rokok yang di hisap, usia mulai merokok, jumlah
batang rokok pertahun dan lamanya merokok (indeks Brinkman). Perokok pasif dapat
memberikan konstribusi terjadinya gejala respirasi dan PPOK, karena terjadi peningkatan
jumlah inhalasi partikel dan gas. Merokok selama kehamilan dapat beresiko terhadap
janin, mempengaruhi tumbuh kembang paru di uterus dan dapat menurunkan sistem imun
awal.

Dalam pencatatan riwayat merokok perlu di perhatikan :


a) Riwayat Perokok
Perokok Aktif
Perokok Pasif
Bekas Perokok
b) Derajat berat merokok dengan indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-rata
batang rokok yang dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun:
Ringan : 0-199
Sedang : 200-599
Berat : >600

2. Polusi Udara
Berbagai macam partikel dan gas yang terdapat di udara sekitar, dapat menjadi
penyebab terjadinya polusi udara. Ukuran dan macam partikel akan memberikan efek
yang berbeda terhadap timbulnya dan beratnya PPOK.Agar lebih mudah mengidentifikasi
partikel penyebab, polusi udara terbagimenjadi :
a) Polusi dalam ruangan
Asap rokok
Asap kompor
b) Polusi di luar ruangan
Gas buang kendaraan bermotor
Debu jalanan
c) Polusi di tempat kerja
Bahan kimia
Zat iritasi
Gas beracun
3. Stres Oksidatif
Paru selalu terpajan oleh oksidan endogen dan eksogen. Oksidan endogen timbul
dari sel fagosit dan tipe sel lainya, sedangkan oksidan eksogen dari polutan dan asap
rokok. Oksidan intraseluler (endogen) seperti derivate electron mitokondria transpor
termasuk dalam mekanisme seluler signaling pathway. Sel paru dilindungi oleh oxidative
chalange yang berkembang secara sistem enzimatik atau non enzimatik. Ketika
keseimbangan antara oksidan dan antioksidan berubah bentuk, misalnya ekses oksidan dan
atau deplesi antioksidan akan menimbulkan stress oksidatif. Stress oksidatif tidak hanya
menimbulkan efek kerusakan pada paru tetapi juga menimbulkan aktifitas molekuler
sebagai awal inflamasi paru. Jadi, ketidakseimbangan antara oksidan dan anti oksidan
memegang peranan penting pada PPOK.
4. Infeksi saluran nafas bawah berulang
Infeksi virus dan bakteri berperan dalam pathogenesis dan progresifitas PPOK.
Kolonisasi bakteri menyebabkan inflamasi jalan nafas, berperan secara bermakna
menimbulkan eksaserbasi. Infeksi saluran berat pada anak, akan menyebabkan penurunan
fungsi paru dan meningkatka gejala respirasi pada saat dewasa. Terdapat beberapa
kemungkinan yang dapat menjelaskan penyebab keadaan ini, karena seringnya kejadian
infeksi berat pada anak sebagai penyebab dasar timbulnya hiperesponsif jalan nafas yang
merupakan faktor resiko pada PPOK. Pengaruh berat badan lahir rendah akan
meningkatkan infeksi viral yang juga merupakan faktor resiko PPOK. Kebiasaan
merokok berhubunngan dengan kejadian emfisema. Riwayat infeksi tuberculosis
berhubungan dengan obstruksi jalan nafas pada usia lebih dari 40 tahun.
5. Sosial Ekonomi
Sosial ekonomi sebagai faktor resiko terjadinya PPOK belum dapat di jelaskan
dengan pasti. Pajanan polusi di dalam dan luar ruangan, pemukiman yang padat, nutrisi
yang jelek dan faktor lain yang berhubungan dengan status sosial ekonomi kemungkinan
dapat menjeaskan hal ini. Malnutrisi dan penurunan berat badan dapat menurunkan
kekuatan dan ketahanan otot respirasi, karena penurunan masa otot dan kekuatan serabut
otot.
6. Tumbuh Kembang Paru
Pertumbuhan paru berhubungan dengan proses selama kehamilan, kelahiran dan
pajanan waktu kecil. Kecepatan maksimal penurunan fungsi paru seseorang adalah resiko
untuk terjadinya PPOK. Studi menyatakan bahwa berat lahir mempengaruhi nilai VEP 1
pada masa anak.

7. Asma
Asma kemungkinan sebagai faktor resiko terjadinya PPOK walaupun belum dapat
disimpulkan. Pada laporan the Tucson epidemiological styudy didapatkan bahwa orang
dengan asma 12 kali lebih tinggi resiko terkena PPOK daripada bukan asma meskipun
telah berhenti merokok. Penelitian lain 20% dari asma akan berkembang menjadi PPOK
dengan ditemukanya obstruksi jalan nafas irreversible.
8. Gen
PPOK adalah penyakit poligenik dan contoh klasik dari interaksi gen-lingkungan.
Faktor resiko genetic yang paling sering terjadi adalah kekurangan alfa-1 antitripsin
sebagai inhibitor dari protease serin. Sifat resesif ini jarang, paling sering dijumpai pada
individu yang berasal dari eropa utara. Di temukan pada usia muda dengan kelainan
emfisema panlobular dengan penurunan fungsi paru yang terjadi baik pada perokok atau
bukan perokok dengan kekurangan alfa-antitrypsin yang berat.
2.4 KLASIFIKASI

Derajat Klinis Faal Paru

Derajat I : Gejala batuk kronik dan produksi VEP1/KVP < 70%


PPOK Ringan
sputum ada tetapi tidak sering. Pada VEP1 80% prediksi
derajat ini pasien sering tidak
menyadari bahwa faal paru mulai
menurun.

Derajat II : Gejala sesak mulai dirasakan saat VEP1/KVP < 70%


PPOK Sedang
aktivitas dan kadang ditemukan 50% VEP1< 80%
gejala batuk dan produksi sputum. prediksi
Biasanya pasien mulai memeriksa
kan kesehatannya.

Derajat III : Gejala sesak lebih berat, penurunan VEP1/KVP < 70%
PPOK Berat
aktivitas, rasa lelah dan serangan 30% VEP1< 50%
eksaserbasi semakin sering dan prediksi
berdampak pada kualitas hidup
pasien.

Derajat IV : Gejala diatas dimbah dengan tanda- VEP1/KVP <70%


PPOK Sangat
tanda gagal napas atau gagal jantung VEP1< 30% prediksi
Berat
kanan dan ketergantungan oksigen. atau
Kualitas hidup pasien memburuk
VEP1< 50% dprediksi
dan jika eksaserbasi dapat
disertai gagal napas
mengancam jiwa.
kronik

2.5 PATOGENESIS

Inhalasi asap rokok dan partikel berbahaya lainya menyebabkan inflamasi di


saluran nafas dan paru seperti yang terlihat pada pasien PPOK. Respons inflamasi abnormal
ini menyebabkan kerusakan jaringan parenkim yang mengakibatkan emfisema dan
mengganggu mekanisme pertahanan yang mengakibatkan fibrosis saluran nafas kecil.
Perubahan patologis menyebabkan udara terperangkap dan keterbatasan aliran udara yang
bersifat progresif.
Inflamasi saluran nafas pasien PPOK merupakan amplifikasi dari respon inflamasi
normal akibat iritasi kronis seperti asap rokok. Mekanisme untuk amplifikasi ini belum di
ketahui, kemungkinan disebabkan faktor genetic. Pada pasien PPOK yang tidak mempunyai
riwayat merokok, penyeban respon inflamasi yang terjadi belum diketahui. Inflamasi paru di
perberat oleh stress oksidatif dan kelebihan proteinase. Semua mekanisme ini mengarah
pada kharakteristik perubahan patologis PPOK.
Sel inflamasi PPOK ditandai dengan pola tertentu peradangan yang melibatkan
neutrofil, makrofag dan limfosit. Sel-sel ini melepaskan mediator inflamasi dan berinteraksi
dengan sel-sel structural dengan sel-sel dalam saluran udara dan parenkim paru.

Tingkat peradangan, fibrosis, dan cairan eksudat di lumen saluran napas kecil
berkolerasi dengan penurunan VEP1 dan rasio VEP1/KVP.Penurunan VEP1 merupakan
gejala yang khas pada PPOK, obstruksi jalan napas perifer ini menyebabkan udara
terperangkap dan mengakibatkan hiperinflasi.
Hiperinflasi mengurangi kapasitas inspirasi seperti peningkatan kapasitas residual
fungsional, khususnya selama latihan (kelainan ini dikenal sebagai hiperinflasi dinamis),
yang terlihat sebagai sesak napas dan keterbatasan kapasitas latihan.Hiperinflasi yang
berkembang pada awal penyakit merupakan mekanisme utama timbulnya sesak napas pada
aktivitas.Bronkodilator yang bekerja pada saluran napas perifer mengurangi air trapping,
sehingga mengurangi volume residu dan gejala serta meningkatkan keterbatasan kapasitas
latihan.
Ketidakseimbangan pertukaran gas menyebabkan kelainan hipoksemia dan
hiperkapnia yang terjadi karena beberapa mekanisme. Secara umum, pertukaran gas
memburuk selama penyakit berlangsung. Tingkat keparahan emfisema berkolerasi dengan
PO2 arteri dan tanda lain dari ketidakseimbangan ventilasi perfusi (VA / Q).

2.6 GEJALA KLINIS

Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanda dan gejala ringan hingga
berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan sampai ditemukan kelainan yang
jelas dan tanda inflasi paru. Gejala klinis yang biasa ditemukan pada penderita PPOK
adalah sebagai berikut:
a) Sesak napas
Sesak napas bersifat progresif (bertambah berat seiring berjalannya waktu),
bertambah berat dengan aktivitas, persisten (menetap sepanjang hari), pasien
mengeluh berupa perlu usaha untuk bernapas.

b) Batuk kronik
Batuk kronik hilang timbul dan mungkin tidak berdahak.
c) Batuk kronik berdahak
Setiap batuk kronik berdahak dapat mengindikasikan PPOK.

Pertimbangkan PPOK dan lakukan uji spirometri jika salah satu indikator ini
ada pada individu di atas usia 40 tahun. Indikator ini bukan merupakan diagnosis
pasti, tetapi keberadaan beberapa indikator kunci meningkatkan kemungkinan
diagnosis PPOK. Spirometri diperlukan untuk memastikan diagnosis PPOK.

2.7 DIAGNOSIS

Anamnesa o Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa


gejala pernapasan
o Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
o Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
o Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis
berat badan lahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas
berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara
o Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
o Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
Pemeriksaan Inspeksi
- Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup
fisik
mencucu)
- Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal
sebanding)
- Penggunaan otot bantu napas
- Hipertropi otot bantu napas
- Pelebaran sela iga
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut
vena jugularis i leher dan edema tungkai
- Penampilan pink puffer atau blue bloater
Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil,
letak diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah.
Auskultasi
- suara napas vesikuler normal, atau melemah
- terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa
atau pada ekspirasi paksa
- ekspirasi memanjang
- bunyi jantung terdengar jauh
Pemeriksaan 1. Faal paru
penunjang Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP)
- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan
atau VEP1/KVP ( % )
- Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1%
(VEP1/KVP) < 75 %.
- VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai
untuk menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan
penyakit.
- Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin
dilakukan, APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai
sebagai alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi
dan sore, tidak lebih dari 20%
Uji bronkodilator
- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada
gunakan APE meter.
- Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8
hisapan, 15 - 20 menit kemudian dilihat perubahan nilai
VEP1/APE, perubahan VEP1/APE < 20% dan < 200 ml dari
nilai awal.
- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil.
2. Laboratorium darah
Hemoglobin (Hb), Leukosit, Trombosit.
3. Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan
penyakit paru lain
Pada emfisema terlihat gambaran :
- Hiperinflasi
- Hiperlusen
- Ruang retrosternal melebar
- Diafragma mendatar
- Jantung menggantung (jantung pendulum)
Pada bronkitis kronik :
- Normal
- Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus

2.8 DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis Gejala
PPOK Onset pada usia pertengahan.
Gejala progresif lambat.
Lamanya riwayat merokok.
Sesak saat aktivitas.
Sebagian besar hambatan aliran udara.
Ireversibel

Asma Onset awal sering pada anak.


Gejala bervariasi dari hari ke hari.
Gejala pada malam / menjelang pagi.
Disertai atopi, rhinitis, atau eksim.
Riwayat keluarga dengan asma.
Sebagian besar keterbatasan aliran udara.
Reversible
Gagal jantung kongestif Auskultasi terdengar ronki halus di bagian basal.
Foto thorak tampak jantung membesar, edema paru.
Uji faal paru menunjukkan restriksi bukan obstruksi.

SOPT (sindrom obstruk penyakit obstruksi saluran napas yang ditemukan pada
si pasca tuberculosis) pasien pascatuberkulosis dengan lesi paru yang minimal

2.9 PENATALAKSANAAN
A. Penatalaksanaan umum PPOK
Tujuan penatalaksanaan :
Mengurangi gejala
Mencegah progresifitas penyakit
Meningkatkan toleransi latihan
Meningkatkan status kesehatan
Mencegah dan menangani komplikasi
Mencegah dan menangani eksaserbasi
Menurunkan kematian
Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :
1. Edukasi
2. Berhenti merokok
3. Obat obatan
4. Rehabilitasi
5. Terapi oksigen
6. Ventilasi mekanis
7. Nutrisi
1. Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada
PPOK stabil.Inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktivitas dan
mencegah kecepatan perburukan fungsi paru.
Edukasi PPOK diberikan sejak ditentukan diagnosis dan berlanjut secara
berulang pada setiap kunjungan, baik bagi penderita sendiri maupun bagi
keluarganya.
Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah :
1. Pengetahuan dasar tentang PPOK
2. Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya
3. Cara pencegahan perburukan penyakit
4. Menghindari pencetus (berhenti merokok)
5. Penyesuaian aktiviti
Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan ditentukan
skala prioritas bahan edukasi sebagai berikut :
1. Berhenti merokok
Disampaikan pertama kali kepada penderita pada waktu diagnosis PPOK
ditegakkan.
2. Pengunaan obat - obatan
- Macam obat dan jenisnya
- Cara penggunaannya yang benar ( oral, MDI atau nebuliser )
- Waktu penggunaan yang tepat ( rutin dengan selangwaku tertentu atau kalau
perlu saja )
- Dosis obat yang tepat dan efek sampingnya
3. Penggunaan oksigen
- Kapan oksigen harus digunakan
- Berapa dosisnya
- Mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigen
4. Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigen
5. Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya
Tanda eksaserbasi :
- Batuk bertambah
- Sesak bertambah
- Sputum bertambah
- Sputum berubah warna
6. Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi
7. Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktivitas
Edukasi diberikan dengan bahasa yang sederhana dan mudah diterima, langsung ke
pokok permasalahan yang ditemukan pada waktu itu.Pemberian edukasi sebaiknya
diberikan berulang dengan bahan edukasi yang tidak terlalu banyak pada setiap kali
pertemuan.Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada
PPOK stabil, karena PPOK merupakan penyakit kronik progresif yang ireversibel.
Pemberian edukasi berdasar derajat penyakit.
2. Berhenti merokok
Berhenti merokok merupakan satu-satunya intervensi yang paling efektif dalam
mengurangi risiko berkembangnya PPOK dan memperlambat progresifitas penyakit.
3. Obat-obatan
a. Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan
disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit.Pemilihan bentuk obat
diutamakan inhalasi, nebulizer tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang.
Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat ( slow release ) atau obat
berefek panjang ( longacting).
Macam - macam bronkodilator :
- Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator
juga mengurangi sekresi mukus( maksimal 4 kali perhari ).
- Golongan agonis beta - 2
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah
penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan
sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek panjang.Bentuk nebuliser dapat
digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka
panjang.Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.
- Kombinasi antikolinergik dan agonis beta - 2
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena
keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat
kombinasi lebih sederhana dan mudah digunakan.
- Golongan xantin
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang,
terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi
sesak (pelega napas), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut.
Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.
b. Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena,
berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau
prednison.Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji
kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP 1 pascabronkodilator meningkat >
20% dan minimal 250 mg.
c. Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat eksaserbasi.
d. Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan N-
asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak
dianjurkan sebagai pemberian yang rutin
e. Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat
perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang kental.
Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai
pemberian rutin.
f. Antitusif
Diberikan dengan hati-hati

4. Rehabilitasi
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan memperbaiki
kualiti hidup pasien PPOK.Pasien yang dimasukkan ke dalam program rehabilitasi adalah
mereka yang telahmendapatkan pengobatan optimal yang disertai :
Simptom pernapasan berat
Beberapa kali masuk ruang gawat darurat
Kualiti hidup yang menurun
Program dilaksanakan di dalam maupun diluar rumah sakit oleh suatu tim multidisiplin
yang terdiri dari dokter, ahli gizi, respiratori terapis dan psikolog.Program rehabilitiasi
terdiri dari 3 komponen yaitu : latihan fisis, psikososial dan latihan pernapasan.
5. Terapi oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan
kerusakan sel dan jaringan.Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting
untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun
organ - organ lainnya.
Indikasi :
Pao2 < 60mmHg atau Sat O2 < 90%
Pao2 diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor Pulmonal, perubahan
Ppullmonal, Ht >55% dan tanda - tanda gagal jantung kanan, sleep apnea, penyakit paru
lain
6. Ventilasi mekanis
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas akut,
gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat berat dengan napas
kronik.Ventilasi mekanik dapat digunakan dirumah sakit di ruang ICU atau di rumah.Ventilasi
mekanik dapat dilakukan dengan cara :
ventilasi mekanik dengan intubasi
ventilasi mekanik tanpa intubasi
7. Nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya kebutuhan
energy akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena hipoksemia kronik dan
hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme.Kondisi malnutrisi akan menambah
mortaliti PPOK karena berkolerasi dengan derajat penurunan fungsi paru dan perubahan
analisis gas darah.
B. Penatalaksanaan pada eksaserbasi akut
Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan dengan
kondisi sebelumnya.Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi atau faktor lainnya seperti polusi
udara, kelelahan, atau timbulnya komplikasi.
Tanda eksaserbasi :
Sesak bertambah
Batuk bertambah
Produksi sputum meningkat
Perubahan warna sputum (menjadi purulent)

Eksaserbasi akut dibagi atas:


- Tipe I (eksaserbasi berat) : memiliki 3 gejala diatas
- Tipe II (eksaserbasi sedang) : memiliki 2 gejala diatas
- Tipe III (eksaserbasi ringan) : memiliki 1 gejala diatas ditambah infeksi saluran
napas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan batuk, peningkatan
mengi atau peningkatan frekuensi pernapasan > 20% nilai dasar, atau frekuensi nadi
> 20% nilai dasar.
Prinsip penatalaksanaan PPOK pada eksaserbasi akut adalah mengatasi segera
eksaserbasi yang terjadi dan mencegah terjadinya gagal napas.Bila telah terjadi gagal napas
segera atasi untuk mencegah kematian.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada eksaserbasi akut adalah :
Diagnosis berat nya eksaserbasi :
- Frekuensi napas
- Kesadaran
- Tanda vital
- Analisa gas darah
- Pneumonia
Terapi oksigen adekuat
Pemberian obat-obatan yang optimal, obat yang diperlukan pada eksaserbasi akut
adalah :
- Bronkodilator
- Kortikosteroid
- Antibiotik
Antibiotik diberikan pada :
- Pasien PPOK eksaserbasi dengan semua gejala cardinal (sesak napas yg bertambah,
meningkatnya jumlah sputum, dan bertambahnya purulensi sputum).
- Pasien PPOK eksaserbasi dengan dua dari gejala kardinal, apabila salah satunya
adalah bertambahnya purulensi sputum.
- Pasien PPOK eksaserbasi berat yang membutuhkan ventilasi mekanis.
Keputusan untuk memilih penggunaan antibiotic oral atau intravena berdasarkan
kemampuan pasien untuk makan dan farmakokinetik antibiotik tersebut. Disarankan adalah
pemakaian oral. Apabila digunakan antibiotic intravena maka segera dilakukan terapi sulih
( switch therapy) apabila kondisi pasien membaik. Lama pemberian antibiotik pasien PPOK
eksaserbasi adalah 3-7 hari.
C. Terapi Pembedahan
Bertujuan untuk :
- Memperbaiki fungsi paru
- Memperbaiki mekanik paru
- Meningkatkan toleransi terhadap eksaserbasi
- Memperbaiki kualiti hidup
Operasi paru yang dapat dilakukan yaitu :
1. Bulektomi
2. Bedah reduksi volume paru (BRVP) / lung volume reduction surgey (LVRS)
3. Transplantasi paru

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Tn.X

Umur : 63 tahun

Pekerjaan : Buru Bangunan

Tanggal masuk : 25 September 2016

3.2 Anamnesis

a. Keluhan Utama : Sesak napas semakin meningkat sejak 3 hari SMRS.


b. Riwayat Penyakit Sekarang :
- Sesak napas yang meningkat sejak 3 hari yang lalu SMRS, sesak sudah
dirasakan sejak 5 tahun yang lalu., namun sesak semakin meningkat sejak 3
hari ini, Sesak napas menciut, dirasakan terus menerus, sesak semakin
meningkat saat beraktifitas, dan berkurang saat duduk. Sesak tidak dipengaruhi
oleh cuaca, emosi, dan makan. Sesak terjadi 4x dalam 1 bulan.
- Batuk berdahak meningkat sejak 3 hari yang lalu,batuk sudah dirasakan sejak 5
tahun lalu, batuk hilang timbul,dahak berwarna putih kekuningan.
- Batuk berdarah disangkal
- Nyeri dada disangkal.
- Demam disangkal
- Berkeringat malam disangkal.
- Nafsu makan menurun sejak 4 hari belakangan.
- Badan terasa lemah seajack 4 hari yang lalu
- Berkeringat malam disangkal
-
c. Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat minum OAT tahun 2013 selama 6 bulan dinyatakan sembuh
- Riwayat dirawat 8x di RSUD Solok bagian paru dengan keluhan yang sama
seperti sekarang,dan sering kontrol ke poli paru RSUD solok.
- Riwayat asma disangkal.
- Riwayat hipertensi disangkal.
- Riwayat alergi makanan ikan laut.

d. Riwayat Penyakit Keluarga :


- Riwayat Keluarga minum OAT disangkal
- Keluarga riwayat asma disangkal

e. Riwayat Pekerjaan, Sosial, dan Kebiasaan :


- Pekerjaan : Buru Bangunan
- Kebiasaan :
Pasien mulai merokok sejak umur 16 tahun, berhenti umur 38 tahun, dalam 1
hari 36 batang.

Indeks Brikman = (54-15) x 12 = 488 (sedang)

Riwayat alkohol tidak ada.


Riwayat narkoba tidak ada.

3.3 Pemeriksaan Fisik

a. Pemeriksaan Fisik Umum


- Keadaan umum : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos mentis cooperatif
- Tekanan darah : 120/80 mmHg
- Nadi : 100 x/menit
- Napas : 30 x/menit
- Suhu : 36.6 C
- BB : 43 kg
- TB : 150 cm
-
b. Kepala dan Leher
- Konjungtiva : anemis (-/-)
- Sklera : ikterik (-/-)
- JVP : 5-2 cmH2O
- KGB : tidak ada pembesaran KGB
c. Paru
- Inspeksi :
Bentuk dada normal

Simetris kiri dan kanan pada keadaan statis dan dinamis

- Palpasi :
Sela iga melebar, Fremitus taktil melemah pada kedua lapang paru

- Perkusi :
Hipersonor pada kedua lapang paru

- Auskultasi :
Rhonki di basal paru (+/+), Wheezing (-/-), ekspirasi memanjang (+/+)

d. Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis terlihat
- Palpasi : Ictus cordis tidak teraba.
- Perkusi : Jantung dalam batas normal
- Auskultasi : BJ I dan II reguler, bising (-), S3 gallop (-)
e. Abdomen
- Inspeksi : Perut tidak datar, asites (-), sikatrik (-)
- Palpasi : Nyeri tekan tidak ada, hepar dan lien tidak teraba.
- Perkusi : Timpani
- Auskultasi : Bising usus (+) normal
f. Ekstremitas
- Akral hangat, edema (-/-), sianosis (-/-)

3.4 Pemeriksaan Laboratorium

a. Hb : 16,2 g/dL
b. Hematokrit : 39,0 %
c. Leukosit : 7,25 /mm3
d. Trombosit : 299.000 /mm3

3.5 Diagnosis Kerja

Suspek PPOK eksaserbasi akut + Bekas TB

3.6 Diagnosis Banding


- Suspek Asma persisten sedang dalam serangan akut sedang.
3.7 Penatalaksanaan

a. Farmakoterapi
- Oksigen kanul nasal 2-4 Liter/menit
- IVFD RL 12 jam/ kolf/ 14 tetes/ menit
- Bronkodilator :
o Nebu Antikolinergik + Agonis 2 ipatropium bromide + salbutamol
3x1 cek KU,pemeriksaan fisik (Rh, Wh) tiap 15 menit sebanyak 3x, bila
tidak ada perubahan bolus IV dan drip dengan golongan metilsantin
dan pasien di rawat inap.
o Metilsantin :
- Aminofilin IV : dosis 5 mg/kg BB 5 x 50 = 250 mg (11cc)
diencerkan dalam dextrose 5% dan lanjut drip aminophilin 0,5 x 50
= 25 mg x 12jam = 300 mg ( 12,5 cc) dalam 500cc RL.
- Antibiotik : Amoksisilin 3 x 500 mg tab.
- Mukolitik : Ambroxol 3 x 30 mg tab.
- Analgetik antipiretik : Paracetamol 3x500 mg tab.
- Curcuma : 3x 200 mg.
- Kortikosteroid : Methylprednisolon 1 x 4 mg tab.
a. Non Farmakologi
- Kurangi aktivitas
- Jika BAK ditampung
- Berhenti merokok
- Makan-makan bergizi
- Hindari stress

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1 FAAL PARU :SPIROMETRI
2 SENSITIVITY TEST : tes kultur dan sensitivitas kuman banal
3 Radiologi : Rontgen foto Thorax PA

FOLLOW UP

04/11/2016

Anamnesa

- Sesak nafas ada terutama saat bangun tidur pagi


- Demam tidak ada
- Batuk berdahak masih ada, mulai berkurang
- Nyeri dada tidak ada
- Nafsu makan seperti biasa (baik)

Pemeriksaan fisik

- KU : sakit sedang
- Kesadaran : compos mentis cooperative
- Tekanan Darah : 120/80 mmHg
- Nadi : 79x/menit
- Nafas : 23x/ menit
-

Paru

Inspeksi :Simetris kiri dan kanan dalam keadaan statis dan dinamis.
Palpasi : Fremitus taktil kiri dan kanan sama, sela iga melebar.
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru.
Auskultasi : vesicular, Rhonki dibasal paru (+/+) dan Wheezing (-/-)
Ekspirasi memanjang (+/+)

Saaran

b. Farmakologi
- O2 nasal kanul 2-3 liter/menit
- IVFD RL 500 cc 12 jam/ kolf
- Ambroxol tab 3x30 mg
- Amoxicilin tab 3x500 mg
- Aminophilin tablet 1x 200 mg
- Metyl prednisolon 1x 4 mg
c. Non Farmakologi
- Kurangi aktivitas
- Jika BAK ditampung
- Berhenti merokok
- Makan-makan bergizi
- Hindari stress

FOLLOW UP

05/11/2016

Anamnesa

- Sesak nafas ada sudah berkurang


- Demam tidak ada
- Batuk berdahak masih ada, mulai berkurang
- Nyeri dada tidak ada
- Nafsu makan seperti biasa (baik)

Pemeriksaan fisik

- KU : sakit sedang
- Kesadaran : compos mentis cooperative
- Tekanan Darah : 120/80 mmHg
- Nadi : 79x/menit
- Nafas : 23x/ menit

Paru
Inspeksi :Simetris kiri dan kanan dalam keadaan statis dan dinamis.
Palpasi : Fremitus taktil kiri dan kanan sama.sela iga melebar
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru.
Auskultasi : vesicular, Rhonki dibasal paru (+/+) dan Wheezing (-/-)
Ekspirasi memanjang (+/+)

Saaran

d. Farmakologi
- O2 nasal kanul 2-3 liter/menit
- IVFD RL 500 cc 12 jam/ kolf
- Ambroxol tab 3x30 mg
- Amoxicilin tab 3x500 mg
- Aminophilin tablet 1x 200 mg
- Metyl prednisolon 1x 4 mg
e. Non Farmakologi
- Kurangi aktivitas
- Jika BAK ditampung
- Berhenti merokok
- Makan-makan bergizi
- Hindari stress

Pasien boleh pulang dan control ke poli secara teratur 1 minggu setelah post rawat inap RS

Anda mungkin juga menyukai