PENDAHULUAN
Pleura terletak dibagian terluar dari paru-paru dan mengelilingi paru, pleura Cairan
pleura berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan pleura parietalis dan pleura
viseralis bergerak selama pernapasan dan untuk mencegah pemisahan thorak. Efusi pleura
merupakan suatu gejala yang serius dan dapat mengancam jiwa penderita. Di negara -
negara barat efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung kongestif, serosis hati,
keganasan serta pneumonia bakteri, sementara di negara - negara yang sedang
berkembang, seperti Indonesia, lazim diakibatkan oleh infeksi tubercolosis.
Makalah ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman dokter muda
Makalah ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang diambil dari
berbagai literatur.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dari dalam
kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat berupa cairan transudat
atau cairan eksudat. Pada keadaan normal rongga pleura hanya mengandungca ira n
sebanyak 10-20 ml, cairan pleura komposisinya sama dengan cairan plasma,kecuali pada
cairan pleura mempunyai kadar protein lebih rendah yaitu < 1,5 gr/dl .
Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga
pleura. (Price C Sylvia, 1995).
Efusi pleura adalah jumlah cairan non purulen yang berlebihan dalam rongga pleural,
antara lapisan visceral dan parietal (Mansjoer Arif, 2001).
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapatnya penumpukan cairan dalam
rongga pleura. (Imran Sumantri, 2008).
Menurut WHO (2008), Efusi Pleura merupakan suatu gejala penyakit yang dapat
mengancam jiwa penderitanya. Secara geografis penyakit ini terdapat di seluruh dunia,
bahkan menjadi problema utama di negara – negara yang sedang bekembang termasuk
Indonesia. Di negara – negara industri, diperkirakan terdapat 320 kasus efusi pleura per
100.000 orang. Amerika serikat melaporkan 1,3 juta orang setiap tahunya menderita efusi
pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung kongestif dan pneumonia bakteri. Menurut
Depkes RI (2006), kasus Efusi Pleura mencapai 2,7 % dari penyakit infeksi saluran napas
lainya. Tingginya angka kejadian Efusi Pleura disebabkan keterlambatan penderita akibat
Efusi Pleura masih sering ditemukan faktor resiko terjadinya efusi pleura karena
lingkungan yang tidak bersih, sanitasi yang kurang, lingkungan yang pandat penduduk,
kondisi sosial ekonomi yang menurun, serta sarana dan prasarana kesehatan yang kurang
dan kurangnya pengetahuaan masyarakat tentang kesehatan.
2
2.3. Etiologi Efusi Pleura
Efusi pleura transudatif : faktor sistemik (kegagalan jantung kongestif (gagal jantung
kiri), sindroma nefrotik, asites (oleh karena sirosis kepatis), syndroma vena cava
superior, tumor, sindroma meig, hipoalbumenia, dialysis peritoneal, Hidrothoraks
hepatik) yang mempengaruhi pembentukan dan penyerapan cairan pleura
mengalami perubahan.
Efusi pleura eksudatif : faktor lokal (infeksi, TB, pneumonia dan sebagainya, tumor,
infark paru, radiasi, penyakit kolagen) yang mempengaruhi pembentukan dan
penyerapan cairan pleura mengalami perubahan.
Unilateral : Efusi unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan penyakit
penyebabnya
3
Bilateral : Efusi bilateral ditemukan pada penyakit-penyakit dibawah ini : Kegagalan
jantung kongestif, sindroma nefrotik, asites, infark paru, lupus eritematosus systemic,
tumor dan tuberkolosis.
4
pasien pleuritis tuberculosis ditemukan gejala febris, penurunan berat badan,
dyspneu, dan nyeri dada pleuritik.
Efusi pleura karena neoplasma misalnya pada tumor primer pada paru- paru,
mammae, kelenjar linife, gaster, ovarium. Efusi pleura terjadi bilateral dengan
ukuran jantung yang tidak membesar. Patofisiologi terjadinya efusi ini diduga
karena :
a) Invasi tumor ke pleura, yang merangsang reaksi inflamasi dan terjadi
kebocoran kapiler.
b) Invasi tumor ke kelenjar limfe paru-paru dan jaringan limfe pleura,
bronkhopulmonary, hillus atau mediastinum, menyebabkan ganggua n
aliran balik sirkulasi.
c) Obstruksi bronkus, menyebabkan peningkatan tekanan-tekanan negatif
intra pleural, sehingga menyebabkan transudasi. Cairan pleura yang
ditemukan berupa eksudat dan kadar glukosa dalam cairan pleura
tersebut mungkin menurun jika beban tumor dalam cairan pleura cukup
tinggi. Diagnosis dibuat melalui pemeriksaan sitologik cairan pleura dan
tindakan blopsi pleura yang menggunakan jarum (needle biopsy).
5
efusi parapneumonik yang mengalir bebas dapat berkumpul hanya
dalam waktu beberapa jam saja.
6
dan efusi, tidak ada alternatif yang baik. Pertimbangan tindakan yang dapat
dilakukan adalah pemasangan pintas peritoneum-venosa (peritoneal venous
shunt, torakotomi) dengan perbaikan terhadap kebocoran melalui bedah, atau
torakotomi pipa dengan suntikan agen yang menyebakan skelorasis.
Meig’s Syndrom. Sindrom ini ditandai oleh ascites dan efusi pleura pada
penderita- penderita dengan tumor ovarium jinak dan solid. Tumor lain yang
dapat menimbulkan sindrom serupa : tumor ovarium kistik, fibromyomato ma
dari uterus, tumor ovarium ganas yang berderajat rendah tanpa adanya
metastasis. Asites timbul karena sekresi cairan yang banyak oleh tumornya
dimana efusi pleuranya terjadi karena cairan asites yang masuk ke pleura
melalui porus di diafragma. Klinisnya merupakan penyakit kronis.
Dialisis Peritoneal Efusi dapat terjadi selama dan sesudah dialisis peritoneal.
Efusi terjadi unilateral ataupun bilateral. Perpindahan cairan dialisat dari rongga
peritoneal ke rongga pleura terjadi melalui celah diafragma. Hal ini terbukti
dengan samanya komposisi antara cairan pleura dengan cairan dialisat
2.5. Patofisiologi
Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan dalam rongga pleura berfungs i
untuk melicinkan kedua pleura viseralis dan pleura parietalis yang saling bergerak
karena pernapasan. Dalam keadaan normal juga selalu terjadi filtrasi cairan ke dalam
rongga pleura melalui kapiler pleura parietalis dan diabsorpsi oleh kapiler dan saluran
limfe pleura viseralis dengan kecepatan yang seimbang dengan kecepatan
pembentukannya.
Kenaikan tekanan hidrostatik dan penurunan tekan onkotik pada sirkulasi kapiler
Penurunan tekanan kavum pleura
Kenaikan permeabilitas kapiler dan penurunan aliran limfe dari rongga pleura
7
2.6. Gejala klinis
Gejala-gejala timbul jika cairan bersifat inflamatoris atau jika mekanika paru
terganggu. Gejala yang paling sering timbul :
Sesak , berupa rasa penuh dalam dada atau dispneu.
Nyeri bisa timbul berupa nyeri dada pleuritik atau nyeri tumpul.
Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri
dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak
keringat, batuk, banyak riak.
Deviasi trachea menjauhi tempat yangsakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan
cairan pleural yang signifikan.
8
Perkusi : Pekak pada perkusi,
Auskultasi : Penurunan bunyi napas
Jika terjadi inflamasi, maka dapat terjadi friction rub. Apabila terjadi atelektasis
kompresif (kolaps paru parsial) dapat menyebabkan bunyi napas bronkus. Pemeriksaan
fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan akan berpindah
tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba
dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan
membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).
Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian atas
garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz , yaitu daerah pekak karena cairan
mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler melema h
dengan ronki. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.
USG : menetukan lokasi dari pengumpulan cairan yang jumlahnya sedikit, sehingga
bisa dilakukan pengeluaran cairan.
9
Torakosentesis : Aspirasi cairan pleura (torakosentesis) sebagai sarana diagnostik
maupun terapeutik. Pelaksanaannya sebaiknya dengan posisi duduk. Aspirasi
dilakukan pada bagian bawah paru sela iga garis aksilaris posterior dengan jarum
abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi
1000-1500 cc pada setiap aspirasi. Untuk diagnosis cairan pleura dilakukan
pemeriksaan :
o Warna cairan. Cairan pleura bewarna agak kekuning-kuningan (serous-
santrokom).
o Biokimia. Terbagi atas efusi pleura transudat dan eksudat.
Sitologi. Digunakan untuk diagnostik penyakit pleura, terutama bila ditemukan sel-sel
patologis atau dominasi sel-sel tertentu ;
o Sel neutrofil: pada infeksi akut
o Sel limfosit: pada infeksi kronik (pleuritis tuberkulosa atau limfoma maligna).
o Sel mesotel: bila meningkat pada infark paru
o Sel mesotel maligna: pada mesotelioma
o Sel giant: pada arthritis rheumatoid
o Sel L.E: pada lupus eritematous sistemik
o Sel maligna: pada paru/metastase
Bakteriologi Cairan pleura umumnya steril, bila cairan purulen dapat mengand ung
mikroorganisme berupa kuman aerob atau anaerob. Paling sering pneumokokus,
E.coli, klebsiela, pseudomonas, enterobacter.
Biopsi Pleura. Dapat menunjukkan 50%-75% diagnosis kasus pleuritis tuberkulosis dan
tumor pleura. Komplikasi biopsi adalah pneumotoraks, hemotoraks, penyebaran
infeksi atau tumor pada dinding dada.
10
2. Pneumonia
- Batas atas rata / tegas sesuai dgn bentuk lobus
- Sinus terisi paling akhir
- Tidak tampak tanda pendorongan organ
- Air bronchogram ( + )
3. Pneumothorak
4. Fibrosis paru
2.10. Tatalaksana
Terapi penyakit dasarnya antibiotika dan terapi paliatif (Efusi pleura haemorrhagic).
Jika jumlah cairannya sedikit, mungkin hanya perlu dilakukan pengobatan terhadap
penyebabnya. Jika jumlah cairannnya banyak, sehingga menyebabkan penekanan
maupun sesak nafas, mak perlu dilakukan tindakan drainase (pengeluaran cairan yang
terkumpul).
Cairan bisa dialirkan melalui prosedur torakosentesis, dimana sebuah jarum (atau
selang) dimasukkan ke dalam rongga pleura. Torakosentesis biasanya dilakukan untuk
menegakkan diagnosis, tetapi pada prosedur ini juga bisa dikeluarkan cairan sebanyak
1,5 liter. Jika jumlah cairan yang harus dikeluarkan lebih banyak, maka dimasukkan
sebuah selang melalui dinding dada.
Pada empiema diberikan antibiotik dan dilakukan pengeluaran nanah. Jika nanahnya
sangat kental atau telah terkumpul di dalam bagian fibrosa, maka pengaliran nanah lebih
sulit dilakukan dan sebagian dari tulang rusuk harus diangkat sehingga bias dipasang
selang yang lebih besar. Kadang perlu dilakukan pembedahan untuk memotong lapisan
terluar dari pleura (dekortikasi).
11
cairan dibuang melalui sebuah selang, lalu dimasukkan bahan iritan (misalnya larutan
atau serbuk doxicycline) ke dalam rongga pleura. Bahan iritan ini akan menyatuka n
kedua lapisan pleura sehingga tidak lagi terdapat ruang tempat pengumpulan cairan
tambahan.
Jika darah memasuki rongga pleura biasanya dikeluarkan melalui sebuah selang.
Melalui selang tersebut bisa juga dimasukkan obat untuk membantu memecahkan
bekuan darah (misalnya streptokinase dan streptodornase). Jika perdarahan terus
berlanjut atau jika darah tidak dapat dikeluarkan melalui selang, maka perlu dilakukan
tindakan pembedahan.
Torakosentesis
Aspirasi cairan pleura selain bermanfaat untuk memastikan diagnosis, aspirasi juga
dapat dikerjakan dengan tujuan terapetik. Torakosentesis dapat dilakukan sebagai
berikut:
1. Penderita dalam posisi duduk dengan kedua lengan merangkul atau diletakkan
diatas bantal; jika tidak mungkin duduk, aspirasi dapat dilakukan pada penderita
dalam posisi tidur terlentang.
2. Lokasi penusukan jarum dapat didasarkan pada hasil foto toraks, atau di daerah
sedikit medial dari ujung scapula, atau pada linea aksilaris media di bawah batas
suara sonor dan redup.
3. Setelah dilakukan anastesi secara memadai, dilakukan penusukan dengan jarum
berukuran besar, misalnya nomor 18. Kegagalan aspirasi biasanya disebabkan
karena penusukan jarum terlampaui rendah sehingga mengenai diahfragma atau
terlalu dalam sehingga mengenai jaringan paru, atau jarum tidak mencapai rongga
pleura oleh karena jaringan subkutis atau pleura parietalis tebal.
4. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc pada setiap
aspirasi. Untuk mencegah terjadinya edema paru akibat pengembangan paru secara
mendadak. Selain itu pengambilan cairan dalam jumlah besar secara mendadak
menimbulkan reflex vagal, berupa batuk, bradikardi, aritmi yang berat, dan
hipotensi.
12
5. Pungsi pleura diantara linea aksilaris anterior dan posterior, pada sela iga ke-8.
Didapati cairan yang mungkin serosa (serothoraks), berdarah (hemothoraks), pus
(piothoraks) atau kilus (kilothoraks), nanah (empiema). Bila cairan serosa mungk in
berupa transudat (cairan putih jernih) atau eksudat (cairan kekuningan).
Pemasangan WSD
Jika jumlah cairan cukup banyak, sebaiknya dipasang selang toraks dihubungka n
dengan WSD, sehingga cairan dapat dikeluarkan secara lambat dan aman. Pemasangan
WSD dilakukan sebagai berikut :
1. Tempat untuk memasukkan selang toraks biasanya di sela iga 7, 8, 9 linea aksilaris
media atau ruang sela iga 2 atau 3 linea medioklavikuralis.
2. Setelah dibersihkan dan dianastesi, dilakukan sayatan transversal selebar kurang
lebih 2 cm sampai subkutis.
3. Dibuat satu jahitan matras untuk mengikat selang.
4. Jaringan subkutis dibebaskan secara tumpul dengan klem sampai mendapatkan
pleura parietalis.
13
5. Selang dan trokar dimasukkan ke dalam rongga pleura dan kemudian trokar ditarik.
Pancaran cairan diperlukan untuk memastikan posisi selang toraks.
6. Setelah posisi benar, selang dijepit dan luka kulit dijahit serta dibebat dengan kasa
dan plester.
7. Selang dihubungkan dengan botol penampung cairan pleura. Ujung selang
dihubungkan dengan botol penampung cairan pleura. Ujung selang diletakkan
dibawah permukaan air sedalam sekitar 2 cm, agar udara dari luar tidak dapat masuk
ke dalam rongga pleura.
8. WSD perlu diawasi tiap hari dan jika sudah tidak terlihat undulasi pada selang,
kemungkinan cairan sudah habis dan jaringan paru mengembang. Untuk
memastikan dilakukan foto toraks
9. Selang torak dapat dicabut jika produksi cairan/hari <100ml dan jaringan paru telah
mengembang. Selang dicabut pada saat ekspirasi maksimum
Pleurodesis.
Bertujuan melekatkan pleura viseralis dengan pleura parietalis, merupakan
penanganan terpilih pada efusi pleura keganasan. Bahan yang digunakan adalah
sitostatika seperti tiotepa, bleomisin, nitrogen mustard, 5-fluorourasil, adramisin, dan
doksorubisin.
Antibiotik
Pada kasus infeksi Antibiotik betalaktam golongan chefalosporin generasi III
(ceftriaxon, cefatadim, cefixim).
14
2.11. Komplikasi
Fibrotoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase yang baik
akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan pleura viseralis. Keadaan ini
disebut dengan fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas dapat menimbulkan hambatan
mekanis yang berat pada jaringan-jaringan yang berada dibawahnya. Pembedahan
pengupasan(dekortikasi) perlu dilakukan untuk memisahkan membrane-membra n
pleura tersebut.
Atalektasis
Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang disebabkan oleh
penekanan akibat efusi pleura.
Fibrosis paru
Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat paru dalam
jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan jaringan sebagai
kelanjutan suatu proses penyakit paru yang menimbulkan peradangan. Pada efusi
pleura, atalektasis yang berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian jaringan paru
yang terserang dengan jaringan fibrosis.
Kolaps Paru
Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan ektrinsik pada
sebagian / semua bagian paru akan mendorong udara keluar dan mengakibatkan kolaps
paru.
15
BAB II
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1. Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dari dalam
kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat berupa cairan
transudat atau cairan eksudat.
2. Pada keadaan normal rongga pleura hanya mengandung cairan sebanyak 10-20 ml,
cairan pleura komposisinya sama dengan cairan plasma, kecuali pada cairan pleura
mempunyai kadar protein lebih rendah yaitu < 1,5 gr/dl.
3. Gejala klinis di temukan Gejala yang paling sering timbul adalah sesak , berupa rasa
penuh dalam dada atau dispneu.
4. Penegakan diagnosa maka pemeriksaan penunjang yang dapat dlakukan berupa foto
thorak, punksi pleura, biopsi dan lain-lain, untuk pengobatan pada efusi pleura
tergantung penyebabnya sehingga pronosis efusi pleura tersebut juga tergantung
penyakit yang mendasari, pada kasus tertentu, dapat sembuh sendiri setelah diberi
pengobatan adekuat terhadap penyakit dasarnya.
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Lorraine W. Penyakit Paru Restriktif. Dalam : Price, Sylvia A, Lorraine W, et al. Editor.
Jakarta: 2005.
3. Sudoyo AW. Kelainan Paru. Dalam: Halim H. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Dalam .Vol
4. Jeremy, et al. Efusi Pleura. At a Glance Medicine Edisi kedua. EMS. Jakarta : 2008.
17