Anda di halaman 1dari 51

BAB I

PENDAHULUAN

Payudara merupakan organ seks sekunder yang merupakan symbol


feminitas perempuan. Adanya kelainan pada payudara akan dapat mengganggu
pikiran, emosi, serta menurunkan kepercayan diri seorang perempuan. Payudara
mulai tumbuh sejak minggu keenam masa embrio berupa penebalan ectodermal di
sepanjang garis (disebut garis susu) yang terbentang dari aksila sampai inguinal.
(Sjamsuhidayat, 2010).
Pada manusia dua per tiga kaudal dari garis tersebut akan menghilang dan
meninggalkan bagian dada saja, yang akan menjadi cikal bakal payudara. Beberapa
hari setelah kelahiran dapat terjadi pembesaran payudara unilateral atau bilateral
diikuti dengan sekresi cairan keruh. Keadaan yang disebut mastitis neonatorum ini
disebabkan oleh berkembangnya system ductus dan tumbuhnya asinus-asinus serta
vaskularisasi pada stroma yang dirangsang secara tidak langsung oleh tingginya
kadar estrogen ibu dalam sirkulasi darah bayi. Setelah lahir, terjadi penurunan kadar
estrogen yang merangsang hipofisis untuk memproduksi prolactin. Prolactin inilah
yang menimbulkan perubahan pada payudara. (Sjamsuhidayat, 2010)
Kanker payudara merupakan kanker yang berasal dari kelenjar, saluran
kelenjar, dan jaringan penunjang payudara. Sejumlah sel di dalam payudara tumbuh
yang berkembang dengan tidak terkendali inilah yang disebut kanker payudara.
Kumpulan besar dari jaringan yang tidak terkontrol ini disebut tumor atau benjolan.
Namun, tidak semua tumor adalah kanker karena sifatnya yang tidak menyebar ke
seluruh tubuh. Tumor yang dapat menyebar ke seluruh tubuh atau menyebar ke
jaringan sekitar disebut kanker atau tumor ganas. (Sabiston, 1994)
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) 8-9% perempuan yang
mengalami kanker payudara. Ini menjadikan payudara sebagai jenis kanker yang
paling banyak di temui pada perempuan. Setiap tahun lebih dari 250.000 kanker
payudara terdiagnosa di Eropa dan kurang dari 175.000 di AS. (Sabiston, 1994)

1
Belum ada data statistic yang akurat di Indonesia, namun data yang
terkumpul dari rumah sakit menunjukkan bahwa kanker peyudara menduduki
rangking pertama di antarakanker lainnya pada perempuan. Kanker payudara
merupakan penyebab utama kematian pada perempuan akibat kanker. Setiap
tahunya, di Amerika Serikat 44.000 pasien meninggal karena penyakit ini,
sedangkan di Eropa lebih dari 165.000 setelah menjalani perawatan, sekitar 50%
pasien mengalami kanker payudara stadium akhir dan hanya bertahan hidup 10-30
bulan. (Sabiston, 1994)

2
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Anatomi Payudara
Kelenjar susu merupakan kelenjar kulit. Batas payudara yang normal terletak
antara iga 2 di superior dan iga 6 di inferior (pada usia tua atau mammae yang
besar bias mencapai iga 7), serta antara taut sternocostal di medial dan linea
aksilaris anterior di lateral. Pada bagian lateral atasnya, jaringan kelenjar ini
keluar dari bulatannya kearah aksila (Gambar 1.1). Dua per tiga atas mammae
terletak diatas otot pektoralis mayor, sedangkan sepertiga bagian bawahnya
terletak diatas oto serratus anterior, otot oblikus ekternus abdominis, dan otot
rektus abdominis. (Sjamsuhidayat, 2010)

Gambar 2.1 Benjolan aksiler kiri (spence). Benjolan kecil (A), benjolan yang
lazim ditemukan (B), benjolan yang mirip dengan mammae aksesoris atau
kelenjar limfatik aksila (C).

Setiap payudara terdiri atas 12-20 lobulus kelenjar, masing-masing mempunyai


saluran bernama ductus laktiferus yang akan bermuara ke papilla mammae (nipple-
areola complex, NAC). Di antara kelenjar susu dan fasia pektoralis, juga diantara
kulit dan kelenjar tersebut , terdapat jaringan lemak. Di antara lobulus, terdapat
jaringan ikat yang disebut ligamentum Cooper yang memberi kerangka untuk
payudara. (Sjamsuhidayat, 2010)

3
Pendarahan payudara terutama berasal dari cabang arteri perforantes anterior dari
arteri mammae interna. Payudara sisi superior dipersarafi oleh nervus
supraklavikula yang berasal dari cabang ke-3 dan ke-4 pleksus servikal. Payudara
sisi medial dipersarafi oleh cabang kutaneus anterior dari nervus interkostalis 2-7.
Papila mamma terutama dipersarafi oleh cabang kutaneus lateral dari nervus
interkostalis 4, sedangkan cabang kutaneus lateral dari nervus interkostalis lain
mempersarafi areola dan mamma sisi lateral. Kulit daerah payudara dipersarafi oleh
cabang pleksus servikalis dan nervus interkostalis. Jaringan kelenjar payudara
sendiri dipersarafi oleh saraf simpatik. Ada beberapa saraf lagi yang perlu diingat
sehubungan dengan timbulnya penyulit berupa paralisis pascabedah, yakni nervus
interkostobrakialis dan nervus kutaneus brakius medialis, yang mengurus
sensibilitas daerah aksila dan bagian medial lengan atas. Pada diseksi aksila, saraf
ini sedapat mungkin dipertahankan sehingga tidak terjadi mati rasa di daerah
tersebut. (Sjamsuhidayat, 2010)

Gambar 2.2
Struktur Penyusunan Jaringan Payudiara pada Potongan Sagital :
a) Ductus
b) bulus

4
c) Dilatasi duktus untuk mengendalikan
d) Puting
e) Jaringan lemak
f) Foto pektoralis mayor
Pada Pembesaran :
a) Sel-sel duktus normal
b) Membrana basalis Sumber
c) Lumen duktus (dr. suyatno, 2014)

2.2 Fisiologi Payudara


Payudara mengalami tiga macam perubahan yang dipengaruhi hormone.
Perubahan pertama dimulai dari masa hidup anak melalui masa pubertas, lalu masa
fertilitas, sampai klimakterium, hingga menopause. Sejak pubertas, pengaruh
estrogen dan progesterone yang diproduksi ovarium dan juga hormone hipofisis
menyebabkan berkembangnya ductus dan timbulnya asinus. Perubahan selanjutnya
terjadi sesuai dengan daur haid. Sekitar hari ke-8 haid, payudara membesar dan
pada beberapa sebelum haid berikutnya terjadi pembesaran maksimal. Kadang,
timbul benjolan yang nyeri dan tidak rata. Selama beberapa hari menjelang haid,
payudara menegang dan nyeri sehingga pemeriksaan fisik rerutama palpasi, sulit
dilakukan. Pada waktu itu, mamografi menjadi rancu karena kontras kelenjar terlalu
besar. Begitu haid mulai, semua hal di atas berkurang. (Sjamsuhidayat, 2010)
Perubahan terakhir rerjadi pada masa hamil dan menyusui. Pada kehamilan,
payudara membesar larena epitel duktus lobul dan duktusalveolus berproliferasi,
dan tumbuh duktus baru. Sekresi hormone prolactin dan hipofis anterior memicu
laktasi. Air susu di produksi oleh sel-sel alveolus mengisi asinus, kemudian
dikeluarkan melalui ductus ke puting susu yang dipicu oleh oksitosin.
(Sjamsuhidayat, 2010)

5
2.3 Etiologi
2.3.1 Penyebab
Penyebab dari kanker payudara tidak diketahui dengan pasti namun terdapat
rangkaian faktor genetik, hormonal dan lingkungan. Penyebab tersebut yang dapat
menunjang terjadinya kanker payudara. Banyak faktor yang di prediksi yang
mempunyai hubungan dengan kanker payudara. Genetik merupakan faktor penting
karena kejadian kanker payudara akibat kelainan ganetik sebesar 5-10%. Untuk
mengenalinya cukup mudah, yaihti dengan mengumpulkan riwayat keluarga yang
terkena kanker payudara dan memetakannya dalam bentuk silsilah diantaranya
adalah kanker payudara pada ibu atau saudara perempuan yang terkena kanker
payudara pada umur dibawah 50 tahun atau keponakan dengan jumlah lebih dari
dua. (Sabiston, 1994)
Hormon estrogen adalah adalah hormon yang berperan dalam proses
tumbuh kembang organ seksual perempuan. Hormon estrogen justru sebagai
penyebab awal kanker pada sebagian oerempuan. Hal ini disebabkan adanya
reseptor estrogen pada sel-sel saluran kelenjar susu. Hormon esntrogen yang
menempel pada saluran ini, lambat laun akan mengubah sel-sel epitel tersebut
menjadi kanker. Penggunaan KB hormonal seperti pil, suntik KB dan susu, yang
mengandung banyak dosis estrogen meningkatkan resiko kanker payudara.
(Sabiston, 1994)
Faktor lingkungan juga dapat menjadi pemicu kanker payuda. Lingkungan
tersebut berupa paparan radias- bahan bahan radioaktif, sinar x dan pencemaran
bahan kimia. Rssiko kanker payudara meningkat apabila radiasi terjadi sebelum
umur 40 tahun. (Sabiston, 1994)

2.3.2 Faktor resiko


Faktor-faktor yang memiliki resiko dan berhubungan dengan terjadinya
kanker payudara adalah sebagai berikut.

6
2.3.2.1 Umur
Perempuan yang berumir lebih dari 40 tahun mempunyai resiko kanker
payudara lebih besar dibanding perempuan yang berumur 40 tahun. Hal ini
dikarenakan kebanyakan perempuan di umur tersebut melakukan mammography
pada program pemeriksaan kanker payudara tersebut. Banyak kasus kanker
payudara ditemukan pada perempuan berumur 40-60 tahun.

2.3.2.2 Jenis kelamin


Perempuan mempunyai resiko lebih tinggi dibanding laki-laki. Menurut
penelitian di inggris, 99% dari semua kanker payudara terjadi pada perempuan dan
pada pria hanya 1% hingga menarche.

2.3.2.3 Umur Menarche


Perempuan yang riwayat menarchenya lambat , insidenya lebih rendah,
tetapi menarche awal (dibawah 12 tahun) termasuk dalam faktor resiko terjadinya
kanker payudara.

2.3.2.4 Umur Menopause


Perempuan yang umur menopusenya terlambat atau lebihdari 50 tahun
mempunyai risiko terkena kanker payudara lebih besar dibanding perempuan yang
umur menopausenya normal,yaitu umur kurang dari 50 tahun.

2.3.2.5 Genetik
Risiko terkena kangker payudara meningkat pada perempuan yang
mempunyai ibu atau saudara perempuan yang terkena kanker payudara. Semua
saudara dari penderita kanker payudara memilikik peningkatan risiko mengalami
kanker payudara.

2.3.2.6 Paritas
Paritas merupakan keadaan yang menunjukkan jumlah anak yang di
lahirkan. Perempuan yang tidak mempunyai anak (nullipar) mempunyai risiko

7
insiden 1,5 kali lebih tinggi dari pada perempuan yang mempunyai anak(multipara).
(Sabiston, 1994)

2.3.2.7 Tidak mempunyai anak


Menyusui merupakan salah satu faktor penting yang memberikan proteksi
terhadap resiko kanker payudara. Perempuan yang tidak menyusui bayinya
mempunyai risiko yang tinggi mempunyai kanker payudara dibanding perempuan
yang menyusui bayi. (Sabiston, 1994)

2.3.2.8 Gaya hidup


Faktor resiko kanker payudara yang dapat dicetuskan oleh gaya hidup antara
lain adalah berat badan (obesitas), , merokok, alcohol, lingkungan yang tercemar
zat-zat kimia seperti pestisida atau DDT, kurang melakukan aktivitas fisik minimal
aktivitas fisik dapat dilakukan selama 4 jam. (Sjamsuhidayat, 2010)

2.4 Epidemiologi
Kanker payudara adalah karsinoma yang berasal dari epitel duktus atau
lonulus payudara, merupakan masalah global dan isue kesehatan internasional yang
penting. Kanker payudara adalah keganasan paling sering pada wanita di negara
maju dan kedua setelah kanker serviks di negara berkembang dan merupakan 29%
dari seluruh kanker yang di diagnosa tiap tahun. Secara keseluruhan merupakan
penyebab kematian nomor 2 karena kanker, setelah kanker paru. Insiden kanker
payudara terus meningkat, saat ini lebih dari 170.000 kasus ditemukan pertahun.
Insidennya bervariasi ditiap negara, tertinggi di swedia dengan rata rata insiden
129,5 / 110.000 wanita dan terendah di Jepang 37,0 / 100.000 wanita (Internasional
Oportunities in Cancer Mangement, SRI Internasional,1994). Dinegara
berkembang insiden lebih tinggi di Amerika Selatan, Karibia, Asia Barat, dan
Afrika Utara. Di Amerika Serikat ditemukan kasus baru berkisar 212.930 kasus dan
sekitar 40.870 meninggal. Menurut National Cancer Institute’s Surfeilance
Epidemiology and Result Program insiden kanker payudara meningkat cepat
selama dekade keempat kehidupan setelah menopause insiden terus meningkat tapi

8
lebih lambat, puncaknya pada dekade 7 dan 8 dan menurun setelah umur 80 tahun.
Insiden juga meningkat pada wanita dengan sosial ekonomi yang lebih tinggi. Rata
rata hidup 5 tahun (5years survival rate) tergantung stadium saat di diagnosis dan
berkisar 100% untuk stadium 0 sampai 16% untuk stadium IV. Di Indonesia kanker
payudara merupakan kanker dengan insiden tertinggi nomor 1 dan terdapat
kecenderungan dari tahun ke tahun insidennya meningkat. Sebagian besar
keganasan payudara datang pada stadium lanjut. Jumlah kanker payudara di
Indonesia didapatkan kurang lebih 23.140 kasus baru setiap tahun ( 200 juta
populasi ) Muchlis Ramli dkk pada penelitiannya di RSCM mendapatkan stadium
IIIA dan IIIB sebanyak 43,4 % , stadium IV sebanyak 14,3 % , berbeda dengan
negara maju dimana kanker payudara di temukan lebih banyak dalam stadium ini .
Ini mungkin karena kurangnya informasi letak geografis, pendidikan, banyaknya
iklan yang menerangkan tentang pengobatan alternatif , kurangnya alat diagnostik
seperti mamugrafi, USG dan kurangnya keterampilan tenaga medis dalam
mendiagnosis keganasan kanker payudara. (dr. suyatno, 2014)

2.5 Klasifikasi
Klasifikasi menurut WHO
Tabel 2.1klasifikasi kanker payudara menurut Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO), 2003

9
10
2.5.1 Karsinoma Ductal Invasif
Karsinoma ductal invasive Merupakan bentuk bentuk keganasan payudara
yang paling sering ditemukan. Metastasis makro maupun mikroskopik kelenjar
aksila terjadi pada 60% kasus. Keganasan ini paling sering timbul pada wanita
perimenopause dan pascamenopause pada usia dekade kelima dan keenam, sebagai
massa tunggal yang padat. (Sjamsuhidayat, 2010)

Tabel 2.2 Klasifikasi keganasan primer payudara

11
Tabel 2.3 Metastasis hematogen kanker payudara

Gambar 2.3 Tumorigenesis

Gambar 2.4 Penyebaran kanker payudara

12
Gambar 2.5 Karsinoma ductal kanker yang tumbuh pada saluran yang melapisi
putting susu

2.5.1.1 Penyakit Paget


Penyakit Paget pada puting tampak sebagai erupsi ekzematosa kronik yang
berkembang menjadi ulkus basah. Penyakit Paget berkaitan erat dengan DCIS
ektendsif yang menjadi keganasan yang invasive. Biopsi jaringan putting akan
menunjukkan populasi sel DCIS yang seragam dan ada sel paget besar, pucat, dan
bervakuol pada lapisan Malphigi kulitnya. Terapi bedah penyakit paget rupa
lumpektomi dengan mengikutkan kompleks puting aerola, mastektomi simpul atau
mastektomi radikal dimofifikasi bergantung pada luasnya penyebaran kanker
invasif tersebut. (Sjamsuhidayat, 2010)

Gambar 2.6 Penyakit paget, eksem pada putting dan areola, lesi prekanker
apabila tidak di temui masa di payudara (in situ)

13
2.5.1.2 Karsinoma Meduler
Karsinoma meduler kerap merupakan payudara keganasan yang diminta
dengan BRCA-I (1,9% pada kasus kanker payudara BRCA). Pada pemeriksaan
fisik, karsinoma jenis ini biasanya tercakup besar dan terletak jauh di dalam
payudara. Kanker ini teraba lunak dan berbahaya hemoragik. Pembesaran cepat
ukuran tumor mungkin dikeluarkan dari nekrosis dan perdarahan dalam massa
tumor. Sekitar 50% karsinoma meduler berkaitan dengan DCIS pada tepi
tumornya. Hanya 10% sel karsinoma meduler payudara yang memiliki reseptor
hormon. Penderita karsinoma meduler memiliki angka harapan hidup 5 tahun lebih
baik daripada penderita karsinoma duktal invasif atau karsinoma lobular invasif.
(Sjamsuhidayat, 2010)

Gambar 2.7 Kanker meduler kanker yang tumbuh di kelenjar susu

2.5.1.3 Karsinoma Musinosus


Disebut juga sebagai karsinoma koloid, merupakan jenis kanker payudara
yang Karsinoma musinosus atau dapat timbul pada orang lanjut usia yang
mengandung massa yang cukup besar. Tumor ini merupakan kumpulan musin
ekstraseluler yang didalamnya terdapat sel-sel kanker kelas rendah. Kadang-kadang
terjadi fibrosis dalam massa tumor sehingga tumor teraba sebagai massa yang agak
kenyal. Sekitar 66% tumor ini memiliki reseptor hormon. Metastasis nodus limfe

14
terjadi pada 33% kasus, dan rata-rata harapan hidup 5 dan 10 tahunnya adalah 73%
dan 59% . (Sjamsuhidayat, 2010)

2.5.1.4 Karsinoma Papiler


Karsinoma papiler merupakan jenis kanker payudara yang biasanya muncul
pada wanita berusia 70 tahun dan lebih banyak ditemui pada wanita non-kaukasia.
Karsinoma papiler biasanya kecil dan diameternya tidak lebih dari 3 cm. Metastasis
ke kelenjar aksila jarang terjadi. Angka harapan hidup 5 tahun dan 10 tahun
penderita karsinoma papiler payudara setara dengan karsinoma tubular dan
musinosus. (Sjamsuhidayat, 2010)

2.5.1.5 Karsinoma tubuler


Karsinoma tubular ditemukan pada 20% wanita yang diminta mamografi
skrining pada periode perimenopause dan awal pascamenopause. Pada 10%
penderita karsinoma tubuler atau kribiformis invasif jenis kanker payudara yang
berkerabat dekat dengan karsinoma tubular, ditemukan metastasis aksila yang
biasanya terbatas di bawah limfe paling bawah (level I), namun adanya metastasis
pada level II dan III tidak memperburuk angka harapan hidup. Metastasis jauh jarang
terjadi pada karsinoma tubular dan kribiformis. (Sjamsuhidayat, 2010)

Gambar 2.8 Karsinoma tubuler kanker yang berasal dari kelenjar susu

15
2.5.2 Karsinoma lobular invasif
Karsinoma lobular invasif yang berasal dari epitel lobus payudara ini adalah
10% dari payudara keganasan. Gambaran histopatologinya terdiri dari sel kecil dan
nuklei yang bulat, nucleoli yang tidak jelas dan sitoplasma yang sedikit. Pewarnaan
khusus mengonfirmasi adanya musin intrasitoplasma yang menggantikan nukleus
(signet-ring cell carcinoma). Gambaran klinis karsinoma lobular invasif bervariasi
mulai dari asimtomatik hingga berbentuk massa yang sangat besar. Tumor
multipel, multisentrik, dan bilateral. Karena pertumbuhannya yang ganas dan
gambaran mamografinya sering menunjukkan lesi tumor yang lebih kecil dari yang
sebenarnya, karsinoma lobular invasif kadang-kadang sulit dideteksi.
(Sjamsuhidayat, 2010)

Gambar 2.9 Karsinoma lobuler tumbuh didalam kelenjar susu biasanya pada
usia menopause

2.5.3 Angiosarkoma
Keganasan payudara ini berasal dari pembuluh darah dan limfe. Kadang
angiosarkoma timbul 5-10 tahun setelah radioterapi pascamastektomi keganasan
payudara sebelumnya. Tidak seperti hemangioma. Angiosarkoma cenderung
mengalami nekrosis sentral. Gambaran klinis Tidak seperti hemangioma,

16
angiosarcoma berupa ruam merah hingga keunguan pada kulit yang diiradiasi.
Pada derajat tinggi, angiosarcoma dapat menonjol keluar ke permukaan kulit.
Metastasis ke kelenjar limfe regional jarang terjadi, sehingga diseksi aksila jarang
diperlukan, namun metastasis hematogen dapat terjadi dan paling sering menyebar
ke paru-paru. Jika tidak ada metastasis, reseksi bedah harus mencapai margin bebas
sel tumor. Kemoterapi tidak banyak memberikan manfaat. Rata-rata harapan hidup
penderita angiosarcoma dengan metastasis adalah sekitar dua tahun.
(Sjamsuhidayat, 2010)

2.6 Patogenesis
Tumorigenesis kanker payudara adalah proses multi-tahap, setiap tahap
terkait dengan satu atau lebih mutasi spesifik pada gen pengatur minor atau utama.
ada dua jenis utama sel dalam sel mioepitel dan sel sekretori lumen
Secara klinis dan histopatologis ada berbagai tahap morfologis dalam
perjalanan ke keganasan. Hiperplasia duktus ditandai dengan proliferasi sel-sel
epitel poliklonal yang tersebar tidak merata dengan pola kromatin. dan bentuk inti-
inti yang saling bertumpang tindih dan lumen ductus tidak teratur, sering menjadi
tanda awal dari kecenderungan keganasan. Sel-sel di atas memiliki sitoplasma yang
relatif sedikit dan batas sel tidak jelas dan secara sitologis jinak. Perubahan dari
hyperplasia hiperplasia atipik (klonal), yang sitoplasma selnya lebih jelas, intinya
lebih jelas dan tidak tumpang tindih, dan lumen duktus yang teratur, secara klinis
meningkatkan risiko kanker payudara.
Setelah hiperplasia atipik, tahap berikutnya adalah timbulnya karsinoma in
situ, baik karsinoma duktal maupun lobular. Pada karsinoma in situ, terjadi
proliferasi sel yang memiliki gambaran sitologis sesuai dengan keganasan, tetapi
proliferasi sel tersebut belum menginvasi stroma dan menembus membran basal.
Karsinoma in situ lobular biasanya menyebar ke seluruh jaringan payudara (bahkan
bilateral) dan biasa- tidak teraba dan tidak terlihat pada pencitraan. Sebaliknya,
karsinoma in situ duktal merupakan lesi duktus segmental yang dapat mengalami
kalsifikasi sehingga memberi penampilan yang beragam. Setelah sel-sel tumor
menembus membran basal dan menginvasi stroma, tumor menjadi invasif, dapat

17
menyebar secara hematogen dan limfogen sehingga menimbulkan metastasis.
(Sjamsuhidayat, 2010)

Bagan Patofisiologi CA Mammae

18
2.7 Gejala Klinis
2.7.1 Manifestasi klinis
Gejala awal yang mudah dikenali berupa benjolan yang bisa dirasakan oleh
pasien atau diperiksa oleh tangan pasien sendiri. Benjolan awal ini tidak
menimbulkan rasa sakit tetapi membuat permukaan sisi payudara tidak teratur.
Gejala lain yang mungkin ditemukan adalah benjolan di ketiak, perubahan ukuran
atau bentuk payudara, keluarnya darah atau kuning menjadi kehijauan, yang bisa
berupa nanah, perubahan pada warna atau tekstur susu maupun areola (daerah
berwarna coklat di putting susu), payudara tampak kemerahan, kulit di sekitar susu
bersisik, puting tertarik ke dalam atau terasa gatal, dan nyeri payudara atau
pembengkakan pada satu payudara. (Sabiston, 1994)

2.7.2 Stadium Kasinoma Payudara


Tabel 2.4 Ukuran tumor

19
Tabel 2.5 Palpasi kelenjar getah bening

Tabel 2.5 Tabel stadium tumor

20
Klasifikasi Sisten TNM AJCC, edisi 7, 2010

2.7.2.1 Stadium I (Stadium Dini)


Tumor besarnya tidak lebih dari 2-2,25 cm, dan tidak terdapat penyebaran
(metastasis) pada kelenjar getah bening ketiak. Pada stadium ini kemungkinan
kesembuhan sempurna adalah 70%. Pemeriksaan ada atau tidaknya metastasis ke
bagian tubuh lain harus dilakukan di laboratorium. (Sabiston, 1994)

21
2.7.2.2 Stadium II
Tumor sudah lebih dari 2,25 cm dan sudah terjadi mestastasis pada kelenjar
getah bening di ketiak. Kemungkinan untuk pulih pada stadium ini hanya 30-40%
tergantung pada luasnya penyebaran sel kanker. Tindakan operasi biasanya
dilakukan pada stadium I dan II untuk mengangkat sel kanker yang ada pada seluruh
bagian penyebaran dan setelah operasi dilakukan penyinaran untuk memastikan
tidak adanya sel-sel kanker yang tertinggal. (Sabiston, 1994)

2.7.2.3 Stadium IlI


Tumor sudah cukup besar 3-5 cm, sel kanker lebih menyebar ke seluruh
tubuh dan dikemungkinan untuk disembuh sedikit. Biasanya pengobatan telah
dilakukan penyinaran dan kemoterapi (pemberian yang dapat membunuh sel
kanker). Kadang-kadang juga dilakukan operasi untuk mengangkat payudara
bagian yang parah. Benjolan sudah menonjol ke permukaan kulit dan pecah/
berdarah. (Sabiston, 1994)

2.7.2.4 Stadium IV
Tumor sudah berukuran besar dari 5 cm, sel kanker telah menyebar ke
seluruh organ tubuh, dan biasanya penderita mulai lemah. Pengobatan payudara
sudah tidak ada artinya lagi. Biasanya pengobatan dilakukan dengan hormon
hormon dengan syarat Estrogen Reseptor (ER) atau Progesteron Reseptor (PR)
positif karena penderita terlalu lemah dengan persyaratan mempertimbanga
kemoterapi yang sudah didapat sebelumnya. (Sabiston, 1994)

2.8 Diagnosis
Diagnosa Pemeriksaan payudara secara rutin sangat diperlukan untuk
mendeteksi kanker payudara atau tumor sedini mungkin. Seringkali penderita
mengetahui dirinya terkenena kanker payudara setelah stadium lanjut sehingga sulit
disembuhkan. Lebih dini kanker ditemukan dan mendapatkan penanganan yang
tepat, akan memberikan kesebuhan dan harapan hidup yang lebih besar.

22
2.8.1 Anamnesis
Anamnesis bertujuan untuk mengidentifikasi identitas penderita, faktor
risiko, perjalanan penyakit, tanda dan gejala kanker payudara, riwayat pengobatan
dan riwayat penyakit yang pernah di derita. Keluhan utama yang sering umumnya
adalah benjolan di payudara. Nyeri payudara dan nipple discharge adalah keluhan
yang sering. Tapi tidak selalu pertanda kanker, kelainan jinak seperti fibrcystic
disease dan papiloma intraductal juga bisa bergejala seperti ini. Malaise, nyeri
tulang, dispnea dan kehilangan berat badan adalah keluhan yang jarang, tapi
erupakan indikasi adanya metastasis jauh. (dr. suyatno, 2014)

Sistematika anamnesis mencakup:


a) Anamnesis pribadi : usia, jenis kelamin, status pernikahan, tempat tinggal dan
pekerjaan
b) Anamnesis penyakit:
 Keluhan utama
 Keluhan tambahan
 Faktor risiko
 Riwayat penyakit dan pengobatan

Keluhan utama pada penelitian kanker payudara adalah:


o Benjolan yang tahan keras dengan atau tanpa rasa
sakit
o Bentuk putting yang berubah
- retraksi nipple
- mengeluarkan cairan / darah (nipple discharge)
- eksem sekitar putng
o Perubahan pada kulit
- berkerut seperti kulit jeruk (peau dorange)
- melekuk ke dalam (lesung pipit/dimpling)
- borok (ulkus)
- eritema,edema

23
- satelit nodul
o Payudara terasa panas, nyeri dengan atau ada massa dipayudara
o Ada benjolan di aksila dengan atau tanpa masa di payudara

Keluhan tambahan merupakan metastasis regional, matastasis jauh ataupun


komplikasi. Keluhan tambahan ini meliputi
o Benjolan di aksila atau leher
o Nyeri pinggang / punggung atau tulang belakang, lemah atau
kelumpuhan tungkai
o Sesak nafas atau batuk-batuk,
o Rasa penuh perut, mual, perut gembung, mata kuning
o Nyeri kepala yang hebat, muntah myemprot (proyektil), kesadaran
menurun
o Penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas (dr. suyatno, 2014)

2.8.2 Pemeriksaan fisik


Pemeriksan fisik, ditujukan untuk menentukan karakter dan lokasi lesi.
Pemeriksaan ini dilakukan secara sistematis dengan Inspeksi dan palpasi (Willet
AM et all)
 Inspeksi dilakukan dengan pasien duduk, pakaian atas dan bra dilepas dan
posisi tangan disamping, atas kepala dan kacang. Inspeksi dilakukan pada
kedua payudara, aksila dan klavikula yang bertujuan untuk identifikasi tanda
dan gejala tumor primer dan kemungkinan metastasis ke kelenja getah bening
ataupun metastasis jauh. (dr. suyatno, 2014)

24
Gambar 2.10 Teknik inspeksi pada pemeriksaan fisik

 Palpasi parenkim payudara dilakukan pada pasien dengan bantalan tidur


(terlentang), di sebelah kanan. dan kembali diganjal bantal kecil. Jaringan
subareolar dan masing-masing kuadran dari kedua payudara dipalpasi secara
sistematis, menyeluruh lengkap dan tumpang tindih baik secara sirkuler
ataupun radier.
Gambar 2.11 Teknik palpasi pada
parenkim payudara

Palpasi aksila dilakukan dilakukan dalam posisi pasien duduk dengan lengan
pasien dan pemeriksa saling menopang. Palpasi juga dilakukan pada infra dan
supraklavikula. Hasil pemeriksaan fisik dicatat dalam bentuk tingkat
kecurigaan keganasan (tingkat kecurigaan untuk keganasan. (dr. suyatno,
2014)
Pl = normal
P2 = benigna
P3 = ketidakpastian

25
P4 = suspek maligna
P5 = maligna

Gambar 2.12 Teknik palpasi pada aksila, infraklavikula, dan supraklaikula


untuk pembesaran getah bening regional.

Tanda dan gejala yang dapat ditemukan pada inspeksi dan palpasi

Gambar 2.13 Skin dimpler/berbentuk lesung pipi retraksi kulit payudara

Gambar 2.14 Ulkus yang melibatkan kulit dan jaringan payudara

26
Gambar2.15 Eritema (kiri) karena infiltrasi ke vena, Peau d’orange
(kanan) karena infiltrasi ke saluran limfatik

Gambar 2.16 Putting masuk kedalam (nipple retraction, kiri), keluar


cairan dari puting (nipple discharge, kanan)

 Sadari harus dilakukan setiap bulan oleh perempuan setelah berumur 20


tahun. Meskipun sadari merupakan suatu penyaringan yang sederhana,
dan tidak mahal, tetapi sadari sangat efektif untuk mengetahui adanya
kanker secara dini, tidak berbahaya, aman dan tidak menyebabkan nyeri.
Saat Mandi Angkat satu tangan menggunakan satu jari secara mendatar
ke semua tempat untuk setiap payudara. Gunakan tangan kanan untuk
memeriksa payudara kiri, dan tangan kiri untuk payudara kanan. Periksa
adanya benjolan atau kebetulan bahwa payudara keras dan menebal.
Periksa dan cari apabila terdapat gumpalan atau kebetulan keras,
menebal di payudara.

27
Berdiri di Depan Cermin mengangkat kedua tangan di atas kepala ,
putar tubuh perlahan dari sisi kanan ke sisi kiri. Pinggang dicekak, tekan
ke bawah dengan lembut untuk menegakkan otot-otot dada dan membuat
payudara condong ke depan. Perhatikan dengan teliti setiap perubahan
seperti ukuran, bentuk dan kontur payudara. Perlahan-lahan, pijat kedua
putting dan perhatikan jika terdapat cairan keluar. Periksa lebih lanjut
apakah cairan itu bening atau mengandung darah.
Berbaring Cara memeriksa payudara kanan, letakkan bantal di bawah
bahu kanan dan tangan kanan diletakkan di belakang kepala. Jari-jari
menekan payudara dan bergerak perlahan dalam bentuk bola kecil, mulai
dari pangkal payudara. Setelah satu putaran, jari-jari digerakkan 2,5 cm
ke arah puting susu. Ulangi hal yang sama dengan payudara kiri dengan
meletakkan bantal di bawah bahu kiri dan tangan kiri di belakang kepala.
Coba rasakan apakah ada benjolan di payudara. (dr. suyatno, 2014)

28
Gambar 2.17 Teknik pemeriksaan sadari

2.8.3 Pemeriksaan penunjang


2.8.3.1 Ultrasobography (USG) payudara
Pemeriksaan ini (anamnesis dan pemeriksaan fisik) mempunyai prediksi
untuk memeriksa ganas atau jinak sekitar 60-80% (eror 20-40%) oleh karenanya
memerlukan pemeriksaan tambahan.
Pada USG, lesi hipoekoik dengan tepi tidak teratur (irregular)) dan
shadowing disertai orientasi vertical kemungkinan merupakan lesi maligna. Lesi
ini terkadang menunjukkan adanya infiltrasi ke jaringan lemak yang disekitarnya.
Lesi solid benigna dengan batas tegas dan berlobus yang terlihat sebagai lesi

29
hipoekoik homogen dan orientasi di duga adalah fibroadenoma. USG secara umum
diterima sebagai metode yang dipilih untuk menentukan masa kistik dengan padat
dan sebagai pengarah untuk biopsi. Disamping untuk pemeriksaan pasien skrining
usia muda (kurang dari 35 tahun).
Penggunaan USG untuk tambahan mamografi meningkatkan akurasinya
hingga 7,4%. Namun USG tidak disarankan untuk digunakan sebagai modalitas
skrining oleh karena didasarkan penelitian ternyata USG gagal menunjukkan
efikasinya. Peran USG lain adalah untuk evaluasi metastasis ke organ viseral.
Protokol PERABOI 2002 merekomendasikan pemeriksaan USG abdomen (hepar)
secara rutin untuk penentuan stadium. (dr. suyatno, 2014)

2.8.3.2 Mammography
Mamografi memegang peranan mayor dalam deteksi dini kanker payudara,
sekitar 75% kanker dideteksi paling tidak satu tahun sebelum ada gejala atau tanda.
Lesi dengan ukuran 2 mm sudah dapat dideteksi dengan mamografi. Akurasi
mamografi untuk prediksi malignansi adalah 70-80%. Lebih tepatnya pada pasien
usia muda (kurang dari 35 tahun) dengan payudara yang padat kurang akurat
disamping nyeri yang signifikan.
Ada 2 tipe pemeriksaan mammografi : skrining dan diagnostik. Skrining
mamografi dilakukan pada wanita yang asimptomatik. Deteksi dini dari kanker
payudara yang masih kecil memungkinkan pasien untuk mendapatkan keberhasilan
terapi dengan kualitas hidup yang lebih baik. Skrining mamografi
direkomendasikan setiap 1-2 tahun untuk wanita usia 40 tahun dan setiap tahun
untuk usia 50 tahun atau lebih. Pada usia tertentu direkomendasikan sebelum usia
40 tahun (misal wanita dengan keluarga tingkat pertama yang menderita kanker
payudara). Untuk skrining mamografi, masing-masing payudara dibuat dalam
posisi cranio-caudal (CC) dan medo-lateral oblique (MLO).
Mamografi dilakukan pada wanita yang simptomatik, tipe ini lebih rumit
dan waktu lebih lama dari pada mamografi skrining dan digunakan untuk
menentukan ukuran yang tepat, lokasi abnormalitas payudara, untuk evaluasi
jaringan sekitar dan kelenjar getah bening sekitar payudara. Untuk mamografi

30
diagnostik, masing-masing payudara difoto dalam posisi kranio-kaudal (CC),
medo-lateral oblique (MLO) dan dapat ditambahkan dengan latero-medial (LM)
atau medio-lateral (ML).
Protokol PERABOI 2002 merekomendasikan pemeriksaan mamografi
untuk tumor dengan ukuran kurang dari 3 cm tapi MD. Anderson Cancer Centre
menganjurkan untuk melakukan mamografi pada ukuran berapapun dengan tujuan
untuk skrining adanya lesi nonpalpable pada kedua payudara (ipsilateral dan
kontralateral) dan untuk engevaluasi risiko malignansi lesi tumor. Kanker sinkron
bilateral terjadi sekitar 3% dari kasus, minimal setengahnya adalah nonpalpable.
Gambaran mamografi untuk lesi ganas terbagi atas tanda primer dan sekunder. (dr.
suyatno, 2014)
Tanda primer terdiri dari:
1. densitas yang meninggi pada tumor
2. batas tumor yang tidak teratur oleh karena adanya proses infiltrasi ke
jaringan sekitarnya atau batas yang tidak jelas (komet sign).
3. gambaran transusen sekitar tumor
4. gambaran stelata.
5. adanya mikrokalsifikasi sesuai kriteria Egan
6. ukuran klinis tumor lebih besar dari radiologis.

Tanda sekunder terdiri dari:


1. retraksi kulit atau penebalan kulit
2. bertambahnya vaskularisasi
3. perubahan posisi puting
4. kelenjar getah bening aksila (+)
5. keadaan daerah tumor dan jaringan fibroglandular tidak teratur
6. kepadatan jaringan sub areolar yang berbentuk utas. (dr. suyatno, 2014)

Gambaran kalsifikasi yang menentukan ganas menurut kriteria Egan adalah


kalsifikasi dengan lokasi di parenkim payudara, ukuran kurang dari 0,5 mm, jumlah
lebih dari 5 dan bentuk stelata.

31
Pada lesi npalpable, deskripsi mamografi dapat dibagi menjadi 2 kategori:
mikrokalsifikasi dan perubahan densitas. Mikrokalsifikasi dapat berkelompok
(clustered) atau menyebar (scattered). Perubahan densitas mencakup masa
terpisah-pisah (discrete masses), distorsi arsitektur, dan asimetri. Gambaran yang
paling rediktif untuk malignansi adalah masa berspekula (stelata), mikrokalsifikasi
berkelompok dan mikrokalsifika di dalam masa.
Sistem pelaporan hasil mamografi adalah mengacu pada sistem ACR
(American College of Radiology) vaitu BIRADS (Breast Imaging Reporting and
Data System). Sistem pelaporan ini disamping memberikan informasi hasil
pemeriksaan juga tentang rencana tindakan yang sesuai.

Tabel 2.4 Risiko Keganasan dan Perencanaan Sesuai Kategori BIRADS

Negatif palsu mammografi menurut data dari Breast Cancer Detection


Demonstration Project berkisar 8-10%, 1-3% wanita yang menderita suspek

32
maligna, mammogram dan sonogram-nya negatif mungkin masih memiliki kanker
payudara

2.8.3.2 MRI
MRI (Magnetic Resonance Imaging) merupakan instrumen yang sensitif
untuk deteksi kanker payudara, karena itu MRI sangat baik (excelent) untuk deteksi
kekambuhan lokal pasca BCT atau augmentasi payudara dengan implant, deteksi
kanker multifokal dan sebagai tambahan untuk mamografi pada kasus tertentu.
MRI sangat bermanfaat dalam skrining pasien usia muda dengan densitas payudara
yang padat yang memiliki risiko kanker payudara yang tinggi. Sensitivitas MRI
mencapai 98% tetapi spesifisitasnya rendah, biaya pemeriksaan mahal dan waktu
pemeriksaan yang lama oleh karena itu MRI belum menjadi prosedur rutin. (dr.
suyatno, 2014)

2.8.3.3 Biopsi
Biopsi pada payudara memberikan informasi sitologi atau histopatologi.
FNAB (Fine Needle Aspiration Biopsy) merupakan salah satu prosedur diagnostic
awal, untuk evaluasi masa di payudara. Pemeriksaan ini sangat bermanfaat untuk
evaluasi lesi kistik. Masa resisten atau rekuren setelah aspirasi berulang adalah
indikasi untuk biopsi terbuka (insisi atau eksisi). Namun, FNAB merupakan biopsi
yang memberikan informasi sitologi, belum menjadi standar baku (gold standar)
untuk diagnostik definitif. Bila mampu, dianjurkan triple diagnostik (klinis,
mamografi, FNAB).
Biopsi yang memberikan informasi histopatologi adalah Biopsi Core, biospi
insisi, biopsi eksisi, potong beku dan ABBI (Advance Breast Biopsy Instrumen).
Hasil biopsi ini merupakan standar baku untuk diagnostik dan terapi. Masing-
masing biopsi ini mempunyai keuntungan dan kerugian (table 2.5). (dr. suyatno,
2014)

33
Tabel 2.5 Tabel Perbandingan jenis biopsy

Biopsi eksisi direkomendasikan untuk ukuran tumor kurang dari 3 cm. Biopsi insisi
dilakukan pada operable tumor dengan ukuran lebih dari 3 cm atau inoperabel.
Potong beku dilakukan saat operasi, tehnis pengambilan spesimen bisa insisi atau
eksisi. Dari biopsi ini dapat sekaligus dilakukan pemeriksaan imunohistikimia dari
estrogen reseptor (ER), progesteron reseptor (PR), CerbB2, p53 dan cathepsin D.
Disamping diagnosis histopatologi juga ditentukan rading histopatologi
kanker payudara. Grading ini ditentukan berdasarkan tubular formation, nuclear
pleomorfism dan mitotic activity. Berdasarkan jumlah skor dari 3 faktor tersebut,
grading kanker payudara terbagi atas: well differentiated (grade I), moderately
differentiated (grade II) dan poorly differentiated (grade III). (dr. suyatno, 2014)

34
2.8.3.4 Bone scan, Foto Thorax, USG Abdomen
Pemeriksaan bone scan (sidik tulang) bertujuan untuk evaluasi metastasis
di tulang. Pemeriksaan ini direkomendasikan pada kasus: advanced local disease,
metastasis kelenjar limfe, metastasis jauh dan ada simptom pada tulang. Bone scan
secara rutin tidak dianjurkan pada stadium dini yang asimptomatis karena
berdasarkan beberapa pebelitian hanya 2% hasil yang positif pada kondisi ini.
Berbeda halnya pada yang simtomatis stadium III, insiden positif pada bone scan
mencapai 25% oleh karenanya pemeriksaan bone scan secara rutin sangat
bermanfaat. Protokol PERABOI meminta pemeriksaan ini bilamana sitologi sangat
dicurigai pada lesi diatas 5 cm. Foto toraks dan USG perut rutin dilakukan untuk
melihat adanya metastasis di paru, pleura, mediastinum, tulang-tulang dada dan
organ viseral (khusus hepar). (dr. suyatno, 2014)

2.8.3.5 Pemeriksaan Laboratorium dan Marker


Pemeriksaan laboratorium darah yang direkomendasikan adalah darah rutin,
alkaline phospatase, SGOT, SGPT dan tumor marker. Kadar alkali phospatase
yang tinggi dalam darah mengindikasikan adanya metastasis ke hati, saluran
empedu dan tulang. SGOT dan SGPT merupakan ambaran fungsi hati, kadar yang
tinggi dalam darah penilaian kerusakan atau metastasis pada hati. Tumor kanker
untuk kanker payudara yang dianjurkan oleh American Society of Clinical
Oncology adalah antigen carcinoembryonic (CEA), antigen kanker (CA) 15-3, dan
CA 27.29. Pemeriksaan ini sensitif tetapi tidak spesifik oleh karena itu dianjurkan
untuk follow up untuk tindak lanjut. Pemeriksaan genetika BRCA-1 dan BRCA-2
direkomendasikan pada pasien dengan keluarga tingkat pertama yang diduga
kanker payudara atau ovarium. (dr. suyatno, 2014)

2.8.3.6 Diagnosis Banding


1) Fibroadenoma mamae: sering timbul pada wanita muda, tersering berusia 18-
25 cahun. Riwayat penyakit ini panjang. progresi lambat. Tumor berbentuk
bulat atau lonjong, konsistensi sedang. permukaan licin, mobilitas baik

35
2) Hiperplasia kistik kelenjar mamae: umumnya pada wanita setengah baya dan
sering berkaitan dengan haid. Beberapa hari sebelum haid rasa nyeri mulai
lebih terasa, setelah haid nyeri perlahan hilang dan tumor menyusut.
Pemeriksaan menemukan korpus glandula tebal kasar atau berbentuk pita atau
granular, ada yang teraba tumor kistik (disebabkan sekret dalam duktus
kelenjar yang sangat melebar)
3) Tumor Papiliform intraduktal besar umunya pada wanita setengah. Gejala
utama berupa sekret papila mamae (paling sering cairan berwarna merah
gelap). ini disebabkan tumor disertai infeksi peradangan mengalami rembesan
darah. Bila area areola atau agak ke tepinya ditekan ringan secara cermat
kadang kala teraba tumor, tapi umumnya tidak jelas. Ketika lesi ditekan dapat
tampak keluar sekret dari pori duktus laktiferi yang bersangkutan.
4) Kista retensi susu: sering ditemukan pada fase pasca laktasi atau setelah henti
laktasi beberapa tahun. Dewasa ini dianggap dasar penyakitnya adalah
sumbatan duktus laktiferi. Sumbatan disebabkan peradangan atau dapat juga
kurang baiknya struktur kelenjar mamae sejak lahir. Gejala klinis berupa
benjolan bundar kelenjar mamae, konsistensi sedang. Aspirasi jarum dapat
menegaskan diagnosis.
5) Tuberculosis kelenjar mammae umumnya pada wanita setengah baya Tumor
membesar secara lambat, seperti manifestasi radang kronis. Sebagian pasien
disertai tuberculosis kelenjar limfe aksila dan paru-paru. Diagnosis bergantung
pada patologi (dr. Hendra Utama, 2013)

2.9 Penatalaksanaan dan Pencegahan


Dalam bedah, radioterapi, kemoterapi, terapi hormone dll. penting dalam terapi
kanker harus digunankan secara kombinasi. Terhadap setiap kasus kanker yang
ditentukan strategi terapi menyeluruh, strategi menyeluruh akan langsung
berpengaruh pada hasil terapi.

36
2.9.1 Terapi Bedah
Pasien yang pada awal terapi stadium 0, I, II dan sebagian stadium III
disebut kanker mamae operabel. Pola operasi yang paling sering dipakai adalah:
(1) Mastektomi radikal: tahun 1890 Halsted pertama kali merancang dan
mempopulerkan operasi radikal kanker mamae, lingkup reseksinya mencakup
kulit berjarak minimal 3 cm dari tumor, seluruh kelenjar mamae, m. pektoralis
minor dan jaringan limfatik dan lemak subskapular, aksilar secan kontinu
enblok direseksi. Konsep dan operasi radikal ini telah menjadi tongggak
penting dalam bidang bedah tumor, meletakkan fondasi bagi konsep operasi
tadikal terhadap tumor padat lainya. Namun sekitar 20 tahun belakangan ini
dengan pemahaman lebbih dalam atas tabiat bilogis karsinoma mammae,
ditamah makin banyaknya kasus stadium sedang dan dini serta kemajuan terapi
kombinasi, maka penggunaan mastektomi radikal konvensional telah makin
berkurang.
(2) Mastektomi radikal modifikasi: lingkup reseksi sama dengan teknik radikal,
tapi mempertahankan m. pektoralis mayor dan minor (model Auchincloss)
atau mempertahankan m. pektoralis mayor mereseksi m. pektoralis minor
(model Patey) .Pola operasi ini memiliki kelebihan antara lain memacu
memulihkan fungsi pasca operasi, tapi sulit mbersihkan kelenjear limfe aksilar
superior. Dewasa ini mastektomi radikal modifikasi disebut sebagai
mastektomi radikal standar, luas digunakan secara klinis.
(3) Mastektomi total: hanya membuang seluruh mamae tanpa membersihkan
kelenjar limfe. Model operasi ini terutama untuk karsinoma in situ atau pasien
lanjut usia
(4) Mastektomi segmental plus discksi kelenjar limfe aksilar secara umum ini
disebut dengan operasi Konservasi mamae (BCT). Iasanya dibuat dari dua
insisi terpisah di mamae dan aksila. Mastektomi sekmental bertujuan
mereseksi sebagian jaringan kelenjar mammae normal di tepi tumor, di bawah
mikroskop taka da invasi tumor ditempat irisan. Lingkup diseksi kelenjar limfe
aksilar biasanya juga mencakup jaringan aksila dan kelenjar limfe aksilar
kelompok tengah.

37
(5) Mastektomi segmental plus biopsi kelenjar limfe sentinel: metode reseksi
segmental sama dengan di atas. Kelenjar limfe sentinel adalah terminal
pertama metastasis limfogen dari karsinoma mamae, saat operasi dilakukan
insisi kecil di aksila dan secara tepat mengangkat limfe sentinel, dibiopsi, bila
patologik negatif maka operasi dihentikan. Bila positif maka dilakukan
tindakan diseksi kelenjar limfe aksilar.
Untuk terapi kanker mamae terdapat banyak pilihan pola operasi, yang
mana yang terbaik masih kontroversialSecara umum dikatakanharus
berdasarkan stadiumpenyakit dengan syarat dapat mereseksi tuntas tumor
kemudian baru memikirkan sedapat mungkin konservasi fungsi dan kontur
mamae. Dewasa ini lingkup operasi karsinoma mamae cenderung semakin
kecil. Dari mastektomi radikal konvensional digantikan mastektomi radikal
modifikasi, operasi konservasi mamae semakin banyak dikerjakan, operasi
biopsi kelenjar limfe sentinel tampaknya akan makin menggantikan diseksi
kelenjar limfe aksilar. Secara umum, terhadap lesi < 3 cm, dan kelenjar limfe
aksilar tidak jelas membesar, harus lebih mempertimbangkan terapi kombinasi
konscrvasi mamac, kalau tidak lebih mempertimbangkan operasi radikal
modifikasi.

2.9.2 Radioterapi
Radioterapi terutama mempunyai 3 tujuan :
(1) Radioterapi murni kuratif: radioterapi murni terhadap kanker mamae hasilnya
kurang ideal, kelangsungan hidup 5 tahun 10-37%. Terutama digunakan untuk
pasien dengan kontraindikasi atau menolak operasi.
(2) Radioterapi adjuvan: menjadi bagian integral penting dari terapi kombinasi.
Menurut pengaturan waktu radioterapi dapat dibagi menjadi radioterapi pra-
operasi dan pasca operasi. Radioterapi pra-operasi sebagian besar stadium
lanjut lokalisasi, dapat membuat sebagian besar kanker mamac non-operabel
menjadi 'kanker mamae yang operabel. Radioterapi paska operasi adalah
radioterapi seluruh mamae (bila perlu ditambah radioterapi kelenjar limfe
regional) pasca operasi konservasi mammae (operasi segmental plus diseksi

38
dengan limfe aksilar atau biopsi) dan radioterapi adjuvan pasca mastektomi.
Dewasa ini indikasi radioterapi pasca mastektomi adalah : diameter tumor
primer lebih atau sama dengan 5 cm, fasia pectoral terinvasi, jumlah kelenjar
limfe aksilar metastatic lebih dari 4 buah dan tepi irisan positif. Area target
iradiasi harus mencakup dinding toraks dan regio supraklavikular. Regio
mamaria interna jarang terjadi rekurensi klinis, sehingga perlu tidaknya
radioterapi rutin masih kontroversial.
(3) Radioterapi paliatif: terutama untuk terapi paliatif kaus stadium lanjut dengan
rekurensi, metastasis. Dalam hal meredakan nyeri efeknya sangat baik. Selain
itu kadang kala digunakan radiasi terhadap ovarium bilateral untuk
menghambat fungsi ovarium hingga berhasil efek kastrasi.

2.9.3 Kemoterapi
(1) Kemoterapi pra-operasi: kemoterapi sistemik, jika perlu dapat dilakukan
kemoterapi intra-arterial, mungkin dapat membuat sebagian besar ‘kanker
mamae lokal non-operabel’ menjadi ‘kanker mamae operabel’
(2) Kemoterapi adjuvan paska operasi: dewasa ini mengindikasikan kemoterapi
adjuvan paska operasi relatif luas, terhadap semua pasien karsinoma invasif
dengan diameter terbesar tumor lebih besar sama dengan 1 cm harus dipikirkan
kemoterapi adjuvan. Hanya terhadap pasien lanjut usia dengan ER, PR positif
dapat dipertimbangkan hanya diberikan terapi hormone.diberikan hanya
diberikan terapi hormonal.
(3) Kemoterapi terhadap kanker mamae stadium lanjut atau rekuren dan statistik:
kemoterapi adjuvan karsinoma mamae selain sebagian kecil masih memakai
rejimen CMF, semakin banyak yang memakai kemoterapi kombinasi
berdasarkan golongan antrasiklin. Terhadap pasien dengan kelenjar limfe
positif, reseptor hormone positif masih dapat dipertimbangkan memakai
golongan taksan.
Untuk kemoterapi karsinoma mamae stadium lanjut, rekuren, metastatik
umumtya harus menggunakan obat yang digunal sebelumnya dan
menghubungkan individu-individu yang belum pernah menggunakan golones

39
antrasiklin dan taksan, dan orang-orang sebelum obat golongan antrasiklin de
golongan taksan. Obat lini kedua yang sering dipakai adalah novelbin,
vinblasn gemsitabin, cisplatin, xeloda, dll.

2.9.4 Terapi hormonal


Sebagian besar kejadian dan perkembangan kanker mamae memiliki
hormon tertentu, dewasa ini berdasarkan pemeriksaan reseptor estrogen (ER) dan
progesteron (PR) dari tumor untuk menentukan efek terapi hormonal. Pasien
dengan hasil positif tergolong kanker mamae tipe bergantung hormon, pasien
dengan hasil tes negatif tergolong kanker mamae tipe tak bergantung hormon, efek
terapi hormonal agak kurang. Terapi hormonal terutama mencakup bedah dan
terapi hormon. Terapi hormonal bedah sebagian besar adalah ooforektomi (disebut
juga kastrasi) terhadap wanita pramenopause, sedangkan adrenalektomi dan hipo-
fisektomi sudah praktis ditinggalkan. Terapi hormonal medikamentosa dalam 20
tahun lebih terakhir ini mengalami kemajuan besar, pada dasarnya sudah
menggantikan operasi kelenjar endokrin. Yang dewasa ini digunakan di klinis
terutama adalah:
(1) obat antiestrogen. Tamoksifen merupakan penyekat reseptor estrogen,
mekanisme utamanya adalah berikatan dengan ER secara kompetitif,
menyekat transmisi informasi ke dalam sel tumor sehingga berefek
terapi. la adalah obat terapi hormonal yang paling luas dipakai dewasa
ini. Tapi tamoksifen juga memiliki efek mirip estrogen, berefek
samping trombosis vena dalam, karsinoma endometrium dll, sehingga
perlu diperhatikan dan diperiksa berkala.
(2) Inhibitor aromatase. Pada wanita pasca menopause, estrogen terutama
berasal dari kolesterol yang disekresi lapisan retikular kelenjar adrenal
dan androstendion yang terdapat di jaringan lemak. hati, otot, dll.
Kedua zat itu melalui efek enzim aromatase diubah menjadi estradiol
dan estrogen. Obat inhibitor aromatase menghambat kerja enzim
aromatase, sehingga menghambat atau mengurangi perubahan
androgen menjadi estrogen. Aminoglutetimid adalah inhibitor

40
aromatase generasi pertama, karena ia menghambat sintesis hormon
adreno- kortikal maka kurang selcktif. schingga sewaktu memakainya
harus menambahkan hormon adrenokortikal. Selain itu obat ini berefek
samping vertigo, ataksia, dll. Kini pada dasarnya sudah tak dipakai.
Inhibitor aromatase yang digunakan di klinis dewasa ini adalah generasi
ketiga, meliputi golongan nonsteroid anastrozol, letrozol, dan golongan
steroid eksemestan. Inhibitor aromatase hanya digunakan untuk pasien
pasca menopause dengan reseptor hormone positif. Berbagai uji klinis
membuktikan efek terapinya lebih baik dari tamoksifen. Obat golongan
ini berefek samping osteolisis d1l. sehingga harus dilakukan
pemantauan sesuai.
(3) Obat sejenis LH-RH (luteinizing hormone-releasing hormone). Obat
jenis ini dewasa ini terutama adalah goserelin efeknya menghambat
sekresi gonadotropin, menghambat fungsi ovarium secara keselu-
ruhan, sehingga kadar estradiol serum turun Jadi, obat jenis iní dapat
mencapai efek ooforektomi medikamentosa secara selektif, sehingga
menghambat pertumbuhan tumor.
(4) Obat sejenis progesteron. Yang sering di- gunakandiklinis adalah
medroksiprogesteron asetat (MPA) dan megesterol asetat (MA).
Terutama digunakan bagi pasien pasca menopause atau pasca
ooforektomi. Mekanisme utamanya adalah melalui umpan balik
hormon progestin menyebabkan inhibisi aksis hipotalamus
hipofisisadrenal, androgen menurun, hingga mengurangi sumber
perubahan menjadi estrogen dengan hasil turunnya kadar estrogen.
Selain itu obat golongan ini juga berefek menambah nafsu makan,
memperbaiki kondisi umum pasien.

2.9.5 Terapi biologis


Overekspresi onkogen berperanan penting dalam timbul dan berkembngnya
tumor, antibodi monoklonal yang dihasilkan melalui Teknik transgenetik dapat
menghambat perkembangan tumor. Hersecptin berefek terapi nyata terhadap

41
karsinoma mamae dengan overekspresi gen cerbB-2 (HER-2). Herseptin adalah
suatu antibodi monoklonal hasil teknologi transgenik yang berefek protein HER-2
secara langsung. Dewasa ini ditemukan ia tidak hanya menyekat sinyal
pertumbuhan dalam sistem HER2 tapi juga menghasilkan efek sitotoksik yang
dimemediasi sel dan bergantung antibodi. sehingga berefek antitumor. Semakin
banyak bukti mendukung herseptin sebagai suatu cara penting untuk terapi
karsinoma mamac metastatik den overekspresi HER2. Apakah dipakaí tungal atau
dalam kemoterapi kombinasi, efek klinisnya memuaskan, termasuk dałam
meningkatkan survival.

2.9.6 Pencegahan
Ada tiga macam pencegahan, yaitu :
1) Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah langkah yang dilakukan untuk menghindari diri dari
setiap faktor yang dapat menimbulkan kanker payudara. Penyuluhan tentang
kanker payudara perlu dilakukan terutama faktor risiko dan bagaimana
melaksanakan pola hidup sehat dengan menghindari makanan berlemak,
banyak konsumsi sayur-sayuran dan buah-buhan serta giat berolah raga.
2) Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dilakukan terhadap individu yang memiliki risiko untuk
terkena kanker payudara. Setiap perempuan yang normal dan memiliki siklus
haid normal merupakan populasi dari kanker payudara. Pencegahan sekunder
dilakukan dengan cara deteksi dini. Beberapa metode deteksi dini terus
mengalami perkembangan. Skrining melalui mamografi diklaim memiliki
akurasi 90% dari semua penderita kanker payudara, tetapi keterpaparan terus-
menerus pada mamografi pada perempuan yang sehat merupakan salah satu
faktor risiko terjadinya kanker payudara. Skrining dengan risk assement
survey. Perempuan dengan faktor risiko mendapat rujukan melakukan
mamografi setiap tahun. Perempuan normal mendapat rujukan mamografi
setiap 2 tahun sampai mencapai usia 50 tahun.

42
Kematian oleh kanker payudara lebih sedikit pada perempuan yang
melakukan pemeriksaan Sadari dibandingkan yang tidak Sadari. Sensitivitas
Sadari mendeteksi kanker payudara hanya 26%, bila dikombinasikan dengan
mamografi maka sensitivitas mendeteksi secara dini menjadi 75%
3) Pencegahan tersier biasanya diarahkan pada individu yang telah positif
menderita kanker payudara. Penanganan yang tepat penderita kanker payudara
sesuai dengan stadiumnya akan dapat mengurangi kecacatan dan
memperpanjang harapan hidup penderita. Pencegahan Tersier ini penting
untuk kualitas hidup penderita serta mencegah komplikasi penyakit dan
meneruskan pengobatan. Tindakan pengobatan dapat berupa operasi walaupun
tidak berpengaruh banyak terhadap ketahanan hidup penderita. Tindakan
kemoterapi dengan sitostatika pada penderita kanker perlu dilakukan apabila
telah bermetastasis jauh. Pengobatan pada stadium ini akan diberikan hanya
berupa simptomatik.

2.10 Komplikasi/efek samping


2.10.1 Komplikasi Kemoterapi
(1) Mual dan muntah
Terjadi karena bekurangnya rasa kecap dan penyimpangan rasa kecap
(dysgeusia), dapat diatasi dengan pemberian makanan berupa cairan sehingga
tidak banyak dikunyah aan sedikit saliva. Menu makanan harus dirubah hari,
makanan yang diusulkan mengandung tinggi protein berupa BCAA , EAAS
dan asam lemak Omega 3, sedangkan Megestrol acetate walaupun merangsang
napsu makan tapi bersipat katabolik terutama pada pasien inaktif.

43
Tabel 2.5 Pedoman pemberian obat antiemetik

(2) Rambut rontok fase Anagen, rambut menjadi tipis dan mudah rontok, keadaan
ini Kehilangan rambut terjadi setelah 2- 3 minggu kemoterapi pada akan
membaik setelah 2-3 bulan kemoterapi terakhir. Upaya untuk mengurangi
alopesia:
 Mengurangi aliran darah ke kepala scalp tourniquet, scalp hypothermia
 Perlindungan bulb rambut: topical minoksidil, vitamin E, AS101.
(3) Mukositis dan Xerostomia Sebagian besar pasien yang mendapat kemoterapi
(40%) akan mengalami mukositis, sekitar 50 % disertai nyeri yang
memerlukan pengobatan dan kemungkinan pemberian cairan infus, biasanya
timbul pada hari ke 7 setelah pemberian kemoterapi. Mukosa yang sering
terlibat adalah labial, bukal, palatum mole, dasar mulut dan permukaan depan
lidah. Obat kemoterapi yang menyebabkan mukositis:
 Antrasiklin daunoribicin, doksorubisin, efirubicin
 Alkylating : CPA, busulfan, procarbazine, thiotepa
 Taxane : docetaxel, paclitaxel

44
 Vinca alkaloid : vinblastine, vincristine, vinorelbine
 Antimetabolit : methorexate, 5 FU
 Antibiotic antitumor actinomycin, bleomycin, mitomicin, amsacrine
Terapi mukositis. Kurangi trauma pada mukosa, dengan mengurangi makan
pedas dan asam, kebersihan mulut harus dijaga, gigi tajam dicabut atau
dihaluskan dan obat pelindung mukosa seperti: sukralfat, vitamin dan
antioksidan (ß carotene, vit E C, glutathione).
Pendekatan untuk pengobatan pada xerostomia: merangsang produksi liur
dengan permen karet, menambah produksi yang kurang dengan Xero-lube,
Slivart perlindungan terhadap gigi dengan luoride gel (stannous fluoride 0,4%
) dan mengurangi sukrosa.
(4) Ekstravasasi Gejalanya bisa timbul belakangan berupa nyeri, eritem, nekrosis
luas pada kulit dan subkutis sehingga memerlukan eksisi dan skin graft bahkan
dapat dilakukan amputasi. Untuk menghindar ekstravasad sebelum obat
kemoterapi dimasukan, diberikan dahulu cairan NaC Dextrose 250-500cc.
Jenis ekstravasasi: tidak berikatan dengan asam nukleat (Irritants) dan
berikatan dengan asam nukleat (Vesicants)
Terapi: stop infus, kompres dingin 20 menit setiap 6 jam selama 3 hari,
jangan kompres hangat karena makin memperberat, observasi ketat dan bila
batas kerusakan sudah jelas dapat dilakukan eksisi dan dapat dilakukan skin
graft.

2.10.2 Komplikasi berdasarkan jenis kemoterapi


 Cyclophosphamide: hemorrhagic cystitis dan amenorrhea
 Methotrexate: liver toxicity, toksisitas meningkat bila ada ef pleura dan asites
 Fluorouracil:ucositis, hand-foot syndrome, dan cerebellar ataxia.
 Doxorubicin: myocardial dysfunction, alopecia, nausea, muntah mucositis, dan
neutropenia.
 Paclitaxel: myelosuppression, peripheral neuropathy (jarang bila digunakan
<170 mg/m2), hypersensitivity reaction, cardiac toxicity, alopecia, mucositis,
nausea, vomiting, dan typhlitis.

45
 Docetaxel: myelosuppression, mucositis, edema disebabkan capillary leak
syndrome (>80 % pasien jika tidak premedikasi; 10% jika diberi premedikasi
steroid), hypersensitivity reactions, neurotoxicity (lebih jarang bibanding
paclitaxel), nausea, vomiting, dan alopecia. conjunctivitis

2.10.3 Komplikasi Radiasi


 Nekrosis jaringan lunak payudara (mis. nekrosis lemak), edema payudara yang
lama, fraktur iga (rata- rata 1-3%)
 Penurunan mobilitas bahu (rata-rata 1-3%) Brachial plexopathy dengan
parastesia dan nyeri lengan (rata- rata 1-3%)
 Limfedema
 Sekunder malignansi: 1. angiosarkoma dengan puncak insiden pada 6 tahun
pasca radiasi, cumulative risk 30 tahun kurang dar 1%, 2. kanker paru
ipsilateral mungkin terjadi dengan riso meningkat pada perokok
 Coronary artery disease: risiko signifikan menurun dengan tehnik baru
radioterapi.
 Pneumonitis simptomatis: hal ini relatif tidak sering, mengenai 66 penderita
kanker payudara yang di radiasi. Tiga sampai dua belas bulan setelah selesai
radiasi timbul batuk kering, dyspnea, dan demam. Pada foto terlihat infiltrate
interstitial, yang akan menjadi fibrosis.

2.10.4 Komplikasi Mastektomi


Infeksi luka dan abses, nekrosis flap kulit, parastesia dinding dada, phantom
breast syndrome, sindrom nyeri post operasi, seroma dan limfedema.

2.10.5 Komplikasi Diseksi Aksila


 Limfedema: prevalynsi limfedema sekitar 11 %, dengan interval ekstrem 5-
30%. Extensive surgery, radioterapi, dan usia tua merupakan faktor risiko
untuk edema lengan.
 Pelemahan gerakan bahu: tergantung apakah penderita menerima radioterapi
di aksila, insiden bervariasi 12-15 % (radioterapi) dan 7-8 % ( tanpa

46
radioterapi). Simptom akan menurunkan gerakan bahu, problem dapat
diperbaiki dengan segera melakukan fisoterapi
 Kerusakan plexus brachialis, dengan nyeri kronis dan penurunan kekuatan
menggenggam pada 15% penderita dan menetap untuk beberapa tahun setelah
operasi.
 Komplikasi lain: Trombosis vena aksilaris, seroma, dan nyeri dinding dada.

2.10.6 Komplikasi Tamoxifen


 Endometrial cancer: komplikasi ini jarang, terjadi pada 2 dari 1000 wanita yang
menerima tamoxifen. Umumnya dideteksi pada stadium dini, sehingga relatif
mudah untuk diterapi. National Cancer Institute and the American Society of
Obstetricians and Gynecologists merekomendasikan untuk dilakukan biopsi
endometrium bila ada vaginal bleeding pada penderita yang menggunakan
tamoxifen.
 Perimenopausal symptoms: Hot flashes dan mood changes mungkin terjadi dan
terkadang sangat berat. Selective serotonin uptake inhibitor dapat digunakan
untuk terapi gejala ini.
 Katarak: Hal ini juga pernah dilaporkan pemakai tamoxifen, dianjurkan untuk
pemeriksaan mata setiap tahun.

2.10.7 Komplikasi Trastuzumab


 Cardiac toxicity: Dari trial fase II didapatkan cardiac dysfunction 7% kasus.
Prevalensi meningkat 11% bila trastuzumab dikombinasikan dengan
paclitaxel. Toksisitas jelas terlihat bil dikombinasikan dengan anthracycline.
 Fever, chills, nausea, vomiting, dan nyeri dengan infuse pertama Hal ini relatif
sering tapi berkurang setelah infuse berikutnya.

2.11.1 Prognosis
Banyak faktor yang mempengaruhi prognosis. Tapi yang paling jelas dan
berpengaruh terbesar atas prognosis adalah kondisi kelenjar limfe dan stadium. Dari
hasil analisis atas data 6263 kasus karsinoma mamae yang operabel RS Kankerniv.

47
Zhongshan, survival 5 tahun pasca operasi pada kasus kelenjar limfe negatif dan
positif adalah masing-masing 80% dan 59%, survival 5 tahun untuk Stadium 0-l, II
dan III adalah masing-masing 9206, 73% dan 47 Sedangkan pada yang
nonoperabel. survival 5 tahun kebanyakan dilaporkan dalam batas 20%. Oleh
karena itu dalam kondisi dewasa ini untuk meningkatkan angka kesembuhan kanker
mamae kuncinya adalah penemuan dini, diagnosis dini, terapi dini dan tepat. Untuk
mencapai temuan dini, diseminasi pengetahuan tentang kanker mamae, pendidikan
wanita untuk memeriksa payudara sendiri merupakan tindakan efektif yang
sungguh praktis. (dr. Hendra Utama, 2013)

Tabel 2.6 Prognosis kanker payudara

terukur, jumlah maksimum, metastatik lebih dari 4 buah dan tepi irisan positif.
Target area iradiasi harus mencakup dinding toraks dan regio supraklavikular.

48
Regio mamaria interna jarang terjadi rekurensi klinis, perlu tidaknya radioterapi
rutin masih kontroversial.

49
BAB III
KESIMPULAN
Kanker payudara merupakan kanker yang berasal dari kelenjar, saluran
kelenjar, dan jaringan penunjang payudara. Sejumlah sel di dalam payudara tumbuh
yang berkembang dengan tidak terkendali inilah yang disebut kanker payudara.
Kumpulan besar dari jaringan yang tidak terkontrol ini disebut tumor atau benjolan.
Namun, tidak semua tumor adalah kanker karena sifatnya yang tidak menyebar ke
seluruh tubuh. Tumor yang dapat menyebar ke seluruh tubuh atau menyebar ke
jaringan sekitar disebut kanker atau tumor ganas. Penyebab dari kanker payudara
tidak diketahui dengan pasti namun terdapat rangkaian factor risiko seperti genetik,
hormonal dan lingkungan. Faktor risiko tersebut yang dapat menunjang terjadinya
kanker payudara. Diagnosa kanker payudara dapat ditegakkan dengan anamnesis
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang seperti mamografi, USG, dan biopsy.
Penatalaksanaan kanker payudara dapat dilakukan dengan terapi bedah, radioterapi,
kemoterapi, maupun terapi hormonal. Tindakan pencegahan dapat dilakukan
dengan menjalankan pola hidup sehat seperti menghindari makanan yang bersifat
karsinogen, giat berolahraga dan rutin melakukan Sadari maupun mamografi untuk
deteksi dini.

50
51

Anda mungkin juga menyukai